15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Penerimaan pasien adalah suatu kegiatan pelayanan yang diberikan
dengan tujuan untuk memperlancar pemeriksaan secara optimal.
TUJUAN 1. Klien mendapat pelayanan yang ramah dan efisien.
2. Identitas klien dan dokumen klien terjaga kerahasiaan.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR Pemeriksaan Penderita Baru dan Lama Rawat Jalan:
1. Petugas memberi salam dan mempersilahkan klien duduk.
2. Petugas menanyakan nama, tanggal lahir, jenis kelamin, kota
tempat tinggal klien.
3. Petugas administrasi mencatat identitas klien di buku registrasi
klien dengan sistem kode:
A. 4 digit – 4 huruf pertama dari nama
B. 2 digit – 2 angka terakhir tahun lahir
C. 2 digit – bulan lahir
D. 2 digit – tanggal lahir/tahun lahir
4. Untuk klien baru nomor kode yang sama diisi pada form
konseling baru, Untuk klien lama, petugas administrasi mencari
dokumen klien dalam lemari file, sesui nomor registrasi klien.
5. Petugas administrasi memberikan dokumen klien kepada
petugas konselor.
6. Petugas menunjukkan ruang konseling pada klien dan
mempersilahkan menunggu di ruang tunggu, bila konselor masih
melayani klien lain.
7. Sesudah pelayanan VCT selesai, petugas administrasi
mengumpulkan dokumen klien dan menyimpannya dalam lemari
file sesuai dengan nomor-urut dokumen.
8. Petugas administrasi mengunci file dokumen.
1
PENERIMAAN PASIEN DI KLINIK KTS/VCT
2
PELAYANAN KONSELING PRE-TES KLINIK KTS/VCT
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
4
PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK KTS/VCT
Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0633/LAB.633/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0633/LAB.633/RS.ERBA/2016 0 1-2
CONFIDENTIAL dan nomor ID Klien diatas kiri amplop.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Ketergantungan NAPZA
4. Instalasi Laboratorium
6
PETUGAS LABORATORIUM KLINIK KTS/VCT
Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0634/LAB.634/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR
2. SELAMA PEMERIKSAAN
a. Cocokkan nomor ID sampel dengan catatan Medis
b. Lakukan pengambilan darah
c. Lakukan pemeriksaan ikuti sesuai prosedur tetap
pemeriksaan.
d. Buang tip bekas pakai ke larutan hipoklorit
e. Buang jarum kedalam wadah tahan tusukan.
f. Catat hasil pada buku register dan catatan medis
g. Menyerahkan hasil pemeriksaan ke ruang konseling atau
konselor
3. SESUDAH PEMERIKSAAN
a. Buang limbah kedalam wastafel pembuangan limbah.
b. Ikat limbah dan buang kedalam wadah penampungan
7
PETUGAS LABORATORIUM KLINIK KTS/VCT
Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0634/LAB.634/RS.ERBA/2016 0 1-2
sementara.
c. Masukkan reagen kedalam refrigerator.
d. Lakukan desinfeksi meja pemeriksaan dengan
menggunakan larutan hipoklorit 0.5%.
e. Diamkan selama 15 menit
f. Bilas dengan air
g. Catat suhu refrigerator.
UNIT TERKAIT Instalasi Laboratorium
8
KEWASPADAAN STANDAR KLINIK KTS/VCT
445/0627/YANMED.627/RS.ERBA/2016 0 1-1
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Kewaspadaan Universal (universal precaution) adalah
kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang tidak
membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak
tergantung pada diagnosis penyakitnya.
TUJUAN 1. Memberikan pedoman bagi pelaksana klinik VCT mengenai
kewaspadaan standar.
2. Menghindari penularan infeksi dari pasien ke pasien dan dari
pasien ke petugas kesehatan
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
memeriksa pasien.
2. Memakai sarung tangan jika ada luka terbuka, dan saat
melakukan pekerjaan di laboratorium.
3. Membuang bahan-bahan infeksius ke tempat sampah untuk
membuang sampah infeksius.
4. Membuang alat-alat suntikan ke wadah tahan tusukan.
5. Wadah tahan tusukan tidak boleh dipakai ulang.
6. Lakukan pembersihan meja pemeriksaan setiap pagi dan sore
hari.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Ketergantungan NAPZA
4. Instalasi Laboratorium
9
MEMBUAT LARUTAN CHLORIN 0,5%
Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0635/LAB.635/RS.ERBA/2016 0 1-1
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Adalah sebuah larutan yang dapat dipergunakan untuk melakukan
dekontaminasi dengan baik
TUJUAN 1. Memberikan pedoman bagi pelaksana klinik VCT mengenai cara
membuat larutan chlorin.
2. Agar alat-alat yang telah digunakan dapat dilakukan
dekontaminasi dengan baik
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Siapkan alat dan bahan: ember, chlorin 5% (bayclin), dan air.
2. Campurkan 1 bagian chlorine dengan 9 bagian air; (contoh: 1
botol chlorine dengan 9 botol air; botol harus sama).
3. Ganti larutan chlorine ketika larutan sudah terlihat kotor.
4. Buatlah larutan chlorine yang baru setiap hari.
UNIT TERKAIT Petugas laboratorium atau Janitor yang sudah memahami UP
10
PENGAMBILAN DARAH VENA
UNTUK PEMERIKSAAN HIV DI KLINIK KTS/VCT
Instalasi Laboratorium
445/0636/LAB.636/RS.ERBA/2016 0 1-2
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Pengambilan darah vena adalah cara pengambilan darah dengan
menusuk area pembuluh darah vena yang diambil dari vena dalam
fossa cubiti, vena saphena magna/vena supervisial lain yang cukup
besar untuk mendapatkan sampel darah yang baik dan representatif
dengan menggunakan spuit atau vacuntainer.
TUJUAN 1. Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan
memenuhi syarat untuk melakukan pemeriksaan.
2. Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi,
needle stick injury) akibat vena punctie bagi petugas maupun
penderita.
3. Untuk petunjuk bagi petugas yang melakukan pengambilan
darah (phlebotomy).
4. Untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa anti koagulan
yang memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan kimia klinik dan
imunoserologi.
5. Untuk menganalisa kandungan komponen darah, seperti sel
darah merah, sel darah putih, angka leukosit, dan angka
trombosit.
6. Darah vena juga dapat digunakan untuk analisa gas darah jika
darah arteri tidak dapat diperoleh, tetapi hanya berguna untuk
mengevaluasi pH, PaCO2 dan base excess.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Siapkan tabung vacuntainer SST dan beri kode sesuai nomor
ID.
2. Siapkan jarum dan beri tahu pasien yang akan diambil darah
sebelum membuka jarum bahwa jarum baru dan steril.
3. Pasang jarum pada holder, taruh tutup diatas meja
pengambilan darah.
4. Letakan lengan penderita lurus diatas meja dengan telapak
tangan menghadap ke atas.
5. Tourniquet dipasang ± 10 cm diatas lipat siku pada bagian
atas dari vena yang akan diambil (jangan terlalu kencang).
6. Penderita disuruh mengepal dan menekuk tangan beberapa kali
untuk mengisi pembuluh darah.
7. Dengan tangan penderita masih mengepal, ujung telunjuk kiri
memeriksa/mencari lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk.
8. Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70 % dan biarkan sampai
kering, kulit yang telah dibersihkan jangan dipegang lagi.
11
PENGAMBILAN DARAH VENA
UNTUK PEMERIKSAAN HIV DI KLINIK KTS/VCT
Instalasi Laboratorium
445/0636/LAB.636/RS.ERBA/2016 0 1-2
12
PENGOLAHAN SAMPEL DARAH VENA
Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0637/LAB.637/RS.ERBA/2016 0 1-1
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
13
PEMERIKSAAN ANTI-HIV
Instalasi Laboratorium
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0638/Lab.638/RS.ERBA/2016 0 1-4
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN
TUJUAN Prosedur Tetap pemeriksaan anti-HIV ditujukan agar petugas
laboratorium dapat melakukan pemeriksaan anti-HIV Rapid
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR A. PERSIAPAN :
1. Biarkan reagensia pada suhu kamar 30 menit sebelum
digunakan.
2. Petugas ikuti prosedur tetap petugas laboratorium
3. Penanganan limbah ikuti prosedur tetap Pengelolaan
Limbah
4. Ikuti prosedur tetap kewaspadaan universal.
5. Alur dan Strategi pemeriksaan anti HIV menggunakan bagan
alur pemeriksaan anti HIV strategi III.
Strategi III dengan kombinasi 3 reagen yang berbeda, yaitu:
Reagen I (SD HIV – ½ )
Reagen II (Determine HIV – ½ )
Reagen III (Tridot HIV/Oncoprobe HIV)
B. PEMERIKSAAN ANTI-HIV
Metoda : Rapid Test
Reagensia : SD HIV 1/2 3.0
Bahan Pemeriksaan : Serum/plasma
Peralatan : Adjustable Mikropipet ukuran 5 – 50 µl.
Cara kerja :
1. Biarkan reagen pada suhu kamar.
2. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada membrane.
3. Gunakan Mikropipet ukuran 5 – 50 µl.
4. Ambil serum/ plasma dengan menggunakan Mikropipet
sebanyak 10 µl, lalu teteskan ke lubang sampel.
5. Tunggu dan biarkan menyerap.
6. Lalu teteskan 3 tetes buffer (± 110 µl)
7. Baca Hasil dalam waktu 5 – 20 menit (jangan melebihi 30
menit).
8. Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan
laboratorium
9. Bila REAKTIP lanjutkan ke Pemeriksaan Kedua
14
PEMERIKSAAN ANTI-HIV
Instalasi Laboratorium
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0638/Lab.638/RS.ERBA/2016 0 1-4
Interpretasi hasil :
NON
REAKTIF INVALID
REAKTIF
C T1 T2 S C T1 T2 S
C T1 T2 S
C T1 T2 S C T1 T2 S
C T1 T2 S C T1 T2 S
C T1 T2 S
Interpretasi hasil :
NON
REAKTIF REAKTIF INVALID
REAKTIF
C C C C
15
PEMERIKSAAN ANTI-HIV
Instalasi Laboratorium
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0638/Lab.638/RS.ERBA/2016 0 1-4
Interpretasi hasil :
NON
REAKTIF INVALID
REAKTIF
C T1 T2 S C T1 T2 S
C T1 T2 S
C T1 T2 S C T1 T2 S
C T1 T2 S C T1 T2 S
C T1 T2 S
E. PEMERIKSAAN ANTI-HIV
Metoda : Immunochromatography
Reagensia : Determine Anti HIV
Peralatan : Adjustable Mikropipet ukuran 5 – 50 µl.
Bahan Pemeriksaan : Serum, plasma dan whole blood (untuk
whole blood menggunakan antikoagulan
EDTA).
Cara Kerja :
1. Untuk Serum/plasma :
2. Buka strip test dari penutup.
3. Dengan menggunakan mikropipet, ambil 50 µl sampel dan
teteskan pada bantalan sampel (lihat panah).
16
PEMERIKSAAN ANTI-HIV
Instalasi Laboratorium
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0638/Lab.638/RS.ERBA/2016 0 1-4
Interpretasi Hasil :
1. Reaktif = terdapat 2 garis merah pada garis kontrol
dan garis pasien.
2. Negatif = terdapat 1 garis merah pada garis kontrol.
3. Invalid = tidak ada garis merah baik garis kontrol dan
garis pasien
17
PELAYANAN KONSELING PASCA-TES KLINIK KTS/VCT
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
18
PELAYANAN KONSELING PASCA-TES KLINIK KTS/VCT
19
PELAYANAN KONSELING PASCA-TES KLINIK KTS/VCT
20
PELAYANAN PETUGAS MANAJEMEN KASUS
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga non
kesehatan yang telah mengikuti pelatihan managemen kasus.
Minimal pendidikan tenaga petugas penanganan kasus adalah
SLTA. Seorang petugas penanganan kasus menangani 20 orang
klien dalam satu kali periode penanganan
TUJUAN 1. Klien mendapat dukungan sesudah mendapat hasil tes HIV,
baik klinik maupun di rumah
2. Klien mendapat informasi mengenai rencana tindak lanjut
yangsesuai dengan kondisinya (kesehatan, sosial ekonomi,
budaya sdb)
3. Klien mendapat dukungan dalam menjalankan program tindak
lanjut
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Petugas manajemen kasus menerima rujukan klien dari
pelayanan VCT, outreach, petugas medis dan jejaring lainnya,
baik yang hasil testnya positif maupun negatif.
2. Petugas manajemen kasus mencari informasi dasar dari petugas
yang merujuk (konselor) mengenai hasil test, permasalahan
klien, status psikologis klien.
3. Menyelesaikan proses intake klien dalam 5 hari setelah
menerima rujukan klien dengan menerapkan langkah sebagai
berikut:
a. Menemui klien di klinik VCT atau dirumah klien atau tempat lain
yang sesuai dan memperkenalkan diri pada klien.
b. Manajer Kasus menjelaskan pelayanan manajemen kasus dan
memberi informasi pelayanan yang dapat diterima klien dari
lembaga termasuk keterbatasan yang dimiliki, persyaratan
administratif.
c. Menjelaskan peran, tugas dan tanggungjawab manajer kasus
termasuk prinsip pelayanan yang mencakup kerahasiaan.
d. Menjelaskan kewajiban klien mencakup: kerjasama
dalam membuat dan melaksanakan perencanaan, memberi
informasi yang benar, kesediaan mematuhi perjanjian yang
dibuat untuk kontrol ke tim medis, konseling, mengikuti sesi-
sesi edukasi, dsb.
e. Bila klien menyetujui, meminta klien menandatangani
Formulir Kesediaan Menerima Pelayanan, yang berisi Hak
dan Kewajiban yang merupakan kontrak pelayanan antara
manajer kasus dengan klien
21
PELAYANAN PETUGAS MANAJEMEN KASUS
22
PELAYANAN PETUGAS MANAJEMEN KASUS
23
PELAYANAN PETUGAS MANAJEMEN KASUS
24
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
(PAJANAN AKIBAT PEKERJAAN):
PENANGANAN TEMPAT PAPARAN
Bidang Pelayanan Medik
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0630/yanmed.630/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
Evaluasi Paparan:
1. Petugas Medis akan mengevaluasi pajanan yang berpotensi
menularkan virus HIV berdasarkan pada:
a) (Petugas yang menilai dapat seorang dokter klinik IMS yang
telah dilatih HIV/AIDS dan jika klinik tersebut memiliki ARV,
atau jika klinik tidak memiliki ARV sendiri atau dokter belum
dilatih, bisa dengan sistem rujukan ke rumah sakit rujukan
yang memiliki ARV).
b) Jenis dan jumlah cairan tubuh/jaringan
a. Darah
b. Cairan yang mengandung darah
c. Cairan semen - Cairan vagina - Cairan otak
d. Cairan sendi - Cairan pleura
e. Cairan peritoneal
f. Cairan perikardial
g. Cairan amnion
c) Jenis pajanan
a. Luka perkutaneus
b. Pajanan membran mukosa
c. Pajanan pada kulit yang tidak utuh
d. Gigitan yang mengakibatkan pajanan melalui darah
d) Status sumber infeksi
a. Adanya antibodi HIV
b. Adanya HbsAg
25
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
(PAJANAN AKIBAT PEKERJAAN):
PENANGANAN TEMPAT PAPARAN
Bidang Pelayanan Medik
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0630/yanmed.630/RS.ERBA/2016 0 1-2
c. Adanya antibodi HCV.
2. Jika status HIV orang sumber tidak diketahui, orang yang
menjadi sumber akan diinformasikan tentang adanya kejadian
dan diminta persetujuannya untuk dilakukan tes diagnostik HIV.
a) Test untuk menegakkan diagnosis HIV harus dilakukan
sesegera mungkin; dianjurkan melakukan test antibodi HIV
cepat
b) Kerahasiaan orang yang merupakan sumber akan dijaga
selalu
c) Jika orang yang merupakan sumber HIV negatif, test awal
atau penatalaksanaan lebih lanjut terhadap tenaga kerja
kesehatan yang terpajan tidaklah diperlukan.
3. Jika orang yang merupakan sumber menolak test HIV,
Petugas Medis yang bertugas akan datang akan menghubungi
dokter penanggung jawab klinik yang akan meminta sumber
dengan persuasif untuk mau diperiksa darahnya dengan tetap
memperhatikan prinsip konfidensial.
4. Jika orang yang merupakan sumber tidak diketahui, pajanan
akan dievaluasi sebagai kasus yang beresiko tinggi untuk
infeksi: dimana dan dalam keadaan apa pajanan itu terjadi
26
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
(PAJANAN AKIBAT PEKERJAAN):
MEMILIH OBAT UNTUK PAJANAN HIV
445/0631/yanmed.631/RS.ERBA/2016 0
1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
27
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
(PAJANAN AKIBAT PEKERJAAN):
MEMILIH OBAT UNTUK PAJANAN HIV
445/0631/yanmed.631/RS.ERBA/2016 0
1-2
1. Gejala efek samping ARV, seperti sakit kepala, muntah dan
diare sering ditemukan.
2. Direkomendasikan untuk melanjutkan penanganan tanpa
merubah regimen PPP (contoh, menambahkan analgesik,
antimotilitas atau anti mual )
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Ketergantungan NAPZA – Polikliknik NAPZA
Terpadu/Klinik KTS-VCT
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Instalasi Rawat Inap
5. Instalasi Laboratorium
28
ALUR PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
Konseling Pra-Tes
Pertolongan Pertama
29
30
PENERIMAAN PASIEN HIV POSITIF
UNTUK MENDAPATKAN ART DI KLINIK PDP/CST
Bidang Pelayanan Medik
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0639/yanmed.639/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR
15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
Catatan:
* Pemeriksaan yang minimal perlu dilakukan sebelum terapi ARV
karena berkaitan dengan pemilihan obat ARV.
4. Melakukan Konseling Kepatuhan Makan Obat sebelum memulai
terapi ARV. Mengingat terapi ARV akan berlangsung seumur
hidupnya.
Hal ini dimaksudkan untuk:
Mengkaji kepatuhan pasien untuk minum obat, dan
Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih
antara kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa
banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama
dengan efek samping kotrimoksasol.
5. Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK)
Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan
jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 maka dianjurkan untuk
memberikan Kotrimoksasol (1x960mg sebagai pencegahan IO) 2
minggu sebelum terapi ARV.
Beberapa infeksi oportunistik (IO) pada ODHA dapat dicegah
dengan pemberian pengobatan profilaksis. Terdapat dua macam
pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis primer dan profilaksis
sekunder.
Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan pencegahan
untuk mencegah suatu infeksi yang belum pernah diderita.
Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan
pencegahan yang ditujukan untuk mencegah berulangnya
suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya
PPK dianjurkan bagi:
ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4) termasuk
perempuan hamil dan menyusui. Walaupun secara teori
kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital, tetapi
karena risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil dengan
jumlah CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis supresi
imun (stadium klinis 2, 3 atau 4), maka perempuan yang
memerlukan kotrimoksasol dan kemudian hamil harus
melanjutkan profilaksis kotrimoksasol.
ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 (apabila
tersedia pemeriksaan dan hasil CD4).
32