Anda di halaman 1dari 32

PENERIMAAN PASIEN DI KLINIK KTS/VCT

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0625/YANMED.625/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Penerimaan pasien adalah suatu kegiatan pelayanan yang diberikan
dengan tujuan untuk memperlancar pemeriksaan secara optimal.
TUJUAN 1. Klien mendapat pelayanan yang ramah dan efisien.
2. Identitas klien dan dokumen klien terjaga kerahasiaan.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR Pemeriksaan Penderita Baru dan Lama Rawat Jalan:
1. Petugas memberi salam dan mempersilahkan klien duduk.
2. Petugas menanyakan nama, tanggal lahir, jenis kelamin, kota
tempat tinggal klien.
3. Petugas administrasi mencatat identitas klien di buku registrasi
klien dengan sistem kode:
A. 4 digit – 4 huruf pertama dari nama
B. 2 digit – 2 angka terakhir tahun lahir
C. 2 digit – bulan lahir
D. 2 digit – tanggal lahir/tahun lahir
4. Untuk klien baru nomor kode yang sama diisi pada form
konseling baru, Untuk klien lama, petugas administrasi mencari
dokumen klien dalam lemari file, sesui nomor registrasi klien.
5. Petugas administrasi memberikan dokumen klien kepada
petugas konselor.
6. Petugas menunjukkan ruang konseling pada klien dan
mempersilahkan menunggu di ruang tunggu, bila konselor masih
melayani klien lain.
7. Sesudah pelayanan VCT selesai, petugas administrasi
mengumpulkan dokumen klien dan menyimpannya dalam lemari
file sesuai dengan nomor-urut dokumen.
8. Petugas administrasi mengunci file dokumen.

Pemeriksaan Penderita Rawat Inap:


1. Klien yang rawat inap diperlakukan sama seperti penderita rawat
inap lainnya, dimana kaidah kewaspadaan universal diterapkan
secara rutin dan menyeluruh di RS. Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan meskipun tidak ada kasus HIV/AIDS.
2. Perawatan penderita merupakan tanggung jawab dokter
ruangan.
3. Dalam hal penderita perlu konsul ke dokter spesialis, maka
perawatan dilaksanakan secara bersama baik oleh dokter
ruangan maupun oleh dokter spesialis yang bersangkutan.
4. Dokter ruangan melaporkan keberadaan penderita HIV/AIDS

1
PENERIMAAN PASIEN DI KLINIK KTS/VCT

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0625/YANMED.625/RS.ERBA/2016 0 1-2
kepada Tim HIV/AIDS RS. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya.
5. Klien dibawa ke Klinik VCT dan dilakukan pemeriksaan.
6. Petugas administrasi Klinik VCT mencatat identitas klien di buku
registrasi klien dengan sistem kode:
A. 4 digit – 4 huruf pertama dari nama
B. 2 digit – 2 angka terakhir tahun lahir
C. 2 digit – bulan lahir
D. 2 digit – tanggal lahir/tahun lahir
7. Untuk klien baru nomor kode yang sama diisi pada form
konseling baru, Untuk klien lama, petugas administrasi mencari
dokumen klien dalam lemari file, sesui nomor registrasi klien.
8. Petugas administrasi memberikan dokumen klien kepada
petugas konselor.
9. Petugas menunjukkan ruang konseling pada klien dan
mempersilahkan menunggu di ruang tunggu, bila konselor masih
melayani klien lain.
10. Sesudah pelayanan VCT selesai, petugas administrasi
mengumpulkan dokumen klien dan menyimpannya dalam lemari
file sesuai dengan nomor-urut dokumen.
11.Petugas administrasi mengunci file dokumen.
12.Tidak dibenarkan menyebarluaskan informasi mengenai
keberadaan penderita HIV/AIDS kepada pihak yang tidak
berwenang.
13.Semua ruang rawat inap dapat dipakai sesuai dengan kelas
yang diminta oleh ybs.
14.Pada dasarnya jangan sampai menolak penderita HIV/AIDS
untuk dirawat, terutama penderita rujukan.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rekam Medis
2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Rawat Inap
4. Instalasi Gawat Darurat
5. Instalasi Ketergantungan NAPZA

2
PELAYANAN KONSELING PRE-TES KLINIK KTS/VCT

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0626/YANMED.626/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional

dr. YUMIDIANSI F., M.Kes


Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Konseling pre-tes adalah diskusi antara klien dan konselor,
bertujuan menyiapkan klien untuk testing HIV/AIDS. Isi diskusi
adalah klarifikasi pengetahuan klien tentang HIV/AIDS,
menyampaikan prosedur tes dan pengelolaan diri setelah menerima
hasil tes, menyiapkan klien menghadapi hari depan, membantu klien
memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan informed consent,
dan konseling seks yang aman
TUJUAN 1. Klien mendapat pelayanan konseling di ruangan/tempat yang
nyaman dan aman.
2. Klien mendapat pelayanan konseling pre-test yang terjaga
kerahasiaan.
3. Klien mendapat pelayanan konseling pre-tes sesuai standar.
4. Klien dapat mengambil keputusan untuk melakukan tes HIV
dengan bantuan konselor.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Konselor memeriksa perlengkapan untuk konseling.
2. Konselor memanggil klien (dengan menyebutkan nomer
registrasi) dan mempersilahkan masuk keruangan.
3. Konselor mempersilahkan klien duduk dengan nyaman di kursi
yang telah tersedia.
4. Konselor memberi salam dan memperkenalkan diri.
5. Konselor memeriksa ulang nomor kode klien dalam formulir
dokumen klien.
6. Konselor menanyakan latar belakang kunjungan dan alasan
kunjungan.
7. Konselor memberikan informasi tentang HIV/AIDS sesuai
dengan checklist.
8. Konselor membantu klien untuk menilai risiko pada klien.
9. Konselor membantu klien untuk membuat keputusan untuk
dilakukan tes HIV, antara lain dengan menjelaskan keuntungan
dan keterbatasan melakukan tes HIV.
10. Konselor mendiskusikan prosedur test HIV/AIDS, waktu untuk
mendapatkan hasil dan arti dari hasil test.
11.Konselor mendiskusikan kemungkinan tindak lanjut setelah ada
hasil test.
12.Konselor menjelaskan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi
HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri
dengan status HIV.
13.Konselor VCT menjajaki kemampuan klien dalam mengatasi
3
PELAYANAN KONSELING PRE-TES KLINIK KTS/VCT

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0626/YANMED.626/RS.ERBA/2016 0 1-2
masalah.
14.Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan.
15.Konselor VCT memberikan waktu untuk berfikir.
Bila klien menyetujui untuk ditest, konselor memberikan form
informed consent (Form. Terlampir) kepada klien dan meminta
tanda tangannya setelah klien membaca isi form HIV/AIDS.
16. Bila klien tidak menyetujui untuk di test, konselor menawarkan
kepada klien untuk datang kembali sewaktu-waktu bila masih
memerlukan dukungan dan/atau untuk dilakukan tes.
17.Konselor menjelaskan bahwa sesudah mendapat hasil test
klien akan mendapat dukungan dari manajer kasus.
18.Konselor mengisi dokumen klien dengan lengkap.
19. Konselor meminta klien untuk menunggu hasil dan menjelaskan
bahwa selama menunggu ada petugas manajemen kasus yang
akan mendampingi (waktu testing antara 30-60 menit).
20.Konselor mengantar klien ke tempat pengambilan darah dan
menyerahkan form laboratorium kepada petugas laboratorium.
21. Sesudah dilakukan pengambilan darah dan klien
menunggu hasil, konselor memperkenalkan klien pada
manajer kasus.
22.Konselor mengucapkan salam.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rekam Medis
2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Rawat Inap
4. Instalasi Gawat Darurat
5. Instalasi Ketergantungan NAPZA
6. Instalasi Laboratorium

4
PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK KTS/VCT

Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0633/LAB.633/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional

dr. YUMIDIANSI F., M.Kes


Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Suatu pemeriksaan laboratorium yang diberikan pada klien yang
diduga HIV dengan jalan metode testing cepat (rapid test) serologis
untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen
adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau
serumnya.
TUJUAN 1. Klien mendapatkan pelayanan pemeriksaan HIV sesuai
standar.
2. Identitas klien terjaga kerahasiaannya.
3. Hasil test HIV didapatkan pada hari yang sama (one day
service).
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Petugas laboratorium menerima surat permintaan pemeriksaan
yang sudah ditandatangani dokter dari konselor
2. Petugas laboratorium mencatat dalam buku register
laboratorium VCT
3. Petugas laboratorium menyiapkan alat pengambilan darah.
4. Petugas laboratorium menulis kode ke tabung SST.
5. Petugas laboratorium memanggil klien/mendatangi klien di
ruang/area pengambilan darah menggunakan nomer registrasi
klien dan menyilahkan klien masuk
6. Petugas laboratorium menjelaskan secara singkat prosedur
pengambilan darah dan menyiapkan klien untuk diperiksa
7. Petugas laboratorium melakukan pengambilan sampel darah
sesuai standar yang berlaku. (lihat SOP pengambilan darah)
8. Petugas laboratorium menyatakan kepada klien bahwa
pengambilan sampel sudah selesai
9. Petugas laboratorium mempersilahkan klien menunggu di
tempat yang sudah ditentukan.
10. Petugas laboratorium melakukan pengolahan sampel sesuai
dengan Protap pengolahan sampel.
11. Petugas laboratorium melakukan pemeriksaan anti-HIV sesuai
dengan Protap pemeriksaan anti-HIV.
12. Sesudah membaca hasil pemeriksaan, Petugas laboratorium
menuliskan hasil pada buku register laboratorium VCT.
13. Petugas laboratorium menuliskan hasil pada formulir hasil test
dengan tandatangan dokter dan memasukkan dalam amplop
tertutup
14. Petugas laboratorium menyerahkan amplop tertutup yang berisi
hasil test pada konselor yang mengirim klien dengan label
5
PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK KTS/VCT

Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0633/LAB.633/RS.ERBA/2016 0 1-2
CONFIDENTIAL dan nomor ID Klien diatas kiri amplop.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Ketergantungan NAPZA
4. Instalasi Laboratorium

6
PETUGAS LABORATORIUM KLINIK KTS/VCT

Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0634/LAB.634/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

Standar Prosedur 15 Februari 2016


Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Petugas laboratorium minimal seorang petugas pengambil darah
yang berlatar belakang perawat. Petugas laboratorium atau teknisi
telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV
dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti algoritma testing
yang diadopsi dari WHO.
TUJUAN Prosedur tetap petugas laboratorium HIV ini ditujukan untuk memilih
petugas laboratorium dan petugas laboratorium mengetahui tugas
dan tanggung jawabnya serta melakukan pekerjaan dengan namun
tetap memenuhi kaidah-kaidah kewaspadaan universal.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. SEBELUM PEMERIKSAAN
a. Gunakan jas laboratorium
b. Gunakan sarung tangan.
c. Catat suhu refrigerator
d. Siapkan wadah limbah infeksius dan lapisi dengan kantong
plastic kuning
e. Siapkan wadah limbah tahan tusukan
f. Siapkan wadah limbah non infeksius dan lapisi dengan
kantong plastic hitam.
g. Buat larutan hipoklorit 0,5 % setiap harinya
h. Lakukan desinfeksi meja pemeriksaan dengan
menggunakan larutan hipoklorit 0.5%.
i. Diamkan selama 15 menit
j. Bilas dengan air
k. Keluarkan reagen pada suhu kamar
l. Siapkan peralatan pengambilan darah.

2. SELAMA PEMERIKSAAN
a. Cocokkan nomor ID sampel dengan catatan Medis
b. Lakukan pengambilan darah
c. Lakukan pemeriksaan ikuti sesuai prosedur tetap
pemeriksaan.
d. Buang tip bekas pakai ke larutan hipoklorit
e. Buang jarum kedalam wadah tahan tusukan.
f. Catat hasil pada buku register dan catatan medis
g. Menyerahkan hasil pemeriksaan ke ruang konseling atau
konselor

3. SESUDAH PEMERIKSAAN
a. Buang limbah kedalam wastafel pembuangan limbah.
b. Ikat limbah dan buang kedalam wadah penampungan
7
PETUGAS LABORATORIUM KLINIK KTS/VCT

Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0634/LAB.634/RS.ERBA/2016 0 1-2
sementara.
c. Masukkan reagen kedalam refrigerator.
d. Lakukan desinfeksi meja pemeriksaan dengan
menggunakan larutan hipoklorit 0.5%.
e. Diamkan selama 15 menit
f. Bilas dengan air
g. Catat suhu refrigerator.
UNIT TERKAIT Instalasi Laboratorium

8
KEWASPADAAN STANDAR KLINIK KTS/VCT

Bidang Pelayanan Medik

RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0627/YANMED.627/RS.ERBA/2016 0 1-1
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Kewaspadaan Universal (universal precaution) adalah
kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang tidak
membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak
tergantung pada diagnosis penyakitnya.
TUJUAN 1. Memberikan pedoman bagi pelaksana klinik VCT mengenai
kewaspadaan standar.
2. Menghindari penularan infeksi dari pasien ke pasien dan dari
pasien ke petugas kesehatan
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
memeriksa pasien.
2. Memakai sarung tangan jika ada luka terbuka, dan saat
melakukan pekerjaan di laboratorium.
3. Membuang bahan-bahan infeksius ke tempat sampah untuk
membuang sampah infeksius.
4. Membuang alat-alat suntikan ke wadah tahan tusukan.
5. Wadah tahan tusukan tidak boleh dipakai ulang.
6. Lakukan pembersihan meja pemeriksaan setiap pagi dan sore
hari.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Ketergantungan NAPZA
4. Instalasi Laboratorium

9
MEMBUAT LARUTAN CHLORIN 0,5%

Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0635/LAB.635/RS.ERBA/2016 0 1-1
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Adalah sebuah larutan yang dapat dipergunakan untuk melakukan
dekontaminasi dengan baik
TUJUAN 1. Memberikan pedoman bagi pelaksana klinik VCT mengenai cara
membuat larutan chlorin.
2. Agar alat-alat yang telah digunakan dapat dilakukan
dekontaminasi dengan baik
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Siapkan alat dan bahan: ember, chlorin 5% (bayclin), dan air.
2. Campurkan 1 bagian chlorine dengan 9 bagian air; (contoh: 1
botol chlorine dengan 9 botol air; botol harus sama).
3. Ganti larutan chlorine ketika larutan sudah terlihat kotor.
4. Buatlah larutan chlorine yang baru setiap hari.
UNIT TERKAIT Petugas laboratorium atau Janitor yang sudah memahami UP

10
PENGAMBILAN DARAH VENA
UNTUK PEMERIKSAAN HIV DI KLINIK KTS/VCT

Instalasi Laboratorium

RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0636/LAB.636/RS.ERBA/2016 0 1-2

Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:


DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Pengambilan darah vena adalah cara pengambilan darah dengan
menusuk area pembuluh darah vena yang diambil dari vena dalam
fossa cubiti, vena saphena magna/vena supervisial lain yang cukup
besar untuk mendapatkan sampel darah yang baik dan representatif
dengan menggunakan spuit atau vacuntainer.
TUJUAN 1. Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan
memenuhi syarat untuk melakukan pemeriksaan.
2. Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi,
needle stick injury) akibat vena punctie bagi petugas maupun
penderita.
3. Untuk petunjuk bagi petugas yang melakukan pengambilan
darah (phlebotomy).
4. Untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa anti koagulan
yang memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan kimia klinik dan
imunoserologi.
5. Untuk menganalisa kandungan komponen darah, seperti sel
darah merah, sel darah putih, angka leukosit, dan angka
trombosit.
6. Darah vena juga dapat digunakan untuk analisa gas darah jika
darah arteri tidak dapat diperoleh, tetapi hanya berguna untuk
mengevaluasi pH, PaCO2 dan base excess.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Siapkan tabung vacuntainer SST dan beri kode sesuai nomor
ID.
2. Siapkan jarum dan beri tahu pasien yang akan diambil darah
sebelum membuka jarum bahwa jarum baru dan steril.
3. Pasang jarum pada holder, taruh tutup diatas meja
pengambilan darah.
4. Letakan lengan penderita lurus diatas meja dengan telapak
tangan menghadap ke atas.
5. Tourniquet dipasang ± 10 cm diatas lipat siku pada bagian
atas dari vena yang akan diambil (jangan terlalu kencang).
6. Penderita disuruh mengepal dan menekuk tangan beberapa kali
untuk mengisi pembuluh darah.
7. Dengan tangan penderita masih mengepal, ujung telunjuk kiri
memeriksa/mencari lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk.
8. Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70 % dan biarkan sampai
kering, kulit yang telah dibersihkan jangan dipegang lagi.

11
PENGAMBILAN DARAH VENA
UNTUK PEMERIKSAAN HIV DI KLINIK KTS/VCT

Instalasi Laboratorium

RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0636/LAB.636/RS.ERBA/2016 0 1-2

9. Pegang holder dengan tangan kanan dan ujung telunjuk pada


pangkal jarum.
10.Vena ditusuk pelan-pelan dengan sudut 30-45º.
11.Bila jarum berhasil masuk vena, tekan tabung sehingga
vakumnya bekerja dan darah terisap kedalam tabung. Bila
terlalu dalam, tarik sedikit atau sebaliknya)
12.Bila darah sudah masuk buka kepalan tangan.
13.Isi tabung vacuntainer sampai volume 3 ml.
14.Setelah cukup darah yang diambil, torniquet dilepas.
15.Keluarkan tabung dan keluarkan jarum perlahan-lahan.
16.Penderita diminta untuk menekan bekas tusukan dengan kapas
alkohol selama 1 – 2 menit.
17.Tutup bekas tusukan dengan plester.
18.Buang bekas jarum kedalam wadah tahan tusukan (Sharp bin
Biohazard).
19. Homogenkan darah dengan cara membolak – balikan secara
perlahan.
UNIT TERKAIT Instalasi Laboratorium

12
PENGOLAHAN SAMPEL DARAH VENA

Instalasi Laboratorium
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0637/LAB.637/RS.ERBA/2016 0 1-1

Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:


DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional

dr. YUMIDIANSI F., M.Kes


Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN
TUJUAN Prosedur pengolahan sampel darah vena ini ditujukan agar petugas
laboratorium dapat melakukan pemisahan sampel darah.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Sebelum memutar darah siapkan tabung penyeimbang.
2. Letakkan tabung dengan posisi seimbang.
3. Putar tombol waktu selama 3 menit.
4. Putar kecepatan perlahan – lahan sampai 3000 rpm.
5. Hentikan segera bila beban tidak seimbang atau terdengar
suara aneh.
6. Jangan membuka tutup sentrifus sebelum sentrifus benar –
benar berhenti.
7. Ambil tabung bila sentrifus sudah benar – benar berhenti.
8. Lihat pemisahan darah dengan serum, bila sudah sempurna
sampel darah siap dilakukan pemeriksaan
9. Selesai melakukan pemeriksaan simpan pada suhu 2 – 8 °C.
UNIT TERKAIT Unit Laboratorium

13
PEMERIKSAAN ANTI-HIV

Instalasi Laboratorium
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0638/Lab.638/RS.ERBA/2016 0 1-4

Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:


DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN
TUJUAN Prosedur Tetap pemeriksaan anti-HIV ditujukan agar petugas
laboratorium dapat melakukan pemeriksaan anti-HIV Rapid
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR A. PERSIAPAN :
1. Biarkan reagensia pada suhu kamar 30 menit sebelum
digunakan.
2. Petugas ikuti prosedur tetap petugas laboratorium
3. Penanganan limbah ikuti prosedur tetap Pengelolaan
Limbah
4. Ikuti prosedur tetap kewaspadaan universal.
5. Alur dan Strategi pemeriksaan anti HIV menggunakan bagan
alur pemeriksaan anti HIV strategi III.
Strategi III dengan kombinasi 3 reagen yang berbeda, yaitu:
 Reagen I (SD HIV – ½ )
 Reagen II (Determine HIV – ½ )
 Reagen III (Tridot HIV/Oncoprobe HIV)

B. PEMERIKSAAN ANTI-HIV
Metoda : Rapid Test
Reagensia : SD HIV 1/2 3.0
Bahan Pemeriksaan : Serum/plasma
Peralatan : Adjustable Mikropipet ukuran 5 – 50 µl.
Cara kerja :
1. Biarkan reagen pada suhu kamar.
2. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada membrane.
3. Gunakan Mikropipet ukuran 5 – 50 µl.
4. Ambil serum/ plasma dengan menggunakan Mikropipet
sebanyak 10 µl, lalu teteskan ke lubang sampel.
5. Tunggu dan biarkan menyerap.
6. Lalu teteskan 3 tetes buffer (± 110 µl)
7. Baca Hasil dalam waktu 5 – 20 menit (jangan melebihi 30
menit).
8. Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan
laboratorium
9. Bila REAKTIP lanjutkan ke Pemeriksaan Kedua

14
PEMERIKSAAN ANTI-HIV

Instalasi Laboratorium
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0638/Lab.638/RS.ERBA/2016 0 1-4

Interpretasi hasil :

NON
REAKTIF INVALID
REAKTIF
C T1 T2 S C T1 T2 S
C T1 T2 S

C T1 T2 S C T1 T2 S

C T1 T2 S C T1 T2 S

C T1 T2 S

C. PEMERIKSAAN ANTI HIV


Metoda : Rapid Test
Reagensia : Tridot HIV
Bahan Pemeriksaan : Serum / plasma
Persiapan Sampel : Sentrifugasi sampel 10.000 rpm selama
15 menit.
Peralatan : Sudah tersedia pada kit.
Cara kerja :
1. Biarkan reagen pada suhu kamar.
2. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada membrane.
3. Teteskan 3 tetes buffer solution ditengah – tengah
membran, biarkan menyerap.
4. Dengan menggunakan disposable dropper yang tersedia
pada kit, teteskan 1 tetes serum/plasma, biarkan
menyerap.
5. Tambahkan 5 tetes buffer solution, biarkan menyerap.
6. Tambahkan 2 tetes protein-A conjugate, biarkan menyerap.
7. Tambahkan 5 tetes buffer solution, biarkan menyerap.
8. Baca Hasil Segera.
9. Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan
laboratorium
10.Interpretasikan hasil ke Bagan Strategi III

Interpretasi hasil :

NON
REAKTIF REAKTIF INVALID
REAKTIF

C C C C

HIV-1 HIV-2 HIV-1 HIV-2 HIV-1 HIV-2 HIV-1 HIV-2

15
PEMERIKSAAN ANTI-HIV

Instalasi Laboratorium
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0638/Lab.638/RS.ERBA/2016 0 1-4

D. PEMERIKSAAN ANTI HIV


Metoda : Rapid Test
Reagensia : HIV Oncoprobe
Bahan Pemeriksaan : Serum / plasma
Peralatan : Sudah tersedia pada kit.
Cara kerja :
1. Biarkan reagen pada suhu kamar.
2. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada membrane.
3. Gunakan disposable dropper yang tersedia pada kit.
4. Untuk Sampel berupa serum/plasma
5. Teteskan 1 tetes serum / plasma (± 30 ul) ke lubang sampel
(S).
6. Lalu teteskan 1 tetes buffer, Untuk Sampel berupa whole
blood
7. Teteskan 2 tetes darah (± 60 ul) ke lubang sampel (S).
8. Lalu teteskan 2 tetes buffer,
9. Jalankan timer, tunggu dan biarkan menyerap.
10.Baca Hasil dalam waktu 15 – 20 menit (jangan melebihi 20
menit).
11.Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan
laboratorium
12.Interpretasikan hasil ke Bagan Strategi III

Interpretasi hasil :

NON
REAKTIF INVALID
REAKTIF
C T1 T2 S C T1 T2 S
C T1 T2 S

C T1 T2 S C T1 T2 S

C T1 T2 S C T1 T2 S

C T1 T2 S

E. PEMERIKSAAN ANTI-HIV
Metoda : Immunochromatography
Reagensia : Determine Anti HIV
Peralatan : Adjustable Mikropipet ukuran 5 – 50 µl.
Bahan Pemeriksaan : Serum, plasma dan whole blood (untuk
whole blood menggunakan antikoagulan
EDTA).
Cara Kerja :
1. Untuk Serum/plasma :
2. Buka strip test dari penutup.
3. Dengan menggunakan mikropipet, ambil 50 µl sampel dan
teteskan pada bantalan sampel (lihat panah).
16
PEMERIKSAAN ANTI-HIV

Instalasi Laboratorium
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0638/Lab.638/RS.ERBA/2016 0 1-4

4. Tunggu sekurang – kurangnya 15 menit (s/d 1 jam).


5. Baca Hasil.
6. Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan
laboratorium.
7. Bila REAKTIF lanjutkan ke Pemeriksaan Ketiga
8. Bila NEGATIF Lihat ke Strategi Pemeriksaan

Interpretasi Hasil :
1. Reaktif = terdapat 2 garis merah pada garis kontrol
dan garis pasien.
2. Negatif = terdapat 1 garis merah pada garis kontrol.
3. Invalid = tidak ada garis merah baik garis kontrol dan
garis pasien

UNIT TERKAIT Instalasi Laboratorium

17
PELAYANAN KONSELING PASCA-TES KLINIK KTS/VCT

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0628/yanmed.628/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional

dr. YUMIDIANSI F., M.Kes


Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien,
bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien
beradaptasi dengan hasil tes. Materi diskusi adalah menyampaikan
hasil secara jelas, menilai pemahaman mental emosional klien,
membuat rencana menyertakan orang lain yang bermakna dalam
kehidupan klien, menjawab respon emosional yang tiba-tiba
mencuat, menyusun rencana tentang kehidupan yang mesti dijalani
dengan menurunkan perilaku berisiko dan perawatan, membuat
perencanaan dukungan.
TUJUAN 1. Klien mendapatkan hasil pemeriksaan test HIV dengan
penjelasan implikasinya dari konselor.
2. Klien mendapatkan dukungan sesuai dengan hasil test.
3. Klien mendapatkan dukungan tindak lanjut.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Konselor memanggil klien dengan menyebutkan nomor register
seperti prosedur pemanggilan konseling pre-test.
2. Konselor memperhatikan komunikasi non verbal saat klien
memasuki ruang konseling.
3. Konselor mengkaji-ulang konseling pretes secara singkat dan
menanyakan keadaan umum klien.
4. Konselor memperlihatkan amplop hasil tes yang masih tertutup
kepada klien.
5. Konselor menanyakan kesiapan klien untuk menerima test.
 Apabila klien menyatakan sudah siap/sanggup
menerima hasil tes, makakonselor menawarkan kepada
klien untuk membuka amplop bersama konselor.
 Apabila klien menyatakan belum siap, konselor memberi
dukungan kepada klien untuk menerima hasil dan beri
waktu sampai klien menyatakan dirinya siap.
6. Konselor membuka amplop dan menyampaikan secara lisan
hasil testing HIV.
7. Konselor memberi kesempatan klien membaca hasilnya.
8. Sediakan waktu yang cukup untuk menyerap informasi tentang
hasil.
9. Konselor menjelaskan kepada klien tentang hasil testing HIV
yang telah dibuka dan yang telah dibaca bersama.
10.Konselor memberikan kesempatan dan ventilasikan keadaan
emosinya

18
PELAYANAN KONSELING PASCA-TES KLINIK KTS/VCT

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0628/yanmed.628/RS.ERBA/2016 0 1-2
11.Konselor menerapkan manajemen reaksi.

Bila hasil test POSITIF:


1. Konselor memeriksa apa yang diketahui klien tentang hasil
test.
2. Konselor menjelaskan dengan tenang arti hasil pemeriksaan.
3. Konselor memberi kesempatan untuk memventilasikan emosi.
4. Konselor memfasilitasi coping problem (kemampuan
menyelesaikan masalah).
5. Setelah klien cukup tenang dan konseling dapat dilanjutkan,
konselor menjelaskan beberapa informasi sebagai berikut:
a. Pengobatan ARV.
b. Kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual.
c. Menawarkan konseling pasangan.
6. Konselor menawarkan secara rutin klien mengikuti pemeriksaan
sifilis dan manfaat pengobatan sifilis.
7. Untuk klien perempuan terdapat fasilitas layanan pemeriksaan
kehamilan dan rencana penggunaan alat kontrasepsi bagi laki-laki
dan perempuan.
8. Memotivasi agar datang ke klinik untuk evaluasi awal secara
medis
9. Konselor dan klien menyepakati waktu kunjungan berikutnya.
10. Apabila pada waktu yang ditentukan klien tidak bisa hadir,
disarankan untuk menghubungi konselor melalui telepon untuk
perjanjian berikutnya
11. Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya
mengenai hal-hal yang belum diketahui.
12.Konselor menawarkan pelayanan VCT pada pasangan klien.
13.Apabila klien sudah jelas dan tidak ada pertanyaan, maka
konseling pasca-testing ditutup.
14.Memotivasi agar bersedia didampingi oleh MK.
15.Konselor mengisi form pasca-konseling.

Bila hasil test NEGATIF:


1. Konselor mendiskusikan kemungkinan klien masih berada
dalam periode jendela.
2. Konselor membuat ikhtisar dan gali lebih lanjut berbagai
hambatan.
3. Konselor memastikan klien paham mengenai hasil test yang
diterima dan pengertian periode jendela.
4. Menjelaskan kebutuhan untuk melakukan tes ulang dan
pelayanan VCT bagi pasangan.
5. Menjelaskan upaya penurunan risiko yang dapat dilakukan.
6. Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya
mengenai hal-hal yang belum diketahui.
7. Apabila klien sudah jelas dan tidak ada pertanyaan, maka
konseling pasca-testing ditutup.
8. Konselor memotivasi agar bersedia didampingi oleh MK untuk
mempertahankan perilaku yang aman.
9. Membut perjanjian untuk kunjungan ulang bila dibutuhkan.
10.Konselor mengisi form pasca koseling.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap

19
PELAYANAN KONSELING PASCA-TES KLINIK KTS/VCT

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0628/yanmed.628/RS.ERBA/2016 0 1-2
3. Instalasi Ketergantungan NAPZA
4. Instalasi Laboratorium

20
PELAYANAN PETUGAS MANAJEMEN KASUS

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0629/yanmed.629/RS.ERBA/2016 0 1-4
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional
dr. YUMIDIANSI F., M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga non
kesehatan yang telah mengikuti pelatihan managemen kasus.
Minimal pendidikan tenaga petugas penanganan kasus adalah
SLTA. Seorang petugas penanganan kasus menangani 20 orang
klien dalam satu kali periode penanganan
TUJUAN 1. Klien mendapat dukungan sesudah mendapat hasil tes HIV,
baik klinik maupun di rumah
2. Klien mendapat informasi mengenai rencana tindak lanjut
yangsesuai dengan kondisinya (kesehatan, sosial ekonomi,
budaya sdb)
3. Klien mendapat dukungan dalam menjalankan program tindak
lanjut
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Petugas manajemen kasus menerima rujukan klien dari
pelayanan VCT, outreach, petugas medis dan jejaring lainnya,
baik yang hasil testnya positif maupun negatif.
2. Petugas manajemen kasus mencari informasi dasar dari petugas
yang merujuk (konselor) mengenai hasil test, permasalahan
klien, status psikologis klien.
3. Menyelesaikan proses intake klien dalam 5 hari setelah
menerima rujukan klien dengan menerapkan langkah sebagai
berikut:
a. Menemui klien di klinik VCT atau dirumah klien atau tempat lain
yang sesuai dan memperkenalkan diri pada klien.
b. Manajer Kasus menjelaskan pelayanan manajemen kasus dan
memberi informasi pelayanan yang dapat diterima klien dari
lembaga termasuk keterbatasan yang dimiliki, persyaratan
administratif.
c. Menjelaskan peran, tugas dan tanggungjawab manajer kasus
termasuk prinsip pelayanan yang mencakup kerahasiaan.
d. Menjelaskan kewajiban klien mencakup: kerjasama
dalam membuat dan melaksanakan perencanaan, memberi
informasi yang benar, kesediaan mematuhi perjanjian yang
dibuat untuk kontrol ke tim medis, konseling, mengikuti sesi-
sesi edukasi, dsb.
e. Bila klien menyetujui, meminta klien menandatangani
Formulir Kesediaan Menerima Pelayanan, yang berisi Hak
dan Kewajiban yang merupakan kontrak pelayanan antara
manajer kasus dengan klien

21
PELAYANAN PETUGAS MANAJEMEN KASUS

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0629/yanmed.629/RS.ERBA/2016 0 1-4
f. Membuat catatan rekam data klien dan memastikan setiap
klien mempunyai nomor kode yang benar, sesuai pemberian
kode klien pada SOP VCT 1.
g. Melengkapi data intake yang mencakup masalah dan
situasi klien serta menghimpun informasi yang diperlukan
meliputi : Informasi Pribadi, Status HIV, Tanggal Test Positif
HIV atau test anti bodi yang pertama yang menunjukkan
positif terjangkit HIV (Kapan, dimana, dokter mana),
Tanggal diagnosa AIDS, sumber terkena HIV/AIDS, Jumlah
CD4, Viral Load, Penggunaan aktif obat-obatan, dsb
h. Mendokumentasikan data Intake pada Formulir Manajemen
Kasus.
4. Menyelesaikan proses asesmen klien dalam waktu 1 bulan
sejak penandatanganan Formulir Kesediaan Menerima
Pelayanan yang terdiri dari:
a. Melakukan wawancara atau kunjungan rumah/RS dan
menghimpun informasi yang diperlukan dari klien maupun
pihak-pihak lain atas izin klien yang diperlukan dalam rangka
pengkajian dan merumuskan kebutuhan klien.
b. Asesmen yang dilakukan meliputi: Asesmen Kesehatan,
Asesmen Sosial, Asesmen Psikologis, Pemahaman Dasar
Klien Tentang HIV/AIDS, Rencana Klien untuk Penurunan
Resiko.
5. Membuat dokumentasi hasil asesmen pada Formulir Manajemen
Kasus
a. Petugas Manajemen Kasus membuat rencana pelayanan
bagi klien
b. Manajer Kasus bersama klien menyusun perencanaan
pelayanan sesuai hasil analisa masalah dan
kebutuhanManajer Kasus memberikan pilihan/alternatif
prioritas kepada klien sehubungan dengan penanganan
masalahnya. Klien menentukan dan memutuskan bagi dirinya
sendiri.
c. Manajer Kasus dan klien membuat perencanaan spesifik,
berpedoman pada sasaran realistik untuk memprioritaskan
kegiatan yang dilaksanakan dan cara pencapaiannya.
d. Manajer Kasus bersama klien melakukan pembagian tugas
dan tanggungjawab masing-masing pihak, siapa melakukan
apa, kapan dan bagaimana itu dilaksanakan
e. Manajer Kasus melakukan koordinasi dengan lembaga-
lembaga penyedia layanan termasuk tugas dan
tanggungjawabnya
f. Manajer memberi informasi tentang lembaga penyedia
layanan kepada klien termasuk cara mengakses bantuan dari
lembaga layanan
g. Melaksanakan rencana yang disusun melalui kegiatan yang
relevan dalam batas waktu realistik
h. Manajer Kasus mengantisipasi masalah baru yang mungkin
akan terjadi dan menentukan sumber-sumber lain yang akan
dilibatkan
i. Rencana pelayanan diperbaiki sesering mungkin tetapi
minimal sekali dalam 6 bulan. Bagi klien yang hanya
memerlukan informasi saja, perbaikan bisa dilakukan melalui

22
PELAYANAN PETUGAS MANAJEMEN KASUS

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0629/yanmed.629/RS.ERBA/2016 0 1-4
“telepon” saja.
j. Manajer Kasus harus mengdokumentasikan berkas klien
termasuk salinan korespondensi tertulis
6. Intervensi/Pelaksanaan Rencana tindak lanjut
a. Sesuai dengan Perencanaan Pelayanan, Manajer Kasus dan
Klien melakukan langkah-langkah yang sudah disusun
bersama.
b. Bila ada masalah/kendala dalam pelaksanaan Perencanaan
Pelayanan, Manajer Kasus berkewajiban mencari
penyebabnya dan menyelesaikan secara bersama. Jika
diperlukan Manajer Kasus akan melakukan Asesmen atau
Perencanaan ulang.
c. Bila ditemukan permasalahan yang sulit diselesaikan,
Manajer Kasus mengkonsultasikannya kepada supervisor
atau mengadakan Case Conference dengan melibatkan
Profesional lain yang dibutuhkan.
7. Monitoring dan Evaluasi
a. Manajer Kasus memonitor apakah klien memperoleh
pelayanan yang diharapkan dan sesuai dengan
kebutuhannya.
b. Manajer Kasus bersama klien mengevaluasi pelaksanaan
pelayanan dalam mengadakan perubahan
c. Manajer Kasus dan Klien secara kontinu meninjau kembali
ketepatan data dan atau merundingkan kembali mengenai
perubahan perumusan masalah, tujuan-tujuan, dan rencana
pelayanan.
d. Manajer Kasus dan klien jika diperlukan menilai kembali
tujuan-tujuan atau merubah rencana pelayanan
e. Manajer Kasus bertanggung jawab atas hasil evaluasi dan
selalu dibicarakan dengan klien.
f. Manajer Kasus melakukan monitoring dan Evaluasi hasil
pelaksanaan perencanaan melalui pendokumentasian yang
dibuat secara lengkap dan terperinci. Monitoring dilakukan
setiap 3 bulan sekali.
8. Rujukan, Pemindahan dan Terminasi
a. Rujukan
1) Bila pelayanan yang dibutuhkan klien tidak tersedia di
lembaga atau Manajer Kasus tidak mempunyai
kompetensi untuk melakukannya 4 rujuk ke
lembaga/sumber bantuan yang tepat.
2) Manajer Kasus memberi informasi kepada klien tentang
kemungkinan memerlukan rujukan ke lembaga yang lain
bila dibutuhkan.
3) Dalam hal merencanakan rujukan, Manajer Kasus perlu
memperhatikan, apakah klien tertarik memperoleh
rujukan, apakah ada persyaratan yang harus dipenuhi dan
apakah klien menginginkan dukungan manajer kasus
selanjutnya.
4) Jika Klien menyetujui rencana rujukan, Manajer Kasus
mempersiapkan klien untuk proses yang akan
dihadapinya yang meliputi, bantuan yang akan diberikan,
persyaratan dan kebijakan lembaga rujukan, kemampuan
klien memenuhi persyaratan yang diminta dan bagaimana

23
PELAYANAN PETUGAS MANAJEMEN KASUS

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0629/yanmed.629/RS.ERBA/2016 0 1-4
cara klien menghubungi lembaga rujukan.
b. Pemindahan/Transfer
1) Jika klien membutuhkan transfer ke manajer kasus lain,
baik atas anjuran manajer maupun ayas permintaan klien,
maka proses ini harus diselesaikan dalam waktu satu
minggu dan melibatkan Manajer Kasus Pertama, Klien
serta Manajer Kasus yang baru
2) Manajer Kasus pertama harus mengkomunikasikan
kepada klien perihal pemindahannya ke Manajer Kasus
yang baru
3) Manajer Kasus pertama harus mengkomunikasikan kasus
yang akan di pindahkan kepada Manajer Kasus yang
baru.
4) Pada saat dilakukan pemindahan/transfer Manajer Kasus
yang lama perlu membuat surat pengalihan kepada
Manajer Kasus yang baru kepada supervisor.
c. Terminasi
1) Manajer kasus akan melakukan terminasi jika :
 Klien meninggal dunia,
 Atas permintaan klien
 Tindakan klien membahayakan lembaga atau manajer
kasus
2) Pada Kasus Meninggal:
 Lihat kemungkinan kebutuhan konseling kedukaan
bagi keluarga yang ditinggalkan.
 Manajer Kasus membuat laporan terminasi.
3) Pada Kasus dirujuk kepada lembaga pelayanan lain
 Semua dokumen klien harus dikrim ke lembaga
pelayanan yang baru dalam waktu 10 hari kerja,
dimulai sejak dia memutuskan untuk pindah.
 Dokumen yang lengkap mencakup: riwayat kasus,
catatan kemajuan, formulir-formulir, semua dokumen
sehubungan dengan pelayanan medis dan perawatan
klien.
4) Pada Kasus Yang Dihentikan
 Tindakan penghentian kasus harus dimulai oleh
Manajer Kasus melalui permohonan tertulis pada
supervisor.
 Manajer Kasus harus mendokumentasikan secara
menyeluruh semua upaya yang dilakukannya untuk
memecahkan masalah yang ditimbulkan Klien.
Penghentian hanya dapat terjadi jika ada bukti-bukti
masalah serius yang berulang serta upaya-upaya yang
telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan namun tidak
berhasil.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Ketergantungan NAPZA – Polikliknik NAPZA
Terpadu/Klinik KTS-VCT

24
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
(PAJANAN AKIBAT PEKERJAAN):
PENANGANAN TEMPAT PAPARAN
Bidang Pelayanan Medik
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0630/yanmed.630/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional

dr. YUMIDIANSI F., M.Kes


Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Pertolongan pertama terjadi sebelum konseling atau testing ketika
petugas kesehatan tiba-tiba mendapatkan luka yang berikatan
dengan pajanan.
TUJUAN Menjelaskan proses tenaga kesehatan dalam menangani kontak
dengan bahan-bahan yang berpotensi infeksius.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR Yang harus segera dilakukan ketika terkena pajanan:
1. Cuci area yang terpajan dengan cairan yang berpotensi
infeksius dengan sabun dan air.
2. Bilaslah mukosa membran yang terpajan dengan air. Jika
tersedia larutan saline, bilaslah mata dengan saline.
3. Jangan menambahkan bahan yang dapat mengiritasi,
termasuk antiseptik dan desinfektan ke area yang terpajan.

Evaluasi Paparan:
1. Petugas Medis akan mengevaluasi pajanan yang berpotensi
menularkan virus HIV berdasarkan pada:
a) (Petugas yang menilai dapat seorang dokter klinik IMS yang
telah dilatih HIV/AIDS dan jika klinik tersebut memiliki ARV,
atau jika klinik tidak memiliki ARV sendiri atau dokter belum
dilatih, bisa dengan sistem rujukan ke rumah sakit rujukan
yang memiliki ARV).
b) Jenis dan jumlah cairan tubuh/jaringan
a. Darah
b. Cairan yang mengandung darah
c. Cairan semen - Cairan vagina - Cairan otak
d. Cairan sendi - Cairan pleura
e. Cairan peritoneal
f. Cairan perikardial
g. Cairan amnion
c) Jenis pajanan
a. Luka perkutaneus
b. Pajanan membran mukosa
c. Pajanan pada kulit yang tidak utuh
d. Gigitan yang mengakibatkan pajanan melalui darah
d) Status sumber infeksi
a. Adanya antibodi HIV
b. Adanya HbsAg
25
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
(PAJANAN AKIBAT PEKERJAAN):
PENANGANAN TEMPAT PAPARAN
Bidang Pelayanan Medik
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PROVINSI SUMATERA SELATAN

445/0630/yanmed.630/RS.ERBA/2016 0 1-2
c. Adanya antibodi HCV.
2. Jika status HIV orang sumber tidak diketahui, orang yang
menjadi sumber akan diinformasikan tentang adanya kejadian
dan diminta persetujuannya untuk dilakukan tes diagnostik HIV.
a) Test untuk menegakkan diagnosis HIV harus dilakukan
sesegera mungkin; dianjurkan melakukan test antibodi HIV
cepat
b) Kerahasiaan orang yang merupakan sumber akan dijaga
selalu
c) Jika orang yang merupakan sumber HIV negatif, test awal
atau penatalaksanaan lebih lanjut terhadap tenaga kerja
kesehatan yang terpajan tidaklah diperlukan.
3. Jika orang yang merupakan sumber menolak test HIV,
Petugas Medis yang bertugas akan datang akan menghubungi
dokter penanggung jawab klinik yang akan meminta sumber
dengan persuasif untuk mau diperiksa darahnya dengan tetap
memperhatikan prinsip konfidensial.
4. Jika orang yang merupakan sumber tidak diketahui, pajanan
akan dievaluasi sebagai kasus yang beresiko tinggi untuk
infeksi: dimana dan dalam keadaan apa pajanan itu terjadi

Melengkapi Laporan Pajanan:


1. Beritahu Petugas Medik perihal pajanan sesegera mungkin.
2. Lengkapi Formulir Laporan Kejadian Pajanan Akibat
Pekerjaan Fasilitas Kesehatan:
 Tanggal dan waktu pajanan
 Lokasi pajanan
 Dimana dan bagaimana pajanan terjadi
 Jika menyangkut objek tajam, jenis dan merk alat tersebut
 Jenis dan jumlah cairan
 Tingkat keparahan pajanan ( misal, kedalaman luka tusuk )
 Sumber pajanan:
o Status infeksinya
o Jika terinfeksi HIV, derajat kesakitannya, viral load
jika ada, riwayat terapi anti retroviral
 Konseling dan penanganan pasca pajanan
 Perincian tentang tenaga kesehatan yang terpajan:
o Status medis yang ada
o Status vaksinasi Hepatitis B
3. Laporkan kejadian ke Dokter Penanggung Jawab. Dokter
penanggung jawab akan merujuk ke Klinik VCT-CST.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Ketergantungan NAPZA – Polikliknik NAPZA
Terpadu/Klinik KTS-VCT
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Instalasi Rawat Inap
5. Instalasi Laboratorium

26
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
(PAJANAN AKIBAT PEKERJAAN):
MEMILIH OBAT UNTUK PAJANAN HIV

Bidang Pelayanan Medik


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

445/0631/yanmed.631/RS.ERBA/2016 0
1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional

dr. YUMIDIANSI F., M.Kes


Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Definisi resiko
1. Resiko rendah
 Terpajan dengan sedikit darah atau cairan yang
terkontaminasi darah dari penderita infeksi HIV yang tanpa
gejala dengan kandungan Virus yang rendah.
 Pajanan perkutaneus dengan jarum tak berlubang
 Berbagai macam luka superfisial atau pajanan mukokutaneus
2. Resiko tinggi
 Terpajan dengan banyak darah atau cairan infeksi
 Terpajan dengan darah atau cairan yang terkontaminasi
darah penderita infeksi HIV dengan kandungan virus yang
tinggi
 Luka dengan menggunakan jarum berlubang
 Luka yang dalam dan luas
 Kepastian adanya resistensi obat anti retrovirus di pasien
sumber
TUJUAN
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR Regimen untuk kategori risiko
Kategori risiko Profilaksis anti retrovirus
Rendah Zidovudine (AZT) 300 mg dua kali sehari
Lamivudine (3TC) 150 mg dua kali sehari
selama 28 hari
(CATATAN : Regimen dapat diberikan berupa
Duviral 1 tablet, dua kali sehari)
Pilihan lain pengganti Zidovudine =
Stavudine 30mg/40 mg
Tinggi dua kali sehari
Zidovudine(AZT) 300 mg dua kali sehari
Lamivudine (3TC) 150 mg dua kali sehari
Efavirenz( EFV) 600mg satu kali sehari
Pilihan lain pengganti efavirenz: Lop/r (Kaletra)
2X400
(3 tab) mg
(CATATAN: Duviral 1 tablet dua kali sehari
dapat mengantikan dengan Zidovudine+
Lamivudine)
Toksisitas ARV

27
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
(PAJANAN AKIBAT PEKERJAAN):
MEMILIH OBAT UNTUK PAJANAN HIV

Bidang Pelayanan Medik


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

445/0631/yanmed.631/RS.ERBA/2016 0
1-2
1. Gejala efek samping ARV, seperti sakit kepala, muntah dan
diare sering ditemukan.
2. Direkomendasikan untuk melanjutkan penanganan tanpa
merubah regimen PPP (contoh, menambahkan analgesik,
antimotilitas atau anti mual )
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Ketergantungan NAPZA – Polikliknik NAPZA
Terpadu/Klinik KTS-VCT
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Instalasi Rawat Inap
5. Instalasi Laboratorium

28
ALUR PROFILAKSIS PASCA PAJANAN

Bidang Pelayanan Medik


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0632/yanmed.632/RS.ERBA/2016 0 1-1
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional

dr. YUMIDIANSI F., M.Kes


Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR
Pertolongan Pertama

Penilaian Sumber Pajanan?


Penilaian Resiko Pajanan

Konseling Profilaksis Pasca Pajanan

Konseling Pra-Tes

Tes Dasar HIV dan Serologi lain yang dibutuhkan

Pertolongan Pertama

UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan


2. Instalasi Ketergantungan NAPZA – Polikliknik NAPZA
Terpadu/Klinik KTS-VCT
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Instalasi Rawat Inap
5. Instalasi Laboratorium

29
30
PENERIMAAN PASIEN HIV POSITIF
UNTUK MENDAPATKAN ART DI KLINIK PDP/CST
Bidang Pelayanan Medik
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0639/yanmed.639/RS.ERBA/2016 0 1-2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
DIREKTUR

15 Februari 2016
Standar Prosedur
Operasional

dr. YUMIDIANSI F., M.Kes


Pembina Tingkat I
NIP. 196606151996032001
PENGERTIAN Penerimaan pasien yang telah dinyatakan dengan hasil
laboratorium HIV positif untuk mendapatkan ART yang diberikan
dengan tujuan untuk memperlancar pemeriksaan secara optimal.
TUJUAN Sebagai acuan langkah-langkah pelaksanaan Pelayanan Rawat
Jalan, sehingga proses pelayanan dapat berjalan secara mudah,
cepat dan tepat untuk memberikan kepuasan yang optimal kepada
pasien.
KEBIJAKAN 1. Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS;
2. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV;
3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Nomor: / /RS.ERBA/2016.
PROSEDUR 1. Melakukan penilaian Stadium Klinis pada saat kunjungan awal
dan setiap kali kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan
lebih tepat waktu.
2. Melakukan penilaian laboratorium Imunologi (Pemeriksaan
jumlah CD4 pada awal kunjungan dan diulang setiap 6 bulan
sekali).
3. Melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi
atas indikasi gejala yang ada untuk memantau keamanan dan
toksisitas pada ODHA yang menerima terapi ARV (pemeriksaan
ulang setiap 6 bulan sekali untuk monitoring dan evaluasi efek
obat ART).
Pemeriksaan laboratorium yang ideal sebelum memulai ART
apabila sumber daya memungkinkan:
 Darah lengkap*
 Jumlah CD4*
 SGOT / SGPT*
 Kreatinin Serum*
 Urinalisa*
 HbsAg*
 Anti-HCV (untuk ODHA IDU atau dengan riwayat IDU)
 Profil lipid serum
 Gula darah
 VDRL/TPHA/PRP
 Ronsen dada (utamanya bila curiga ada infeksi paru)
 Tes Kehamilan (perempuan usia reprodukstif dan perlu
anamnesis mens terakhir)
 PAP smear / IFA-IMS untuk menyingkirkan adanya Ca Cervix
yang pada ODHA bisa bersifat progresif)
 Jumlah virus/Viral Load RNA HIV dalam plasma (bila
tersedia dan bila pasien mampu).
31
PENERIMAAN PASIEN HIV POSITIF
UNTUK MENDAPATKAN ART DI KLINIK PDP/CST
Bidang Pelayanan Medik
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
445/0639/yanmed.639/RS.ERBA/2016 0 1-2

Catatan:
* Pemeriksaan yang minimal perlu dilakukan sebelum terapi ARV
karena berkaitan dengan pemilihan obat ARV.
4. Melakukan Konseling Kepatuhan Makan Obat sebelum memulai
terapi ARV. Mengingat terapi ARV akan berlangsung seumur
hidupnya.
Hal ini dimaksudkan untuk:
 Mengkaji kepatuhan pasien untuk minum obat, dan
 Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih
antara kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa
banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama
dengan efek samping kotrimoksasol.
5. Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK)
Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan
jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 maka dianjurkan untuk
memberikan Kotrimoksasol (1x960mg sebagai pencegahan IO) 2
minggu sebelum terapi ARV.
Beberapa infeksi oportunistik (IO) pada ODHA dapat dicegah
dengan pemberian pengobatan profilaksis. Terdapat dua macam
pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis primer dan profilaksis
sekunder.
 Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan pencegahan
untuk mencegah suatu infeksi yang belum pernah diderita.
 Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan
pencegahan yang ditujukan untuk mencegah berulangnya
suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya
PPK dianjurkan bagi:
 ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4) termasuk
perempuan hamil dan menyusui. Walaupun secara teori
kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital, tetapi
karena risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil dengan
jumlah CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis supresi
imun (stadium klinis 2, 3 atau 4), maka perempuan yang
memerlukan kotrimoksasol dan kemudian hamil harus
melanjutkan profilaksis kotrimoksasol.
 ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 (apabila
tersedia pemeriksaan dan hasil CD4).

UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan


2. Instalasi Ketergantungan NAPZA – Polikliknik NAPZA
Terpadu/Klinik KTS-VCT
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Instalasi Rawat Inap
5. Instalasi Laboratorium

32

Anda mungkin juga menyukai