Pertemuan -13
Outline
Latar Belakang
Definisi
Identifikasi Masalah: UMKM dan Industri Halal
UMKM dan Industri Halal
Faktor Rendah nya Halal Awareness
Masalah Sertifikasi Halal untuk UMKM
Strategi Perdagangan Produk Halal UMKM
UMKM Menembus Pasar Global
Halal & UMKM di Indonesia: Permasalahan dan Solusi
Latar belakang
UMKM memiliki posisi penting dan peran strategis dalam
perekonomian nasional.
UMKM menyerap 97% angkatan kerja dan memiliki kontribusi ke
PDB sekitar 60%.
Sebagai pelaku usaha terbesar, usaha mikro menjadi penyedia
segala macam kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan
pangan, dan sandang.
Yang menjadi masalah adalah pelaku terbesar ini masih memiliki
berbagai keterbatasan, seperti keterbatasan akses informasi, modal,
keterbatasan akses jaringan pemasaran dan juga akses dalam hal
sertifikasi halal.
Ini menjadi masalah, karena banyak makanan sehari-hari yang
dikonsumsi masyarakat diperoleh dari pengusaha mikro kecil,
seperti warteg, warung kue, warung sate, pecel lele/ayam, bakso
dan lainnya.
Definisi
UMKM halal merupakan industri UMKM yang
secara proses telah melalui tahapan teknis yang
tidak melanggar kaidah/syariah islam untuk
menghasilkan produk halal (Pujiono, Setyowati &
Idris, 2018).
Untuk memperkuat produk halal, maka diberikan
label/sertifikasi halal oleh lembaga yang berwenang.
Identifikasi Masalah: UMKM dan
Industri Halal
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki UMKM, maka
berdampak pada banyak hal, salah satunya adalah lack
terhadap masalah sertifikasi halal dan standard halal
yang sangat diperlukan dalam Industri Halal.
Meskipun mereka hampir seluruhnya adalah muslim,
namun pengetahuan mereka tentang halal sangat sedikit;
Bahkan beberapa pedagang bakso di Jakarta misalnya
tidak mengetahui apakah bumbu-bumbu yang digunakan
dalam berdagang tersertifikasi halal atau tidak.
UMKM dan Industri Halal
Tinggi nya potensi UMKM berpengaruh signifikan pada
perkembangan Industri Halal di Indonesia.
Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa
jumlah UMKM setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan.
Bahkan sampai tahun 2017, jumlah UMKM telah mencapai
62.922.617 unit.
Lebih spesifik lagi, menurut GAPMMI (Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman), ada sekitar 1,6 juta pelaku industri
makanan dan minuman berskala kecil dan menengah, tetapi
hanya sekitar 10 persen saja yang sudah mengantongi sertifikat
halal.
Data ini menggambarkan betapa banyaknya UMKM di
Indonesia, tetapi mayoritas belum mengantongi sertifikat
halal.
UMKM dan Industri Halal (Cont’d)
Dengan berkembangnya Industri Halal sejak
berdirinya Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada
awal tahun 1970-an, maka masyarakat dunia mulai
menggunakan Gaya Hidup Halal (Halal Lifestyle),
yaitu menggunakan produk-produk halal mulai dari
kebersihan, keamanan, kandungan gizi, dan
sebagainya.
Perkembangan halal lifestyle dan halal awareness
mengharuskan pelaku UMKM memiliki sertifikat
produk halal.
UMKM dan Industri Halal (Cont’d)
Oleh sebab itu, UMKM harus meningkatkan
branding position, membumikan dan menyebarkan
halal awareness dan halal life style, berhati-hati dalam
setiap tahapan proses produksi, menjamin
keamanan dan kehigienisan produk, dan
meningkatkan daya saing produk untuk diekspor ke
negara yang sangat perhatian terhadap produk halal.
Faktor Rendahnya Halal Awareness
Ada banyak faktor yang mengakibatkan rendahnya
kesadaran masyarakat tentang halal, khususnya bagi
pelaku usaha:
1. Keterbatasan masalah pengetahuan tentang halal;
2. Terbatasnya sosialisasi tentang halal;
3. Tidak jelas mengenai implementasi halal seperti
apa;
4. Tidak adanya sanksi yang mengikat yang
menimbulkan efek jera bagi mereka yang tidak
menjual produk halal.
Masalah Sertifikasi Halal untuk UMKM
Sertifikasi halal untuk kalangan UMKM tidak hanya
masalah biaya yang menurut mereka mahal, tapi juga
masalah waktu, ketidaktahuan dan juga masalah
ketidakjelasan kemana harus mengurus dan bagaimana
prosedurnya;
Sebagai pelaku usaha UMKM, hampir seharian waktunya
dihabiskan untuk usaha, lihat saja misalnya pedagang
bakso, bubur ayam, pecel lele, warteg dll.
Sehari meninggalkan usaha berarti kehilangan
pendapatan untuk hari itu;
Sehingga, sertifikasi halal untuk UMKM adalah menjadi
sesuatu hal yang kompleks.
Strategi Perdagangan Produk Halal
UMKM
Peningkatan Daya Saing merupakan hal yang crucial
dalam Perdagangan Produk Halal UMKM.
Daya Saing Produk adalah kemampuan suatu komoditas
untuk memasuki pasar dalam/luar negeri dan
kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar
tersebut.
Porter (1994) mengembangkan model daya yang dikenal
sebagai Model Berlian, menerangkan bahwa suatu negara
secara nasional dapat meraih keunggulan kompetitif,
apabila dipenuhi empat persyaratan yang saing terkait
dan membentuk empat titik: produksi, permintaan,
eksistensi dan strategi.
Cho (2003) mengembangkan model Porter yang dikenal dengan Model 9
Faktor, untuk Daya Saing Internasional. Cho menambahkan faktor di luar
kotak Berlian, yaitu keberadaan empat faktor yang meliputi tenaga kerja,
birokrasi dan politisi, kewirausahaan, dan manajer, teknisi dan
perancang profesional dan menambahkan faktor akses dan kesempatan
dalam melakukan sesuatu bagi masyarakat yang berada di luar kotak segi
empat tersebut.