Anda di halaman 1dari 13

Memahami Hukum Kontrak

BY MASKUN S.H. L.L.M · PUBLISHED JANUARY 18, 2012 · UPDATED JANUARY 19, 2012


A.  PERKEMBANGAN KONTRAK DI INDONESIA
Hukum kontrak adalah bagian dari hukum privat. Hukum ini memusatkan perhatian pada
kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed obligation). Dipandang
sebagai bagian hukum privat karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang
ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak[1].
Kontrak, dalam bentuk yang paling klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan
manusia untuk memilih (free of choice)dan mengadakan perjanjian. Hakim terkemuka
Inggris, Sir George Jessel (1875) menyatakan[2] :
If there is one thing than another which public requires, it is that men of full age and competent
understandingshall have the outmost liberty of contracting and that their contracts, when entered
into freely and voluntarily, shall be held sacred and shall be enforced by Court of Justice …
 Kontrak merupakan sesuatu yang sakral, yaitu merupakan wujud dari
kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih (freedom of choice)[3].
Sejak abad 19 prinsip-prinsip itu mengalami perkembangan dan berbagai pergeseran
penting. Pergeseran demikian disebabkan oleh hal-hal berikut :

1.    Tumbuhnya bentuk-bentuk kontrak standar;

2.    Berkurangnya makna kebebasan memilih dan kehendak para pihak, sebagai akibat
meluasnya campur tangan pemerintah dalam kehidupan rakyat;

3.    Masuknya konsumen sebagai pihak dalam berkontrak.

Ketiga faktor ini berhubungan satu sama lain[4]. Namun prinsip kebebasan berkontrak
dan kebebasan untuk memilih tetap dipandang sebagai prinsip dasar pembentukan
kontrak.
Makna “kebebasan berkontrak” harus dihindarkan dari makna bebasnya para pihak
membentuk hukumnya sendiri. Menurut Sudargo Gautama, para pihak sama sekali tidak
mempunyai kemampuan untuk membuat undang-undang  bagi diri mereka. Mereka
hanya diberikan kebebasan untuk memilih hukumnya, hukum mana yang hendak
mereka gunakan sebagai dasar dari kontrak yang dibentuknya[5].
Akibat hukum penetapan suatu kontrak adalah terikatnya para pihak untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan kontrak sebagaimana yang diperjanjikan didalam
kontrak, termasuk menerima segala akibat yang timbul dari penerapan kontrak tersebut.
Jika suatu pihak menandatangani kontrak, ia dianggap menyetujui isi kontrak itu, dan
dengan demikian juga dianggap setuju untuk terikat dan menerima akibat-akibat
pelaksanaan kontrak tersebut. Oleh  karena itu, mengetahui secara tepat aspek-aspek
permasalahan materi kontrak adalah hal yang sangat penting dalam proses
pembentukan kontrak. Kesadaran terhadap kelalaian yang merugikan yang timbul
setelah terbentuknya kontrak adalah hal yang sama sekali tidak berguna. Pihak yang
lalai terhadap aspek-aspek kepentingannya, yang setelah kontrak terbentuk didasari
sebagai sesuatu yang merugikan kedudukannya, adalah hal yang tidak dapat digunakan
sebagai alasan untuk membatalkan kontrak. Oleh karena itu penguasaan informasi
selengkap-lengkapnya tentang mitra bisnis, obyek kontrak, serta aspek-aspek lain yang
berpengaruh terhadap substansi kontrak adalah hal yang sangat penting dalam
pembentukan sebuah kontrak.

Kontrak tidak selalu menguntungkan pihak pemakainya. Dalam keadaan tertentu bentuk
hukum ini bahkan dapat menyulitkan pemakainya. Mereka harus berhadapan dengan
resiko-resiko yang kadang kala sulit diperhitungkan sejak awal, yang timbul dari sifat-
sifat dasar kontrak. Dua sumber masalah yang sering menjadi pemicu timbulnya
sengketa adalah pertama, kecermatan dalam berkontrak, dan kedua adalah itikad baik
para pihak (good faith).
1.    Kecermatan dalam berkontrak

Sumber pertama ini berkaitan dengan  hal-hal sebagai berikut :

a.    Wawasan hukum pihak-pihak pembentuk kontrak;

b.    Keahlian para pihak menggunakan saluran-saluran hukum yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas kontrak;

c.    Kemampuan para pihak atau kuasa hukumnya memperhitungkan resiko yang dapat
timbul dari setiap klausula yang ditetapkan dalam kontrak;

d.    Kemampuan bernegosiasi;

e.    Kemamouan memperhitungkan kelengkapan materi kontrak; dan

f.     Kecermatan dalam membuat rumusan-rumusan klausula yang dapat memperkecil


resiko dan membangun kontrak yang bersifat bersih, terbuka, dan adil (bonafide).
2.    Itikad baik para pihak (good faith)
Sumber kedua berkaitan dengan kejujuran dan kualitas mental para pihak, tidak sedikit
pelaku bisnis menyimpan niat atau strategi bisnis untuk mewujudkan target-target
bisnisnya yang secara sengaja disembunyikan atau tidak dimasukkan sebagai item
pembicaraan dalam negosiasi. Target-target demikian dalam dunia bisnis sering
disebut implied target, yaitu target bisnis yang secara sengaja tidak ditawarkan secara
eksplisit dalam proses negosiasi dan secara diam-diam hendak diwujudkan melalui
kelemahan-kelemahan klausula pihak lawan yang secara sengaja dikondisikan
demikian.
Sumber tersebut juga berkaitan dengan konsistensi atau perubahan sikap
mental (mental stream) para pihak. Dalam kondisi tertentu, entah karena keadaan yang
terdesak yang membuat suatu pihak terpaksa berbuat apa saja sekedar untuk
mempertahankan kelanjutan usahanya atau karena ingin melipatkan keuntungan
dengan jalan pintas, pihak-pihak tertentu sering kali berubah pikiran dan menyimpang
dari apa yang semula disepakatinya dalam kontrak. Walaupun sangat dikecam karena
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum kontrak, praktek-praktek itu sangat sulit
dihapuskan. Para penganut teori hukum alam (natural law) memaklummi keadaan
demikian sebagai sifat alamiah suatu tradisi bisnis. Oleh karena itu sebagai
kompensasinya, mereka menganjurkan masyarakat untuk tidak berusaha
melenyapkannya, tetapi merendam dampak buruj sifat demikian melalui pemanfaatan
kecerdasan dan kecermatan berkontrak. Sebuah kontrak harus dibentuk dengan
memperhitungkan segala kondisi yang berpengaruh, baik yang ada pada saat kontrak
dibentuk maupun yang mungkin timbul dikemudian hari saat kontrak dilaksanakan.
Hakikat suatu negosiasi bisnis dan pembentukan kontrak bisnis adalah pengaturan
materi bisnis dan perhitungan terhadap resiko yang mungkin timbul.
Sumber penting masalah yang juga sangat berpengaruh terhadap penyusunan kontrak
yang adil adalah berkembangnya fenomena kontrak standar. Kontrak ini dalam
perspektif praktek bisnis Indonesia, umumnya disodorkan secara sepihak oleh mitra
asing kepada pihak mitra Indonesia. Pihak Indonesia, terhadap kontrak-kontrak
demikian ini, sering kali lalai atau jika disadari sering kali gagal melakukan koreksi
terhadap bagian-bagian kontrak yang dapat merugikan. Kelalaian atau kegagalan itu
umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu pertama kuatnya bargaining position  mitra
asing, atau kedua lalainya mitra Indonesia terhadap rumusan-rumusan perjanjian yang
dapat merugikan pihaknya.
Sebab pertama, umumnya dikarenakan oleh keterpusatan modal, keahlian, manajemen,
informasi, dan factor-faktor produksi lainnya pada pihak mitra asing, serta kelebihan
mereka dari segi pengalaman berkontrak atau bernegosiasi. Sementara itu, sebab yang
kedua, umumnya dikarenakan oleh keahlian pihak asing dalam merumuskan kalusula
kontrak sehingga tampak sederhana, lugas dan mutualistis.
Sumber-sumber masalah demikian, untuk keperluan perlindungan kepentingan bisnis,
pembentukan kontrak yang wajar dan adil, sebaiknya dipelajari secara cermat agar
dapat digunakan sebagai upaya untuk menghindari resiko-resiko berkontrak  yang
merugikan.

C.  PRINSIP-PRINSIP UNIDROIT SEBAGAI MASUKAN BAGI HUKUM KONTRAK


INDONESIA MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
Sebagai akibat dari globalisasi ekonomi, sehubungan kontraktual antara individu secara
lambat laun akan mengarah pada penyeragaman hukum kontrak di berbagai negara di
dunia termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan intensitas hubungan kontraktual dari
hubungan perdagangan barang dan jasa antar warga negara dari  negara-negara yang
berbeda akan semakin tinggi. Seperti diketahui akibat ratifikasi Perjanjian Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan berlakunya AFTA, mau tidak mau sistem
perekonomian Indonesia telah dimasuki oleh prinsip-prinsip persaingan bebas dan
paham liberalisme. Sementara konflik yang sedang dana akan dirasakan dewasa ini,
dari segi hukum adalah pertentangan nilai-nilai budaya hukum, yaitu antara paham
materialisme dan spiritualisme idealisme, antara individualisme dan komunualisme,
antara liberalisme dan proteksionisme, dan lain-lain yang telah menjadi kegelisahan
social (social unrest). Kegelisahan social ini nampak di permukaan ditandai dengan
merosotnya kepercayaan  masyarakat terhadap hukum dan ketidakpastian orang
melakukan transaksi bisnis.
Melihat hal-hal tersebut di atas, Pemerintah telah berusaha untuk mengantisipasi
keadaan. Terlepas dari motif-motif politis dengan mencoba melahirkan berbagai
peraturan perundang-undangan yang notabene sebagai salah satu bagian dari
pembangunan hukum yaitu materi hukum. Sebagai contoh dikeluarkannya Undang-
Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang No. 5
tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
merupakan upaya memberikan kepastian hukum di bidang bisnis dan penciptaan sistem
ekonomi yang kondusif terhadap persaingan. Dilihat dari segi hukum kontrak
internasional, peraturan perundang-undangan seperti ini merupakan “mandatory
clausule” yang dikecualikan dari prinsip kebebasan berkontrak yang diatur oleh hukum
nasional untuk kepentingan warga negaranya.
1. Pengembangan Teknologi Nuklir oleh Beberapa Negara
1. a.    Amerika Serikat
Amerika Serikat adalah satu – satunya negara yang pernah menggunakan senjata nuklir
dalam perang, hal itu terjadi ketika dua senjata nuklir diluncurkan untuk menyerang
Jepang dalam Perang Dunia II untuk melakukan pemboman kota Hiroshima dan
Nagasaki. Ratusan Ribu Orang yang kebanyakan merupakan penduduk sipil, terbunuh
dan penggunaannya untuk tujuan militer masih tetap menjadi hal yang kontroversial.
Saat ini persenjataan nuklir Amerika Serikat disiapkan di tiga lokasi peluncuran:[6]
1)    Land – based, intercontinental ballistic missiles, or ICBMs;
2)    Sea based, nuclear submarine-launched ballistic missiles, or SLBMs; and
3)    Air-Based nuclear weapons of the U.S. Air Force’s heavy bomber group.
     Amerika Serikat merupakan salah satu dari lima Negara – Negara pemilik senjata
nuklir yang mematuhi perjanjian pelarangan penyebaran senjata nuklir (NPT) yang
diratifikasi oleh Amerika Serikat pada tahun 1968. pada tanggal 13 oktober 1999, senat
Amerika Serikat menolak peratifikasian perjanjian pelarangan percobaan nuklir
menyeluruh, setelah sebelumnya meratifikasi perjanjian pelarangan percobaan nuklir
sebagian pada tahun 1963. [7]. Pada awal tahun 1990 – an, Amerika Serikat telah
mengganti cara pengembangan senjata nuklir baru dan bahkan lebih mencurahkan
usaha penelitian nuklirnya untuk menambah persediaan senjata nuklir untuk kendaraan
perangnya, merawat dan memperbaharui persenjataan nuklir yang telah tua. [8]
     Jumlah persenjataan nuklir yang dimiliki oleh Amerika Serikat sulit untuk ditentukan
secara pasti. Perjanjian dan organisasi yang berbeda memiliki kriteria yang berbeda
dalam hal melaporkan kepemilikan senjata nuklir yang dimiliki oleh negara pesertanya,
terutama yang disimpan sebagai cadangan, dan senjata nuklir yang diperbaharui atau
dibuat kembali :

1.    pada tahun 1999, Amerika Serikat menyatakan memiliki 12.000 persediaan
persenjataan nuklir dalam berbagai jenis. [9]
2.    Dalam pernyataan yang berkaitan dengan strategic Arms Reductin Treaty (START)
pada tahun 2003, Amerika Serikat membuat daftar 5968 hulu ledak nuklir yang siap
digunakan sesuai dengan defenisi dalam peraturan START. [10]
3.    Untuk tahun 2004, The Bulletin of the Atomic Scientists, mengeluarkan daftar yang
menyakan bahwa Amerika Serikat memiliki sekitar 7000 hulu ledak nuklir yang
beroperasi dan 3000 cadangan hulu ledak nuklir[11]
    The Bulletin of the Atomic Scientist mengeluarkan daftar yang menyatakan pada
tahun 2004 mengeluarkan data – data yang memuat persenjataan  USAF dan US Navy
yang terdiri dari : [12]
1. Angkatan udara Amerika Serikat (USAF) mengoperasikan lebih dari 5000 Land –
based intercontinental ballistic and cruise missile (ICBMs) pada kurang lebih 15
kompleks rudal yang terutama terletak dibagian utara pegunungan Rocky dan di
Dakota. USAF juga mengoperasikan sebuah armada pembom strategis yang terdiri
dari 93 pesawat tipe B-1, 94 pesawat tipe B-52 dan 21 pesawat tipe B-2. Amerika
Serikat juga memiliki sekitar 850 bom nuklir gravitasi yang dapat digunakan oleh
pesawat – pesawat tempur F-15, F-16, JSF dan Panavia Tornado. Sekitar 150
diantaranya ditempatkan di sembilan pangkalan militer Amerika Serikat yang berada
di enam negara NATO di Eropa. Amerika Serikat juga menempatkan 320 buah
rudal tomahawk miliknya di Bangor, Washingtong dan King’s Bay Georgia.
2. Saat ini Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) memiliki 15 Kapal Selam Ohio-
Class Yang beroperasi di seluruh dunia. Setiap kapal selam tersebut dilengkapi 24
rudal trident, 8 diantaranya dilengkapi dengan rudal Trident I dan 10 diantaranya
dilengkapi dengan rudal Trident II. Tepatnya 12 kapal selam penyerang Amerika
Serikat dilengkapi dengan peralatan peluncur, tapi saat ini tidak membawa rudal
tomahawk.
Kebijakan Politik Amerika Serikat mengenai Senjata Pemusnah Masal yang tertuang
dalam United States National Strategy to Combat Weapons of Mass Destruction
     Pada 17 September 2002, Presiden Bush dalam pidatonya berkaitan dengan The
National Security Strategy of the United States of America menyatakan : [13]
“The gravest danger our nation faces lies of the crossroads of radicalism and technology. Our
enemies are openly declared that they are seeking weapons of mass destruction  and evidence
indicate that they are doing so with determination. The united states will not allow these effort to
succeed….history will judge harshly those who saw this coming danger but failed to act. In the
new world we have entered, the only path to peace and security is the path of action”
    Menurut Geoge W. Bush, bahaya terbesar yang dihadapi oleh Amerika Serikat ada
pada persimpangan antara teknologi dan radikalisme. Musuh – musuh Amerika Serikat
telah secara terbuka menyatakan bahwa mereka mencari senjata pemusnah masal, dan
bukti – bukti yang ada menunjukkan bahwa memang mereka melakukan hal tersebut.
George W. Bush mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan membiarkan usaha
tersebut berhasil . menurutnya pula bahwa sejarah akan mengecam keras pihak – pihak
yang diam saja ketika melihat ada bahaya yang datang. Dalam dunia baru yang
dimasuki saat ini, satu – satunya jalan untuk mencapai perdamaian dan keamanan
adalah dengan melakukan berbagai tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan hal
tersebut.
    Dari pidato tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan politik AS menyangkut
senjata pemusnhak masal adalah dengan melakukan berbagai tindakan  pencegahan
untuk menghentikan usaha  pihak – pihak yang dianggap musuh negara untuk
mendapatkan senjata pemusnah masal , dimana pihak – pihak tersebut dianggap akan
membayakan perdamaian dan keamanan AS tindakan – tindakan yang diambil adalah
dengan memanfaatkan semua kesempatan yang ada saat ini, termasuk penerapan
teknologi – teknologi baru yang ada, peningkatan signifikan atas pengumpulan data –
data dan analisis intelejen, penguatan kerjasama dari para sekutu Amerika Serikat dan
perjalinan kerjasama baru dengan musuh – musuh AS terdahulu.

      Kebijakan tersebut sejalan dengan tujuan PBB dan ketiga konvensi internasional
menyangkut senjata pemusnah masal yang pada garis besarnya adalah untuk menjalin
kerjasama internasional dalam penghentian pengembangan dan penyebaran senjata
pemusnah masal yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasinal. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa AS sangat mengkhawatirkan
penggunaan senjata pemusnah masal oleh musuh – musuh mereka dapat menimbulkan
kerusakan yang amat besar bagi negaranya, kekuatan militernya di luar negeri serta
sekutu – sekutunya.

“Weapons of mass destruction could enable adversaries to inflict massive harm on the united
states, our military forces at home and abroad and our friends and allies. Some states including
several that have supported and continue to support terrorism , already process WMD and are
seeking even greater capabilities, as tools of coercion and intimidation. For them, these are not
weapons of last resort, but military useful weapons of choice intended to overcome our nation’s
advantage in conventional forces and to deter us from responding to aggression against our
friends and allies in region of vital interest. In addition, terrorist groups are seeking to acquire
WMD with the stated purpose of killing large numbers of our people and those of friends and
allies – without compunction and without warning. “[14]
     AS juga mengkhawatirkan tindakan beberapa pemilik senjata pemusnah masal, yang
mendukung berbagai kegiatan terorisme  dan terus mencari lagi teknologi senjata
pemusnah masal terbaru sebagai alat untuk melakukan intimidasi dan ancaman agar
dapat memaksa suatu pihak tertentu melakukan keinginannya. AS menganggap bahwa
senjata pemusnah masal yang dimiliki oleh pihak – pihak yang disebutkan diatas,
digunakan bukan sebagai senjata terakhir, tapi sebagai salah satu senjata pilihan untuk
perangkat militer sehari – hari dalam usahanya untuk menandingi kekuatan militernya
yang memiliki berbagai kelebihan . tindakan tersebut dilakukan untuk mencegah AS
dalam mengambil tindakan untuk menanggapi serangan yang dilakukan pada
kepentingan – kepentingan AS di luar negeri. AS juga menyatakan bahwa para teroris
mencari senjata pemusnah masal dengan tujuan yang jelas, membahayakan populasi
AS dan para sekutunya dalam jumlah besar dengan tanpa penyesalan dan
pemberitahuan.

     Oleh karena itu, AS menyusun suatu rumusan kebijakan dalam memerangi senjata
pemusnah masal yang dimuliki berbagai pihak terutama oleh pihak – pihak yang
dianggap sebagai musuhnya dan dapat membahayakan berbagai kepentingan AS dan
sekutu – sekutunya. Kebijakan tersebut disebut dengan National Strategy to Combat
Weapons of Mass Destruction yang dikeluarkan pada desember 2002. dalam kebijakan
tersebut terdapat tiga pilar utama strategi nasional dalammenghadapi senjata pemusnah
masal, ketiga pilar tersebut adalah: [15]
1.    Counter Proliferation to combat WMD Use
     Kepemilikan dan kemungkinan peningkatan penggunaan senjata pemusnah masal
oleh negara – negara tidak bersahabat dan teroris  adalah merupakan suatu realitas
keamanan yang ada saat ini. Sehingga merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan
oleh militer dan penduduk sipil AS dalam melakukan berbagai persiapan untuk
mencegah dan mempertahankan diri dari semua kemungkinan akibat penggunaan
senjata pemusnah masal. Pemerintah bush meyakinkan bahwa semua kemampuan
yang dibutuhkan untuk melawan senjata pemusnah masal terintegrasi secara penuh
dalam sebuah perubahan rencana pertahanan darurat dan dalam profil kemanan dalam
negeri AS. Usaha untuk menghadapi penyebaran dan peningkatan tersebut juga akan
terintergrasi secara penuh dalam doktrin dasar, pelatihan dan melengkapi semua
kekuatan yang ada, untuk meyakinkan bahwa semua sumber daya yang tersedia
mampu untuk melaksanakan operasi yang bertujuan untuk mendapatkan pemecahan
dalam menghadapi serangan senjata pemusnah masal. Usaha – usaha yang diambil
dalam melawan penyebaran dan penggunaan senjata pemusnah masal itu adalah :

a.                               Interdiction[16]
     Mencegah penggunaan oleh musuh, yaitu dengan meningkatkan kemampuan
komunitas militer, intelejen, teknik dan penegakan hukum untuk mencegah pergerakan
materi, teknologi dan ahli senjata pemusnah masal ke negara – negara berbahaya dan
organisasi teroris;

b.                               Deterrence[17]
     Melakukan tindakan pencegahan, yaitu dengan membuat suatu kebijakan politik
yang sangat kuat dan meningkatkan effektivitas kemampuan militer, beserta dengan
penggunaan diplomasi politik kepada negara – negara yang dianggap bersebrangan 
untuk membujuk tidak mencari senjata pemusnah masal dan menggunakan senjata
pemusnah masal.

c.                                Defense and mitigation[18]


     Pertahanan dan penyerangan, yaitu dengan meningkatkan kemampuan untuk
medeteksi dan menghancurkan senjata pemusnah masal dan fasilitas milik musuh AS,
seperti dengan melakukan serangan ke negara – negara yang dianggap berbahaya
yang memiliki senjata pemusnah masal dan fasilitas yang salah satunya dengan
menggunakan doktrin pre – emptive strikes.

     Akhirnya militer AS dan kekuatan penegakan hukum nasional diharus untuk selalu
siap merespon setiap bentuk ancaman dengan menggagalkan ancaman serangan atau
serangan yang sedang berlangsung dan menghilangkan ancaman serangan dimasa
yang akan datang. Sejalan dengan upaya pencegahan, dibutuhkan sebuah respon
efektif yang membutuhkan suatu tambahan teknologi yang baru dan cepat dan
kemampuan menyerang yang kuat. AS harus mempercepat upaya – upayanya untuk
menambah kemampuan – kemampuan baru mengalahkan senjata pemusnah masal
dan fasilitas – fasilitasnya.

2.    Strengthened Nonproliferation to combat WMD Proliferation


     Dalam upayanya untuk menghilangkan ancaman senjata pemusnah masal, AS terus
menjalin kerjasama dengan negara – negara lain untuk meningkatkan kemampuan yang
ada dalam mencegah penyebaran teknologi, ahli – ahli dan bahan – bahan senjata
pemusnah masal dan rudal secara tidak sah. Upaya – upaya yang diambil antara lain :

1. Active nonproliferation Diplomacy, [19]


yaitu dengan melakukan pendekatan – pendekatan diplomasi untuk membuat sebuah
pengaturan yang jelas dan kuat serta dilaksanakan penuh oleh negara – negara di dunia
untuk mencegah penyebaran dan penggunaan senjata pemusnah masal;
2. Multilateral regimes[20]
Amerika Serikat mendukung penuh system – system yang telah ada yang berkaitan
dengan senjata pemusnah masal, diantaranya pengaturan berupa konvensi – konvensi
dalam bidang nuklir, kimia, biologi dan rudal;

3. Nonproliferation and threat Reduction Cooperation[21]


Yaitu kebijakan Amerika Serikat untuk mewujudkan kerjasama dalam program –
program yang berlaku menyeluruh untuk mencegah penyebaran dan mengurangi
ancaman senjata pemusnah masal.

4. Controls of nuclears materials[22]


Amerika Serikat bekerjasama dengan dunia internasional dalam mencari dan
mengembangkan teknologi baru yang bertujuan untuk melakukan daur ulang yang lebih
bersih, efisien, menghasilkan limbah yang lebih sedikit dan lebih sulit untuk
disebarluaskan;

5. U.S. Export Controls[23]
Memperbaharui dan memperkuat pengendalian ekspor sehingga dapat mencegah
penyebaran senjata pemusnah masal dan bahannya keluar dari Amerika Serikat;

6. Nonproliferation Sanction, [24]
Mengembangkan suatu sistem yang dapat memberikan  sanksi yang cukup berat
sehingga diharapkan dapat efektif mencegah penyebaran senjata pemusnah masal dan
bahan – bahannya.

3.    Consequence Management to Respond to WMD Use


     Untuk merespon konsekuensi dari penggunaan senjata pemusnah masal, Amerika
Serikat melakukan pengembangan dan terus mempergunakan kemampuan yang telah
ada untuk mengurangi kemungkinan potensi meluasnya konsekuensi mengerikan dari
serangan senjata pemusnah masal di Amerika Serikat sendiri maupun di luar negeri.

     Pengembangan kemampuan penanganan konsekuensi senjata pemusnah masal 


yang dilakukan oleh Amerika Serikat secara tidak langsung membuat Amerika Serikat
melakukan proses pengembangan senjata pemusnah masal. Hal ini terjadi karena untuk
dapat menentukan tindakan – tindakan yang harus diambil dalam menangani akibat dari
senjata pemusnah masal, maka harus diketahui jenisnya baru kemudian dicari
bagaimana cara mengobatinya. Hal tersebut dapat dibenarkan karena sebagian besar
dari konvensi – konvensi internasional dan hukum internasional menyangkut senjata
pemusnah masal, memberikan ijin kepada negara – negara untuk melakukan penelitian
dan pengembangan senjata pemusnah masal untuk tujuan damai dan penelitian, serta
pengembangan yang dilakukan dapat dianalogikan sebagai tujuan damai.

The united states has a critical need for cutting – edge technology that can quickly and effectively
detect, analyze, facilitate interdiction of, defense against, defeat, and mitigate the consequences
of WMD Nomerous United States Government departments and agencies are currently
engagedin the essential research and development to support our overall strategy against WMD
proliferation[25]
 
     Amerika Serikat juga menyatakan bahwa negara tersebut sangat membutuhkan
teknologi terbaru  yang dapat secara tepat dan efektif  mendeteksi, menganalisa, dan
memfasilitasi suatu larangan, pertahanan dalam melawan, mengalahkan, dan
mengurangi konsekuensi dari senjata pemusnah masal . berbagai departemen dan
lembaga – lembaga  dalam pemerintahan Amerika Serikat pada saat ini sedang
melakukan berbagai penelitian penting dan pengembangan beragam teknologi untuk
mendukung keseluruhan strategi dalam menghadapi penyebaran dan peningkatan
jumlah senjata pemusnah masal.

     National strategy for Homeland Security mengidentifikasikan ada enam langkah –


langkah yang dapat diambil berkaitan dengan ancaman senjata pemusnah masal,
yaitu: [26]
Prevent terrorist use of nuclear weapons through better sensors and procedures;
1)    Detect chemical and biological materials and attacks;
2)    Improve chemical sensors and decontamination techniques
3)    Develop broad spectrume vaccines, antimicrobials, and antidotes; (Project bioshield – a
comprehensive efforts to develop and make available modern, effective drugs and vaccines to
proteck against attack by biological and chemical weapons or other dangerous pathogens)
4)    Harness the scientific knowledge and tools to counter terrorism; and
5)    Implement the selectent Program.
Langkah – langkah tersebut merupakan serangkaian tindakan yang bertujuan untuk
mencegah kemungkinan masuknya senjata pemusnah masal ke Amerika Serikat serta
serangkaian tindakan – tindakan yang  dilakukan untuk mempersiapkan semua
sumberdaya yang dimiliki dalam menangani konsekuensi dari penggunaan senjata
pemusnah masal . sementara dalam kaitan menghadapi serangan teroris  yang
ditujukan kepada Amerika Serikat  dan kepentingan – kepentingannya, terutama yang
menggunakan senjata pemusnah masal, The National Strategy for Homeland
Security menyebutkan salah satu langkah yang diambil untuk hal tersebut adalah dengan
melakukan pengembangan dalam mencari cara penanganan yang paling tepat terhadap
serangan – seranagn teroris dengan menggunakan senjata kimia, biologi, radiology dan
nuklir. [27]
     Untuk melindungi aset – aset dan infrastruktur penting, The Department of Homeland
Security juga akan memberikan dukungan dan menetapkan prioritas nasional untuk: [28]
1. Melakukan penelitian, pengembangan, dan percobaan untuk mengembangkan
vaksin, penawar, diagnosis, terapi, dan teknologi baru lainnya untuk melawan aksi
terorisme yang menggunakan senjata kimia, bilogi dan nuklir.
2. Untuk menyadari, mengidentifikasi dan mengkonfirmasi sebuah serangan yang
terjadi;
3. Untuk meminimalkan akibat yang mewabah dan mematikan yang disebabkan oleh
sebuah serangan semacam itu.
     Sementara kita selalu dalam kondisi rentan terhadap sesuatu bentuk peralatan
perang tidak simetris yang baru, tidak terpikirkan dan mengerikan, kita dengan cepat
bergerak maju dengan teknologi baru, senjata baru dan pertahanan baru. [29]
     Dalam laporannya kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa, Kofi Annan
sebagai sekjen Perserikatan Bangsa – Bangsa menjelaskan bahwa sampai saat ini telah
dimengerti jika suatu negara melakukan tindakan pertahanan diri , dan memutuskan
untuk menggunakan kekuatan dalammenghadapi ancaman – ancaman yang sangat
besar terhadap perdamaian dan keamanan internasional , mereka membutuhkan
legitimasi yang disediakan oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa. [30]
     Saat ini, beberapa pihak menyatakan pengertian sudah tidak didukung  oleh alasan
yang rasional, sejak serangan dengan menggunakan senjata pemusnah masal dapat
dilakukan kapan saja  tanpa peringatan tertentu atau dilakukan oleh kelompok yang
illegal. Mereka beralasan, daripada membiarkan hal tersebut terjadi, negara – negara
memiliki kewajiban dan hak untuk menggunakan kekuatan untuk menyerang terlebih
dahulu (pre – emptive), meskipun serangan dilakukan terhadap wilayah negara lain, dan
meskipun dalam waktu yang bersamaan system persenjataan yang dapat digunakan
untuk melakukan serangan pada mereka masih dalam pengembangan. [31]
     Amerika Serikat melakukan hak tersebut saat menyerang Iraq pada awal tahun 2003
dengan tuduhan bahwa Iraq memiliki senjata pemusnah masal dan dianggap berbahaya
karena dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional. House Policy
Committe Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan yang meminta kongres untuk
mendukung pembaharuan pada program pengembangan senjata nuklir dan
meminta The Nuclear Weapons Council untuk menetapkan secara konsisten sebuah
program seperti itu dengan kemampuan berdasarkan pendekatan untuk keamanan
nasional. [32] Dengan kata lain, Amerika Serikat juga melakukan program
pengembangan senjata pemusnah masal , dalam hal ini, senjata nuklir, untuk
kepentingan dalam negerinya sendiri. John Gordon, salah satu pejabat The National
Security Administration menyatakan bahwa pengembangan senjata nuklir yang dilakukan
oleh Amerika Serikat menghilangkan ancaman serangan yang dilakukan negara lain
terhadap negara tsb.
..An ability to innovate and produce small builts of special pupose weapons, characteristic of a
smaller but still vital nuclear infrastructure, would act to convince and adversary that it culd not
expect to negate U.S. nuclear weapons capabilities. The development and  subsequent
modification of the B61 – 7 bomb – converting a few of them into B61 – 11 earth penetrator
weapons – is a case in point[33]
1. b.    Republik Islam Iran
Program Nuklir Iran mulai didirikan pada tahun 1960, sebagai hasil dari kerjasama
bilateral antara Amerika Serikat dan Irann. Pada tahun 1967 Tehran Nuclear Research
Centre (TNRC)didirikan dan dijalankan oleh Organisasi Tenaga Atom Iran ( Atomic Energy
Organization/AEOI). Pusat Riset Nuklir Tehran/ TNRC  ditunjang 5 megawatt Reaktor
Nuklir yang disediakan oleh Amerika Serikat. [34]
    Iran Menyetujui dan meratifikasi Nuclear Non – Proliferation Treaty pada tahun 1968,
dengan penetapan dari Iran’s Atomic Agency dan NPT, Mohammad Reza Shah Pahlavi
(Raja Iran) berencana membangun duapuluh tiga stasiun tenaga nuklir didalam
negaranya berkerjasama dengan Amerika Serikat. [35]
     Banyak kontrak ditanda tangani dengan berbagai perusahaan barat dan perusahaan
Siemens Jerman memulai pembangunan atas Pembangkit Tenaga Listrik yang
menggunakan tenaga nuklir di Busher. Proyek tersebut dihentikan karena terjadinya
revolusi Iran pada tahun 1979, dan perusahaan Siemens Jerman menarik diri dari
proyek tersebut. [36]
     Irak kemudian menginvasi Iran sehingga program nuklir Iran dihentikan hingga
perang selesai. Pada tahun 1990, Iran mulai mencari rekan untuk program nuklirnya,
bagaimanapun, dalam kaitan iklim polotik yang sangat berbeda dan sanksi ekonomi
yang berikan oleh Amerika Serikat akibat kasus kilang minyak Radat dan Reshadar,
hanya sedikit kandidat yang ingin bekerjasama dengan Iran. Pada tahun 1995, Iran
menandatangai suatu kontrak dengan Rusia untuk melanjutkan proyek Busher yang
baru setengah selesai. Kemudian pada tahun 2002, Amerika Serikat mulai
mempertanyakan ketertarikan Iran terhadap pengembangan teknologi Nuklir setelah
MKO mengungkapkan keberadaan dari fasilitas Natanz dan Arak. [37]
     Iran menyatakan bahwa teknologi nuklir penting bagi suatu populasi yang besar dan
perkembangan Industri Nasional yang cepat. Data secara nyata menunjukkan bahwa
populasi Iran telah mengganda dalam waktu 20 tahun, bahkan Iran telah mengimpor
listrik, bensin, dan bahan bakar fosil dalam jumlah yang besar yang sangat merugikan
lingkungan Iran. [38]
     Iran mempertanyakan kembali kepada Amerika Serikat, mengapa tidak diijinkan
untuk menganekaragamkan sumber energinya, sedangkan persediaan minyak mentah
di ladang minyak negaranya mulai menipis. [39] Iran menyatakan bahwa memiliki hak
yang sah menurut NPT untuk mengembangkan uranium untuk tujuan – tujuan damai.
     Pada tahun 2002, Amerika Serikat menyatakan bahwa  Iran tidak memerlukan
tenaga nuklir  oleh karena cadangan minyak yang dimiliki Iran melimpah, dan
argumentasi Iran yang menyatakan mengenai alasan – alasan keuangan tidak dapat
dibenarkan, sehingga Amerika Serikat merasa bahwa harus melakukan penjagaan
untuk mencegah kemungkinan bagi Iran untuk mengembangkan kemampuan senjata
nuklir. Lebih lanjut, jenis tertentu tenaga nuklir yang dimiliki oleh Iran dicurigai memiliki
dua kegunaan, yang pertama adalah perkembangan energi untuk tujuan damai, tetapi
dengan teknologi yang sama juga dapat digunakan untuk mengembangkan senjata
nuklir. Hal tersebut merupakan situasi yang sama dengan kasus India yang memiliki
program senjata nuklir pada tahun 1960-an. [40]
     Pernyataan demi pernyataan telah dikeluarkan untuk menekan Iran  agar
mengungkapkan semua aspek tentang pengembangan teknologi nuklirnya. Tekanan ini
lebih banyak datang dari mitra dagang Iran, yaitu Eropa, Jepang, dan Rusia. Iran
menjadi lambat untuk merespon karena mengetahui bahwa seluruh tekanan tersebut
merupakan usaha pemerintah Amerika Serikat untuk mencegah Iran mengembangkan
teknologi nuklir. [41]
     Sejak keterlibatan International Atomic Energy  Agency (IAEA)dibawak kepemimpinan
Mohammad El – Baradai dan Perserikatan Bangsa – Bangsa, Iran telah menjawab
seluruh pertanyaan yang diajukan oleh Amerika Serikat terkait dengan pengembangan
teknologi nuklir milik Iran.
     Dibawah ini adalah data stasiun pengembangan nuklir Iran : [42]
 Bushehr: A two reactor light water nuclear power plants.
 Arak: A heavy water production facility. Heavy water is used as a moderator in some
reactors. Iran has plans to build a heavy water reactor at this location at a later date.
 Saghand:  Location of Iran’s first uranium ore mines, expected to become operational by
March 2005. The deposit is estimated to contain 3,000 to 5,000 tons of uranium oxide at a
density of about 500 ppm over an area of 100 to 150 square kilometers.
 Natanz: This is a uranium enrichment facility for converting uranium ore into a form
usable by power plants. It can also create highly enriched uranium HEU.
 Tehran Nuclear Research Center (TNRC): Run by the Atomic Energy Organization of
Iran (AEOI). It is equipped with a US supplied 5-megawatt nuclear research reactor
capable of producing 600g of plutonium annually in spent fuel.
 Nuclear Technology Center of Isfahan: A nuclear research facility. The Isfahan Center
currently operates four small nuclear research reactors, all supplied by China. It is run by
the AEOI.
 Isfahan Uranium Conversion Facility, located
in Isfahanconverts yellowcake into uranium hexafluoride. As of late October 2004, the
site is 70% operational with 21 of 24 workshops completed. There is also a Zirconium
Production Plant (ZPP) located nearby that produces the necessary ingredients and alloys
for nuclear reactors.
 Bonab Atomic Energy Research Center: Reasearch facility investigating the applications of
nuclear technology in agriculture. It is run by the AEOI.
 Center for Agricultural Research and Nuclear Medicine at Hashtgerd, Karaj: Established
in 1991 and run by the AEOI.
 Anarak waste storage site, near Yazd.
 Ardekan Nuclear Fuel Site: Construction is reportedly scheduled to be finished in mid-2005.
 Lashkar Ab?ad pilot plant for isotope separation. Established in 2002, laser enrichment
experiments were carried out there, however, the plant has been shut down since Iran
declared it has no intentions of enriching uranium using the laser isotope separation
technique.
 Parchin: Suspected, but not confirmed facility, according to the IAEA.
 Lavizan II: Suspected, but not confirmed facility, according to the IAEA.
 Chalous: Suspected, but not confirmed facility, according to the IAEA.
     Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa – Bangsa menjatuhkan sanksi bagi
Iran melalui Resolusi 1747. Rancangan resolusi yang dirumuskan Inggris, Prancis, dan
Jerman itu disepakati oleh 5 negara anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap dewan
keamanan PBB.

     Resolusi ini memperluas sanksi atas Iran yang ditetapkan pada Desember 2006
dalam Resolusi 1737. Di antara isi Resolusi 1747 adalah larangan secara menyeluruh
ekspor senjata Iran maupun pembatasan penjualan senjata ke Iran. Isi resolusi juga
membekukan aset milik 28 lembaga atau perorangan yang berhubungan dengan
program nuklir dan rudal Iran.

     Dewan keamanan PBB memberi batas waktu 60 hari setelah resolusi agar Iran
menghentikan program nuklirnya. Jika diabaikan, dewan Keamanan bisa mengambil
langkah yang  berupa sanksi ekonomi, bukan militer.

     Iran telah meresmikan pembukaan unit-unit logistik reaktor nuklir Bushehr yang
mencakup gedung-gedung untuk mesin pemompa dan gardu listrik dengan tegangan
400 kilowatt. Peresmian ini dihadiri oleh Wakil Presiden Iran Parviz Davoodi dan Ketua
Badan Energi Atom Iran Reza Agha-zadeh. Sesuai kesepakatan yang ditandatangani
oleh Ketua Badan Federal Atom Rusia Sergei Kirienko dan Ketua Badan Energi Atom
Iran Agha-zadeh tanggal 26 September 2006, reaktor nuklir Bushehr akan diuji-
operasikan bulan September 2007.

     Reaktor nuklir Bushehr mencakup tiga tahap, pertama pembukaan unit-unit
pembantu, pengadaan bahan bakar dan pengoperasian. Menurutnya, tahap awal
meliputi pengembangan dan pelaksanaan prose pemutaran bahan bakar nuklir
sedangkan tahap kedua adalah pengembangan reaktor..

     Menyusul diratifikasinya resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1747 tentang sanksi
atas Iran, Tehran mengurangi tingkat kerjasamanya dengan IAEA. Belum selesai masa
waktu 60 hari sejak Resolusi itu dikeluarkan, Amerika Serikat telah meningkatkan
aktivitas militer di kawasan Teluk di dekat perbatasan Iran. Intelijen militer Rusia
melaporkan adanya pasukan angkatan bersenjata Amerika Serikat dekat perbatasan
Iran. Sebagaimana dilaporkan sejumlah media massa, kapal induk The USS John C.
Stennis yang mengangkut 3.200 pasukan dan sekitar 80 pesawat tempur, termasuk
pesawat pembom F/A-18 Hornet dan Superhornet, delapan kapal pendukung, dan
empat kapal selam nuklir sedang menuju Teluk. Sementara kelompok kapal induk
serupa, USS Dwight D. Eisenhower, telah berada di Teluk itu sejak Desember 2006.
Amerika Serikat juga sedang mengirimkan sistem anti-rudal Patriot ke kawasan itu. [43]
 
1. c.    Korea Utara
Korea Utara telah mencoba untuk memperoleh senjata nuklir sejak akhir tahun 1970 –
an. Krisis kembali menjadi pembicaraan utama di tahun 2002 setelah Korea utara yang
dianggap sebagai ”axis of evil” oleh Amerika Serikat dan setelah Pyongyang
mengungkapkan bahwa telah menjalankan suatu program senjata nuklir secara diam –
diam yang melanggar Nuclear Non – Proliferation Treaty (NPT) dan pakta nuklir antara
Amerika Serikat – Korea Utara. [44]
     Nuclear Non – Proliferation Treaty (NPT) menyebutkan hanya lima ”Negara Senjata
Nuklir” ( Nuclear Weapons States/ NWS) yang di ijinkan memiliki senjata nuklir , lima NWS
tersebut adalah Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Republik Rakyat China, dan Perancis.
188 Negara – negara lain yang menandatangani perjanjian tersebut sama sekali tidak
diijinkan memiliki maupun mengembangkan senjata nuklir.
     Korea telah terpecah menjadi dua bagian sejak tahun 1948. Antara Korea Utara dan
Korea Selatan secara resmi masih berperang. Penyebaran identitas kedua Amerika
Serikat di Semenanjung Korea dan militer Amerika Serikat menimbulkan daerah Korea
bebas militer yang harus dihargai oleh Korea Utara sebagai markat angkatan
perang. [45]
     Suatu dokumen yang dibocorkan pada maret 2001 memperlihatkan rencana Amerika
Serikat akan menggunakan senjata nuklir melawan Korea Utara, sehingga membuat
Korea Utara mengajukan usul kepada Amerika Serikat untuk membuat pakta
persetujuan non – agresi yang kemudian usul tersebut ditolak oleh Amerika Serikat.
Berdasarkan fakta ini, maka Korea Utara merasa perlu membuat program senjata nuklir
untuk melawan agresi yang akan dilakukan oleh Amerika Serikat.[46]
     Perhatian fokus pada dua reaktor nuklir yang terdapat di Yongbyon, kedua reaktor
merupakan pembangkit yang memiliki daya lemah yang menggunakan Magnox
teknologi. Reaktor yang lebih kecil (5MWe) diselesaikan pada tahun 1986 dan sejak
saat itu mampu memproduksi dan menyimpan 8000 perangkat bahan bakar.
Pembangunan dari reaktor yang lebih besar (50MWe) dibangun pada tahun 1984 tetapi
hingga tahun 2003 masih belum diselesaikan.reaktor yang lebih besar ini didasarkan
pada cetak biru reaktor tenaga Calder Hall yang digunakan untuk memproduksi
plutonium bagi Program Senjata Nuklir Inggris. [47]
     Pada tanggal 12 Maret 1993, Korea Utara menyatakan rencana untuk menarik diri
dari perjanjian The Nuclear of Non – Proliferation dan menolak  mengijinkan pengawas
mengakses lokasi nuklirnya. Pada tahun 1994, Amerika Serikat meyakini bahwa Korea
Utara telah mempunyai cukup plutonium untuk menghasilkan sekitar 10 bom dengan
jumlah plutonium yang semakin meningkat. Menghadapi tekanan diplomatik dan
ancaman dari penyerangan militer Amerika Serikat terhadap reaktor, Korea Utara setuju
untuk membuka program plutoniumnya sebagai bagioan dari kerangka kerjasama
dimana Korea Selatan dan Amerika Serikat bersedia menyediakan  Light Water
reactors  dan bahan bakar minyak sampai kedua reaktor dapat diselesaikan, [48] dengan
penundaan program plutoniumnya, Korea Utara yang diam – diam memulai program
untuk membuat sebuah bom yang berbahan dasar Uranium, Pakistan, negara yang
mengadakan pengembangan teknologi nuklir, memberikan kunci teknologi dan informasi
kepada Korea Utara untuk ditukarkan dengan missil yang akan digunakan dalam konflik
India – Pakistan sekitar tahun 1997. Fakta disampaikan oleh kantor mata – mata
Amerika. [49]
     Pada Oktober 2002, menurut sumber Amerika 

Anda mungkin juga menyukai