2. Berkurangnya makna kebebasan memilih dan kehendak para pihak, sebagai akibat
meluasnya campur tangan pemerintah dalam kehidupan rakyat;
Ketiga faktor ini berhubungan satu sama lain[4]. Namun prinsip kebebasan berkontrak
dan kebebasan untuk memilih tetap dipandang sebagai prinsip dasar pembentukan
kontrak.
Makna “kebebasan berkontrak” harus dihindarkan dari makna bebasnya para pihak
membentuk hukumnya sendiri. Menurut Sudargo Gautama, para pihak sama sekali tidak
mempunyai kemampuan untuk membuat undang-undang bagi diri mereka. Mereka
hanya diberikan kebebasan untuk memilih hukumnya, hukum mana yang hendak
mereka gunakan sebagai dasar dari kontrak yang dibentuknya[5].
Akibat hukum penetapan suatu kontrak adalah terikatnya para pihak untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan kontrak sebagaimana yang diperjanjikan didalam
kontrak, termasuk menerima segala akibat yang timbul dari penerapan kontrak tersebut.
Jika suatu pihak menandatangani kontrak, ia dianggap menyetujui isi kontrak itu, dan
dengan demikian juga dianggap setuju untuk terikat dan menerima akibat-akibat
pelaksanaan kontrak tersebut. Oleh karena itu, mengetahui secara tepat aspek-aspek
permasalahan materi kontrak adalah hal yang sangat penting dalam proses
pembentukan kontrak. Kesadaran terhadap kelalaian yang merugikan yang timbul
setelah terbentuknya kontrak adalah hal yang sama sekali tidak berguna. Pihak yang
lalai terhadap aspek-aspek kepentingannya, yang setelah kontrak terbentuk didasari
sebagai sesuatu yang merugikan kedudukannya, adalah hal yang tidak dapat digunakan
sebagai alasan untuk membatalkan kontrak. Oleh karena itu penguasaan informasi
selengkap-lengkapnya tentang mitra bisnis, obyek kontrak, serta aspek-aspek lain yang
berpengaruh terhadap substansi kontrak adalah hal yang sangat penting dalam
pembentukan sebuah kontrak.
Kontrak tidak selalu menguntungkan pihak pemakainya. Dalam keadaan tertentu bentuk
hukum ini bahkan dapat menyulitkan pemakainya. Mereka harus berhadapan dengan
resiko-resiko yang kadang kala sulit diperhitungkan sejak awal, yang timbul dari sifat-
sifat dasar kontrak. Dua sumber masalah yang sering menjadi pemicu timbulnya
sengketa adalah pertama, kecermatan dalam berkontrak, dan kedua adalah itikad baik
para pihak (good faith).
1. Kecermatan dalam berkontrak
b. Keahlian para pihak menggunakan saluran-saluran hukum yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas kontrak;
c. Kemampuan para pihak atau kuasa hukumnya memperhitungkan resiko yang dapat
timbul dari setiap klausula yang ditetapkan dalam kontrak;
1. pada tahun 1999, Amerika Serikat menyatakan memiliki 12.000 persediaan
persenjataan nuklir dalam berbagai jenis. [9]
2. Dalam pernyataan yang berkaitan dengan strategic Arms Reductin Treaty (START)
pada tahun 2003, Amerika Serikat membuat daftar 5968 hulu ledak nuklir yang siap
digunakan sesuai dengan defenisi dalam peraturan START. [10]
3. Untuk tahun 2004, The Bulletin of the Atomic Scientists, mengeluarkan daftar yang
menyakan bahwa Amerika Serikat memiliki sekitar 7000 hulu ledak nuklir yang
beroperasi dan 3000 cadangan hulu ledak nuklir[11]
The Bulletin of the Atomic Scientist mengeluarkan daftar yang menyatakan pada
tahun 2004 mengeluarkan data – data yang memuat persenjataan USAF dan US Navy
yang terdiri dari : [12]
1. Angkatan udara Amerika Serikat (USAF) mengoperasikan lebih dari 5000 Land –
based intercontinental ballistic and cruise missile (ICBMs) pada kurang lebih 15
kompleks rudal yang terutama terletak dibagian utara pegunungan Rocky dan di
Dakota. USAF juga mengoperasikan sebuah armada pembom strategis yang terdiri
dari 93 pesawat tipe B-1, 94 pesawat tipe B-52 dan 21 pesawat tipe B-2. Amerika
Serikat juga memiliki sekitar 850 bom nuklir gravitasi yang dapat digunakan oleh
pesawat – pesawat tempur F-15, F-16, JSF dan Panavia Tornado. Sekitar 150
diantaranya ditempatkan di sembilan pangkalan militer Amerika Serikat yang berada
di enam negara NATO di Eropa. Amerika Serikat juga menempatkan 320 buah
rudal tomahawk miliknya di Bangor, Washingtong dan King’s Bay Georgia.
2. Saat ini Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) memiliki 15 Kapal Selam Ohio-
Class Yang beroperasi di seluruh dunia. Setiap kapal selam tersebut dilengkapi 24
rudal trident, 8 diantaranya dilengkapi dengan rudal Trident I dan 10 diantaranya
dilengkapi dengan rudal Trident II. Tepatnya 12 kapal selam penyerang Amerika
Serikat dilengkapi dengan peralatan peluncur, tapi saat ini tidak membawa rudal
tomahawk.
Kebijakan Politik Amerika Serikat mengenai Senjata Pemusnah Masal yang tertuang
dalam United States National Strategy to Combat Weapons of Mass Destruction
Pada 17 September 2002, Presiden Bush dalam pidatonya berkaitan dengan The
National Security Strategy of the United States of America menyatakan : [13]
“The gravest danger our nation faces lies of the crossroads of radicalism and technology. Our
enemies are openly declared that they are seeking weapons of mass destruction and evidence
indicate that they are doing so with determination. The united states will not allow these effort to
succeed….history will judge harshly those who saw this coming danger but failed to act. In the
new world we have entered, the only path to peace and security is the path of action”
Menurut Geoge W. Bush, bahaya terbesar yang dihadapi oleh Amerika Serikat ada
pada persimpangan antara teknologi dan radikalisme. Musuh – musuh Amerika Serikat
telah secara terbuka menyatakan bahwa mereka mencari senjata pemusnah masal, dan
bukti – bukti yang ada menunjukkan bahwa memang mereka melakukan hal tersebut.
George W. Bush mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan membiarkan usaha
tersebut berhasil . menurutnya pula bahwa sejarah akan mengecam keras pihak – pihak
yang diam saja ketika melihat ada bahaya yang datang. Dalam dunia baru yang
dimasuki saat ini, satu – satunya jalan untuk mencapai perdamaian dan keamanan
adalah dengan melakukan berbagai tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan hal
tersebut.
Dari pidato tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan politik AS menyangkut
senjata pemusnhak masal adalah dengan melakukan berbagai tindakan pencegahan
untuk menghentikan usaha pihak – pihak yang dianggap musuh negara untuk
mendapatkan senjata pemusnah masal , dimana pihak – pihak tersebut dianggap akan
membayakan perdamaian dan keamanan AS tindakan – tindakan yang diambil adalah
dengan memanfaatkan semua kesempatan yang ada saat ini, termasuk penerapan
teknologi – teknologi baru yang ada, peningkatan signifikan atas pengumpulan data –
data dan analisis intelejen, penguatan kerjasama dari para sekutu Amerika Serikat dan
perjalinan kerjasama baru dengan musuh – musuh AS terdahulu.
Kebijakan tersebut sejalan dengan tujuan PBB dan ketiga konvensi internasional
menyangkut senjata pemusnah masal yang pada garis besarnya adalah untuk menjalin
kerjasama internasional dalam penghentian pengembangan dan penyebaran senjata
pemusnah masal yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasinal. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa AS sangat mengkhawatirkan
penggunaan senjata pemusnah masal oleh musuh – musuh mereka dapat menimbulkan
kerusakan yang amat besar bagi negaranya, kekuatan militernya di luar negeri serta
sekutu – sekutunya.
“Weapons of mass destruction could enable adversaries to inflict massive harm on the united
states, our military forces at home and abroad and our friends and allies. Some states including
several that have supported and continue to support terrorism , already process WMD and are
seeking even greater capabilities, as tools of coercion and intimidation. For them, these are not
weapons of last resort, but military useful weapons of choice intended to overcome our nation’s
advantage in conventional forces and to deter us from responding to aggression against our
friends and allies in region of vital interest. In addition, terrorist groups are seeking to acquire
WMD with the stated purpose of killing large numbers of our people and those of friends and
allies – without compunction and without warning. “[14]
AS juga mengkhawatirkan tindakan beberapa pemilik senjata pemusnah masal, yang
mendukung berbagai kegiatan terorisme dan terus mencari lagi teknologi senjata
pemusnah masal terbaru sebagai alat untuk melakukan intimidasi dan ancaman agar
dapat memaksa suatu pihak tertentu melakukan keinginannya. AS menganggap bahwa
senjata pemusnah masal yang dimiliki oleh pihak – pihak yang disebutkan diatas,
digunakan bukan sebagai senjata terakhir, tapi sebagai salah satu senjata pilihan untuk
perangkat militer sehari – hari dalam usahanya untuk menandingi kekuatan militernya
yang memiliki berbagai kelebihan . tindakan tersebut dilakukan untuk mencegah AS
dalam mengambil tindakan untuk menanggapi serangan yang dilakukan pada
kepentingan – kepentingan AS di luar negeri. AS juga menyatakan bahwa para teroris
mencari senjata pemusnah masal dengan tujuan yang jelas, membahayakan populasi
AS dan para sekutunya dalam jumlah besar dengan tanpa penyesalan dan
pemberitahuan.
Oleh karena itu, AS menyusun suatu rumusan kebijakan dalam memerangi senjata
pemusnah masal yang dimuliki berbagai pihak terutama oleh pihak – pihak yang
dianggap sebagai musuhnya dan dapat membahayakan berbagai kepentingan AS dan
sekutu – sekutunya. Kebijakan tersebut disebut dengan National Strategy to Combat
Weapons of Mass Destruction yang dikeluarkan pada desember 2002. dalam kebijakan
tersebut terdapat tiga pilar utama strategi nasional dalammenghadapi senjata pemusnah
masal, ketiga pilar tersebut adalah: [15]
1. Counter Proliferation to combat WMD Use
Kepemilikan dan kemungkinan peningkatan penggunaan senjata pemusnah masal
oleh negara – negara tidak bersahabat dan teroris adalah merupakan suatu realitas
keamanan yang ada saat ini. Sehingga merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan
oleh militer dan penduduk sipil AS dalam melakukan berbagai persiapan untuk
mencegah dan mempertahankan diri dari semua kemungkinan akibat penggunaan
senjata pemusnah masal. Pemerintah bush meyakinkan bahwa semua kemampuan
yang dibutuhkan untuk melawan senjata pemusnah masal terintegrasi secara penuh
dalam sebuah perubahan rencana pertahanan darurat dan dalam profil kemanan dalam
negeri AS. Usaha untuk menghadapi penyebaran dan peningkatan tersebut juga akan
terintergrasi secara penuh dalam doktrin dasar, pelatihan dan melengkapi semua
kekuatan yang ada, untuk meyakinkan bahwa semua sumber daya yang tersedia
mampu untuk melaksanakan operasi yang bertujuan untuk mendapatkan pemecahan
dalam menghadapi serangan senjata pemusnah masal. Usaha – usaha yang diambil
dalam melawan penyebaran dan penggunaan senjata pemusnah masal itu adalah :
a. Interdiction[16]
Mencegah penggunaan oleh musuh, yaitu dengan meningkatkan kemampuan
komunitas militer, intelejen, teknik dan penegakan hukum untuk mencegah pergerakan
materi, teknologi dan ahli senjata pemusnah masal ke negara – negara berbahaya dan
organisasi teroris;
b. Deterrence[17]
Melakukan tindakan pencegahan, yaitu dengan membuat suatu kebijakan politik
yang sangat kuat dan meningkatkan effektivitas kemampuan militer, beserta dengan
penggunaan diplomasi politik kepada negara – negara yang dianggap bersebrangan
untuk membujuk tidak mencari senjata pemusnah masal dan menggunakan senjata
pemusnah masal.
Akhirnya militer AS dan kekuatan penegakan hukum nasional diharus untuk selalu
siap merespon setiap bentuk ancaman dengan menggagalkan ancaman serangan atau
serangan yang sedang berlangsung dan menghilangkan ancaman serangan dimasa
yang akan datang. Sejalan dengan upaya pencegahan, dibutuhkan sebuah respon
efektif yang membutuhkan suatu tambahan teknologi yang baru dan cepat dan
kemampuan menyerang yang kuat. AS harus mempercepat upaya – upayanya untuk
menambah kemampuan – kemampuan baru mengalahkan senjata pemusnah masal
dan fasilitas – fasilitasnya.
5. U.S. Export Controls[23]
Memperbaharui dan memperkuat pengendalian ekspor sehingga dapat mencegah
penyebaran senjata pemusnah masal dan bahannya keluar dari Amerika Serikat;
6. Nonproliferation Sanction, [24]
Mengembangkan suatu sistem yang dapat memberikan sanksi yang cukup berat
sehingga diharapkan dapat efektif mencegah penyebaran senjata pemusnah masal dan
bahan – bahannya.
The united states has a critical need for cutting – edge technology that can quickly and effectively
detect, analyze, facilitate interdiction of, defense against, defeat, and mitigate the consequences
of WMD Nomerous United States Government departments and agencies are currently
engagedin the essential research and development to support our overall strategy against WMD
proliferation[25]
Amerika Serikat juga menyatakan bahwa negara tersebut sangat membutuhkan
teknologi terbaru yang dapat secara tepat dan efektif mendeteksi, menganalisa, dan
memfasilitasi suatu larangan, pertahanan dalam melawan, mengalahkan, dan
mengurangi konsekuensi dari senjata pemusnah masal . berbagai departemen dan
lembaga – lembaga dalam pemerintahan Amerika Serikat pada saat ini sedang
melakukan berbagai penelitian penting dan pengembangan beragam teknologi untuk
mendukung keseluruhan strategi dalam menghadapi penyebaran dan peningkatan
jumlah senjata pemusnah masal.
Resolusi ini memperluas sanksi atas Iran yang ditetapkan pada Desember 2006
dalam Resolusi 1737. Di antara isi Resolusi 1747 adalah larangan secara menyeluruh
ekspor senjata Iran maupun pembatasan penjualan senjata ke Iran. Isi resolusi juga
membekukan aset milik 28 lembaga atau perorangan yang berhubungan dengan
program nuklir dan rudal Iran.
Dewan keamanan PBB memberi batas waktu 60 hari setelah resolusi agar Iran
menghentikan program nuklirnya. Jika diabaikan, dewan Keamanan bisa mengambil
langkah yang berupa sanksi ekonomi, bukan militer.
Iran telah meresmikan pembukaan unit-unit logistik reaktor nuklir Bushehr yang
mencakup gedung-gedung untuk mesin pemompa dan gardu listrik dengan tegangan
400 kilowatt. Peresmian ini dihadiri oleh Wakil Presiden Iran Parviz Davoodi dan Ketua
Badan Energi Atom Iran Reza Agha-zadeh. Sesuai kesepakatan yang ditandatangani
oleh Ketua Badan Federal Atom Rusia Sergei Kirienko dan Ketua Badan Energi Atom
Iran Agha-zadeh tanggal 26 September 2006, reaktor nuklir Bushehr akan diuji-
operasikan bulan September 2007.
Reaktor nuklir Bushehr mencakup tiga tahap, pertama pembukaan unit-unit
pembantu, pengadaan bahan bakar dan pengoperasian. Menurutnya, tahap awal
meliputi pengembangan dan pelaksanaan prose pemutaran bahan bakar nuklir
sedangkan tahap kedua adalah pengembangan reaktor..
Menyusul diratifikasinya resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1747 tentang sanksi
atas Iran, Tehran mengurangi tingkat kerjasamanya dengan IAEA. Belum selesai masa
waktu 60 hari sejak Resolusi itu dikeluarkan, Amerika Serikat telah meningkatkan
aktivitas militer di kawasan Teluk di dekat perbatasan Iran. Intelijen militer Rusia
melaporkan adanya pasukan angkatan bersenjata Amerika Serikat dekat perbatasan
Iran. Sebagaimana dilaporkan sejumlah media massa, kapal induk The USS John C.
Stennis yang mengangkut 3.200 pasukan dan sekitar 80 pesawat tempur, termasuk
pesawat pembom F/A-18 Hornet dan Superhornet, delapan kapal pendukung, dan
empat kapal selam nuklir sedang menuju Teluk. Sementara kelompok kapal induk
serupa, USS Dwight D. Eisenhower, telah berada di Teluk itu sejak Desember 2006.
Amerika Serikat juga sedang mengirimkan sistem anti-rudal Patriot ke kawasan itu. [43]
1. c. Korea Utara
Korea Utara telah mencoba untuk memperoleh senjata nuklir sejak akhir tahun 1970 –
an. Krisis kembali menjadi pembicaraan utama di tahun 2002 setelah Korea utara yang
dianggap sebagai ”axis of evil” oleh Amerika Serikat dan setelah Pyongyang
mengungkapkan bahwa telah menjalankan suatu program senjata nuklir secara diam –
diam yang melanggar Nuclear Non – Proliferation Treaty (NPT) dan pakta nuklir antara
Amerika Serikat – Korea Utara. [44]
Nuclear Non – Proliferation Treaty (NPT) menyebutkan hanya lima ”Negara Senjata
Nuklir” ( Nuclear Weapons States/ NWS) yang di ijinkan memiliki senjata nuklir , lima NWS
tersebut adalah Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Republik Rakyat China, dan Perancis.
188 Negara – negara lain yang menandatangani perjanjian tersebut sama sekali tidak
diijinkan memiliki maupun mengembangkan senjata nuklir.
Korea telah terpecah menjadi dua bagian sejak tahun 1948. Antara Korea Utara dan
Korea Selatan secara resmi masih berperang. Penyebaran identitas kedua Amerika
Serikat di Semenanjung Korea dan militer Amerika Serikat menimbulkan daerah Korea
bebas militer yang harus dihargai oleh Korea Utara sebagai markat angkatan
perang. [45]
Suatu dokumen yang dibocorkan pada maret 2001 memperlihatkan rencana Amerika
Serikat akan menggunakan senjata nuklir melawan Korea Utara, sehingga membuat
Korea Utara mengajukan usul kepada Amerika Serikat untuk membuat pakta
persetujuan non – agresi yang kemudian usul tersebut ditolak oleh Amerika Serikat.
Berdasarkan fakta ini, maka Korea Utara merasa perlu membuat program senjata nuklir
untuk melawan agresi yang akan dilakukan oleh Amerika Serikat.[46]
Perhatian fokus pada dua reaktor nuklir yang terdapat di Yongbyon, kedua reaktor
merupakan pembangkit yang memiliki daya lemah yang menggunakan Magnox
teknologi. Reaktor yang lebih kecil (5MWe) diselesaikan pada tahun 1986 dan sejak
saat itu mampu memproduksi dan menyimpan 8000 perangkat bahan bakar.
Pembangunan dari reaktor yang lebih besar (50MWe) dibangun pada tahun 1984 tetapi
hingga tahun 2003 masih belum diselesaikan.reaktor yang lebih besar ini didasarkan
pada cetak biru reaktor tenaga Calder Hall yang digunakan untuk memproduksi
plutonium bagi Program Senjata Nuklir Inggris. [47]
Pada tanggal 12 Maret 1993, Korea Utara menyatakan rencana untuk menarik diri
dari perjanjian The Nuclear of Non – Proliferation dan menolak mengijinkan pengawas
mengakses lokasi nuklirnya. Pada tahun 1994, Amerika Serikat meyakini bahwa Korea
Utara telah mempunyai cukup plutonium untuk menghasilkan sekitar 10 bom dengan
jumlah plutonium yang semakin meningkat. Menghadapi tekanan diplomatik dan
ancaman dari penyerangan militer Amerika Serikat terhadap reaktor, Korea Utara setuju
untuk membuka program plutoniumnya sebagai bagioan dari kerangka kerjasama
dimana Korea Selatan dan Amerika Serikat bersedia menyediakan Light Water
reactors dan bahan bakar minyak sampai kedua reaktor dapat diselesaikan, [48] dengan
penundaan program plutoniumnya, Korea Utara yang diam – diam memulai program
untuk membuat sebuah bom yang berbahan dasar Uranium, Pakistan, negara yang
mengadakan pengembangan teknologi nuklir, memberikan kunci teknologi dan informasi
kepada Korea Utara untuk ditukarkan dengan missil yang akan digunakan dalam konflik
India – Pakistan sekitar tahun 1997. Fakta disampaikan oleh kantor mata – mata
Amerika. [49]
Pada Oktober 2002, menurut sumber Amerika