Anda di halaman 1dari 9

Nama : Sando Vanser Sirilius Manalu

NIM : 042775861
Mata Kuliah : Tata Cara Pelaksanaan Perpajakan

JAWABAN TUGAS 3
1. A. Mekanisme Penagihan Pajak

Prosedur
Menjual barang yang disita
Penagihan Pajak
(pelelangan) yang
dilakukan apabila dalam 14
Menagih hari wajib pajak tidak
seketika dan melunasi utang pajaknya
sekaligus

Melaksanakan
Surat Teguran penyitaan
atau Peringatan dengan Surat
Memberikan Surat Mengusulkan Sita yang
Paksa tepat 21 hari pencegahan, seperti Melaksanakan diberikan 2×24
setelah Surat pemblokiran rekening penyanderaan jam Surat
Teguran diterbitkan dan pencegahan Paksa
bepergian ke luar negeri diterbitkan

B. Penagihan Dengan Surat Paksa dan Hak Wajib Pajak

Penagihan
Dengan Surat
Paksa

Terdapat jumlah pajak yang


masih harus dibayar Pajak tidak dibayar oleh
berdasarkan STP, SKPKB, penanggung pajak sesuai
Menyebabkan jumlah
serta SKPKBT, dan Surat dengan jangka waktu yang
pajak yang masih
Keputusan Pembetulan, Surat telah ditentukan yaitu
harus dibayar
Keputusan Keberatan, paling lambat 21 hari
bertambah.
Putusan Banding serta setelah Surat Teguran
Putusan Peninjauan Kembali diterbitkan.
(PK).
Anda dapat mengajukan
angsuran dan penundaan Hak Wajib Pajak Anda dapat Mengajukan
pembayaran utang pajak dalam sanggahan atas objek
Penagihan sita

Anda dapat mengajukan


Permohonan pengurangan
atau penghapusan sanksi Anda dapat mengajukan
administrasi gugatan atas pelaksanaan
penyanderaan ke
Anda dapat mengajukan Pengadilan Negeri
gugatan atas
pelaksanaan Surat
Untuk SKPKB/SKPKBT Paksa, Surat Perintah
mulai Tahun Pajak 2008 Melaksanakan
sampai sekarang yang Penyitaan, atau
tidak disetujui oleh Anda Pengumuman Lelang,
pada saat pembahasan Keputusan Pencegahan
akhir pemeriksaan, dalam Rangka
penagihan pajak menjadi Penagihan Pajak ke
tertangguh Pengadilan Pajak

2.
A. Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak yang berlaku
di Indonesia dimana sistem ini membebankan penentuan besaran pajak yang perlu
dibayarkan oleh wajib pajak bersangkutan secara mandiri. Siapa itu wajib pajak? Wajib
Pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan
melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau dapat melalui
sistem administrasi online yang telah dibuat oleh pemerintah.

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan perpajakan yang


memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang
pada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Dalam sistem ini, wajib
pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan
Pajak oleh fiskus.
No Uraian Self-Assessment Official-Assessment
.
1. Penentuan Wajib Pajak yang Fiskus yang
pajak yang menghitung, menghitung,
terutang memperhitungkan, memperhitungkan,
menyetorkan dan menyetorkan dan
melaporkan sendiri melaporkan sendiri
pajak yang terutang pajak yang terutang
2. Wewenang Wajib Pajak Sendiri Fiskus
untuk
menetapkan
besarnya pajak
yang terutang
3. Timbulnya Fiskus tidak ikut Fiskus menetapkan
Utang pajak campur dan hanya Surat Ketetapan Pajak
mengawasi
4. Tingkat Wajib Pajak Fiskus
penyalahgunaan
wewenang

B. Wajib pajak akan menerima surat ketetapan pajak ketika ada kekeliruan dalam
pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) atau ditemukannya data pajak yang
tidak dilaporkan, maka Ditjen Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak (SKP)
untuk Anda. SKP berfungsi sebagai sarana untuk menagih kekurangan pajak,
mengembalikan jika ada kelebihan bayar pajak, memberitahukan jumlah pajak
terutang, mengenakan sanksi administrasi perpajakan, serta menagih pajak.

C. Permohonan pengembalian kelebihan pembayraan pajak menurut SPT dikabulkan


jika sesuai prosedur dan memnuhi ketentuan dirjen pajak, anta lain:

Jika jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pajak yang
terutang, prosedurnya antara lain:

1. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Dirjen Pajak melalui
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau berdomisili.
2. Dirjen Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
 Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang;
 Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah
Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai tersebut; atau
 Pajak Penjualan atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.
SKPLB diterbitkan oleh Dirjen Pajak paling lama 12 bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap.

Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Dirjen Pajak tidak
memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan. SKPLB diterbitkan
dalam waktu paling lambat satu bulan setelah jangka waktu berakhir. Apabila SKPLB
terlambat diterbitkan, WP akan diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung
sejak berakhirnya jangka waktu satu bulan tersebut sampai dengan saat diterbitkan
SKPLB.

Ketentuan Dirjen Pajak


Dirjen pajak akan melakukan identifikasi lebih dalam terkait permohonan pengembalian
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam waktu tiga bulan sejak
permohonan diterima dan diajukan. Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang
seharusnya tidak terutang, maka Dirjen Pajak akan memberitahu secara tertulis kepada
Wajib Pajak.

D. Tujuan pembuat Undang-Undang memberikan wewenang kepada adminstrasi


perpajakan untuk menerbitkan SKP KBT atau SKP LBT bertujuan agar pajak yang
diterima oleh negara sesuai dan administrasi perpakan yang menerbitkan karena ialah
yang tau atau memiliki data mengenai wajib pajak yang kurang bayar atau lebih bayar

E. Tidak ada tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak karena SKPN berfungsi hanya
sebagai memberitahukan kepada wajib pajak bahwa jumlah nominal yang dibayarkan
harus sama besarnya dengan jumlah pajak terutang.

F. Surat Ketetapan Pajak (SKP)


SKP adalah surat yang diterbitkan atas hasil pemeriksaan untuk menetapkan bahwa wajib
pajak memiliki kurang bayar, lebih bayar atau nihil yang diakibatkan ketidakbenaran
dalam mengisi SPT.

Fungsi SKP:
 Untuk melakukan koreksi fiskal atas WP yang tidak memenuhi kewajiban formal
dan materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
 Untuk memberikan sanksi administrasi kepada WP yang melanggar.
 Untuk mengembalikan kelebihan pajak
 Untuk menginformasikan jumlah pajak terutang dari WP

Surat Tagihan Pajak (STP)


Surat tagihan pajak adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan penagihan atas
tagihan pajak atau sanksi administrasi.

Fungsi STP:
 Untuk menagih koreksi jumlah pajak terutang menurut SPT Wajib Pajak
 Untuk menagih sanksi berupa bunga atau denda.
Penerbitan Surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak
Penerbitan Surat Ketapan Pajak Sebelum Wajib Pajak Mempunyai NPWP. Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk Masa Pajak,
Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan
NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, apabila diperoleh data dan/atau informasi yang
menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak.
Berdasarkan sistem self assessment, kewajiban perpajakan Wajib Pajak ditentukan oleh
terpenuhinya persyaratan subjektif dan objektif. Dengan demikian, surat ketetapan pajak
dan/atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dapat diterbitkan
sebelum Wajib Pajak tersebut diberikan atau diterbitkan NPWP atau dikukuhkan sebagai
PKP, dapat diterbitkan apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan
adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak.
Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Setelah Penghapusan NPWP
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah
penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila setelah penghapusan
NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yang
menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak.
Penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau STP dapat juga dilakukan apabila setelah
penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP diperoleh data dan/atau informasi
yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum atau setelah
penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP.

G. Tidak dapat karena, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/ atau
bunga. Seperti yang tertera di Pasal 14 ayat (1) huruf c UU KUP, sanksi administrasi
yang dapat ditagih dengan STP hanya berupa denda dan/ atau bunga, artinya tidak
mungkin terbit STP atas penagihan sanksi kenaikan.
Sanksi yang dapat diterbitkan melalui STP yang terdapat dalam UU KUP yaitu : Sanksi
denda Pasal 7 ayat (1), Sanksi bunga Pasal 8 ayat (2), Sanksi bunga Pasal 8 ayat (2a),
Sanksi bunga Pasal 9 ayat (2a), Sanksi bunga Pasal 9 ayat (2b), Sanksi bunga Pasal 19
ayat (1), Sanksi bunga Pasal 19 ayat (2), Sanksi bunga Pasal 19 ayat (3), Sanksi denda
Pasal 25 ayat (9), Sanksi denda Pasal 27 ayat (5a)

H. Apabila juru sita pajak menyampaikan surat paksa sedangkan di tempat tersebut tidak
ditemui wajib pajak, penyampaian surat paksa dapat dilaksanakan dengan cara surat
paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada Pegawai tetap di tempat
kedudukan atau tempat usaha badan

I. Yang terjadi kalau wajib pajak memang tidak mempunyai harta untuk membayar utang
pajak wajib pajak akan dilimpahkan ke ahli warisnya. Pasal 2 ayat (3) huruf c UU
36/2008, yang berbunyi: Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang
pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam
pengertian Undang-Undang ini mengikuti status pewaris. Atau jika ahli waris nya juga
tidak memiliki harta maka akan dilakukan Penyandraan. Adapun arti penyanderaan
menurut Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa (“UU 19/2000”) adalah:
Pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di
tempat tertentu. Menyambung pernyataan, memang benar penyanderaan hanya dapat
dilakukan terhadap penanggung pajak yang punya utang pajak minimal sebesar Rp100
juta dan diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utangnya.

Agar penyanderaan tidak dilaksanakan sewenang-wenang, maka harus memenuhi 2


syarat, yaitu:
 Syarat Kuantitatif, yaitu apabila penanggung pajak mempunyai utang pajak
sekurang-kurangnya Rp100 juta; dan
 Syarat Kualitatif, yaitu diragukannya iktikad baik penanggung pajak dalam
melunasi utang pajaknya dan telah dilaksanakan penagihan pajak sampai dengan
surat paksa.
J. pengajuan keberatan terhadap ketetapan otoritas pajak merupakan hal yang lumrah
dilakukan. Sebab, sejak proses pemeriksaan, sering kali pemeriksa pajak memiliki
perbedaan pendapat dengan wajib pajak atas suatu sengketa perpajakan.
Oleh karena itulah, untuk menjamin keadilan bagi wajib pajak, UU KUP memberikan
hak mengajukan keberatan atas hasil pemeriksaan yang termuat dalam suatu ketetapan
otoritas pajak.
Dalam penyelesaian sengketa pajak melalui keberatan ini, DJP sering disebut sebagai
peradilan semu (Soemitro, 1991). Proses keberatan memberikan kesempatan pada wajib
pajak untuk tidak menyetujui jumlah angka yang ditetapkan oleh pemeriksa pajak.
Kesempatan diberikan apabila wajib pajak tidak puas atas hasil tersebut dan memiliki
dasar dan bukti yang kuat atas perhitungan mereka. Kesempatan ini mencerminkan asas
keadilan yang dipegang oleh pemerintah atas setiap perbedaan jumlah pajak terutang
yang dihitung oleh kedua belah pihak.
Ruang Lingkup Keberatan
TIDAK semua jenis ketetapan pajak bisa diajukan keberatan. Sesuai dengan Pasal 25
ayat (1) UU KUP, keberatan hanya dapat diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak atas:
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); atau
 Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sesuai Pasal 1 UU KUP, SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Sementara itu, SKPKBT merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan
atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Timbulnya ketetapan ini biasanya dikarenakan
adanya data baru yang belum terungkap pada saat pemeriksaan sebelumnya pada tahun
pajak yang bersangkutan.
Adapun SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang
atau seharusnya tidak terutang. Timbulnya pajak lebih bayar ini disebabkan karena kredit
pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dibayar.
Sementara itu, SKPLN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak. Simak ‘Inilah Pengertian SKP’
Perlu dicatat bahwa keberatan tidak hanya dapat diajukan atas keempat jenis surat
ketetapan pajak di atas. Keberatan juga dapat dilakukan apabila wajib pajak tidak setuju
dengan hasil pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga
sebagai pemotong pajak. Simak artikel ‘Perbedaan Pemotongan dan Pemungutan Pajak’.

K. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung
pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan
gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, hal yang
dapat diajukan gugatan yaitu :
 pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
 keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
 keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
 penerbitan Surat Keputusan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
L. Alasan adanya hak untuk mengajukan peninjauan kembali putusan PP bertujuan untuk
menjamin hak asasi manusia (HAM) yang seluas-luasnya sesuai dengan Pasal 28D UUD
1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”

Terima Kasih
Sumber: MODUL DAN INTERNET

Anda mungkin juga menyukai