Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI TERHADAP


STRES PENGASUHAN ORANG TUA YANG MELAKUKAN
PEMBELAJARAN DARI RUMAH

KELOMPOK 5
APRILITHA PUSPITASARI (09)
DZUL IKRAM JAMAL (13)
MUH. FADEL KARIM (18)
NURUL QALBI EKA PUTRI (22)
RYAN AURIEL MUNINDA (29)
HAMSYA (36)

SMA NEGERI 04 MAKASSAR


2022
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL....................................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................v

DAFTAR TABEL............................................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Keaslian Penelitian.............................................................................................................13
C. Rumusan Masalah..............................................................................................................15
D. Tujuan Penelitian................................................................................................................15
E. Manfaat Penelitian..............................................................................................................15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................17

A. Stres Pengasuhan................................................................................................................17
1. Definisi Stres Pengasuhan........................................................................................17
2. Aspek-Aspek Stres Pengasuhan..............................................................................18
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Stres Pengasuhan......................................19
B. Regulasi Emosi....................................................................................................................22
1. Definisi Regulasi Emosi............................................................................................22
2. Aspek-Aspek Regulasi Emosi.................................................................................23
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Regulasi Emosi..........................................25
C. Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Stres Pengasuhan..............................26
D. Kerangka Pikir....................................................................................................................29
E. Hipotesis................................................................................................................................30

ii
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................................................31

A. Identifikasi Variabel Penelitian......................................................................................31


B. Definisi Operasional Variabel Penelitian....................................................................31
C. Populasi dan Sampel Penelitian.....................................................................................32
D. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................................34
E. Teknik Analisis Data.........................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................38

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambal 1. Grafik anak mengaku mengalami kekerasan fisik dari orangtua...................4

Gambal 2. Grafik pelaku kekerasan pada anak........................................................................4

Gambal 3. Grafik orangtua melakukan kekerasan fisik pada anak....................................5

Gambal 4. Grafik orangtua melakukan kekerasan psikis pada anak..................................5

Gambal 5. Bagan Kerangka Pikir...............................................................................................29

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint uji coba skala Regulasi Emosi.................................................................35


Tabel 2. Blueprint uji coba skala Stres Pengasuhan..............................................................36

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia saat ini tengah dihadapkan pada isu global yang meresahkan seluruh

masyarakat di berbagai negara karena munculnya penyakit menular yaitu Corona

Virus Disease (COVID-19) yang ditemukan di Wuhan, Cina pada akhir tahun

2019 (WHO, 2020). Penyebaran COVID-19 sangat pesat, terutama di Indonesia

ditandai dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 dan kematian yang

terus meningkat, sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat Indonesia

(PMK, 2020). Data dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi

Nasional (KPCPEN) mengenai perkembangan angka positif COVID-19 di

Indonesia pada awal bulan Maret 2020 hingga Mei 2021 sudah mencapai

1.697.305 jiwa, meninggal dunia sebanyak 46.496 jiwa dan dinyatakan sembuh

sebanyak 1.552.532 jiwa (KPCPEN, 2021).

Dalam rangka mengantisipasi penularan COVID-19, maka pemerintah

Indonesia menerapkan sebuah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar

(PSBB) guna memutus mata rantai penyebaran COVID-19. PSBB merupakan

pembatasan kegiatan tertentu pada penduduk dalam suatu wilayah yang terinfeksi

COVID-19 (Putra, 2020). Kondisi tersebut mengharuskan masyarakat banyak

menghabiskan waktu di rumah, sehingga berdampak pada pekerjaan serta

pendidikan, dimana bekerja dan bersekolah hanya dapat dilaksanakan dari rumah.

1
2

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan

kebijakan tentang penyesuaian pembelajaran selama masa pandemik, salah

satunya yaitu metode Belajar Dari Rumah (BDR) secara daring, dimana kegiatan

belajar mengajar tetap dilaksanakan dari rumah yang ditangani langsung oleh

orangtua masing-masing peserta didik (Kemendikbud, 2020). Dalam Surat Edaran

Nomor 4 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan di Masa Darurat

Penyebaran Corona Virus Disease ( COVID-19) yaitu guru tidak lagi difokuskan

untuk mengejar target kurikulum, melainkan membekali peserta didik dengan

kemampuan yang sarat akan nilai-nilai penguatan karakter, sehingga belajar dari

rumah tidak membebani guru dan orangtua, serta peserta didik (Kemendikbud,

2020). Fakta di lapangan orangtua dan anak masih mengalami masalah karena

belajar dari rumah, dimana orangtua dan siswa merasa kewalahan karena

banyaknya tugas yang diberikan oleh guru (Rochim & Zubaidah, 2020).

Hasil penelitian Wardani dan Ayriza (2020) mengenai kendala-kendala

orangtua dalam mendampingi anak belajar dari rumah di masa pandemik COVID-

19 yaitu, orangtua kurang memahami materi atau pelajaran anak, kesulitan dalam

menumbuhkan minat belajar anak, tidak memiliki cukup waktu untuk

mendampingi anak karena harus bekerja, tidak sabar mendampingi anak saat

belajar dari rumah, dan kesulitan dalam mengoperasikan gawai, serta kendala

terkait jangkauan layanan internet. Belajar dari rumah membuat anak lebih

banyak bermain dan sulit mendengar arahan orangtua karena anak menganggap di

rumah adalah tempat bermain bukan belajar (Cahyati & Kusumah, 2020). Hasil
3

penelitian yang dilakukan oleh Tabi’in (2020) menemukan bahwa tinggal di

rumah di masa pandemik memunculkan masalah pada anak-anak, seperti anak

menjadi lebih manja, dan perubahan tingkah laku, sehingga masalah yang dialami

anak selama berada di rumah membuat orangtua menjadi lebih stres.

Berada di rumah selama pandemik membuat anak lebih banyak menuntut

orangtua karena anak kurang mandiri dan kurang eksploratif ketika hanya berada

dalam rumah, dan anak menjadi lebih manja ketika belajar serta sulit diatur

(Tabi'in, 2020). Masalah yang dirasakan selama pandemik tidak hanya dirasakan

oleh orangtua karena masalah yang ditimbulkan oleh anak, namun masalah

pribadi orangtua seperti kurangnya pengetahuan dan keterampilan dapat

menyebabkan orangtua mengalami stres. Wawancara awal pada 3 Februari 2021

yang peneliti lakukan dengan tiga narasumber yang mendampingi anak belajar

dari rumah yakni, ibu berinisial F (36 tahun) perkerjaan wirausaha, N (38 tahun)

pekerjaan ibu rumah tangga, dan AST (43 tahun) pekerjaan ibu rumah tangga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga narasumber tersebut, dapat peneliti

simpulkan bahwa belajar dari rumah tidak efektif karena anak tidak memahami

materi, banyak menuntut, tidak fokus ketika belajar di rumah, kewalahan, sering

marah, dan kesulitan mengontrol emosi serta harus mengerjakan pekerjaan sehari-

hari.

Pendampingan penuh yang dilakukan orangtua selama belajar dari rumah di

masa pandemik COVID-19 dapat menyebabkan orangtua melakukan kekerasan

kepada anak. Berdasarkan hasil survei pada tanggal 6 Juli 2020 tentang Pemenuhan
4

Hak dan Perlindungan Anak pada Masa Pandemik COVID-19 yang dilaksanakan

oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 25.164 orangtua dan 14.169

anak di 34 provinsi di Indonesia di masa pandemik COVID-19 (KPAI, 2021),

menghasilkan data sebagai berikut:

Anak mengaku mengalami kekerasan fisik dari orangtua, yakni:

Gambar 1. Grafik anak mengaku mengalami kekerasa fisik dari


orangtua selama BDR (sumber: Data survei KPAI)

Anak juga mengaku yang melakukan kekerasan selama BDR, yakni:

Gambar 2. Grafik pelaku kekerasan pada anak selama BDR


(sumber: Data survei KPAI)
5

Orangtua mengakui melakukan kekerasan fisik kepada anak, yakni:

Gambar 3. Grafik orangtua melakukan kekerasan fisik selama BDR pada anak
(Sumber: Data survei KPAI)

Orangtua mengakui melakukan kekerasan psikis kepada anak, yakni:

Gambar 4. Grafik orangtua melakukan kekerasan psikis selama BDR pada anak
(Sumber: Data survei KPAI)
6

Berdasarkan data survei dari KPAI tersebut menunjukkan bahwa selama

belajar dari rumah di masa pandemik COVID-19 menyebabkan pengasuh atau

yang mendampingi anak belajar (ibu, ayah, kakak, dan lain-lain) melakukan

kekerasan dan presentasi tertinggi pelaku kekerasan yaitu dilakukan oleh ibu.

Kekerasan yang dilakukan kepada anak yakni, kekerasan fisik (misalnya,

mencubit, memukul, menjewer, mendorong, menarik, menampar, dan lain-lain)

dan kekerasan psikis (misalnya, memarahi, memelototi, membentak,

membanding-bandingkan dengan anak lain, mengancam, dan lain-lain). Ibu

sebagai orangtua yang lebih banyak berinteraksi dan mengasuh anak selama di

rumah di masa pandemik membuat ibu lebih banyak mengalami stres, terlebih

lagi pada ibu yang bekerja (Marliani, dkk, 2020).

Kasus kekerasan yang terjadi pada tanggal 26 Agustus 2020 di Tangerang

hingga berakhir pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kepada anak yang masih

duduk dibangku kelas 1 SD karena kesulitan memahami materi pelajaran ketika

belajar daring. Ibu (pelaku) melakukan kekerasan fisik kepada anak yaitu

mencubit-cubit paha, kemudian memukul-mukul tubuh korban dengan gagang

sapu hingga meninggal dunia dan ibu (pelaku) mengakui bahwa tidak berniat

membunuh anaknya tetapi hanya terbawa emosi (Nazmudin, 2020). Kasus

penganiayaan anak juga terjadi di Pare-Pare pada 19 September 2020, dimana ibu

memukul anak dengan balok kayu lantaran anak yang sedang berada di rumah

mertuanya dilaporkan oleh guru bahwa anaknya sudah sepuluh hari tidak

mengikuti pelajaran daring, akibatnya korban mengalami lebam dikedua


7

tangannya (Syamsuddin, 2020). Informasi tersebut menunjukkan bahwa belajar

dari rumah selama pandemik menyebabkan orangtua khususnya ibu melakukan

kekerasan fisik maupun psikis kepada anak.

Ibu melakukan kekerasan kepada anak karena adanya tekanan yang dialami

dan respon emosi orangtua yang kurang tepat dalam menghadapi stres. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2015) yaitu semakin tinggi tingkat

stres pengasuhan yang dialami orangtua, maka semakin tinggi pula

kecenderungan perilaku kekerasan orangtua terhadap anak, begitupun sebaliknya.

Ketidakmampuan orangtua menghadapi stres pengasuhan dapat menyebabkan

orangtua mudah melakukan tindakan kekerasan yang akhirnya akan berdampak

buruk pada pembentukan kepribadian anak, dan menyebabkan munculnya

perasaan gagal serta ketidakpuasan dalam menjalankan tugas sebagai orangtua

(parenting dissatisfaction) (Lestari 2012).

Deater-Deckard (2004) mengemukakan bahwa stres pengasuhan merupakan

serangkaian proses yang mengarah pada reaksi psikologis maupun fisiologis yang

tidak diinginkan karena adanya tuntutan sebagai orangtua. Stres pengasuhan

melibatkan serangkaian proses yang dinamis karena menghubungkan perilaku

anak, tuntutan peran orangtua, tenaga pengasuhan, reaksi fisiologis terhadap

tuntutan pengasuhan, kualitas hubungan orangtua-anak, dan anggota keluarga

lainnya, serta hubungan dengan pasangan. Stres pengasuhan sangat kompleks

karena melibatkan banyak aspek dari orangtua, anak dan disfungsi hubungan

orangtua-anak. Stres pengasuhan juga dapat terjadi karena pola asuh orangtua.
8

Pola asuh otoriter yang diterapkan telah menunjukan bahwa orangtua lebih

frustasi dan mengalami konflik dengan anak (Nomaguchi & Milkie, 2017).

Aspek dari stres pengasuhan meliputi domain orangtua, domain anak dan

domain hubungan antara orangtua-anak (Deater-Deckard, 2004). Ketiga ranah

tersebut pada dasarnya menyebabkan penurunan kualitas dan keefektifan perilaku

pengasuhan. Selama pandemik orangtua dituntut untuk melakukan pendampingan

penuh kepada anak saat belajar dari rumah, sehingga menyebabkan hubungan

antara orangtua dan anak menjadi kurang harmonis karena banyak stresor yang

dialami orangtua seperti, kurangnya tenaga pengasuhan, keterampilan,

pengetahuan maupun waktu dalam mendidik anak. Situasi stres antara orangtua-

anak dapat menyebabkan terjadinya interaksi emosional (Bögels & Restifo,

2014), seperti saat melakukan pembelajaran dari rumah karena perilaku anak yang

dinilai menyusahkan sehingga orangtua lebih mudah marah dan memunculkan

konflik lainnya. Ciri khas dari reaksi emosinal seperti reaksi yang otomatis, sering

marah dan bertambahnya konflik antara orangtua-anak.

Stres pengasuhan yang tidak terkelola dengan baik dapat merenggangkan

hubungan antara orangtua-anak karena anak dapat kehilangan tempat acuan pada

saat menghadapi masalah. Stres pengasuhan juga muncul karena perbedaan

individu dalam meregulasi diri, emosi, dan perilaku dalam menghadapi stres

(Deater-Deckard & Panneton, 2017). Emosi memegang peranan penting dalam

kehidupan sehari-hari karena emosi dapat membuat individu memahami situasi


9

yang dialami (Strongman, 2003), terlebih di masa pandemik COVID-19 yang

menyebabkan banyak perubahan dikehidupan individu.

Regulasi emosi sebagai keseluruhan yang meliputi kemampuan untuk

memusatkan perhatian, menahan impuls, menahan kepuasan atau kesenangan

yang berlebihan, dan regulasi emosi yang baik telah diidentifikasi sebagai faktor

penting yang memengaruhi kesehatan individu (Barrett, dkk, 2016). Havigurts

dan Kehoe (2017) mengemukakan bahwa regulasi emosi memiliki pengaruh

terhadap stres. Orangtua yang memiliki regulasi emosi yang buruk maka

pengaruh negatif akan semakin tinggi terhadap stresor dalam pengasuhan. Gross

(2007) mengemukakan bahwa regulasi emosi merupakan proses pengaturan emosi

individu yang dapat dilakukan secara otomatis atau terkontrol, sadar ataupun tidak

sadar untuk mempertahankan, memperkuat ataupun mengurangi aspek dari respon

emosi yang dialami.

Saputri dan Sugiyariyanti (2016) mengemukakan bahwa regulasi emosi

merupakan proses intrinsik dan ekstrinsik, sadar atau tidak sadar yang

memengaruhi unsur-unsur emosi dengan cara mengontrol atau otomatis ketika

individu dihadapkan oleh situasi yang menekan. Regulasi emosi dapat mencakup

strategi pemecahan masalah yang digunakan oleh individu ketika dihadapkan

dengan keadaan emosi yang tidak diinginkan (Leahy, Tirch & Napolitano, 2011).

Regulasi emosi merupakan hal yang penting bagi orangtua yang memiliki peran

ganda (mendampingi anak BDR sekaligus bekerja) dalam mengelola berbagai

stimulus negatif yang dialami (Marliani, ddk, 2020).


10

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Ikasari dan Kristiana (2017)

tentang hubungan antara regulasi emosi dengan stres pengasuhan ibu yang

memiliki anak cerebral palsy. Penelitian tersebut secara khusus dilakukan kepada

ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus karena penyakit yang dialami oleh

anak seperti, kecacatan, gangguan perilaku dan kesulitan emosi dapat

berkontribusi pada kesusahan orangtua (Deater-Deckard, 2004). Hasil penelitian

sebelumnya menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara regulasi emosi

dengan stres pengasuhan ibu yang memiliki anak cerebral palsy, dimana semakin

tinggi regulasi emosi yang dimiliki maka semakin rendah stres pengasuhan yang

dialami (Ikasari & Kristiana , 2017). Stres pengasuhan dapat dialami pada

keluarga dengan anak disabilitas perkembangan maupun anak dengan

perkembangan normal pada umumnya, walaupun terdapat perbedaan di antara

keduanya (misalnya, pada domain anak dan domain orangtua), namun orangtua

dengan anak perkembangan normal pada umumnya melaporkan mengalaman

stres pengasuhan yang serupa sehubung bagaimana memperkuat dan menerima

domain anak (Walker, 2000).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Tanoto Foundation tentang

Pemetaan dan Rekomendasi Belajar dari Rumah yang Bermakna, dimana

orangtua mengaku kurang sabar dan jenuh menangani anak belajar dari rumah

dengan tingkat SD (56%) dan SMP/MTs (34%) (Eko, 2020). Relevan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Susilowati dan Azzasyofia (2020) mengenai

tingkat stres orangtua ketika mendampingi anak belajar dari rumah di masa
11

pandemik yaitu, lebih sulit menangani anak belajar yang masih duduk di bangku

SD karena anak-anak SD masih membutuhkan lebih banyak bimbingan orangtua

dibandingkan dengan tingkat SMP dan SMA dan kesulitan tersebut lebih

dirasakan oleh ibu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari dan Gani

(2020) menemukan bahwa ibu yang memiliki anak usia sekolah mengalami emosi

negatif lebih tinggi, dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak usia

prasekolah, hal tersebut karena ketika anak sudah besar, maka semakin besar juga

ekspektasi orangtua terkait kepatuhan dan kontrol diri anak serta prestasi

akademik.

Anak usia sekolah dasar berada pada fase perkembangan kognitif konkret

operasional berkisar 7-11 tahun (Berk, 2013), dimana anak sudah mampu

mengembangkan pemikiran logis. Perkembangan fungsi kognitif tersebut

membuat orangtua harus memberikan penjelasan yang lebih kompleks dan

menarik agar anak mematuhi apa yang dikatakan orangtua (Kumalasari & Gani,

2020). Middle childhood atau masa kanak-kanak usia tengah, dimulai dari usia 6-

11 tahun, dimana anak sudah memasuki tahap usia sekolah dasar, anak mulai

belajar tentang dunia yang lebih luas, ingin menguasai, keingintahuan yang tinggi

hingga ingin menyerupai orang dewasa (Berk, 2013). Pada tahap tersebut anak

sudah memiliki kemampuan atletik (misalnya, partisipasi dalam bermain dan

terorganisir dengan aturan), proses berpikir logis (misalnya, penguasaan dasar

dalam membaca, matematika dan akademik lainnya).


12

Berdasarkan pemaparan di atas maka fokus penelitian akan dilakukan kepada

ibu yang memiliki anak SD berusia 6-11 tahun. Subjek penelitian yang digunakan

yaitu ibu, didasari oleh informasi berita dan hasil survei yang dilakukan oleh

KPAI, dimana pelaku kekerasan dalam mendampingi anak belajar dari rumah

dilakukan oleh ibu (Mahfuzah, 2020). Subjek penelitian yang dipilih oleh peneliti

yaitu seorang ibu yang tidak hanya melakukan pendampingan BDR dan

mengerjakan pekerjaan rumah tangga, namun memiliki pekerjaan lainnya. Stres

pada ibu bekerja cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak

bekerja karena tidak hanya bekerja di luar rumah, namun harus mengurus anak,

suami dan mengurus segala urusan rumah tangga (Apreviadizy & Puspitacandri,

2014). Faktor yang menyebabkan stres pada ibu bekerja disebabkan oleh faktor

pekerjaan dan faktor keluarga (misalnya sifat suami yang bertentangan dengan

istri dan prestasi anak yang buruk) (Sitorus, 2020). Situasi selama pandemik

meningkatkan stres pada ibu karena kesulitan ekonomi dan beban yang meningkat

dalam mengurus rumah tangga serta peran ganda yang dijalankan (Raharjo,

2020).

Jumlah anak juga akan memengaruhi tuntutan peran ibu, dimana semakin

banyak anak maka biaya kehidupan akan semakin bertambah (Chairini, 2013),

khususnya ditengah pandemik dimana pendapatan keluarga mengalami penurunan

(Azimah, dkk, 2020), orangtua yang kekurangan ekonomi untuk merawat anak,

maka peningkatan stres akan semakin bertambah dalam pemenuhan kehidupan

sehari-hari (Chairini, 2013). Berdasarkan wawancara awal dimana salah satu


13

narasumber memiliki anak lebih dari satu dan mengaku kewalahan mendampingi

anak belajar di rumah. Berdasarkan fenomena yang terjadi di masa COVID-19,

dimana ibu mengalami banyak masalah karena tidak hanya masalah mendampingi

anak belajar dari rumah, bahkan tekanan kehidupan lainnya dapat menyebabkan

stres dalam pengasuhan seperti, mengurus rumah tangga, suami, anak dan harus

bekerja juga. Ibu yang memiliki kemampuan mengatur emosi ketika menghadapi

stres akan menghasilkan pengasuhan yang adaptif. Berdasarkan latar belakang

masalah yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui

hubungan antara regulasi emosi dengan stres pengasuhan ibu yang mendampingi

anak belajar dari rumah di masa pandemik COVID-19.

B. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya mengenai regulasi emosi dengan stres pengasuhan.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ikasari dan Kristiana (2017) berjudul

“Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Stres Pengasuhan Ibu yang

memiliki Anak Cerebral Palsy”. Penelitian tersebut dilakukan pada 50

responden, yaitu ibu yang memiliki anak cerebral palsy dan aktif mengikuti

terapi. Hasil penelitian tersebut terdapat hubungan negatif antara variabel

regulasi emosi dengan variabel stres pengasuhan ibu yang memiliki anak

cerebral palsy, dimana semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah

pula stres pengasuhan ibu yang memiliki anak cerebral palsy, begitu pula

sebaliknya. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ikasari dan Kristiana


14

(2017) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu berada pada

subjek penelitian, dimana subjek penelitian yang dipilih oleh Ikasari dan

Kristiana (2017) yaitu Ibu yang memiliki anak cerebral palsy, sedangkan

subjek yang dipilih oleh peneliti yaitu ibu yang mendampingi anak belajar

dari rumah di masa pandemik COVID-19.

2. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Fasicha (2019) dengan judul

“Hubungan Kesulitan Regulasi Emosi dengan Stres Pengasuhan pada

Orangtua yang memiliki Anak dengan Disabilitis Intelektual di SLB C Swasta

Kota Semarang”. Hasil penelitian tersebut terdapat hubungan positif yang

signifikan antara kesulitan regulasi emosi dengan stres pengasuhan pada

orangtua yang memiliki anak dengan disabilitas intelektual di SLB C Swasta

Kota Semarang, dimana semakin tinggi kesulitan regulasi emosi yang dimiliki

orangtua, maka semakin tinggi stres pengasuhan orangtua, begitupun

sebaliknya. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Fasicha (2019) dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu terdapat pada varibel dan

subjek. Variabel X dari penelitian Fasicha (2019) yaitu kesulitan regulasi

emosi, sedangkan variabel X yang akan dipilih oleh peneliti yaitu regulasi

emosi. Subjek dari penelitian Fasicha (2019) yaitu orangtua yang memiliki

anak dengan disabilitas intelektual di SLB C Swasta Kota Semarang,

sedangkan subjek dari penelitian yang akan dipilih oleh peneliti yaitu ibu yang

mendampingi anak belajar dari rumah di masa pandemik COVID-19.


15

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian

sebelumnya yaitu akan dilakukan kepada orangtua yang memiliki anak SD

dengan perkembangan normal pada umumnya dan menangani anak belajar dari

rumah di masa pandemik COVID-19. Lokasi penelitian ini akan dilakukan di kota

Makassar.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara regulasi emosi dengan

stres pengasuhan ibu yang mendampingi anak belajar dari rumah di masa

pandemik COVID-19?”

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian tersebut adalah

untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan stres pengasuhan ibu

yang mendampingi anak belajar dari rumah di masa pandemik COVID-19.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pada bidang

psikologi, khususnya dalam psikologi keluarga, perkembangan dan

pendidikan serta dapat dijadikan bahan rujukan untuk peneliti selanjutnya

yang lebih mendalam mengenai penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi orangtua
16

- Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan menambah

wawasan orangtua tentang mengontrol emosi dengan baik, sehingga

dapat meminimalisir perilaku kekerasan fisik maupun psikis yang

dilakukan oleh orangtua kepada anak.

b. Bagi anak didik

Agar anak mendapatkan rasa aman dan tenteram dalam proses belajar

mengajar dari rumah, sehingga anak lebih bersemangat dalam belajar.

c. Bagi sekolah

Agar dapat menciptakan inovasi belajar yang efektif sehingga mengurangi

beban peserta didik dan orangtua selama mendampingi anak belajar dari

rumah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Pengasuhan

1. Definisi Stres Pengasuhan

Deater-Deckard (2004) mendefinisikan bahwa stres pengasuhan

merupakan serangkaian proses yang mengarah pada reaksi psikologis maupun

fisiologis yang tidak diinginkan karena adanya tuntutan peran sebagai

orangtua. Stres pengasuhan mencakup unsur orangtua yang saling

berhubungan seperti hubungan dengan pasangan, hubungan antara orangtua

dan anak (Deater-Deckard, 2004). Bornstein (2002) mendefinisikan bahwa

stres pengasuhan merupakan reaksi psikologis yang tidak menyenangkan

seperti timbulnya perasaan negatif terhadap diri sendiri maupun anak, dimana

perasaan negatif tersebut dikaitkan langsung dengan tuntutan menjadi

orangtua.

Lestari (2012) mendefinisikan stres pengasuhan sebagai rangkaian proses

yang menyebabkan kondisi psikologis yang tidak disukai, sehingga reaksi

psikologis yang muncul sebagai upaya dalam beradaptasi dengan tuntutan

peran orangtua. Stres pengasuhan juga dapat dipahami sebagai situasi penuh

tekanan yang terjadi pada orangtua dalam pelaksanaan tugas pengasuhan pada

anak. Holly, ddk (2019) mendefinisikan stres pengasuhan merupakan reaksi

psikologis yang terjadi pada orangtua karena mengalami tuntutan sebagai

17
18

orangtua dan tidak memiliki sumber daya seperti energi, keterampilan, dan

waktu untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas maka

peneliti menyimpulkan bahwa stres pengasuhan merupakan tekanan yang

dialami oleh orangtua dan dihadapkan oleh situasi kompleks karena adanya

tuntutan sebagai orangtua serta mengarah pada reaksi psikologis maupun

fisiologis yang tidak menyenangkan karena kurangnya sumber daya untuk

memenuhi tuntutan tersebut.

2. Aspek-Aspek Stres Pengasuhan

Deater-Deckard (2004) menjelaskan aspek-aspek stres pengasuhan dengan

teori Parent-Child-Relationship (P-C-R) Stress sebagai berikut: a. Parent

(orangtua)

Domain orangtua yaitu segala aspek dari stres pengasuhan yang

disebabkan oleh orangtua seperti mengalami simtom depresi, kecemasan,,

tidak kompeten, terisolasi sosial, hubungan dengan pasangan kurang

harmonis, dan kesehatan yang buruk.

b. Child (anak)

Domain anak yaitu segala aspek dari stres pengasuhan yang

disebabkan oleh perilaku anak seperti kemampuan anak beradaptasi,

banyak menuntut dan menyusahkan.


19

c. Relationship (hubungan antara orangtua-anak)

Domain hubungan orangtua dan anak yaitu segala aspek dari stres

pengasuhan yang besumber dari disfungsi antara orangtua-anak seperti

tingkat permasalahan yang muncul dalam interaksi orangtua dan anak.

Berdasarkan uraian aspek di atas maka peniliti meyimpulkan bahwa

aspek-aspek dalam stres pengasuhan yaitu domain orangtua (parent), domain

anak (child) dan domain disfungsi hubungan antara orangtua-anak

(relationship).

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Stres Pengasuhan

Chairini (2013) menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi stres

pengasuhan sebagai berikut:

a. Jumlah anak

Jumlah anak akan memengaruhi tuntutan peran ibu, dimana semakin

banyak anak maka tuntutan peran akan semakin bertambah. Tekanan

tersebut juga terkait dengan faktor selain seperti status ekonomi, masalah

keuangan dan struktur keluarga yang mendorong timbulnya stres

pengasuhan pada tingkatan keluarga. Semakin banyak anak yang diasuh

maka biaya yang harus dikeluarkan orangtua pun akan lebih besar, hal

tersebut yang akan menyebabkan stres pada orangtua.

b. Pendapatan

Tingkat kepuasan orangtua terlihat pada kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan anak-anaknya. Orangtua yang kekurangan sumber daya untuk


20

merawat anak, maka peningkatan stres akan semakin bertambah dalam

pemenuhan kehidupan sehari-hari. Ketika orangtua mengalami kesulitan

ekonomi, orangtua akan menjadi mudah marah, tertekan dan frustasi, serta

tekanan psikologis akan menurunkan kemampuan pengasuhan yang akan

berpengaruh pada anak.

c. Dukungan sosial

Dukungan dari keluarga, kelompok, organisasi maupun dukungan

individu lain seperti suami merupakan bentuk dari dukungan sosial.

Dukungan sosial mencakup pemberian penghargaan, informasi,

instrumental serta dukungan emosional. Tidak adanya dukungan sosial

yang diterima oleh ibu selama proses pengasuhan anak maka akan

mengarahkan ibu pada perasaan kesepian, tidak percaya diri dalam

mengasuh, sehingga dapat memicu menjadi stres pada ibu dalam

mengasuh anak.

Lestari (2012) menjelaskan faktor-faktor yang dapat memicu stres

pengasuhan sebagai berikut:

a. Individu

Stres pengasuhan dapat dipicu oleh individu orangtua dan anak.

Faktor-faktor yang bersumber dari orang tua seperti kesehatan fisik

orangtua, kesehatan mental, dan emosi orangtua yang kurang baik. Pihak

anak yang dapat memicu faktor-faktor stres pengasuhan orangtua yaitu

kesehatan fisik anak dan masalah perilaku, dimana ketika anak menderita
21

sakit maka akan menyita waktu dan perhatian orang tua yang berdampak

pada pekerjaan orangtua, kemudian anak yang sulit diatur, pembangkang,

dan sering membuat kekacauan serta kerusakan yang menyebabkan

orangtua mengalami stres pengasuhan.

b. Keluarga

Masalah keuangan dan struktur keluarga merupakan faktor yang dapat

memengaruhi stres pengasuhan pada tingkatan keluarga, misalnya

penghasilan keluarga yang rendah dan dihadapkan pada tuntutan

kebutuhan yang tinggi atau kualitas tempat tinggal yang buruk, jumlah

anggota keluarga yang banyak, hubungan yang penuh konflik, baik

antarpasangan maupun antara orangtua-anak. Hal tersebut sangat

berpotensi menimbulkan stres pengasuhan.

c. Lingkungan

Kondisi stres dapat berlangsung dalam jangka pendek, situasional, dan

aksidental, apabila sumber stres pengasuhan lebih dominan pada situasi

lingkungan, namun jika tidak segara teratasi atau dikelola dengan baik

maka kondisi stres tersebut dapat berlangsung dalam jangka panjang.

Haivgurts dan Kehoe (2017) bahwa regulasi emosi memiliki pengaruh

terhadap stres. Orangtua yang memiliki regulasi emosi yang buruk maka

pengaruh negatif akan semakin tinggi terhadap stresor dalam pengasuhan.

Eisenberg, dkk (Havighurst & Kehoe, 2017) menjelaskan bahwa regulasi

emosi orangtua berkaitan dengan pengembangan kemampuan emosi anak.


22

Ketika orangtua memodelkan regulasi emosi yang adaptif dan mampu

merespon secara suportif ketika anak-anak sedang emosinal, maka

perkembangan emosional anak akan cenderung stabil, sebaliknya jika orang

tua tidak mendukung atau meremehkan emosional anak, maka anak cenderung

memiliki kemampuan emosional yang lebih buruk dan tingkat kesulitan

perilaku akan lebih tinggi.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

faktor-faktor yang memengaruhi stres pengasuhan yaitu jumlah anak,

pendapatan atau ekonomi, dukungan sosial, individu, keluarga, lingkungan

dan regulasi emosi.

B. Regulasi Emosi

1. Definisi Regulasi Emosi

Gross (2007) mendefinisikan bahwa regulasi emosi merupakan proses

pengaturan emosi individu yang dapat dilakukan secara otomatis atau

terkontrol, sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat

ataupun mengurangi aspek dari respon emosi yang dialami. Regulasi emosi

dapat meredam, mengintensifkan atau sekedar mempertahankan emosi

tergantung pada tujuan individu. Vingerhoets, Zeelenberg dan Nyklíček

(2011) mendefinisikan bahwa regulasi emosi merupakan kemampuan yang

kompleks dan membutuhkan daya agar kemampuan fleksibel dan strategis

dalam menyesuaikan tujuan dan tuntutan situasi.


23

Gratz dan Roemer (2004) mendefinisikan bahwa regulasi emosi

merupakan kemampuan memahami dan menerima emosi untuk mengontrol

perilaku impulsif agar dapat mengendalikan emosi dan perilaku sesuai dengan

tujuan yang diinginkan. Saputri dan Sugiyariyanti (2016) mengemukakan

bahwa regulasi emosi merupakan proses intrinsik dan ekstrinsik, sadar atau

tidak sadar yang memengaruhi unsur-unsur emosi dengan cara mengontrol

atau otomatis ketika individu dihadapkan oleh situasi yang menekan. Regulasi

emosi dapat mencakup strategi pemecahan masalah yang digunakan oleh

individu ketika dihadapkan dengan keadaan emosi yang tidak diinginkan

(Leahy, Tirch, & Napolitano, 2011).

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas

maka peneliti menyimpulkan bahwa regulasi emosi merupakan suatu proses

yang dilakukan individu terhadap emosi yang dialami untuk mengontrol,

mengendalikan dan mengatur reaksi emosi agar sesuai dengan tujuan individu.

2. Aspek-Aspek Regulasi Emosi

Gross (2014) mengemukakan aspek-aspek regulasi emosi sebagai berikut:

a. Aktivasi tujuan regulasi (activation of regulatory goal)

Aspek regulasi emosi tersebut merupakan cara individu untuk

memodifikasi proses perkembangan emosi (emotion generative).

Mengaktifkan tujuan regulasi dapat melalui diri sendiri dan dapat juga

diaktifkan oleh individu lain. Cara membedakan pengaktifan regulasi diri


24

dan pengaktifan regulasi dari individu lain terbagi menjadi dua jenis yaitu

regulasi emosi intrinsik (misalnya James meregulasi emosinya sendiri) dan

regulasi emosi ekstrinsik (misalnya James membantu Sarah meregulasi

emosinya).

b. Keterlibatan proses regulasi (angagement of regulatory processes)

Aspek regulasi emosi tersebut merupakan keterlibatan proses regulasi

yang bertanggung jawab untuk mengubah lintasan emosi individu.

Keterlibatan proses regulasi memokuskan pada eksplisit (denotasi atau

sebenarnya) versus implisit (konotasi atau kias). Contoh: Inidividu

berusaha keras untuk terlihat tenang meskipun sebenarnya sangat cemas

atau menyembunyikan perasaaan suka terhadap orang lain karena takut

ditolak.

c. Dampak dinamika emosi (emotion dynamics)

Aspek regulasi emosi tersebut merupakan regulasi emosi yang

berdampak terhadap dinamika emosi, dimana emosi sangat meningkat

yang melibatkan latensi (waktu yang dibutuhkan), besaran, durasi,

mengimbangi respon dalam ranah pengalaman, perilaku atau fisiologis.

Dinamika regulasi emosi dapat ditingkatkan ataupun diturunkan

latensinya, besaran, durasi dari respon emosional, jika dibandingkan

dengan respon emosi yang terjadi pada saat tidak adanya regulasi emosi.

Contohnya: di saat individu sedih maka individu dapat menangis (respon


25

emosi), untuk mengurangi tangisan maka diperlukan penggunaan

dinamika emosi.

Berdasarkan aspek-aspek regulasi emosi di atas maka peneliti

menyimpulkan bahwa aspek-aspek yang memengaruhi regulasi emosi yaitu

aktivasi tujuan regulasi (activation of regulatory goal), keterlibatan proses

regulasi (angagement of regulatory processes), dampak dinamika emosi

(emotion dynamics).

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Regulasi Emosi

Thompson, dkk (Gross, 2007) membagi faktor-faktor regulasi emosi

menjadi dua bagian, yakni:

a. Faktor intrinsik

1) Temperamen (temperamental) merupakan karekteristik yang relatif

menetap pada individu. Perbedaan tempramen yang dimiliki oleh

individu maka akan menunjukan perbedaan kemampuan dalam

mengatur respon emosi terhadap situasi tertentu.

2) Biologis (biological), perbedaan kematangan sistem biologis sebagai

landasan untuk meningkatkan kemampuan emosional dan pengaturan

perilaku. Anak dengan usia yang lebih tua memiliki kemampuan

emosional lebih baik dibandingkan dengan anak yang lebih muda.

b. Faktor ekstrinsik

1) Pengasuh (caregiving), bentuk pengasuhan orangtua sangat penting

bagi proses perkembangan regulasi emosi. Interasi antara orangtua-


26

anak dalam konteks emosi mengajarkan bahwa penggunaan strategi

berguna untuk mengurangi respon emosional. Pengasuhan orangtua

yang adaptif akan membantu anak mengembangkan kemampuan

regulasi emosinya dimasa depan.

2) Hubungan kelekatam (attachment), hubungan kelekatan yang aman

dimasa kecil akan memberikan perasaan nyaman, aman untuk

mengekspresikan perasaan positif dan negatif.

Berdasarkan faktor-faktor regulasi emosi di atas maka peneliti

menyimpulkan bahwa aspek-aspek regulasi emosi yaitu faktor intrinsik

meliputi temperamen (temperamental), biologis (biological) dan faktor

ekstrinsik meliputi pengasuh (caregiving), hubungan kelekatam (attachment).

C. Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Stres Pengasuhan

Wabah yang melanda di berbagai negara termasuk Indonesia menyebabkan

berbagai masalah baru dikehidupan karena berdampak pada kesejahteraan

manusia. Selama proses pembelajaran dari rumah yang ditangani penuh oleh

orangtua menyebabkan orangtua mengalami kebingungan dan kewalahan dalam

mendidik, mengasuh dan membentuk karakter anak dalam waktu bersamaan

khususnya di masa sulit pandemik COVID-19. Tanggung jawab orangtua semakin

meningkat pesat dalam mengurus pendidikan anak, pengasuhan dan pekerjaan

rumah selama masa pandemik, (Andrew, dkk, 2020).

Pembelajaran yang dilaksanakan dari rumah mengakibatkan orangtua menjadi

stres. Stres pengasuhan merupakan serangkaian proses yang mengarah pada


27

reaksi psikologis maupun fisiologis yang tidak diinginkan karena adanya tuntutan

peran sebagai orangtua, (Deater-Deckard, 2004). Stres pengasuhan merupakan

serangkaian proses yang dapat menyebabkan munculnya reaksi psikologis

maupun fisiologis yang tidak disukai atau mengganggu karena adanya tuntutan

peran sebagai orangtua. Stres pengasuhan juga dapat dipahami sebagai situasi

penuh tekanan yang terjadi pada orangtua dalam pelaksanaan tugas pengasuhan

pada anak (Lestari, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2015) yaitu semakin tinggi tingkat

stres pengasuhan yang dialami orangtua, maka semakin tinggi pula

kecenderungan perilaku kekerasan orangtua terhadap anak, begitupun sebaliknya.

Belajar dari rumah mengakibatkan orang tua melakukan kekerasan kepada anak,

hingga kasus pembunuhan yang pernah terjadi di masa pandemik. Stres

pengasuhan yang berlebihan akan berdampak buruk dalam kehidupan orangtua

maupun anak.

Salah satu faktor yang dapat memengaruhi stres pengasuhan yaitu adanya

regulasi emosi. Eisenberg, dkk (Havighurst & Kehoe, 2017) menjelaskan bahwa

regulasi emosi orangtua berkaitakan dengan pengembangan kemampuan emosi

anak. Gross (2007) mengemukakan bahwa regulasi emosi merupakan proses

pengaturan emosi individu yang dapat dilakukan secara otomatis atau terkontrol,

sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat ataupun

mengurangi aspek dari respon emosi yang dialami. Regulasi emosi menunjukan

bahwa dapat berperan mengolah stres menjadi lebih baik (Marliani, dkk, 2020).
28
29

Havigurts dan Kehoe (2017) mengemukakan bahwa regulasi emosi memiliki

pengaruh terhadap stres. Orangtua memiliki regulasi emosi yang buruk maka

pengaruh negatif akan semakin tinggi terhadap stresor dalam pengasuhan.

Ketidakmampuan orang tua dalam mengelola emosi akan berdampak buruk pada

anak. Berdasarkan penjelasan di atas bahwa orang tua yang mendampingi anak

belajar dari rumah memerlukan regulasi emosi yang baik untuk menghadapi stres

yang begitu kompleks, terlebih lagi di masa pandemik COVID-19.


30

D. Kerangka Pikir

Fenomena
Pandemi PSBB Penyesuaian - orangtua lebih
COVID-19 Pembatasan pembelajaran sering marah
Wabah atau kegiatan (Kemendikbud) kepada anak, tidak
penyakit disuatu Belajar dari memahami materi
menular di wilayah untuk rumah yang di pelajaran anak,
berbagai mengantisipasi tangani langsung emosi tidak
negara penyebaran oleh orangtua terkontrol,
kewalahan,
meneriaki dan
mencubit anak
- anak lebih banyak
Regulasi Emosi Stres Pengasuhan menuntut orangtua
1. Aktivasi tujuan 1. Domain orang tua saat belajar di
regulasi 2. Domain anak rumah, lebih
2. Keterlibatan proses 3. Domain hubungan banyak bermain
regulasi orangtua-anak ketika belajar,
3. Dinamika emosi anak sulit
memahami
penjelasan materi
dari orangtua dan
tidak fokus ketika
belajar.
Regulasi Emosi Tinggi Regulasi Emosi Rendah

Stres Pengasuhan Rendah Stres Pengasuhan Tinggi

Gambar 5. Bagan Kerangka Pikir

Keterangan:

= Menyebabkan = Hubungan

= Fenomena (masalah) = Berdampak

= Diteliti/variabel
31

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini, yakni:

Ha : Ada hubungan antara regulasi emosi dengan stres pengasuhan ibu yang

mendampingi anak belajar dari rumah di masa pandemik COVID-19

H0 : Tidak ada hubungan antara regulasi emosi dengan stres pengasuhan ibu

yang mendampingi anak belajar dari rumah di masa pandemik COVID-19


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel diantaranya variabel terikat

dan variabel bebas. Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel

yang memiliki kemungkinan teoritis berdampak pada variabel lain atau

variabel yang memengaruhi variabel lainnya dan dilambangkan dengan huruf

(X), sedangkan variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang

secara struktur berpikir keilmuan menjadi variabel yang disebabkan oleh

adanya perubahan variabel lain atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel

lainnya dan dilambangkan dengan huruf (Y) (Hardani, dkk, 2020).

 Variabel bebas (X) : Regulasi Emosi

 Variabel terikat (Y) : Stres Pengasuhan

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Regulasi Emosi

Regulasi emosi merupakan suatu proses yang dilakukan individu terhadap

emosi yang dialami untuk mengontrol, mengendalikan dan mengatur reaksi

emosi agar sesuai dengan tujuan individu. Regulasi emosi akan diukur dengan

menggunakan skala psikologi yang disusun oleh peneliti menggunakan aspek-

aspek regulasi emosi dari Gross (2014) yakni, aktivasi tujuan regulasi

31
32

(activation of regulatory goal), keterlibatan proses regulasi (angagement of

regulatory processes), dan dampak dinamika emosi (emotion dynamics).

2. Stres Pengasuhan

Stres pengasuhan merupakan tekanan yang dialami oleh orangtua dan

dihadapkan oleh situasi kompleks karena adanya tuntutan sebagai orangtua

serta mengarah pada reaksi psikologis maupun fisiologis yang tidak

menyenangkan karena kurangnya sumber daya untuk memenuhi tuntutan

tersebut. Stres pengasuhan akan diukur dengan menggunakan skala psikologi

yang disusun oleh peneliti menggunakan aspek Parent-Child-Relationship (P-

C-R) Stress yaitu domain orang tua, domain anak dan domain hubungan antar

orangtua-anak (Deater-Deckard, 2004).

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari

manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuha, gejala-gejala, atau peristiwa-

peristiwa yang menjadi sumber data sebagai karakteristik tertentu di dalam

suatu penelitian (Hardani, dkk, 2020). Tujuan dari populasi ialah agar dapat

menentukan sampel penelitian. Seluruh populasi dalam penelitian ini yaitu ibu

yang mendampingi anak belajar dari rumah di Makassar.


33

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang diambil dengan

menggunakan teknik pengambilan sampling dan harus benar-benar mewakili

keadaan populasi (Hardani, dkk, 2020). Karakteristik sampel dalam penelitian

ini, yakni:

a. Ibu bekerja sekaligus mendampingi anak belajar dari rumah (online)

b. Memiliki anak SD (usia 6-11 tahun)

c. Memiliki anak lebih dari satu yang masih bersekolah

Sugiyono (2013) menjelaskan teknik sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Pengambilan

sampel menggunakan non-probability sampling atau pengambilan sampel

tidak acak dan subjektif, dimana setiap anggota populasi tidak memiliki

peluang yang sama untuk menjadi sampel dan menggunakan teknik purposive

sampling atau teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria-kriteria

(pertimbangan) tertentu dari anggota populasi (Kurniawan & Puspitaningtyas,

2016). Alasan peneliti mengambil teknik sampel purposive sebab populasi

yang begitu luas, dimana ibu yang mendampingi anak belajar dari rumah

sangat banyak, sehingga membutuhkan kriteria tertentu untuk memecahkan

permasalahan dan agar dapat memberikan nilai yang representatif atau sesuai.

Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa ukuran sampel yang layak dalam

sebuah penelitian ilmiah berjumlah antara 30 sampai dengan 500.


34

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu menggunakan skala model likert. Skala likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi individu atau

sekelompok individu lain tentang suatu fenomena (Sugiyono, 2013). Skala

tersebut memiliki empat alternatif pilihan jawaban, yakni: SS = (Sangat Setuju), S

= (Setuju), TS = (Tidak Setuju), STS = (Sangat Tidak Setuju). Skala tersebut

menggunakan dua unsur item yakni: Favorable (F) dan Unfavorable (UF),

dimana item F (pernyataan mendukung) memiliki nilai SS = 4, S = 3, TS = 2 dan

STS = 1, sedangkan item UF (pernyataan tidak mendukung) dengan nilai SS = 1,

S = 2, TS = 3 dan STS = 4 (Periantalo, 2016).


35

1. Blueprint skala Regulasi Emosi

Skala regulasi emosi diukur berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh

Gross (2014), yakni: aktivasi tujuan regulasi (activation of regulatory goal),

keterlibatan proses regulasi (angagement of regulatory processes), dan dinamika

emosi (emotion dynamics).

No Aspek Indikator perilaku Nomor item Jumlah

F UF item

1 Activation of - Memodifikasi emosi 1,2 3,4 4


regulatory goal
- Mengaktifkan tujuan 5,6 7,8 4
regulasi emosi
- Regulasi emosi intrinsic 9, 10 11,12 4
- Regulasi emosi ekstrinsik 13,14 15,16 4
2 angagement of - Mengubah lintasan emosi 17,18 19,20 4
regulatory - Memokuskan pada hal 21,22 23,24 4
processes yang eksplisit
- Memokuskan pada hal 25,26 27,28 4
yang implisit
3 emotion dynamics - Dampak emosi meningkat 29,30 31,32 4
- Dampak emosi menurun 33,34 35,36 4
Total 36

Tabel 2. Blueprint uji coba skala Regulasi Emosi


36

2. Blueprint skala Stres Pengasuhan

Skala stres pengasuhan diukur berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan

oleh Deater-Deckard (2004) menggunakan Parent, Child, Relationship (P-C-R)

Stress, yakni: domain orangtua, domain anak, dan domain hubungan orangtua-anak.

No Aspek Indikator perilaku Nomor item Jumlah

F UF item

1 Domain orangtua - Kondisi kesehatan 1, 2 3, 4 4


psikologis (cemas,
(parent) depresi)
- Kondisi kesehatan 5, 6 7, 8 4
fisik
- Tidak kompeten 9, 10 11, 12 4
- Terisolasi sosial 13, 14 15, 16 4
- Hubungan 17, 18 19, 20 4
antarpasangan
2 Domain anak - Kemampuan anak 21, 22 23, 24 4
beradaptasi
(child) - Banyak menuntut 25, 26 27, 28 4
- Masalah perilaku 29, 30 31, 32 4
3 Domain hubungan - Kelekatan orangtua- 33, 34 35, 36 4
antara orangtua- anak dan interaksi
anak yang buruk

(relationship)
Total 36

Tabel 3. Blueprint uji coba skala Stres Peng asuhan


37

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi

dengan stres pengasuhan ibu yang mendampingi anak belajar dari rumah di masa

pandemik COVID-19, maka teknik analisis data yaitu menggunakan uji korelasi

product moment pearson karena untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan

antara dua variabel yaitu variabel X dan Y (Hardani, dkk, 2020). Uji statistik yang

akan digunakan yaitu uji statistik parametrik, dimana data berdistribusi normal

dengan melihat korelasi antara dua variabel (Kurniawan & Puspitaningtyas,

2016). Program komputer yang akan digunakan untuk memudahkan analisis data

yaitu menggunakan Statistical Package Social Science (SPSS) versi 25.


DAFTAR PUSTAKA

Andrew, A., Cattan, S., Dias, M. C., Farquharson, C., Kraftman, L., Krutikova, S.,
Sevilla, A. (2020). How are mothers and fathers balancingHow are mothers
and fathers balancing work and family under lockdown? The Institute for
Fiscal Studies, 1-30. Diunduh dari https://www.ifs.org.uk/uploads/BN290-
Mothers-and-fathers-balancing-work-and-life-under-lockdown.pdf
Apreviadizy, P., & Puspitacandri, A. (2014). Perbedaan Stres Ditinjau dari Ibu
Bekerja dan Ibu tidak Bekerja. Jurnal Psikologi Tabularasa, Vol. 9(1), 58-65.
Diunduh dari https://media.neliti.com/media/publications/127612-ID-
perbedaan-stres-ditinjau-dari-ibu-bekerj.pdf
Azimah, R. N., Khasanah, I. N., Pratama, R., Azizah, Z., Pebriantoro, W., &
Purnomo, S. R. (2020). Alnalisis Dampak COVID-19 terhadap Sosial
Ekonomi di Pasar Klaten dan Wonogiri. Empati Jurnal Ilmu Kesehteraan
Sosial, Vol. 9 (1), 59-68.

Barrett, L. F., Lewis, M., & Haviland-Jones, J. M. (2016). Handbook of Emotion. In


L. D. Kubzansky, & A. Winning, Emotions and Health (Fourth ed., pp. 613-
633). New York: The Guiford Press. Diunduh dari
https://id1lib.org/book/2746483/4dd282
Berk, L. E. (2013). Child Development (9th ed.). USA: Pearson Education. Diunduh
dari https://id1lib.org/book/2883627/53ee1d

Bögels, S., & Restifo , K. (2014). Mindfulness in Behavioral Health A Guide for
Mental Health Practitioners. New York: Springer Science . doi:DOI
10.1007/978-1-4614-7406-7
Bornstein, M. H. (2002). Handbook of Parenting (Second Edition ed., Vol. 5). USA:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Diunduh dari
https://id1lib.org/book/1080910/3b3727

Cahyati, N., & Kusumah, R. (2020). Peran Orang Tua Dalam Menerapkan
Pembelajaran Di Rumah Saat Pandemik Covid 19. Jurnal Golden Age,
Universitas Hamzanwadi, Vol. 04 No. 1, 152-159. Diunduh dari
https://core.ac.uk/download/pdf/327209071.pdf
Chairini, N. (2013). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Pengasuhan pada
Ibu dengan Anak Usia Prasekolah di Posyandu Kemiri Muka. Skripsi, 1-94.
Diunduh dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25632/1/Nurul%20
Chairini%20-%20fkik.pdf

38
39

Deater-Deckard, K. (2004). Parenting Stress. USA: Yale University Press. Diunduh


dari https://b-ok.asia/book/848539/5fbd53

Deater-Deckard, K., & Panneton, R. (2017). Parental Stress and Early Child
Development Adaptive and Maladaptive Outcomes. Springer International
Publishing. doi:DOI 10.1007/978-3-319-55376-4
Eko. (2020, November 13). Survei : Ada Tiga Masalah Orang tua Saat Mendampingi
Anak Selama BDR. Diunduh dari Sahabat Keluarga Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan:
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/?r=tpost/xview&id=24990091
5
Fasicha , N. (2019). Hubungan Kesulitan Regulasi Emosi dengan Stres Pengasuhan
pada Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Disabilitis Intelektual di SLB C
Swasta Kota Semarang. Skripsi, 1-136. Diunduh dari
https://lib.unnes.ac.id/33660/1/1511415073_Optimized.pdf

Gratz, K. L., & Roemer, L. (2004). Multidimensional Assessment of Emotion


Regulation and Dysregulation: Development, Factor Structure, and Initial
Validation of the Difficulties in Emotion Regulation Scale. Journal of
Psychopathology and Behavioral Assesment, Vol. 26 No. 1, 41-54. doi:DOI:
10.1007/s10862-008-9102-4
Gross, J. G. (2014). Handbook of Emotion Regulation. USA: The Guilford Press.
doi:9781462512560
Gross, J. J. (2007). Handbook of Emotion Regulation. New York: The Guilford Press.
Diunduh dari https://id1lib.org/book/1014027/661542
Hardani, Auliya, N. H., Andriani, H., Fardani, R. A., Ustiawaty, J., Utami, E. F., . . .
Istiqomah, R. R. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif.
Yogyakarta: Pustaka Ilmu. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/publication/340021548_Buku_Metode_Penelitia
n_Kualitatif_Kuantitatif

Havighurst, S., & Kehoe, C. (2017). The Role of Parental Emotion Regulation in
Parent Emotion Socialization: Implications for Intervention. In K. Deater-
Deckard, & R. Panneton, Parental Stress and Early Child Development
Adaptive and Maladaptive Outcomes (pp. 285--308). USA: Springer
International Publishing. doi:DOI 10.1007/978-3-319-55376-4
Holly, L. E., Fenley, A. R., Kritikos, T. K., Merson, R. A., Abidin, R. R., & Langer,
D. A. (2019). Evidence-Base Update for Parenting Stress Measures in Clinical
40

Samples. Journal of Clinical Child & Adolescent Psychology, 48(5), 685–705.


doi:DOI: https://doi.org/10.1080/15374416.2019.1639515
Ikasari, A., & Kristiana , I. F. (2017). Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Stres
Pengasuhan Ibu yang Memilki Anak Cerebral Palsy. Jurnal Empati, VI No.4,
323-328. Diunduh dari
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/download/20101/18971
#:~:text=Kesimpulan%20tersebut%20berarti%20bahwa%20semakin,ibu%20d
engan%20anak%20cerebral%20palsy.

Kemendikbud, P. (2020). Surat Edaran Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020.


Retrieved 12 2, 2020, from Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:
http://pgdikmen.kemdikbud.go.id/read-news/surat-edaran-mendikbud-nomor-
4-tahun-2020
KPAI. (2021, Februari 8). Hasil Survei Pemenuhan dan Perlindungan Anak Pada
Masa Pandemik Covid-19. Retrieved Mei 7, 2021, from Bank Data
Perlindungan Anak: https://bankdata.kpai.go.id/infografis/hasil-survei-
pemenuhan-dan-perlindungan-anak-pada-masa-pandemik-covid-19

KPCPEN. (2021, Mei 6). Pasien Sembuh Terus Meningkat Mencapai 1.552.532
Orang. Retrieved Mei 7, 2021, dari Komite Penanganan COVID-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional: https://covid19.go.id/berita/pasien-sembuh-
terus-meningkat-mencapai-1552532-orang

Kumalasari , D., & Gani, I. A. (2020). Mengasuh Anak Usia Prasekolah vs Anak Usia
Sekolah Dasar: Manakah yang lebih Menimbulkan Stres Pengasuhan pada
Ibu? Personifikasi Vol.11 No.2 NOVEMBER 2020, Vol. 11(2), 147-160.
Diunduh dari
https://journal.trunojoyo.ac.id/personifikasi/article/view/9102/5117
Kurniawan, A. W., & Puspitaningtyas, Z. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif.
Yogyakarta: Pandiva Buku. Diunduh dari
https://id1lib.org/book/5686381/2da729
Leahy, R. L., Tirch, D., & Napolitano, L. A. (2011). Emotion Regulation in
Psychotherapy. USA: The Guilford Press. Diunduh dari
https://id1lib.org/book/1199386/ea27be
Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga. Jakarta: Prenadamedia Group.
Mahfuzah, A. (2020, Oktober 2). Kecerdasan Orang Tua Mengelola Emosi di Puncak
Pandemik. Diunduh Maret 10, 2021: https://suyanto.id/kecerdasan-orang-tua-
mengelola-emosi-di-puncak-pandemik/
41

Marliani, R., Nasrudin, E., Rahmawati, R., & Ramdani, Z. (2020). Regulasi Emosi,
Stres, dan Kesejahteraan Psikologis: Studi Pada Ibu Work from Home dalam
Menghadapi Pandemik COVID-19.
Nazmudin, A. (2020, September 14). Fakta Baru, Ibu Bunuh Anak karena Susah
Diajari Belajar Online. Retrieved Desember 4, 2020, dari Kompas.com:
https://regional.kompas.com/read/2020/09/14/19524061/fakta-baru-ibu-
bunuh-anak-karena-susah-diajari-belajar-online?page=all

Nomaguchi , K., & Milkie, M. A. (2017). Sociological Perspectives on Parenting


Stress: How Social Structure and Culture Shape Parental Strain and the Well-
Being of Parents and Children. In K. Deater-Deckard, & R. Panneton,
Parental Stress and Early Child Development Adaptive and Maladaptive
Outcomes (pp. 47-74). USA: Springer International Publishing. doi:DOI
10.1007/978-3-319-55376-4
Nugrahani, S. (2015). Hubungan Parenting Stres dengan Kecenderungan Perilaku
Kekerasan terhadap Anak. Skripsi, 1-157. Diunduh dari
https://lib.unnes.ac.id/21923/1/1511411101-s.pdf
Periantalo, J. (2016). Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
PMK, K. (2020). Pembatasan Sosial Berskala Besar. Retrieved November 11, 2020,
from Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan: https://www.kemenkopmk.go.id/pembatasan-sosial-berskala-
besar
Putra, M. R. (2020, April 13). Arti PSBB dan 7 Kegiatan yang Dibatasi. Retrieved
Maret 17, 2021, dari detikNews: https://news.detik.com/berita/d-4975108/arti-
psbb-dan7-kegiatan-yang-dibatasi

Raharjo, D. B. (2020, April 9). Dampak Covid-19, Tingkat Stres Perempuan Lebih
Tinggi Karena Ekonomi Sulit. Retrieved Mei 8, 2021, dari Suara.com:
https://www.suara.com/news/2020/04/09/172520/dampak-covid-19-tingkat-
stres-perempuan-lebih-tinggi-karena-ekonomi-sulit?page=all

Rochim, A., & Zubaidah, N. (2020, Maret 23). Belajar di Rumah, Siswa Keluhkan
Tugas dari Guru Terlalu berat. Retrieved Mei 8, 2021, dari Edukasi:
https://edukasi.sindonews.com/berita/1564807/144/belajar-di-rumah-siswa-
keluhkan-tugas-dari-guru-terlalu-berat

Saputri, I. K., & Sugiariyanti. (2016). Hubungan Sibling Rivalry dengan Regulasi
Emosi padaMasa Kanak Akhir. Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol 8 (2).
Diunduh dari
42

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI/article/download/8624/569
0#:~:text=Regulasi%20emosi%20adalah%20proses%20pengendalian,perkem
bangan%20sosial%20dan%20emosional%20anak.
Sitorus, F. H. (2020). Stres pada Ibu Bekerja. Psikologi Prima, Vol. 3(2), 1-21.
Diunduh dari
http://jurnal.unprimdn.ac.id/index.php/Psikologi/article/view/1412/763

Strongman, K. T. (2003). The Psychology of Emotion. England: Wiley.


Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Susilowati, E., & Azzasyofia, M. (2020). Stress Levels of Parents Facing Children
Learning from Home at the Beginning of the Covid-19 Pandemikc in
Indonesia. International Journal of Science and Society, Volume 2, 1-12.
doi:DOI: 10.200609 / ijsoc.v2i3.117
Syamsuddin, S. (2020, September 21). Pengakuan Ibu yang Aniaya Anaknya dengan
Balok Kayu: Saya Memukulnya karena Kesal. Retrieved Maret 14, 2021, dari
KOMPAS.com:
https://regional.kompas.com/read/2020/09/21/11243261/pengakuan-ibu-yang-
aniaya-anaknya-dengan-balok-kayu-saya-memukulnya-
karena?page=all#:~:text=%22Sang%20ibu%20menganiaya%20anaknya%20d
engan,terakhir%20tak%20mengikuti%20pelajaran%20daring.
Tabi'in, A. (2020). Problematika Stay At Home Pada Anak Usia Dini Di Tengah
Pandemik Covid 19. Jurnal Golden Age, IV, 190-200. Diunduh dari http://e-
journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/jga/article/download/2244/1298
Vingerhoets, A., Zeelenberg, M., & Nyklíček, I. (2011). Emotion Regulation and
Well-Being. New York: Springer. doi:DOI 10.1007/978-1-4419-6953-8

Walker, A. P. (2000). Parenting Stress: A Comparison of Mother and Fathers of


Disabled and Non-Sabled Children. Dissertation, 1-170. Diunduh dari
https://digital.library.unt.edu/ark:/67531/metadc2686/m2/1/high_res_d/Dissert
ation.pdf
Wardani, A., & Ayriza, Y. (2020). Analisis Kendala Orang Tua dalam Mendampingi
Anak Belajar di Rumah Pada Masa Pandemik Covid-19. Jurnal Obsesi :
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, V(1), 772-782. doi:DOI:
10.31004/obsesi.v5i1.705
WHO. (2020, Mei 8). Penyakit Coronavirus (COVID-19): Risiko dan keamanan
untuk orang tua. Retrieved Februari 20, 2021, dari World Health
43

Organization: https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-
2019/coronavirus-disease-answers?query=apa+itu+covid-
19&referrerPageUrl=https%3A%2F%2Fwww.who.int%2Femergencies%2Fdi
seases%2Fnovel-coronavirus-2019%2Fcoronavirus-disease-answers

Anda mungkin juga menyukai