Anda di halaman 1dari 18

i

“DINAMIKA KEBUDAYAAN MASYARAKAT”

Di susun oleh :

1. Aldira Wibiyanti Putri (201910615014)


2. Alinda Listiyani (201910615014)
3. Mutiara Fajri (201910615005)

5 A1
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 17 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Pengertian..........................................................................................................................2
2.2 Proses Belajar Kebudayaan Sendiri..................................................................................2
2.3 Belajar Kebudayaan Asing................................................................................................8

BAB III PENUTUP.................................................................................................................13


3.1 Kesimpulan......................................................................................................................13
3.2 Saran................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebudayaan merupakan bagian dan menjadi milik masyarakat manapun di dunia ini.
Dan setiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat lain. Istilah peradaban (Civilazation) adalah nama yang
diberikan kepada kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang
sudah tinggi. Kebudayaan melahirkan kaidah-kaidah untuk melindungi masyarakat dari
kehancuran yang diakibatkan dari kekuatan tersembunyi di masyarakat. Kaidah ini berupa
petunjuk cara bertingkah laku di dalam pergaulan hidup.

Dewasa ini, kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan
setiap kelompok orang-orang dalam arti luas. Manusia berbeda dengan binatang. karena
manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah-tengah alam, melainkan selalu mengubah
alam itu. Kebudayaan dipandang sebagai suatu yang lebih bersifat dinamis bukan sesuatu
yang statis, bukan lagi kata benda tetapi kata kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Bagaimana konsepsi-konsepsi khusus mengenai pergeseran masyarakat dan
kebudayaan ?
2. Bagaimana proses belajar kebudayaan sendiri ?
3. Bagaimana proses evolusi sosial ?
4. Bagaimana proses difusi ?
5. Apa yang dimaksud dengan akulturasi dan asimilasi ?
6. Apa yang dimaksud dengan inovasi ?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa memahami proses belajar kebudayaan melalui cara internalisasi, sosialisasi


dan enkulturasi.
2. Memahami proses penyebaran dan perkembangan kebudayaan melalui defusi.
3. Memahami perubahan kebudayaan karena pengaruh kebudayan asing melalui
akulturasi, asimilasi, inovasi dan revolusi

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian

Dinamika social (social dynamics) adalah semua konsep yang diperlukan apabila
ingin menganalisis proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan, termasuk
lapangan penelitian ilmu antropologi dan sosiologi. Diantara konsep-konsep ada mengenai
proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat bersangkutan, yaitu internalisasi
(internalization),sosialisasi (sosialization), dan enkulturasi (enculturation).ada juga proses
perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan
yang sederhana, hingga bentuk-bentuk yang makin lama makin kompleks, yaituu evolusi
kebudayaan (cultural evolution). Kemudian ada proses penyebaran kebudayaan secara
geografi, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi, yaitu proses difusi
(diffusion),ada juga proses  atau yang berkaitan erat dengan penemuan baru
(discovery dan invention).

2.2 Faktor Terjadinya Dinamika Kebudayaan


2.2.1 Faktor internal
a. Penduduk.
Penduduk berandil besar dalam menentukan perubahan kebudayaan.
Contohnya, pertumbuhan penduduk memicu perubahan dalam susunan
masyarakat, lembaga kemasyarakatan, pengelompokan masyarakat, hingga mata
pencaharian yang kompleks.
b. Teknologi dan inovasi baru.
Mengutip laman Gunadarma, inovasi merupakan proses pembaruan dari
pemakaian sumber-sumber alam, energi, modal, serta penataan kembali tenaga
kerja dan penggunaan teknologi. Dari situ kemudian membentuk sistem produksi
dari produk-produk baru. Kemajuan teknologi dan inovasi menyebabkan
bertambah baiknya berbagai sarana peralatan dan fasilitas kehidupan.
c. Ekonomi.
Perubahan yang terjadi dalam kehidupan ekonomi turut memengaruhi
kebudayaan. Dahulu orang saling tukar menukar barang untuk mendapatkan
kebutuhan hidupnya. Kini telah berkembang transaksi yang lebih maju yakni

2
transaksi perdagangan dapat diselesaikan dengan alat pembayaran uang hingga
alat bayar digital (dompet elektronik).
d. Konflik.
Pemberontakan turut memengaruhi pergeseran budaya dalam masyarakat.
Misalnya ada golongan yang ingin mempertahankan budaya lama, dan di sisi lain
ada golongan yang menghendaki penyesuaian budaya terhadap datangnya hal-hal
baru.
e. Pemberontakan atau revolusi.
Adanya pemberontakan dan perang dapat menimbulkan perubahan budaya.
Perang menyebabkan pihak yang menang akan memaksakan budaya baru di
tempat invasinya.
2.2.2 Faktor eksternal
a. Alam.
Alam bisa menjadi penyebab perubahan budaya. Misalnya pada masyarakat
yang terkena efek bencana dan mesti dievakuasi di tempat lain, mereka harus
beradaptasi dengan lingkungan sosial baru yang mungkin berbeda budayanya.
b. Pengaruh budaya masyarakat lain.
Perubahan budaya juga bisa muncul akibat terpengaruh oleh budaya lain ketika
hadir masyarakat yang membawa budaya berbeda. Komunikasi antar-masyarakat
dengan budaya berbeda memungkinkan terjadi dinamika budaya yang muncul
dalam bentuk difusi atau akulturasi.

2.3 Proses Belajar Kebudayaan Sendiri


2.3.1 Proses Internalisasi
Proses internalissi adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai
ia hampir meninggal. Individu belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala
perasaan, hasrat, napsu, dan emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya, tetapi wujud
dan pengaktifan dari berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh
berbagai macam stimulasi yang berada dalam sekitaran alam dan lingkungan social dan
budayanya. Perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian seorang bayi saat
dilahirkan adalah perasaan puas dan tidak puas. Lingkungan yabg berbeda dengan
kandungan ibu member pengalaman yng tidak  puas yang pertama kepada si individu
baru itu. Baru setelah ia dibungkus selimut dan diberi kesempatan untuk menyusu, maka
rasa tidak puas itu hilang. Kemudian setiap kali ia terkena pengaruh-pengaruh
3
lingkungan yang menyebabkan rasa tidak puas tadi ia akan menangis, tetapi setiap kali
ia diberi selimut dan susu (yang mendatangkan rasa puas tadi) ia merasa nyaman.
Secara sadar si bayi telah belajar untuk tidak hanya mengalami, tetapi juga mengetahui
cara mendatangkan rasa puas, yaitu dengan menangis
Tiap hari dalam hidupnya berlalu, bertambahlah pengalamannya mengenai
bermacam-macam perasaan baru, dan belajarlah ia merasakan kegembiraan,
kebahagiaan,simpati, cinta, benci, keamanan, harga diri,kebenaran, perasaan
bersalah,dosa, malu dan sebagainya. Juga berbagai macam hasrat, seperti hasrat untuk
mempertahankan hidup, bergaul, meniru, tahu, berbakti, keindahan, dipelajarinya
melalui proses internalisasi menjadi kepribadian individu.

2.3.2 Proses Sosialisasi 


Proses sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan
dengan system social. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak sampai
hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam
individu sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan social yang mungkin
ada dalam kehidupan sehari-hari.
Kita dapat mengerti cara menyelami dan mencoba mencapai pengertian tentang
suatu kebudayaan dengan belajar dari jalannya proses sosialisasi baku yang lazim
dialami oleh sebagian individu dalam kebudayaan bersangkutan. Itulah sebabnya proses
sosialisasi. Ketika seorang anak mulai sekolah,ia mulai belajar mengenai perbedaan
antara jenis kelamin pria dan wanita. Menginjak usia remaja,hasrat birahinya mulai
berkembang. Untuk itu ia harus menyesuaikan diri dengan segala aturan
kebudayaan,adat istiadat yang ada di masyarakat. Demikian pula aturan-aturan itu dapat
kita teliti dan analisis pengaruhnya pada para individu, dan untuk selanjutnya dapat kita
ikuti dengan teliti segala situasi sekitar individu-individu lain dalam lingkungan
sosialnya, serta unsur-unsur kebudayaan yang lazim mempengaruhi diri orang Indonesia
dalam golongan pegawai yang hidup dalam masyarakat kota.
Proses sosialisasi dalam golongan-golongan social yang lain (dalam lingkungan
social dari berbagai suku bangsa di Indonesia atau dalam lingkungan social bangsa-
bangsa lain di dunia) dapat menunjukkan proses sosialisasi yang sangat berbeda.
Misalnya, bayi yang diasuh dalam keluarga kaum buruh dalam kota-kota industri besar
di Amerika Serikat akan menghadapi individu-individu yang lain daripada bayi dalam
contoh di atas tadi. Tokoh ayah dalam keluarga kaum buruh di Amerika misalnya tidak

4
begitu penting dalam proses sosialisasi pertama dari bayi, karena ayah sudah berangkat
ke pabrik pagi-pagi sebelum si bayi bangun, sedangkan siang hari ia tidak pulang untuk
makan, dan baru kembali pada malam hari saat bayi sudah akan tidur. Hanya pada hari
Sabtu dan Minggu bayi mengalami pengaruh kehadiran ayahnya.
Demikianlah para individu dalam masyarakat yang berbeda akan mengalami
proses sosialisasi yang berbeda pula karena proses sosialisasi banyak ditentukan oleh
susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Kalau sekarang
keadaan kita balik dengan mengikuti secara teliti proses sosialisasi yang lazim dialami
para individu dalam suatu masyarakat,mungkin kita menemukan salah satu metode lagi
yang akan memberikan kepada kita satu pengertian luas tentang gejalah dan masalah
yang hidup dalam masyarakat dan kebudayaan bersangkutan.
Memang sejak berapa lama,beberapa sarjana ilmu antropologi budaya telah
mencoba metode penelitian tersebut.selama melakukan field work mereka antara lain
mengumpulkan bahan mengenai :
a.       Adat istiadat (pengasuhan anak)
b.      Tingkah laku seks yang lazim dilakukan dalam suatu masyarakat,
c.       Riwayat hidup secara detail dari beberapa individu dalam suatu masyarakat.
Di Indonesia,penelitian berpusat pada masalah serupa itu pernah dilakukan pula
oleh sarjana antropologi,seperti Margaret mead;dan dua buah karangan hasil penelitian
seperti itu adalah growth and culture yang ditulisnya bersama dengan F.C. MacGregor
(1951), and ritual in bali (1955), sangat terkenal dalam kalangan antropologi.

2.3.3 Proses Enkulturasi

Istilah yang sesuai untuk kata “enkuitrasi “ adalah “pembudayaan” (dalam bahasa
inggris digunakan istilah institutionalization).[1] Proses enkulturasi  adalah proses
seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan
adat,system norma,dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
 Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dari dalam alam pikiran warga suatu
masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya,kemudian
dari teman-temannya bermain.sering kali ia belajar dengan meniru berbagai macam
tindakan,setelah perasaan dan nilai budaya pemberi motivasi akan tindakan meniru itu
telah dinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka
tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannya”di
budidayakan”. Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara
5
sebagian-sebagian. Caranya mendengar berbagai orang dalam lingkungan pergaulannya
pada saat-saat yang berbeda-beda,menyinggung atau membicarakan norma tadi. Sudah
tentu ada norma yang diajarkan kepadanya dengan sengaja tidak hanya dalam
lingkungan keluarga dan diluar keluarga, tetapi juga secara normak di sekolah. Di
samping aturan-aturan masyarakat dan Negara yang diajarkan di sekolah melalui
berbagai mata pelajaran seperti tata Negara, ilmu kewarganegaraan dan sebagainya,juga
aturan sopan santun bergaul dan lain-lainnya tetap diajarkan secara formal.
Sebagai contoh dapat disebut misalnya cara seorang Indonesia mempelajari aturan
adat Indonesia yang mengajarkan agar orang Indonesia yang habis bepergian kesuatu
tempat yang jauh, memberi ”oleh-oleh” kepada kerabatnya yang dekat dan kepada para
tetangganya yang tinggal disuatu rumahnya. Rasa aman karna ia mempunyai banyak
hubungan baik dengan orang-orang sekitarnya di masa susah sehingga perlu untuk
membalas jasanya,dan nilai gotong royong yang mertupakan motivasi dari tindakan
yang membagi-bagi “oleh-oleh” tadi, telah sejak lama, ketika ia masih kecil,
diinternalisasi dalam kepribadiannya.
Sudah tentu dalam suatu masyarakat ada pula individu yang mengalami berbagai
hambatan dalam proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasinya, yang menyebabkan
bahwa hasilnya kurang baik. Individu itu tidak dapat menyesuaikan kepribadiannya
dengan lingkungan sosial  sekitarnya, menjadi kaku dalam pergaulannya, dan condong
untuk senantiasa menghindari norma-norma dan aturan-aturan masyarakatnya.
Hidupnya penuh peristiwa konflik dengan orang lain. Individu-individu serupa itu
disebut deviants.
2.3.4 Proses Evolusi Sosial
1.  Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan analisis oleh seoran
peneliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic),atau dapat juga
dipandang seolah-olah dari jauh dengan hanya memperhatikan perubahan-
perubahan yang tampak besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial-budaya
yang dianalisis secara detail akan membuka mata peneliti untuk berbagai macam
proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari tiap
masyarakat di dunia. Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi “proses-
proses berulang” (recurrent processes). Proses-proses evolusi sosial budaya yang
dipandang seolah-olah dari jauh hanya akan menampakkan kepada peneliti

6
perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang.
Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi”proses-proses menentukan arah”
(directional processes).
2.  Proses-proses Berulang dalam evolusi sosial Budaya
Perhatianyan terhadap proses-proses berulang dalam evolusi sosial
budaya,belum dapat mendapat perhatian dari ilmu antropologi. Perhatian itu
sebenarnya timbul bersama dengan perhatian ilmu antropologi terhadap factor
individu dalam masyarakat,yaitu sejak masa sekitar 1920. Sebelum tahun 1920,
sebagian besar dari para sarjana antropologi hanya memperhatikan adat istiadat
yang lazim berlaku dalam suatu masyarakat yang menjadi objek penelitiannya.
Sikap, perasaan, dan tingkah laku khusus para individu dalam masyarakat tadi
yang mungkin bertentangan dengan adat istiadat yang lazin, diabaikan saja atau
tidak mendapat perhatian layak. Dengan demikian kalau seorang ahli antropologi
misalnya harus menulis tentang adat istiadat perkawinan orang Bali, ia hanya akan
mengumpulkan keterangan tentang hal yang lazim dilakukan dalam perkawinan-
perkawinan orang Bali itu. Upacara, aktivitas, dan tindakan yang menyimpang
dari adat Bali pada umumnya terjadi karena berbagai situasi atau keadaan khusus,
biasanya diabaikan atau kurang diperhatikan. Tindakan individu warga
masyarakatyang menyimpang dari adat istiadat umum seperti terurai sebelumnya,
pada suatu ketika dapat banyak terjadi dan dapat sering berulang (recurrent) dalam
kehidupan sehari-hari di setiap masyarakat di seluruh dunia.
Sudah tentu masyarakat pada umumnya tidak membiarkan saja penyimpangan-
penyimpangan dari para warganya itu, dan itulah sebabnya dalam tiap masyarakat
ada alat-alat pengendalian masyarakat yang bertugas untuk mengurangi
penyimpangan tadi. Masalah antara keperluan keperluan individu dan masyarakat
selalu akan ada dalam tiap masyarakat, dan walaupun ada kemungkinan bahwa
ada suatu masyarakat yang tenang untuk suatu jangka waktu tertentu,tetapi pada
suatu saat, tentu ada juga berbagai individu yang membangkang, dan ketegangan-
ketegangan masyarakat akan menjadi recurrent lagi. Akhirnya, kalau
penyimpangan-penyimpangan tadi pada suatu ketika menjadi demikian recurrent
sehingga masyarakat tidak dapat mempertahankan adatnya lagi, maka masyarakat
terpaksa member konsekuensinya, dan adat serta aturan diubah sesuai dengan
desakan keperluan-keperluan baru dari individu-individu dalam masyarakat.

7
Faktor ketegangan antara adat istiadat dari suatu masyarakat dengan keperluan
para inidividu di dalamnya itu menyebabkan perlu adanya dua konsep yang perlu
dibedakan dengan tajam oleh para peneliti masyarakat, terutama para ahli
antropologi dan sosiologi. Konsep  antara dua wujud dari tiap kebudayaan, yaitu:
(i) kebudayaan sebagai suatu kompleks dari konsep norma-norma, pandangan-
pandangan dan sebagainya, yang abstrak (yaitu system budaya) dan (ii)
kebudayaan sebagai suatu rangkaian dari tindakan yang konkret dimana individu
saling berinteraksi (yaitu system sosial). Kedua system tersebut sering ada dalam
keadaan konflik satu dengan yang lain, dan suatu pengertian mengenai konflik
antara kedua system yang ada dalam tiap masyarakat itu menjadi pangkal untuk
mencapai penertian mengenai dinamika mayarakat pada umumnya.
3. Proses Mengarah dalam Evolusi Kebudayaan
Kalau evolusi masyarakat dan kebudayaan kita pandang seolah-olah dari suatu
jarak yang jauh, dengan mengambil interval waktu yang panjang (misalnya
beberapa ribu tahun), maka akan tampak perubahan-perubahan besar yang seolah-
olah bersifat menentukan arah (directional) dari sejarah perkembangan
masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan. Perubahan-perubahan besar ini
dalam abad ke-19 yang lalu telah menjadi perhatian utama para sarjana ilmu
antropologi budaya dalam arti umum. Pada masa sekarang, gejala ini menjadi
perhatian khusus dalam suatu subilmu dalam antropologo,yaitu ilmu prehistori.
[3] Ilmu ini mempelajari sejarah perkembangan kebudayaan manusia dalam
jangka waktu yang panjang dan juga oleh para ilmu sejarah perkembagan seluruh
umat manusia dan juga harus bekerja dengan waktu yang panjang.

2.4 Belajar Kebudayaan Asing


2.4.1 Proses Difusi 
a. Penyebaran Manusia
Ilmu paleoantropologi telah memperkirakan bahwa makhluk manusia pertama
hidup di daerah sabana beriklim tropis di Afrika Timur. Sedangkan sekarang
makhluk itu menduduki hampir seluruh muka bumi ini dalam segala macam
lingkungan iklim . hal itu hanya dapat diterangkan dengan dengan adanya proses
pembiakan dan gerak penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai proses
penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya dari makhluk manusia dalam
jangka waktu berates-ratus ribu tahun lamanya sejak zaman purba.
8
Ditinjau secara lebih teliti, maka kita dapat membayangkan berbagai macam
sebab dari migrasi-migrasi itu. Ada hal-hal yang menyebabkan migrasi yang lambat
dan otomatis, ada pula peristiiwa-peristiwa yang menyebabkan migrasi yang cepat
dan mendadak.                 
Walaupun demikian, bila ditinjau dalam waktu yang panjang, suatu kelompok
manusia lama-kelamaan akan pindah wilayah juga, karena wilayah yang lama,
binatang perburuan misalnya sudah mulai berkurang atau karena dalam wilayah
yang lama jumlah manusia sudah mulai terlampau banyak. Namun perpindahan itu
berjalan dengan sangat lambat, dan biasanya tanpa disadari orang-orang yang
bbersangkutan. Suatu migrasi serupa itu sebenarnya tidak harus kita gambarkan
sebagai suatu garis lurus (I), tetapi sebagai garis spiral (II).

b. Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan


kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari saru tempat ke tempat lain,
tapi oleh karena ada individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur
kebudayaan itu hingga jauh sekali. Mereka itu terutama pedagang atau pelaut.
Pada zaman penyebaran agama besar, para pendeta agama Budha, para pendeta
agama Nasrani, dan kaum Muslimin mendifusikan berbagai unsur dari
kebudayaan-kebudayaan dari mana mereka berasal, sampai jauh sekali. Terutama
ilmu sejarahlah yang telah banyak memperhatikan cara penyebaran dari unsur-
unsur kebudayaan oleh individu-individu terurai tadi.
Bentuk difusi yang lain lagi dan mendapat perhatian ilmu antropologi adalah
penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan
antara individu dalam suatu kelompok manusia dengan individu kelompok
tetangga. Pertemuan antara kelompok-kelompok semacam itu dapat berlangsung
dengan berbagai cara.
Cara yang pertama adalah hubungan di mana bentuk dan kebudayaan itu
masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini, yaitu hubungan symbiotic,
dapat kita lihat contohnya didaerah pedalaman negara-negara Kongo , Togo, dan
Kamerun di Afrika Tengah dan Barat. Di daerah pedalaman negara-negara
tersebut berbagai suku bangsa Afrika hidup dari bercocok tanam di ladang.
Mereka mempunyai tetangga, kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari suku-

9
suku bangsa Negrito[4] hidup dari berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Hasil
berburu dan hasil hutan itu dibarter dengan hasil pertanian. Hubungan semacam
ini telah berlangsung sejak lama sekali, malahan mungkin sudah sejak berabad-
abad lamanya, kedua belah pihak sudah saling membutuhkan, tetapi hubungan
mereka terbatas hanya pada barter barang-barang itu saja, sedangkan proses saling
mempengaruhi tidak ada.
Cara lain adalah bentuk hubungan yang disebabkan karena perdagangan, tetapi
dengan akibat yang lebih jauh daripada yang terjadi  pada hubungan symbiotic.
Unsur-unsur kebudayaan asing dibawa oleh para pedagang masuk ke dalam
kebudayaan penerima dengan tidak sengaja atau tanpa paksaan. Hubungan ini,
dengan mengambil istilah dari ilmu sejarah, sering disebut penetration
pasifique, artinya “pemasukan secara damai”
Akhirnya kalau kita perhatikan suatu proses difusi tidak hanya dari sudut
bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain di muka
bumi saja, tetapi terutama sebagai prosesdi mana unsur-unsur kebudayaan
dibawaoleh individu-individu dari suatu kebudayaa, dan harus diterima oleh
individu-individu dari kebudayaan lain, maka terbukti bahwa tidak pernah terjadi
difusi dari satu unsure kebudayaan.

2.4.2 Akulturasi dan Asimilasi


a. Akulturasi
Istilah akulturasi,atau acculturation atau culture contact,[5] mempunyai
berbagai arti dari para sarjana antrpologi, tetapi semua sepaham bahwa konsep itu
mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkandengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa,sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri. Terbukti bahwa tidak pernah terjadi difusi
dari satu unnsur kebudayaan. Unsur-unsur itu seperti termaktub dalam contoh
tentang penyebaran mobil tersebut selalu berpindah-pindah sebagai suatu
gabungan atau suatu yang tidak mudah dipisah-pisahkan.
Proses akulturasi itu memang ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan
manusia, tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul ketika
kebudayaan-kebudayaan  bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke semua
10
daerah lain di muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-masyarakat
suku-suku bangsa di Afrika, Asia,Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin.
Bersama dengan perkembangan pemerintah-pemerintah jajahan di semua benua
dan daerah di luar Eropa berkembang pula berbagai usaha penyebaran agama
Nasrani. Akibat dari proses yang besar ini adalah hamper tidak ada suku bangsa di
muka bumi lagi yang terhindar dari pengaruh unsur-unsur kebudayaan Eropa itu
(pada masa sekarang di pertengahan abad ke-20 ini). Dipandang dari sudut
individu dalam masyarakat suku-suku bangsa di Afrika, Asia, dan Oseania itu,
pengaruh unsur-unsur kebudayaan Eropa dan Amerika Serikat, (terutama pada
akhir-akhir ini) mereka alami secara sangat intensif sampai pada
sistem norma  dan sistem nilai budaya. Proses ini disebut modernisasi.
b. Asimilasi
Asimilasi (assimilation) adalah proses sosial yang timbul bila ada: (a)
golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-
beda, (b) saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama,
sehingga (c) kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing
berubah sifatnya yang khas , dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah
wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya, golongan-
golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan
mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini golongan-golongan
minoritas mengubah sifat-sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya dan
menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas. Sedemikian  rupa
sehingga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke
dalam kebudayaan mayoritas.
Hal yang penting untuk diketahui adalah faktor-faktor yang menghambat
proses asimilasi. Dari berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti oleh para ahli
terbukti bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompok-kelompok secara luas
dan intensif saja, belum tentu terjadi suatu proses asimilasi, kalau diantara
kelompok-kelompok yang berhadapan itu tidak ada suatu sikap toleransi dan
simpati satu terhadap yang lain. Orang Cina misalnya ada di Indonesia, bergaul
secara luas dan intensif dengan orang Indonesia sejak berabad-abad lamanya;
namun mereka semua belum terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan

11
Indonesia, karena selama itu belum cukup ada sikap saling bertoleransi dan
bersimpati.
Sikap bertoleransi dan bersimpati terhadap kebudayaan lain itu sebaliknya
sering terhalang oleh berbagai faktor , dan fakor-faktor ini sudah tentu juga
menjadi penghalang proses asimilasi pada umumnya. Faktor-faktor itu adalah :
(a) kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi; (b) sifat takut
terhadap kekuatan dan kebudayaan lain;(c) perasaan perioritas pada individu dari
satu kebudayaan terhadap yang lain.

2.4.3 Pembaruan atau Inovasi


a. Inovasi dan penemuan
Inovasi adalah suatu proses paembaruan dan penggunaan sumber daya alam,
energi, dan modal,pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi
baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi yang menghasilkan
produk-produk baru. Dengan demikian inovasi itu mengenai pembaruan
kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi
sudah tentu sangat erat kaitannya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu
penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang panjang dan
melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention.
Suatu discovery  adalah suatu penemuan dari unsur kebudayaan yang baru,
baik berupa suatu alat yang baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang
individu baru,atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat
yang bersangkutan. Discovery baru menjadi invention bila masyarakat sudah
mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu.
b. Inovasi dan Evolusi
Suatu penemuan baru harus selau dilihat dalam kebudayaan tempat penemuan
tadi terjadi. Hal ini disebabkan karena suatu penemuan baru jarang merupakan
suatu perubahan mendadak dan keadaan tidak ada, menjadi keadaan ada. Suatu
penemuan baru biasanya berupa suatu rangkaian panjang, dimulai dari
penemuan-penemuan kecil secara akumulatif diciptakan oleh sederet pencipta-
pencipta. Dengan demikian , proses inovasi (yaitu proses pembaruan teknologi
ekonomi dan lanjutannya) itu juga merupakan suatu proses evolusi. Bedanya
ialah bahwa dalam proses inovasi individu-individu itu pasif, bahkan sering
bersifat negatif. Karena kegiatan dan usaha individu itulah, maka suatu inovasi
12
merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang begitu cepat (artinya lebih
cepat keliahatan daripada suatu proses evolusi kebudayaan).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dinamika sosial adalah semua konsep yang diperlukan apabila ingin menganalisis
proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan.
2. Proses belajar Kebudayaan Sendiri terbagi tiga yaitu: Proses internalisasi, proses
sosialisasidan proses enkulturasi.
3. Proses Evolusi Sosial terbagi tiga yaitu: Proses Microscopic dan Macroscopic dalam
Evolusi Sosial, Proses-proses Berulang dalam evolusi sosial Budaya dan Proses
Mengarah dalam Evolusi Kebudayaan.
4. Proses Difusi Tebagi dua yaitu: Penyebaran Manusia dan Penyebaran Unsur-unsur
Kebudayaan.
5. Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu dihadapkandengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa,sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri.
6. Inovasi adalah suatu proses paembaruan dan penggunaan sumber daya alam, energi,
dan modal,pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang
semua akan menyebabkan adanya sistem produksi yang menghasilkan produk-produk
baru.

3.2 Saran
Demikian materi yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap kepada Bapak/Ibu Dosen untuk dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis, demi sempurnanya makalah
ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

13
14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai