Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH KEBUDAYAAN

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Dinamika Kebudayaan”

Dosen Pengampu : Dr. Gunta Wirawan, M.Pd

Disusun oleh kelompok 1

Yordy (11308504220026)

Henny Widyasari (11308504220009)

Muliana (11308504220016)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA INDONESIA

KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “DINAMIKA
KEBUDAYAAN”ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Dosen Pengampu Dr. Gunta Wirawan, M.Pd pada mata kuliah Sejarah Kebudayaan.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Dinamika
Kebudayaan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Gunta Wirawan, M.Pd ,
selaku Dosen mata kuliah Sejarah Kebudayaan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang Kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Singkawang, 22 September 2022

ii
DAFTAR PUSTAKA

JUDUL............................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1

1.3 Tujuan.............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................2

1 Pengertian Dinamika Kebudayaan.................................................................................2

2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kebudayaan....................................2


2.3 Konsep - konsep  Dinamika Kebudayaan...................................................................4

BAB III PENUTUP DAN SARAN ...........................................................................................11

3.1 Penutup...........................................................................................................11
.........................................................................................................................................

3.2 Saran...............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Secara umum definisi kebudayaan adalah segala hal yang berhubungan dengan budi dan
akal. Secara etimologi, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata “Buddhayah”.
Kebudayaan (Buddhayah) sendiri merupakan jamak dari kata “Buddhi” yang berarti budi atau
akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan berarti culture yang diserap dari bahasa Latin yaitu,
“colere” yang berarti mengerjakan atau mengolah (bertani atau mengolah tanah).
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan cara belajar. Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
karena manusia adalah pendukung keberadaan suatu kebudayaan. Kebudayaan harus dapat
menjamin kelestarian kehidupan biologis, memelihara ketertiban, serta memberikan motivasi
kepada para pendukungnya agar dapat terus bertahan hidup dan melakukan kegiatan-kegiatan
untuk kelangsungan hidup.
Dalam jangka waktu tertentu semua kebudayaan akan mengalami perubahan, apalagi
dengan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat. Oleh sebab itu, pada makalah ini
penulis akan menjelaskan bagaimana perubahan kebudayaan khusunya di negara Timur Tengah.

1.2 Rumusan Masalah


Untuk mengkaji dan menguas tentang Manusia, Agama dan Islam, maka diperlukan sub
pokok bahasa yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah Definisi Dinamika Kebudayaan?
2. Apakah Faktor – faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kebudayaan?
3. Apakah konsep - konsep Khusus Mengenai Pergeseran Masyarakat dan Kebudayaan?

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Tujuan dan manfaat penulisan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
kuliah Sejarah kebudayaan dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah. Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca
tentang Dinamika kebudayaan dan untuk membuat kita lebih memahami materi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Definisi Dinamika Kebudayaan


Kebudayaan bukan merupakan sesuatu yang diwariskan secara biologis. Kebudayaan
merupakan proses belajar sehingga kelangsungan hidup manusia memerlukan proses pewarisan
budaya secara turun-temurun. Kebudayaan bersifat dinamis artinya, selalu mengalami perubahan
walaupun gerak perubahannya beraneka ragam seperti, ada yang berubah dengan cepat dan ada
pula yang berubah secara lambat. Dinamika kebudayaan merupakan suatu proses yang sedang
berlangsung sehingga tidak mengenal istilah berasal dari sesuatu atau berakhir di dalam suatu
keadaan tertentu. Dinamika kebudayaan adalah suatu proses yang tidak berujung dan berpangkal
yang berkaitan dengan fenomena sosial budaya di masa lalu dan akan datang serta perubahan
yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling
berbeda, sehingga terjadi keadaan  yang tidak serasi bagi kehidupan.
Ralph Linton, (dalam Ihromi, 1994: 18) mendefinisikan dinamika kebudayaan sebagai
seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak mengenai sebagian dari cara
hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Leslie
White (1969) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan fenomena yang selalu berubah
sesuai dengan lingkungan alam sekitarnya dan keperluan suatu komunitas pendukungnya.
Sependapat dengan itu Haviland (1993 : 251) menyebut bahwa salah satu penyebab mengapa
kebudayaan berubah adalah lingkungan yang dapat menuntut kebudayaan yang bersifat adaptif.
Dalam konteks ini perubahan lingkungan yang dimaksud bisa menyangkut lingkungan alam
maupun sosial. Berkaitan dengan perubahan kebudayaan, Kingsley Davis berpendapat bahwa
perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat merupakan bagian dari perubahan kebudayaan
(Poerwanto, 2000 : 142). Dari uraian pengertian diatas mengenai dinamika kebudayaan dapat
disimpulkan bahwa dinamika kebudayaan adalah cara kehidupan masyarakat yang selalu
bergerak, berkembang dan menyesuaikan diri dengan setiap keadaan.

2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kebudayaan


Masyarakat akan mengatur perilaku mereka dalam hubungan dengan alam dan
lingkungannya, termasuk didalamnya cara berinteraksi sosial dengan sesama anggota masyarakat
maupun dengan dunia supranatural menurut kepercayaan yang diyakini. Perubahan kebudayaan
dapat terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan lingkungan maupun adanya mekanisme
akibat munculnya penemuan-penemuan baru atau inovasi, difusi, hilangnya unsur kebudayaan,
dan akulturasi.
Akal yang dimiliki manusia merupakan alat utama dalam menyaring, memahami, dan
mempertimbangkan berbagai masukan yang diterima dari alam sekitarnya sebelum mengambil
keputusan dalam bersikap terhadap sesuatu. Sifat manusia yang tidak pernah puas dalam upaya
pemenuhan kebutuhan yang semakin bermutu dan bervariasi menyebabkan manusia berupaya
untuk membuat inovasi-inovasi baru. Berbagai unsur kebudayaan masyarakat Indonesia pada 25
tahun yang lalu, tanpa terasa sudah berubah pada saat-saat ini. Perubahan tersebut bukan semata-
mata terjadi pada aspek kebudayaan materil melainkan juga pada aspek immateril.
Menurut Poerwanto (2000 : 143) sebab umum terjadinya perubahan kebudayaan lebih
banyak dari adanya ketidakpuasan masyarakat, sehingga masyarakat berusaha mengadakan

2
penyesuaian. Penyebab perubahan bisa saja bersumber dari dalam masyarakat, dari luar
masyarakat atau karena faktor lingkungan alam sekitarnya. Faktor perubahan yang bersumber
dari dalam masyarakat antara lain adalah :
1. Faktor demografi: yaitu bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk. Sebagai gambaran
pertambahan penduduk yang saangat cepat di pulau Jawa menyebabkan perubahan struktur
kemasyarakatan, terutama yang berkaitan dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti
pemahaman terhadap hak atas tanah, sistem gadai tanah, dan sewa tanah yang sebelumnya
tidak dikenal secara luas.
2. Penemuan baru: proses perubahan yang besar pengaruhnya tetapi terjadi dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama disebut sebagai inovasi.
3. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat: dapat menjadi sebab timbulnya perubahan
kebudayaan. Pertentangan yang terjadi bisa antara orang perorangan, perorangan dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Sebagai contoh pertentangan antar kelompok
yaitu pertentangan antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan antar generasi
kerapkali terjadi pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional
ke tahap modern.
4. Pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri: perubahan yang terjadi
sebagai akibat revolusi merupakan perubahan besar yang mempengaruhi seluruh sistem
lembaga kemasyarakatan.
Ada pula pengaruh yang datang dari luar masyarakat, seperti :
1. Dari lingkungan alam fisik di sekitar manusia seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor yang
menyebabkan manusia seringkali harus berpindah tempat tinggal dan menyesuaikan diri dengan
tempat tinggal yang baru. Contoh pada masyarakat pantai yang tertimpa musibah tsunami,
semula mata pencaharian sebagai nelayan, ketika mereka harus pindah tempat tinggal di daerah
dataran tinggi, maka mereka harus belajar hidup dari kegiatan pertanian.
2. Peperangan dengan negara lain bisa menyebabkan negara taklukan harus bersedia menerima
kebudayaan yang dianggap lebih tinggi derajatnya oleh negara penguasa. Contoh : Jepang
setelah kalah dalam Perang Dunia II mngalami perubahan, dari bentuk negara agraris-militer
menjadi negara industri.
3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua
kelompok masyarakat atau lebih, mempunyai kecenderungan menimbulkan pengaruh timbal
balik bagi masing-masing kebudayaan. Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat senantiasa melalui tahapan beberapa bentuk proses. Proses perubahan kebudayaan
sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain (Ibid, 333 – 337) :

a. Adanya kontak dengan kebudayaan lain atau difusi. Proses ini merupakan penyebaran unsur-
unsur kebudayaan dari individu ke individu lain atau dari satu masyarakat ke satu masyarakat
yang lain.

b. Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi
manusia, untuk menguasai berbagai ilmu dan pengetahuan, juga mengajarkan bagaimana
manusia bisa berfikir secara oyektif, sehingga mampu menilai kebudayaan masyarakatnya
apakah dapat memenuhi kebutuhan sesuai perkembangan zaman atau tidak
c. Sikap menghargai hasil karya seseorang serta keinginan-keinginan untuk maju.

d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang (deviasi) tetapi bukan yang bersifat


kriminal.

e. Stratifikasi sosial masyarakat yang bersifat terbuka, sehingga nenberikan kesempatan kepada
seseorang untuk maju dan mendapatkan kedudukan sosial yang lebih tinggi.

f. Penduduk yang heterogen. Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok


sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda akan mempermudah terjadinya
kegoncangan budaya, dan selajutnya menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan
dalam masyarakat.

g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.

h. Orientasi ke masa depan dan adanya nilai-nilai bahwa manusia harus senantiasa memperbaiki
kulitas hidup.

2.3 Konsep - konsep  Dinamika Kebudayaan


Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena
manusia adalah pendukung keberadaan suatu kebudayaan. Dalam jangka waktu tertentu, semua
kebudayaan mengalami perubahan. Dalam konteks ini perubahan yang dimaksud bisa
menyangkut lingkungan alam maupun sosial. Berkaitan dengan perubahan kebudayaan, Kingsley
Davis berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat merupakan bagian dari
perubahan kebudayaan (Poerwanto, 2000:142). Perubahan-perubahan dalam kebudayaan
mencakup seluruh bagian kebudayaan, termasuk kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat,
bahkan dalam bentuk dan aturan-aturan organisasi sosial. Ruang lingkup perubahan kebudayaan
lebih luas, sudah tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.
Namun demikian setiap perubahan kebudayaan tidak perlu harus mempengaruhi sistem sosial
masyarakat yang sudah ada sebelumnya.
Dinamika kebudayaan identik dengan perubahan unsur- unsur kebudayaan universal,
yang apabila ditinjau dalam kenyataan kehidupan suatu masyarakat, tidak semua unsur
mengalami perkembangan yang sama. Ada unsur kebudayaan yang mengalami perubahan secara
cepat, ada pula yang lambat, bahkan sulit berubah. Apabila mengkaji pengertian kebudayaan,
menurut Antropolog Inggris Edward Burnett Tylor (Horton & Hunt, 2006:58) sebagai suatu
kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, keyakinan, kesenian, hukum, moral, adat,
semua kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat;
maka tingkat perubahan unsur tersebut menjadi sangat variatif antara satu masyarakat dengan
masyarakat yang lain. Telah banyak perubahan gejala dan kejadian sosial-budaya disekeliling
kita. Untuk menganalisanya terdapat beberapa konsep mengenai dinamika kebudayaan yang
akan kita bahas satu persatu.Konsep-konsep ini dikemukakan oleh ahli antropologi terkenal
Koentjaraningrat (1996: 142), yaitu :
1. proses belajar kebudayaan sendiri, yang terdiri dari internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.

2
2. evolusi kebudayaan dan difusi.
3. proses pengenalan unsur-unsur kebudayaan asing, meliputi : akulturasi dan asimilasi.
4. proses pembaruan atau inovasi.
Selanjutnya keempat konsep tersebut akan dibahas satu persatu di bawah ini.
1. Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
Proses belajar kebudayaan sendiri terdiri dari beberapa bagian. Ada tiga bagian dalam
proses belajar kebudayaan sendiri, yaitu internalisasi (internalization), sosialisasi (socialitation)
dan enkulturasi (enculturation).

a. Internalisasi
Internalisasi menurut Kalidjernih (2010, hlm. 71) “internalisasi merupakan suatu proses
dimana individu belajar dan diterima menjadi bagian, dan sekaligus mengikat diri ke dalam nilai-
nilai dan norma- norma sosial dari perilaku suatu masyarakat”.
Koentjaraningrat (2003: 142) mengungkapkan bahwa, proses internalisasi adalah proses
yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu mulai saat ia dilahirkan sampai akhir
hayatnya. Sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah segala perasaan,
hasrat, nafsu, dan emosi yang kemudian membentuk kepribadiannya. Menurut Effendi R (2006:
145) proses internalisasi adalah proses pengembangan potensi yang dimiliki manusia, yang
dipengaruhi baik lingkungan internal dalam diri manusia itu maupun eksternal, yaitu pengaruh
dari luar diri manusia. Menurut Fathoni A (2006: 24 ) proses internalisasi tergantung dari bakat
yang dipunyai dalam gen manusia untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat,
nafsu, dan emosinya. Tetapi semua itu juga tergantung dengan pengaruh dari berbagai macam
lingkungan sosial dan budayanya. Contoh: bayi yang lahir terus belajar bagaimana mendapatkan
perasaan puas dan tidak puas. Sehingga dapat  disimpulkan bahwa proses internalisasi
merupakan proses pengembangan atau pengolaan potensi yang dimiliki manusia, yang
berlangsung sepanjang hayat, yang dipengaruhi oleh lingkungan internal maupun eksternal.

b. Sosialisasi
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi : Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang
mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Paul B. Horton :
sosiologi adalah ilmu yang memusatkan pemahaman mengenai kehidupan kelompok dan produk
kehidupan yang dihasilkannya.
Proses sosialisasi ialah sebuah proses ketika seorang individu mempelajari tindakan-
tindakan yang dilakukan untuk melakukan interaksi sosial ketika berhadapan dengan macam-
macam individu di sekelilingnya yang mempunyai kepribadian serta kedudukan sosial yang
berbeda. Hal ini dilakukan dari seseorang saat masih dalam masa kanak-kanak hingga masa
tuanya. Contohnya, gaya komunikasi orang Timur Tengah pada umumnya berbeda dengan gaya
bicara orang-orang Barat yang berbicara secara langsung dan lugas. Dengan kata lain, orang
Arab masih belum berkomunikasi dengan apa adanya, masih kurang jelas dan tidak secara to the
point. Pada umumnya orang Arab suka berbicara berlebihan dan banyak basa-basi (mujamalah).
Contohnya saja jika orang Arab bertemu dengan temannya, ketika ingin sekedar bertanya tentang
kabarnya, tak cukup hanya sekali tanya atau satu ungkapan saja, akan tetapi bisa hingga berkali-
kali.

3
Fathoni A (2006: 25) mengemukakan bahwa, proses sosialisasi bersangkutan dengan
proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu seorang
individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi
dengan segala macam individu di sekililingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial
yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Koentjaraningrat (2003:145) individu
dalam masyarakat ynang berbeda-beda akan mengalami proses sosialisasi yang berbeda-beda,
karena proses itu banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan serta lingkungan sosial yang
bersangkutan.
Effendi R (2006: 24) mengemukakan bahwa syarat terjadinya proses sosialisasi adalah:
a. Individu harus diberi keterampilan yang dibutuhkan bagi hidupnya kelak dimasyarakat;
b.Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan
kemampuannyauntuk membaca, menulis dan berbicara;
c. Pengendalian fungsi-fungsi organic harus dipelajari melalui latihan-latihan wawas diri yang
tepat;
d. Individu harus dibiasakan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada masyarakat.

c. Enkulturasi
1. Havilland
Menurut Havilland, enkulturasi adalah pendidikan ditinjau dari pembelajaran yang
bersumber dari kebutuhan sehari-hari manusia seperti sandang, pakan, pangan, dan perlindungan.
Adat atau kebiasaan dalam hal tersebut akan membentuk perilaku serta kepribadian anak di masa
mendatang.
2. Talcott Parsons
Dilansir dari Southern Nazarene University, Talcott Parsons menganggap bayi adalah orang
yang tidak berbudaya dan bersosialisasi yang kemudian melakukan enkulturasi untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan mereka
menjadi anggota masyarakat yang berfungsi.
3. Adamson Hoebel
Adamson Hoebel beranggapan bahwa enkulturasi adalah proses mempelajari,
menginternalisasi, dan mengenkulturasi budaya secara disadari maupun tidak disadari. Menurun
Hoebel, enkulturasi terus terjadi dari seorang masi bayi hingga kematiannya, sehingga manusia
dapat hidup dengan baik serta memiliki kesadaran akan hak dan kewajiban milikinya maupun
milik orang lain.
4. M.J. Herskovits
S.W. Septiarti dkk dalam buku berjudul Sosiologi dan Antropologi Pendidikan (2017)
menyebutkan menurut M.J. Herskovits enkulturasi adalah suatu proses bagi seseorang baik
secara sadar maupun tidak sadar mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat.Setelah
mempelajari budaya, orang tersebut akan menyesuaikan alam pikirannya dengan kebudayaan
lingkungannya.
Koenjtaraningrat (2003:145) mengemukakan bahwa proses enkulturasi merupakan proses
belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat, system norma, serta semua
peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. Effendi R (2006: 146) mengemukakan
bahwa, sejak kecil proses enkulturasi sudah dimulai dalam alam pikiran manusia, mula-mula dari
lingkungan keluarga, kemudian teman bermain, lingkungan masyarakat dengan meniru pola
prilaku yang berlangsung dalam suatu kebudayaan. Oleh karena itu proses enkulturasi disebut

4
juga dengan pembudayaan. Proses enkulturasi adalah proses seorang individu mempelajari dan
menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, sistem norma, dan peraturan yang hidup
dalam kebudayaannya. Seperti proses-proses lainnya, proses ini dimulai sejak kecil. Hanya saja,
dalam proses enkulturasi proses ini dimulai didalam alam pikiran warga suatu masyarakat; mula-
mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya, lalu dari teman-temannya bermain
dengan cara meniru berbagai macam tindakan karena perasaan dan nilai budaya pemberi
motivasi akan tindakan meniru itu sudah diinternalisasikan dalam kepribadiannya. Karena telah
berkali-kali meniru tindakan maka segala tindakan itu telah menjadi budaya bagi dirinya.
Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum secara
teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku dalam keluarganya. Dalam masyarakat ia belajar membuat alat-alat permainan,
belajar membuat alat-alat kebudayaan, belajar memahami unsur-unsur budaya dalam
masyarakatnya. Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik perhatiannya dan yang
konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia mempelajari unsur-unsur budaya
lainnya yang lebih kompleks dan bersifat abstrak.
Contohnya dalam bertamu, kata La’ (dalam bahasa Arab “tidak”) yang diucapkan tamu
tidaklah cukup untuk menjawab permohonan pribumi agar tamu menambah makan dan
minum. Agar pribumi yakin bahwa tamunya memang betul-betul sudah kenyang, tamu tersebut
harus mengulangi kata La’ beberapa kali, ditambah dengan sumpah seperti Wallahi (Demi
Allah). Otomatis jika seorang anak melihat proses seperti ini dia ikut meniru hingga ia dewasa
dan mengaplikasikannya ketika ia menjadi tamu di rumah orang lain.

2. Evolusi kebudayaan dan difusi


Evolusi kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1996: 142) adalah, proses perkembangan
kebudayaan ummat manusia dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana sampai yang
semakin lama semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi. Koentjaraningrat
(2003:147) mengemukakan bahwa, proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat
dianalisa secara mendetail (mikroskopik), tetapi dapat juga dilihat secara keseluruhan, dengan
memperhatiakan perubahan-perubahan besar yang telah terjadi (makroskopik). Proses-proses
social budaya yang dianalisa secara detail dapat memberi gambaran mengenai berbagai proses
peribahan (yang dalam ilmu antropologi disebut recurrente processes)yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dari suatu masyarakat. Proses evolusi sosial budaya secara makroskopik
yang terjadi dalam suatu jangka waktu yang panjang, dalam antropologi disebut “proses-proses
pemberi arah”, atau directional processes.
      Adapun pengertian difusi menurut Koentjaraningrat (1996: 142) adalah, penyebaran
kebudayaan-kebudayaan yang terjadi bersamaan dengan perpindahan bangsa-bangsa yang ada di
muka bumi, sedangkan menurut Haviland (1993: 257) difusi adalah, penyebaran adat atau
kebiasaan dari kebudayaan yang satu ke kebudayaan yang lain.

3. Proses Pengenalan Unsur-Unsur Kebudayaan Asing (Akulturasi dan Asimilasi)


Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di bumi, turut
pula tersebar unsur-unsur kebudayaan di seluruh penjuru dunia yang disebut dengan proses
difusi (diffussion). Salah satu proses difusi dibawa oleh kelompok-kelompok yang bermigrasi,

5
namun bisa juga tanpa adanya proses migrasi, yaitu dengan adanya individu-individu yang
membawa unsur-unsur kebudayaan itu, dan mereka adalah para pedagang dan pelaut.
Proses ini dilakukan oleh suatu masyarakat melalui proses akulturasi (acculturation) dan
asimilasi (assimilation). Akulturasi adalah Proses sosial yang timbul apabila sekelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan
asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.(koentjaraningrat: 2003:155)
Fathoni,A (2006:31) mengemukakan bahwa, masalah-masalah mengenai akulturasi jika
di ringkas, akan tampak 5 golongan masalah, yaitu :
a. Masalah tentang metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses
akulturasi dalam suatu masyarakat,
b. Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah dan tidak mudah diterima oleh
suatu masyarakat,
c. Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan yang mudah dan tidak mudah diganti atau diubah
oleh unsur-unsur kebudayaan asing,
d. Masalah mengenai jenis-jenis individu yang tidak menemui kesukaran dan cepat diterima
unsur kebudayaan asing, dan jenis-jenis individu yang sukar dan lamban dalam menerimanya,
e.Masalah mengenai ketegangan-ketegangan serta krisis-krisis sosial yang muncul akibat
akulturasi.
Koentjaraningrat (2003:157) mengungkapkan bahwa, dalam meneliti jalannya suatu
proses akulturasi, seorang peneliti sebaiknya memperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Keadaan sebelum proses akulturasi dimulai,
b. Para individu pembawa unsur-unsur kebudayaan asing,
c. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsusr-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam
kebudayaan penerima,
d. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh,
e. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.
Contoh Akulturasi ialah bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan
menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab, maupun budaya
lokal yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan Jawa. Semua elemen atau unsur budaya di
atas melebur pada bangunan Keraton Kasepuhan tersebut. Pengaruh Eropa tampak pada tiang-
tiang bergaya Yunani. Arsitektur gaya Eropa lainnya berupa lengkungan ambang pintu berbentuk
setengah lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu sembilan). Pengaruh gaya
Eropa lainnya adalah pilaster pada dinding-dinding bangunan, yang membuat dindingnya lebih
menarik tidak datar. Gaya bangunan Eropa juga terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela pada
bangunan bangsal Pringgondani, berukuran lebar dan tinggi serta penggunaan jalusi sebagai
ventilasi udara. Dinding luar keraton kasepuhan Cirebon bercorak majapahitan yang sangat
artistik berhiaskan keramik Cina dan Eropa
Sedangkan asimilasi menurut Koentjaraningrat (2003: 160) adalah, suatu proses sosial
yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda
setelah mereka bergaul secara intensif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan
golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.

6
Fathoni,A (2006:30) mengemukakan bahwa, asimilasi timbul apabila ada:
1. golongan manusia dengan latar belakang berbeda,
2. saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama,
3. kebudayaan golongan tadi berubah sifatnya dan wujudnya menjadi kebudayaan campuran
sehingga golongan minoritas mengubah sifat khas unsur kebudayaan dan masuk kekebudayaan
mayoritas.
Sebagai contohnya yaitu rebana, yang mana rebana adalah suatu gendang yang berbentuk
bundar dan pipih. Bingkai berbentuk lingkaran dari kayu yang dibubut dengan salah satu sisi
untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Rebana berasal dari Arab, yang mana rebana ini biasanya
dipakai untuk qashidahan, musik Melayu, maupun musik Dangdut yang juga kita kenal dengan
nama tambourine (di Arab disebut sagaat). Ukuran rebana ini bervariasi, kalau dalam musik
Dangdut biasanya disebut gendang dari kulit lembu dan suling dari bambu. Akan tetapi di Arab
biasanya terbuat dari kulit domba atau kulit ikan. Sejak tahun 1980 sudah ada rebana yang
modern, yaitu yang terbuat dari aluminium atau plastik, kemudian kulitnya diganti dengan
plastik juga untuk menjaga kestabilan terhadap kelebaban udara. Bahkan ada rebana yang dapat
ditala seperti halnya timpani.
            Menurut soekanto,S (2007:75) faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya
asimilasi antara lain adalah:
a. Toleransi,
b. Kesempatan-kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi,
c. Sikap menghargai orang asinng dan kebudayaannya,
d. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat,
e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan,
f. Perkawinan campura (amalgamation),
g. Adanya musuh bersama dari luar.

4. Proses Pembauran atau Inovasi


Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan
modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan
menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk baru. Proses inovasi sangat
erat kaitannya dengan teknologi dan ekonomi. Menurut Koentjaraningrat (1996: 161) inovasi
adalah pembaruan unsur teknologi dan ekonomi dari kebudayaan. Dalam suatu penemuan baru
biasanya membutuhkan proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus yaitu
penemuan baru (discovery) dan invention (pengembangan penemuan yang telah ada).
Inovasi sangatlah penting bagi terjadinya suatu perubahan budaya. Sebab perubahan dalam
aspek budaya apapun tidak muncul begitu saja, melainkan melalui proses penemuan yang
kemudian menghasilkan perubahan besar. Perubahan melalui penemuan baru itu, berlangsung
dengan proses belajar yang mungkin cukup lama, setahap demi setahap baru kemudian
dihasilkan. Hasil inovasi tersebut ketika diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang
bersangkutan menghasilkan suatu perubahan.
Proses berlangsungnya tahap discovery sampai pada tahap invention. Menurut
Koentjaraningrat (1990:109), seringkali berlangsung lama dan kadang-kadang tidak hanya
menyangkut satu individu, yaitu si penciptanya yang pertama, melainkan dapat melibatkan
serangkaian individu yang terdiri dari beberapa pencipta.

7
Contohnya alat musik Gambus merupakan salah satu alat musik yang dimainkan dengan
cara dipetik. Alat musik ini memiliki fungsi sebagai pengiring tarian zapin dan nyanyian pada
waktu diselenggarakan pesta pernikahan atau acara syukuran. Dalam mengiringi penyanyi, alat
musik ini juga diiringi dengan alat musik lain, seperti marwas untuk memperindah irama
nyanyian. Bnetuknya yang unik seperti bentuk buah labu siam atau labu air yang menjadikannya
mudah dikenal. Alat musik Gambus ini juga dianggap penting dalam nyanyian ghazal yang
berasal dari Timur Tengajh pada masa kesultanan Malaka.
Kedatangan pedagang-pedangan Timur Tengah pada zaman kesultanan Melayu Melaka
telah membawa budaya masyarakat mereka dan memperkenalkannya kepada masyarakat di
tanah Melayu. Ada beberapa jenis Gambus yang dapat diperoleh dimana saja, terutama di
kawasan tanah Melayu. Jenis-jenis tersebut seperti Gambus yang hanya memiliki tiga senar dan
ada juga yang memiliki dua belas senar. Jumlah senar biasanya berpulang kepada orang yang
memainkannya. Selain dimainkan secara solo, alat musik Gambus juga dapat dimainkan secara
berkelompok. Alat musi Gambus dapat dimainkan di dalam perkumpulan musik-musik
tradisional atau modern. Jika dikolaborasi antara alat-alat musik tradisional dengan modern akan
menghasilkan irama yang merdu serta mempunyai keunikan tersendiri.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ralph Linton, seorang ahli antropologi mendefinisikan kebudayan (dalam Ihromi,1994;
18) adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak mengenai sebagian
cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan.
Sementara pengertian dari Dinamika iyalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan,
selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan.
Dinamika juga berarti adanya interaksi antara anggota kelompok dengan kelompoknya secara
keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi selama ada kelompok, semangat kelompok, yang terus
menerus ada dalam kelompok itu yang mana kelompok itu bersifat Dinamis, artinya dapat selalu
berubah dalam setiap keadaan. Faktor–faktor kebudayaan factor demografi, penemuan baru:
proses perubahan yang besar pengaruhnya tetapi terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu
lama disebut sebagai inovasi. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat: dapat menjadi sebab
timbulnya perubahan kebudayaan. Pertentanga yang terjadi bisa antara orang perorangan,
perorangan dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Sebagai contoh pertentangan
antar kelompok yaitu pertentangan antara generasi tua dengan generasi muda. pertentangan antar
generasi kerapkali terjadi pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang dari tahap
tradisional ke tahap modern. Pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh itu sendiri: perubahan
terjadi sebagai akibat revolusi merupakan perubahan besar yang mempengaruhi seluruh system
lembaga kemasyarakatan. Konsep-konsep khusus mengenai pergeseran masyarakat dan
kebudayaan: proses belajar kebudayaan sendiri, proses evolusi social, akulturasi, asimilasi dan
inovasi.
3.2 Saran

Demikian lah makalah yang telah dipaparkan, semoga apa yang penulis paparkan bisa
menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua untuk lebih mengenal tentang Dinamika
kebudayaan.Penulis menyadari makalah yang telah dipaparkan ini tentu masih banyak
kekurangan, maka dari itu penulis berharap masukan dan saran agar makalah ini menja dilebih
baik kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Porwanto (2000:143). Culture Is Dinamic Jakarta, Egc

Ihromi, (1994;18) Faktor-Faktor Kebudayaan, Jakarta, Egc

10

Anda mungkin juga menyukai