Menumbuhkan Semangat Menuntut Ilmu Pada Muslimah
Menumbuhkan Semangat Menuntut Ilmu Pada Muslimah
Seorang muslimah akan selalu terikat dengan berbagai aturan agama yang
menyangkut dirinya sebagai seorang yang beragama Islam seperti kewajiban
untuk merealisasikan rukun iman dan rukun Islam serta aturan lain yang
merupakan konsekuensi dari kedua hal tersebut ataupun kewajiban yang
terkait dengan kedudukannya sebagai seorang wanita seperti larangan dan
kewajiban pada masa haid, kewajiban menutup aurot, dan sebagainya.
Seluruh hal tersebut memerlukan ilmu sehingga kewajiban menuntut ilmu
juga dibebankan kepda kaum wanita sebagaimana dalam sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut,
َ لع ْل ُِم
ُطلَب ِ ْضةُ ا
َ م ْس ِلمُ ك ِلُ َعُلَى فَ ِر ْي
“Mencari ilmu itu merupakan kewajiban bagi seorang muslim.” (Hadits shahih
riwayat Ibnu Adi dan Baihaqi dari Anas radhiyallahu ‘anhu )
Seorang istri memiliki kewajiban untuk menaati suaminya dalam hal-hal yang
bukan merupakan kemaksiatan terhadap Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
Selain itu, di akhir zaman ini, ketika keburukan banyak bertebaran di muka
bumi yang membuat banyak orang hanyut dalam lumpur dosa, maka seorang
istri yang sholihah harus membekali dengan ilmu syar’i agar dapat menjaga
keistiqomahan dirinya dan suaminya serta keluarganya. Dengan nasihat yang
baik dan kelemahlembutan yang dimiliki seorang wanita, seorang suami akan
mampu menemukan ketenangan dan kekuatan yang akan menjaga dirinya dan
keluarganya dari perbuatan-perbuatan dosa misalnya berbuat syirik dan
bid’ah, berzina, mencari nafkah yang haram, mengambil riba, dan perkara-
perkara maksiat lainnya. Karena agama adalah nasihat sebagaimana sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Nasihat akan lebih dapat diterima oleh hati manusia jika diiringi dengan
sikap lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman dalam rangka memberi perintah
kepada Nabi Musa ‘alaihissalam dan saudaranya (Harun) ketika berdakwah
kepada Fir’aun,
طغَى٭ ِإنَّ ُه ِف ْر َع ْونَُ ِإلَى ا ْذ َهبَا ُ يَ ْخشَى٭ أَ ُْو يَتَذَ َّكرُ لَّ َُع َّل ُه لَّ ِينُا ا قَ ْو
ُ َ لا لَهُ فَق
َ ول
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui
batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Qs. Thaahaa : 43-44)
3. Sebagai ibu
“Seorang ibu tak ubahnya bagai sekolah. Bila kita mempersiapkan sekolah itu
secara baik, berarti kita telah mempersiapkan suatu bangsa dengan generasi
emas.”
Seorang ibu yang cerdas dan shalihah tentu saja akan melahirkan keturunan
yang cerdas dan sholih pula, bi idzinillah. Lihatlah hal itu dalam diri seorang
shahabiyah yang mulia, Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha, ibunda Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu yang merupakan pembantu setia
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain cerdas, ia juga penyabar dan
pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada Anas dan
mewarnai perangainya di kemudian hari. (Ibunda Para Ulama, hlm.25)
Demikian juga keadaan para wanita Anshar pada masa Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Sebaik-baik wanita
adalah wanita dari kaum Anshar. Rasa malu tidak menghalangi diri mereka
untuk mendalami ilmu agama.” (HR. Muslim)
Sejarah telah mencatat, ulama tidak hanya berasal dari kalangan laki-laki
saja. Ada banyak ulama wanita yang masyhur dan bahkan menjadi rujukan
bagi ulama dari kalangan laki-laki. Lihat saja ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
wanita cerdas yang namanya akan terus dibaca oleh kaum muslimin dalam
banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah pula yang merupakan
sebaik-baik teladan para wanita dalam menuntut ilmu, baik itu ilmu agama
maupun ilmu umum. Az Zuhri mengatakan, “Andai ilmu ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha itu dikumpulkan lalu dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, niscaya
ilmu yang dimiliki oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu lebih unggul”. (Al
Haitsami berkata dalam al Majma’ (9/243), “Hadits ini diriwayatkan oleh
Ath Thabarani sedangkan rawi-rawinya adalah orang yang bisa dipercaya.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim 4/139. Lihat: Para Ulama Wanita
Pengukir Sejarah, hlm. 20)
Begitu juga dengan masa setelah para shahabat (yaitu masa tabi’in, tabi’ut
tabi’in, dan seterusnya). Setiap zaman selalu menorehkan tinta emas nama-
nama para ulama wanita hingga masa sekarang ini. Di antara mereka, adalah
putri-putri ulama besar di jamannya. Sebut saja putri Sa’id bin Musayyib
(tabi’in), putri Imam Malik, Ummu ‘Abdillah binti Syaikh Muqbil bin Hadi,
dan lainnya.
Apakah ilmu yang mereka dapatkan itu merupakan ilmu warisan dari ayah-
ayah mereka yang seorang ulama? Jawabannya, tentu tidak. Ilmu bukanlah
harta benda yang dapat diwariskan begitu saja.
Alangkah bagusnya apa yang diceritakan oleh Al Farwi, “Kami pernah duduk
di majelis Imam Malik. Pada saat itu putra beliau keluar masuk majelis dan
tidak mau duduk untuk belajar. Maka Imam Malik menghadap kami seraya
berkata, “Masih ada yang meringankan bebanku yaitu bahwa masalah ilmu ini
tidak bisa diwariskan.” (Majalah al Furqon edisi 12 tahun VI)
Tentu saja ilmu yang mereka dapatkan tidak datang begitu saja. Ada usaha
dan pengorbanan yang besar untuk meraihnya. Mari kita simak kegigihan
para salaf dahulu dalam menuntut ilmu.
Tidak hanya hati saja yang mereka jaga kesungguhan dan ketulusannya
ketika menuntut ilmu, tubuh mereka pun ditempa sedemikian rupa sehingga
menjadi raga yang kuat menghadapi rintangan dalam perjalanan menuntut
ilmunya. Perhatikanlah kisah Hajjaj bin Sya’ir ini, “Ibuku pernah menyiapkan
untukku seratus roti kering dan aku menaruhnya di dalam tas. Beliau
mengutusku ke Syubbanih (salah seorang ahli hadits) di Madain. Aku tinggal
di sana selama seratus hari. Setiap hari aku membawa seratus roti dan
mencelupkannya ke sungai Dajlah kemudian aku memakannya. Setelah roti
habis aku kembali ke ibuku.” (102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama
Membara, hlm. 274).
Penutup
Mungkin saja kita tidak bisa setara dengan para salafush sholih dalam
semangat mereka menuntut ilmu. Akan tetapi, segala upaya harus kita
kerahkan agar semangat menuntut ilmu itu selalu terhujam kuat di dalam
hati kita.
Allah berfirman,
Maka tidak ada lagi alasan “Saya cuma ibu rumah tangga” atau “Saya sudah
jadi seorang istri” atau “Saya tinggal di tempat yang jauh dari majelis ilmu”
untuk menghindari kewajiban menuntut ilmu. Dengan berkembangnya
teknologi di masa sekarang ini –misalnya internet, radio, rekaman kajian
(kaset, CD, VCD, DVD), buku-buku Islam, dan majalah Islami- cukup
memudahkan kita para wanita untuk tetap dapat menuntut ilmu tanpa harus
datang dan duduk langsung dalam sebuah majelis ilmu jika keadaan memang
tidak memungkinkan.
Artikel muslimah.or.id