Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FARMAKOLOGI

“ KEWENANGAN BIDAN DALAM PEMBERIAN OBAT ”


Dosen Pengampu:Wahyu Kurniawan S.Farm., Apt.

Disusun oleh :

1. Agus Setianingsih ( 206.109.002 )


2. Dinang Ismi M ( 206.109.014 )
3. Fatmawati fuji A ( 206.109.021 )
4. Nurul Azizah ( 206.109.035 )
5. Putri Kumala O ( 206.109.039 )

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN 2A


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2011
I. TUJUAN

Agar mahasiswa mengetahui kewenangan bidan dalam pemberian obat yang


dimana dalam pemberian obat harus memenuhi standar yang diharuskan oleh
akuntabilitas yang dibebankan pada bidan melalui hukum.

II. PEMBAHASAN

KEWENANGAN BIDAN DALAM PEMBERIAN OBAT


 Akuntabilitas

Sebagai praktisi yang teregistrasi, bidan memiliki akuntabilitas ( tanggung jawab


Legal ) atau hakjawab atas tindakannya terhadap empat sumber hokum yang utama.
Sanksi dapat diterapkan bagi pelanggaran dalam pemenuhan standar yang disyaratkan
pada setiap kasus.

 Profesi

Seorang bidan yang didapatkan bersalah karena melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan etika profesinya akan menghadapi konsekuensi hukum untuk dikeluarkan
dari registrasi profesional. UKCC ( the united kingdom central council )memiliki
kewenangan dalam mengharuskan bidan di inggris untuk bertanggungjawab secara hukum
lewat undang – undang yang dikeluarkan pada tahun 1997 ( the nurses, midwives and
health visitors act 1997 ).

 Institusi

Bidan memiliki kontrak kerja yang terikat secara hukum dengan institusinya;
surat kontrak kerja tersebut mensyaratkan diantara tugasnya, bahwa bidan harus mematuhi
permintaan institusi yang masuk di akal dan bekerja dentgan ketelitian serta keterampilan
yang sesuai. Kontrak tersebut lebih lanjut mensyaratkan bahwa bidan yang terikat tugas
harus bertanggungjawab secara hokum atas tindakannya dan mengungkapkan setiap
kesalahan tindakan. Dengan demikian institusi mengika karyaawannya untuk bertanggung
jawab lewat kebijakan disipliner yang masuk akal dan prosedur yang akhirnya dapat
membawa konsekuensi pemecatan.

 Klien

Seorang ibu atau anak yang merasa bahwa dirinya terancam atau merugikan oleh
tindakan bidan yang sembrono dapayt mengajukan tuntutan ganti rugi pada pengadilan
setempat. Karena proses hokum memerlukan biaya yang besar , klien yang dirugikan lebih
suka mengajukan keluhan kepada pemilik atau direktur RS.

 Masyarakat

Kita semua bertanggung jawab hokum terhadap masyarakat lewat undang –


undang hokum pidana. Undang – undang yang berkaitan dengan pengaturan penggunaan
obat, seperti the medicines act 1968 dan the misuse of drugs acts 1971, akan menghasilkan
hokum pidana jika dilanggar. Untuk itu bidan harus mematuhi hokum ketika bekerja
dengan Obat.

 Rangkuman

Empat bidang akuntabilitas yang mengatur praktik bidan tidak memiliki eksklusif
yang sama. Seorang bidan dapat dicoret saja namanya dari daftar atau register
profesionalnya, dicopot jabatannya sebagai bidan, dituntut oleh pasiennya dan harus
membayar denda, menjalani hukuman atau bahkan dipenjara. Karena itu bidan harus
memahami bahwa akuntabilitas harus selalu dipertimbangkan sebagi suatu kesatuan yang
utuh lewat keempat bidang akuntabilitas diatas. Tindakan ini akan menjamin pelaksanaan
praktik yang aman dan efektif sehingga menguntungkan bagi pasien dan menghindari apa
yang dinamakan pembenaran atas tindakannya sendiri.

PENGATURAN HUKUM ATAS PENGGUNAAN OBAT

Undang – undang tentang obat 1968


Undang – undang prinsipil yang mengatur penggunaan obat diingris adalah the medicines
acts 1968. Undang – undang ini menciptakan suatu system administrasi dan pengeluaran
lisensi yang mengatur penjualan sserta pemasokan obat pada masyarakat. Sebelum sebuah
obat dapat dipasarkan dan dijual pada masyarakat, obat tersebut harus memperoleh
Otoritas pemasaran yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Badan ini diberi tugas
lewat undang – undang tahun 1968 tersebut untuk mengurus kualitas obat dan khasiatnya
yang membuat obattersebut dipasarkan. Komite Keamanan Obat selanjutnya ditugasi
untuk meningkatkan pengumpulan data – data tentang reaksi obat yang merugikan ( pasal
4, medicines Act 1968 ).

Obat – obat yang masuk daftar umum

Jenis obat ini dapat dijual bebas melalui segala macam tempat penjualan tanpa
memerlukan pengawasan oleh seorang apoteker yang teregistrasi. Contoh parasetamol dan
aspirin.

Obat yang hanya tersedia di apotek

Jenis obat ini hanya bisa dibawah pengawasan apoteker teregistrasi dalam sebuah apotek.
Contoh ranitidine, simetidine dan piriton.

Obat yang hanya diresepkan

Diinggris, perawat, bidan atau pelayanan kesehatan yang sudah memperoleh ijin
khusus dapat menulis resep obat tertentu yang dibutuhkan oleh profesi mereka. Obat-obat
tersebut biasanya tidak boleh diberikan oleh apotik tanpa resp dari seorang praktisi yang
sesuai. Obat-obat ini tercantum dalam pasal 3 tentang peraturan pemakaian obat lewat
resep (pemakaian pada manusia) thun 1997 didalam peraturan tentang obat (produk yang
bukan obat hewan) (yang hanya dapat dibeli dengan reep) yang diterbitkan diinggris tahun
1983 tercantum bahwa dalam keadaan yang luar biasa, seorang apoteker diperbolehkan
untuk memberi obat-obat yang hanya untuk keperluan emerjensi ntuk lima hari tanpa
resep dokter.

Praktisi yang tepat


The medicines act 1968 memberi kewenangan untuk menuliska resep kepada dokter,
dokter gigi adan dokter hewan dinggris yang dapat mengeluarkan resep dari formularium
obat yang relevan. Undang-undang diinggris yang disebut the medicinal product:
Prescribingby nurses ect. Act 1992 memperluas kisaran pengertian praktisi yang tepat
untuk meliputi perawat, bidan, dan perawat rumah teregristasi yang disebutkan dalam
uraian pada undang-undang tersebut serta memenuhi persyaratan yang dinyatakan didalam
peraturannya.

 Definisi
 Pemberian obat

Kata ini tidak didfinisikan secara umum tetapi diterima sebagai tindakan yang
melibatkan pemberian obat oleh seorang praktisi atau pengawasan seorang praktisi
terhadap pasien yang menggunakan obat tersebut. The prescription only medicines
(human use) order 1997mengartikan pemberian parenteral sebagai pemberian obat lewat
penusukan pada kulitatau membrane mukosa.

 Pasokan

Section 131 dalam medicines acts 1968 mengartikan pasokan atau suplai sebagai
tindakan atau perbuatan memasok suatu obat dalam keadaan yang berkaitan dengan
penjualan eceran. Akan tetapi, jika seorang bidan memberi obat yang hanya diperoleh
lewat resep kepada pasien untuk dibawa pulang dan memberikannya seniri, perbuatannya
itu juga disebut pasokan (sulplai).

 Resep

Resep merupakan lembaran preskripsi yang ditulis oleh seorang praktisi yang sesuai
dibawah undang-unang diinggris adalah NHS Act 1977. dengan kata lain, preskripsi
dituliskan pada lembaran kertas rtesp dan kemudian diparaf serta diberi tanggal oleh
praktisi yang mengeluarkan resep tersebut.

 Bentuk resep
Pasal 15 dalam the prescription ony medicines (Human Use)order 1997 mensyaratkan
bahwa sebuah resep harus ditulis dengan tinta atau alat tulis lainnya yang tidak bisa
dihapus pada blangko formulir ang sudah ditetapkan oleh peraturan/undang-undang dan
harus mengandung informadi berikut:

1. Nama dan alamat pasien;


2. Obat diuraikan dengan jelas;
3. Anda tangan atau paraf penulis resep; dan
4. Tanggal pembubuhan paraf tersebut.

PEMBERIAN OBAT YANG HANYA DENGAN RESEP

Sebuah obat digolongkan kedalam kelompok obat resep biasanya hanya boleh
diberikan dengan petunjuk dari seorang praktisi yang sesuai. Sec tion 58 ( 2 ) ( b )
medicines acts 1968 menyatakan :

Tidak ada orang yang dapat memberi obat kepada orang yang bukan dirinya sendiri
kecuali jika orang tersebut adalah seorang prakstisi yang sesuai atau seseorang yang
melakukannya menurut petunjuk dari seorang praktisi yang sesuai.

Namun demikian, pasal 9 dalam the prescription only medicines ( human use) order 1997
ini memungkinkan bidan yang teregistrasi dikecualikan dari peraturan yang berhubungan
dengan pemasokan dan pemberian obat resep dalam situasi tertentu. Obat – obat yang
biasanya hanya boleh diberikan dapat resep dokter dapat dipasok oleh seorang bidan yang
sudah memberitahu keinginan pemakaian obat – obat tersebut dalam praktiknya dibawah
part III medicines acts 1968.

RANGKUMAN BERBAGAI ASPEK YANG RELEVAN PADA PERATURAN


TENTANG OBAT – OBAT RESEP ( THE PRESCRIPTION ONLY MEDICINES (
HUMAN USE ) ORDER 1997 ), SCHEDULE 5

Pasal 11 ( 1 ) ( a )

PENGECUALIAN BAGI ORANG TERTENTU DARI SECTION 58 (2) UNDANG –


UNDANG TERSEBUT
BAGIAN I

PENGECUALIAN DARI PENJUALAN ATAU PEMASOKAN

Petugas yang Jenis obat resep yang menjadi Persyaratan


dikecualikan target pemberlakuan
pengecualian tersebut

4. 4. 4.
Bidan teregistrasi Obat yang hanya diberikan Penjualan atau pemasokan
dengan resep dan obat hanya boleh dilakuakan
mengandung zat berikut ini : dalam pelaksanaan praktik
1) Kloral hidrat professional bidan, dan dalam
2) Ermogetrin maleat ergometrin maleat, hanya bila
3) Pentazoin hidroklorida zat ini terdapat dalam produk
4) Triklofosodium farmasi yang bukan untuk
pemberian parental.

Pasal 11 (2)
BAGIAN 3
PENGECUALIAN DARI PEMBETASAN PEMBELIAN
Petugas yang Jenis obat resep yang menjadi Persyaratan
dikecualikan target pemberlakuan
pengecualian tersebut
2. 2. 2.
Bidan teregristrasi Obat yang hanya diperoleh Pemberian obat hanya dalam
dengan resep untuk pemberian pelaksanaan praktik
parenteral dan mengandung professional bidan, dan dalam
salah satu zat berikut ini tetapi hal promazin hidroklorida,
tanpa zat lain yang disebutkan lognokain serta lignokain
dalm kolom 1 kelompok 1 hidroklorida, obat-obat ini
peraturan ini : hanya boleh diberikan ketiks
1) Ergotamine maleat bidan telah menoong ibu
2) Lignokain dalam proses melahirkan
3) Lignokain hidroklorida anaknya.
4) Nalokson hidroklorida
5) Oksitosin natural
maupun sintetik
6) Pentazosin laktat
7) Petidin hidroklorida
8) Phytomenadion
9) Promazin hidroklorida

PENGECUALIAN UNTUK PEMBERIAN OBAT RESEP DALAM KEADAAN


EMERGENCY

Disamping pengecualian khusus yang diberikan kepada bidan seperyti yang


tercantum dalam pasal 5 dalam peraturan 1997, terdapat pula pengecualian ini pada
pembatasan pemberian obat yang memungkan pemberian jenis-jeis obat dengan tujuan
menyelamatkan jiwa dalam keadaan emergency :

1. Adrenalin atau eprineprin dalam bentuk larutan obat suntik atau injeks 1:1000 (1 mg
dalam 1 ml)
2. Atrofrin sulfat injeksi
3. Cahlorpheniramine injection
4. Dekstrosa injeksi
5. Dikobal edetat injeksi
6. Difenhidramin injeksi
7. Glucagon injeksi
8. Hidrokortison injeksi
9. Mepiramin injeksi
10. Promethazim injeksi
11. Senake venom antiserum (serum anti bisa ular)
12. Natrium mitrit injeksi
13. Natrium tiosulfat injeksi
14. Pralidoksin steril

PENGATURAN KHUSUS TERDAOAT PULA BAGI PEMASOKAN OBAT-OBAT


RESEP DALAM KEADAAN IMERGENCY

1. PROTOKOL KELOMPOK
Cara untuk meningkatkan fleksibilitas dalam praktek kebidanan adalah
menggunakan protocol kelompok tinjauan departemen kesehatan inggris tentang the
review of prescribing, supply and administrasion of prescribing, supply and
administration of medicine (1998). Menjelaskan pengertian protocol kelompok sebagai
sbuah perintah tertulis yang spesifik untuk pemasokan atau pemberian obat-obat yang
relefan dalam situasi klinis yang sudah teridentifikasi. Respiksi tersebut bisa dibuat
dilembaga (Rumah Sakit) itu sendiri oleh dokter, apoteker dan professional lainnya yang
sesuai, setelah mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen rumah sakit dan atas
saran yang isamapaikan oleh komite penasehat profesi yang relefan. Preskripsi tersebut
berlaku bagi kelompok pasien atau pelaksana pelayanan lainnya yang mungkin belum
teridentifikasi secara individual sebelum kehadiran mereka untuk mendapat pengobatan.
Protokol kelompok ini tanpa bertentangan dengan pembatasan pada penjualan,
pemasokan dan pemberian obat-obat resep yang dinyatakan dalam section 58 (2)
demedicins Act 1998. Ketidakpastian hokum tersebut dihilangkan oleh amandemen
peraturan preskripsi obat resep tersebut (depreskription only medicines (human use)
amandement order 2000) yang menghasilkan protocol kelompok (patien group direction)
dalam pelaksanaan pekerjaan yang berhubungan dengan kesehatan diinggris (NHS).
Peraturan ini mengecualikan bidan dalam kelompok professional lainnya yang relefan
dari retriksi pemasokan serta pemberian obat-obat resep dimana pekerjaan ini
dilaksanakan sebagai bagian dari protocol kelompok dengan ditandatangani oleh seorang
dokter serta apoteker senior dan disahkan oleh lembaga pelayanan kesehatan yang relefan
seperti otoritas kesehatan, kelompok kesehatan atau NHS trust.

Menyususn protocol kelompok

Departemen kesehatan dan majelis nasional pada Negara bagian wales diinggris
(2000) merekomendasikan agar protocol kelompok disusun secara multi disiplin dengan
melibatkan dokter, apoteker dan wakil setiap kelompok profesi yang diharapkan akan
memasok atau memberi obat-obat yang diatur dalam protocol tersebut. Karena setiap
praktisi yang terlibat dalam protocol tersebut akan disebutkan namanya masing-masing
memiliki akuntabilitas, maka harus disebutkan dengan jelas peranan masing-masing
praktisi.

Protocol kelompok berdasarkan undang-undang harus bedasarkan informasi berikut ini :

a. Peride berlakunya protocol tersebut


b. Uraian atau klasifikasi tentang obat-obat resep yang ada kaitannya dengan protocol
tersebut.
c. Apakah ada pembatasan atau retriksi pada jumlah yang boleh dipasok dalam satu
kejadian dan jika iya, sebutkan pembatasan tersebut
d. Situasi klinis yang menyebabkan uraian atau klasifikasi obat-obat resep tersebut
dapat digunakan untuk pengobatan
e. Criteria klinis yang mengatur siapa saja yang berhak untuk mendapatkan
pengobatan
f. Apakah ada kelompok pasien yang dikecualikan dari pengobatan yang diatur dala
protocol tersbut dan jika iya, sebutkan kelompok pasien ini.
g. Apakah ada keadaan atau situasi yang memerlukan saran lebih lanjut dari dokter
atau dokter gigi dan jika iya, sebutkan situasi tersebut
h. Bentuk farmaseotika obat resep yang disebutakan dalam uraian atau klasifikasi
i. Kekuatan atau kekuatan maksimal obat resep yang disebutkan dalam uraian atau
klasifikasi
j. Taaran yang dapat digunakn atau takaran maksimal
k. Cara atau jalur pemberian
l. Frekunsi pemberian
m. Periode minimum atau maksimum pemberian yang berlaku pada obat-obat resep
yang disebutan dalam uraian atau klasifikasi tersebut
n. Apakah terdapat peringatan yang relefan untuk diperhatikan dan jika iya, sebutkan
peringatan tersebut
o. Apakah terdapat tindakan follow up yang akan dilakukan dalam setiap keadaan
dan jika iya, sebutkan tndakan tersebut dan dalam tindakan apa saja
p. Pengaturan rujukan untuk mendapatkan nasehat atau saran medis.
q. Rincian tentang catatan pasokan atau pemberian obat dalam protocol tersebut yang
harus disimpan.
Kegagalan dalam mematuhi prsyaratan didalam peraturan tersebut dianggap
sebagai suatu tindak pidana berdasarkan the medicines Act 1968. Jika pemberian obat
akan dilakukan seorang bidan menurut protocol kelompok bagi pemakaian sendiri oleh
pasien, maka pelabelan dan informasi produk yang berkaitan dengan obat tersebut arus
memenuhi petunjuk pelabelan
Bidan sudah dikecualikan dari pembatasan pada pemasokan sert pemberian
obat-obat tertentu yang digunakan dalam praktik mereka, pengcualian ini tidak
dipengaruhi oleh ketentuan dalam protocol kelompok. Golongan obat yang
pemakaiannya dikendalikan tetap diatur lewat undang-undang penyalahgunaan obat
(misuse of drugs Act 1971) serta peraturannya dan denga demikian pada saat ini sudah
tidak dimasukan dalam protocol kelompok.

Persyaratan professional
Misuse of drugs Act 1971

Diinggris mengkatagorikan obat terkendali menjadi 5 kelompok :

1. Tanpa manfaat bagi kesehatan (misalnya lysergic acid)


2. Opiyat (misalnya petidin, diamorfin) dan preparat stimulant mayor (kokain,
amfetamin)
3. Barbiturate dan stimulan minor (misalnya stemazepam)
4. Preparat tranqualizer benzodiazetin dan steroid anabolic
5. Preparat dengan resiko penyalahgunaan yang minimal

Obat-obat dalam kelompok 1 dan 2 hanya diberikandengan resep yang sah harus
ditulis dengan tinta yang tidak bisa dihapus, diberi tanggal dan diberi paraf oleh peulis
resep. Takaran pembrian, nama dan alamat pasien harus dicantumkan. Bagi obatobat
kelompok 1 dan , takaran pemberian obat harus ditulis dengan huruf dan angka. Bidan
diinggris dapat memiliki dan menggunakan obat-obat terkendali melalui pesanan yang
dipasokan obat untuk bidan yang diparaf oleh dokter atau atasan bidan tersebut. Baru-baru
ini, the prescription only medicines (human use) order 1997 memungkinkan seorang bidan
diinggris untuk memiliki dan memberi petidin hidroklorida dibawah peraturan ini bagi
pemakaian dalam praktik profesionalnya.

Meskipun pesyaratan hokum yang umum bagi pemasokan dan pemberian


golongan obat resep telah mengecualikan bidan yang teregristrasi, namun seorag bidan
harus memperhatikan akuntabilitas dan kewajiban profesionalnya ketika memasok dan
memberi obat.

Peraturan dan kode etik bidan


Bidan dapat menggunakan obat – obatan dalam pelaksanaan praktiknya sudah
disepakati lewt kebijakan setempat melalui kerjasama dengan bidan senior, staf medic
serta farmasi.
Bidan diharuskan untuk membatasi pemberian obat dan pemberian kepada mereka yang
sudah dilatih untuk menggunakan serta memberikannya. Seorang bidan harus memberi
obat dengan bantuan peralatan hanya jika peralatan ini memenuhi persyaratan
pemakaiannya oleh seorang bidan ( alinea 41, midwives rules 1998; alinea 20 dan 21,
midwives codes of practice 1998 ).

Persyaratan yang berhubungan dengan penggunaan obat terkendali


Ketika memberikan obat yang pemakaiannya dikendalikan dalam NHS, seorang
bidan diharuskan untuk mematuhi kebijakan dan prosedur dari otoritas kesehatan setempat
yang sudah disepakati. UKCC mengharuskan bidan untuk mematuhi prosedur
pemusnahan dan penyerahan obat – obat terkendali yang dinyatakan dalam peraturan
penyalahunaan obat ( misuse of drugs regulations 1985 ). Jika ada pemusnahan obat oleh
bidan karena kehadiran seorang petugas yang diberikan wewenang lewat regulasi 26 pada
peraturan tahun 1985 tersebut. Cara lain yang digunakan yaitu bidan dapat menyerahkan
stok obat terkendali kepada apoteker yang memberi obat tersebut kepadanya atau kepada
petugas medis yang sesuai tetapi bukan kepada penyedia bidan ( alinea 17 dan 18
midwives codes of practice 1998 ).

Persyaratan yang berhubungan dengan penggunaan obat terkendali


Ketika memberikan obat yang pemakaiannya dikendalikan ( atau obat terkendali )
dalam NHS, seorang bidan diharuskan untuk mematuhi kebijakan dan prosedur dari
otoritas kesehatan setempat yang sudah disepakati. UKCC mengakui bahwa hal ini bisa
mencakup srat pesanan tetap ( standing order ) yang ditandatangani oleh konsultan dan
bidan senior untuk otorisasi pemberian iobat terkendali bagi bidan yang menggunakannya
dalam pelaksanaan peraktiknya didalam sebuah lembaga( alinea 16 dan 24, midwives code
of practice 1998 ).
UKCC mengharuskan bidan untuk mematuhi prosedur pemusnahan dan
penyerahan obat – obat terkendali yang dinyatakan dalam peraturan penyalahgunaan obat
( msuse of drugs regulation 1985 ). Hal ni memungknkan pemusnahan obat oleh bidan
dengan kehadiran seorang petugas yang diberi wewenang lewat regulasi 26 pada
peraturan tahun 1985 tersebut. Sebagai alternative lain, bidan dapat menyerahkan stok
obat terkendali kepada apoteker yang memberi obat tersebut kepadanya atau kepada
petugas medis yang sesuai tetapi bukan kepada penyelia bidan ( alinea 17 dan 18,
midwives code of practice 1998 ).
Preskripsi untuk obat – obat terkendali yang telah diberikan langsung kepada bu
hamil secara hokum dipandang sebgai hak miliknya. Sebagi hak milik, bidan secara
hokum sudah tidak lagi memiliki obat tersebut dan tidak dapat mengembalikan obat yang
telah terpakai kepada apoteker. Dalam keadaan ini, ibu bertanggungjawab untuk
memusnahkan obat terkendali yang sudah tidak dipakai lagi dan bidan harus mendorong
ibu untuk melakukan hal ini didepan dirinya. Setiap saran yang disampaikan oleh bidan,
setiap tindakan yang dilakukannya dan jumlah obat – obat tersebut harus dicatat ( alinea
19, midwives code of practice 1998 ).

Pertanggungajwaban perdata

 Kelalaian
Terlihat adanya fleksibilitas yang cukup besar yang diberikan kepada para bidan
dalam memasok dan memberi obat selama pelaksanaan praktik mereka. Standar yang
disyaratkan bagi bidan adalah standar ‘ orang biasa yang berprofesi dengan memiliki
ketrampilan atau kiat tertentu dan melaksanakannya’ ( J.McNair dalam bolam v friern
HMC ( 1957 ) ). Majelis tinggi pengadilan di inggris dalam kasus White house v.Jordan (
1981 ) mengonfirmasikan bahwa standar ini diperlakukan secara keliru dalam proses
penanganan yang meliputi pertolongan persalinan dan pembedahannya. Dalam hokum
kasus diinggris yang disebut common law ( glosarium )ada beberapa kasus dimana
seorang professional kesehatan telah dtemukan bertanggung jawab atas kelalaian yang
membuatnya lalai dalam memenuhi standar yang disyaratkan.
Pemberian obat secara parenteral biasanya meliput penggunaan suntikan. Seorang
bidan ditemukan bertanggung jawab ketika ia menyuntikan petidin kesisi medial tungkai
seoramg tungkai wanita yang menimbulkan kerusakan pada syaraf superfisialnya ( kasus
walker p. south surry district health autorhty ( 1982 ) ). Tindakan hokum lebih lanjut
dapat dikenakan pada kelalaian penyuntikan yang bisa terjadi ketika melakukan
penyuntikan pada saat dimana praktisi ahli akan menunggunya.
Kegagalan dalam berkomunkasi berhubungan dengan pemberian obat juga pernah
dipandang sebagai kelalaian. Kegagalan lebih lanjut dalam berkomunikas yang dapat
membuat seorang bidan harus bertangg jawanb atas kelalaian adalah kelalaian dalam
memberitahu kepada pasien tentang efek samping suatu obat ( goorkani v. tayside health
board 1991 ). Dengan demikian diharapkan agar seorang bidan selalu mematuhi standar
peresepan yang disyaratkan oleh undang – undang dank ode etik profesinya sehingga
dapat terhindar dari tuntutan pertanggung jawaban perdata atas kelalaian atau tuntutan
atas pelanggaran kode etik pofesi.
 Congenitan bisability ( civil liability) Act 1976
Disamping tanggung jawab perawatan terhadap ibu yang disebut dalam hokum
kasus atau common law ( glosaroium )diinggris , seorang bidan juga bertanggung jawab
atas tugas perawatnnya bagi bayi yang belum dilahirkan. UU tahun 1976 ini
memungkinkan seorang anak yang lahit hidup untuk menuntut seseorang jika atas
kelalaiannya terjadi cedera pada diri anak tersebut ketika didalam kandungan. Tuntutan
ini juga akan mengenai diri seorang bidan apabila kecerobohannya dalam melakukan
tugas perawatan telah mencederai anak pada saat sebelum atau selama proses
kelahirannya. Berdasarkan kebijakan public, section 1 ( 1 of the congenital bisability
(civil liability act 1976 mengecualikan ibu anak tersebut dari pertanggung jawaban
perdata yang disebutkan dalam UU ini sekalipun jika anak itu lahir dengan cacat atau
disabilitas akibat penggunaan obat bius, alcohol atau tembakau yang dilakukan oleh ibu.

III. KESIMPULAN
Regulasi hokum pemberian obat dan regulasi professional serta kontraktual
praktik kebidanan bertujuan untuk melindungi masyarakat umum terhadap ancaman
bahaya yang bisa ditimbulkan. Walaupun begitu, bidan mendapat keleluasaan dan
fleksibilitas yang cukup luas didalam kerangka kerja ini untuk melaksanakan
pertimbangan profesionalnya ketika memasok dan memberi obat. Ketika memberitahu
pengambilan keputusannya, bidan harus mematuhi persyaratan dalam kerangka kerja
hokum tentang pemberian obat panduan profesinya dalam penggunaaan obat dan
keputusan pengadilan perawatan yang lalai dengan cara ini, bidan akan memastikan
bahwa pelaksanaan praktiknya telah memenuihi standar yang diharuskan oleh
akuntabilitas ( tanggung jawab hokum ) ytang dibebankan pada dirinya lewat hokum,
profesi, majikan ( atau manajemen RS ) dan kewajiban moral atas ibu hamil yang
dirawatnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jordan, Sue.2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai