Oleh :
Farrand Ivan Dali
20014101079
Masa KKM : 25 Januari 2021 – 28 Februari 2021
Pembimbing :
dr. Maria F. T. Loho, SpOG-K
Oleh :
Mengetahui,
Koordinator Pendidikan
Bagian Obstetri dan Ginekologi Pembimbing
FK UNSRAT
2
PENDAHULUAN
Plasenta previa merupakan suatu keadaan dimana plasenta mengalami perlekatan pada
daerah bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan
saat pembentukan segmen bawah rahim. Plasenta previa terjadi sekitar 0.5% - 2% dari seluruh
kehamilan. Insidens plasenta previa terjadi rata-rata sekitar 0.3 persen atau 1 kasus dari 300
kelahiran. Data epidemiologi plasenta previa secara nasional belum diketahui, namun dilaporkan
bahwa plasenta previa adalah penyebab 3% dari perdarahan dalam kehamilan di Indonesia.1,4,5,6
Plasenta previa diklasifikasikan menjadi plasenta previa totalis, plasenta previa lateralis,
plasenta previa marginalis, dan plasenta previa letak rendah (low-lying placenta). Etiologi
terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor resiko
yang penting dalam terjadinya plasenta previa seperti hamil pada masa tua, multiparitas,
kehamilan gemelli, merokok, kelahirkan bayi secara sectio caesarea sebelumnya, mengalami
kelahiran dengan plasenta previa sebelumnya, mengalami aborsi sebelumnya, dan peningkatan
maternal serum alpha-fetoprotein (MSAFP). Pada plasenta previa, perdarahan merupakan gejala
paling khas yang terjadi. Perdarahan biasanya terjadi tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta
berulang, darah yang dikeluarkan berwarna merah segar.3,4,6,8,10
Talataksana plasenta previa terbagi atas terapi ekspektatif dan terapi aktif. Terapi
ekspektatif dapat menjadi pilihan dilakukan apabila terjadi pendarahan namun janin masih
prematur sehingga kemungkinan hidup di dunia sulit. Terapi ekspektatif dapat dilakukan apabila
keadaan ibu baik serta perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Terapi aktif terdiri dari
kelahiran normal maupun kelahiran secara sectio caesaria.8,11,12
3
TINJAUAN PUSTAKA
1. Plasenta previa totalis: yaitu ketika plasenta secara keseluruhan menutupi ostium
uteri internum
2. Plasenta previa lateralis: yaitu ketika plasenta menutupi sebagian ostium uteri
internum
3. Plasenta previa marginalis: yaitu ketika plasenta yang tepinya agak jauh letaknya
dan menutupi sebagian ostium uteri internum
4. Plasenta previa letak rendah (low-lying placenta): yaitu ketika ujung plasenta
berada kurang dari 2 cm dari ostium uteri internum tetapi tidak menutupi ostium
uteri internum
4
Gambar 1.2 Jenis-jenis Plasenta Previa
B. Insidens
Insidens plasenta previa terjadi rata-rata sekitar 0.3 persen atau 1 kasus dari 300
kelahiran.1 Plasenta previa terjadi sekitar 0.5% - 2% dari seluruh kehamilan. Satu dari lima
kasus perdarahan antepartum diakibatkan oleh plasenta previa.4 Data epidemiologi plasenta
previa secara nasional belum diketahui, namun dilaporkan bahwa plasenta previa adalah
penyebab 3% dari perdarahan dalam kehamilan di Indonesia. Sebuah studi di Lampung
melaporkan adanya 3856 persalinan sepanjang tahun 2011 di RSUDAM Provinsi Lampung,
dan dari jumlah tersebut didapatkan 3% memiliki penyulit perdarahan antepartum akibat
plasenta previa.5
C. Etiologi
Etiologi terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun diketahui
beberapa faktor resiko yang penting dalam terjadinya plasenta previa seperti1,4,6,10:
D. Manifestasi Klinik
Pada plasenta previa, perdarahan merupakan gejala paling khas yang terjadi.
Perdarahan biasanya terjadi tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah yang
dikeluarkan berwarna merah segar. Pada sepuluh persen dari total kasus plasenta previa, ibu
hamil tidak mengalami pendarahan sama sekali. Biasanya perdarahan pertama biasanya
tidak banyak namun pada perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari
sebelumnya. Hal ini dapat menimbulkan penyulit pada ibu yaitu anemia, bahkan sampai
syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
Biasanya bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan disertai dengan
kelainan letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin.8,12
E. Pemeriksaan Fisik
6
2. Kehamilan ≥37 minggu (berat badan ≥2500 gram) dan inpartu, atau:
3. Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misalnya anensefali)
4. Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5
atau 3/5 pada palpasi luar
F. Pemeriksaan Penunjang
Lokalisasi dari plasenta previa secara cepat dan akurat dapat dilakukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Pada banyak kasus, pemeriksaan ultrasonografi secara
transabdominal merupakan pemeriksaan confirmatory dengan rata-rata akurasi sebanyak
95%. Pada pemeriksaan ultrasonografi secara transabdominal, hasil yang impresisi atau
tidak akurat dapat terjadi akibat distensi dari vesica urinaria, jadi sebaiknya pemeriksaan
USG transabdominal dilakukan setelah ibu mengosongkan kandung kemihnya. 6,14
Gambar 1.3
Pengukuran dari lower edge
of placenta ke ostium uteri
internum membantu
menegakkan maupun
menyingkirkan diagnosis
plasenta previa. Apabila
berjarak diatas 2 cm maka
kecurigaan terhadap plasenta
previa dapat disingkirkan.
7
Gambar 1.4 USG Transabdominal menunjukkan bahwa plasenta (anak panah putih) menutupi
serviks (panah hitam)
Gambar 1.5 USG Transvaginal menunjukkan bahwa plasenta (panah putih) berada di antara
serviks dan kepala bayi
8
Gambar 1.6 USG Transabdominal pada lower uterine segment menunjukkan bahwa plasenta
previa yang terletak pada daerah posterior (panah →) menutupi ostium uteri internum (panah ⇒)
dan serviks. Pasien ini mengalami plasenta previa asimptomatik.
Gambar 1.7 USG Transvaginal pada pasien dengan low-lying placenta menunjukkan bahwa ujun
dari plasenta atau placental edge (panah →) dekat namun tidak menutupi ostium uteri internum
(panah ⇒)
G. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut yang umumnya pada akhir trimester kedua maupun
trimester ketiga, oleh karena terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
9
mengalami pelepasan. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada tapaknya. Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan membuka ada bagian tapak
plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada
plasenta previa terjadi oleh karena vaskularisasi pada daerah segmen bawah. Perdarahan
antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah
uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan serviks
menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena
robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta
letak normal. 7,8
H. Komplikasi
I. Prognosis
Prognosis ibu dengan plasenta previa sekarang ini lebih baik jika dibandingkan
dengan dahulu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih dini, ketersediaan
10
transfusi darah, dan infus cairan yang telah ada hampir di semua rumah sakit. Demikian juga
dengan kesakitan dan kematian anak mengalami penurunan, namun masih belum terlepas
dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
caesarea.8
DIAGNOSIS
11
Apabila plasenta previa terdeteksi pada akhir trimester pertama atau trimester kedua,
sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Ini dapat dilakukan
pemeriksaan USG. Beberapa wanita mungkin tidak akan terdiagnosis plasenta previa sampai
pada saat proses persalinan, terutama pada kasus-kasus plasenta previa sebagian. Diagnosis
plasenta previa dapat ditegkkan berdasarkan6,8,13:
1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan perdarahan
antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri,
warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan.
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa rasa nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyaknya darah yang keluar
apakah sedikit maupun banyak, apakah yang keluar merupakan darah beku atau darah
segar.
Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering dijumpai
kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum turun, letak kepala biasanya
masih goyang atau terapung (floating) di atas pintu atas panggul.
Pemeriksaan dalam (inspekulo maupun VT)
Pemeriksaan dalam, baik menggunakan inspekulo maupun pemeriksaan VT (vaginal
touche) tidak boleh dilakukan apabila terdapat kecurigaan plasenta previa. Manipulasi
sedikit saja dapat mengakibatkan perdarahan masif. Pemeriksaan dalam dilakukan
setelah kecurigaan terhadap plasenta previa disingkirkan.
PENANGANAN
13
Terapi Ekspektatif
Apabila terjadi pendarahan namun janin masih prematur sehingga kemungkinan hidup di
dunia sulit, terapi ekspektatif dapat menjadi pilihan. Terapi ekspektatif tentu hanya dapat
dibenarkan kalau keadaan ibu baik serta perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.
14
8. Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan janin untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi kehamilan.
Jenis persalinan yang dipilih untuk pengobatan plasenta previa dan waktu pelaksanaan
kelahiran bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
1. Jumlah perdarahan ibu apakah banyak atau sedikit
2. Keadaan umum ibu dan anak
3. Besarnya pembukaan
4. Klasifikasi/tingkat plasenta previa
5. Paritas
Penanganan wanita dengan plasenta previa bergantung pada keadaan klinisnya masing-
masing. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam perawatan ialah usia janin dan
(fetal age), pendarahan yang dialami ibu maupun gejala yang muncul selama kehamilan.
Apabila ibu yang dirawat di rumah sakit pendarahannya sudah berhenti sekitar 2 hari dan
janin dinyatakan sehat maka ibu dapat pulang ke rumah, dengan syarat bahwa keluarga harus
berhati-hari dengan kemungkinan pendarahan berulang dan bersiap untuk membawa ibu ke
rumah sakit lagi.6,8
Terapi Aktif
Terapi aktif terdiri dari kelahiran normal maupun kelahiran secara sectio caesaria.
Kriteria dari terapi aktif ialah sebagai berikut8:
1. Umur kehamilan >/ = 37 minggu
2. BB janin >/ = 2500 gram
3. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
4. Ada tanda-tanda persalinan
5. Keadaan umum pasien tidak baik Ibu anemis Hb < 8 gr/dl
2. Sectio caesarea
Merupakan pilihan tatalaksana yang tepat bagi ibu dengan plasenta previa karena8,11:
Mempersingkat lamanya perdarahan
Mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Pada plasenta previa,
robekan mudah terjadi, karena serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa
banyak mengandung pembuluh – pembuluh darah
Dilakukan pada plasenta previa totalis dan pada plascenta previa lainnya apabila
terjadi perdarahan hebat
Semua ibu dengan plasenta previa sebaiknya dilakukan terminasi kelahiran secara
sectio caesaria. Setelah plasenta terlepas, dapat terjadi perdarahan yang hebat yang
diakibatkan oleh kontraksi otot polos yang kurang pada lower uterine segment. Apabila
hemostasis pada area implantasi plasenta tidak dapat terjadi dengan tekanan, maka area
implantasi plasenta dapat dilakukan penjahitan dengan 0-chromic suture. Metode lain
yang dapat dilakukan ialah menghentikan perdarahan dengan kombinasi jahitan dan
menggunakan tamponade (baik Bakri balloon maupun dengan Foley balloon). 6
17
PENUTUP
Kesimpulan
Plasenta previa merupakan keadaan dimana plasenta mengalami perlekatan pada daerah
bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim. Keberhasilan untuk menemukan adanya plasenta previa
pada masa kehamilan sangat penting karena apabila tidak diketahui selama kehamilan kemudian
ibu melahirkan secara pervaginam maka pendarahan dapat terjadi. Tujuan terapi ekspektatif
maupun tindakan sectio caesaria adalah mencegah kematian ibu pada waktu persalinan. Untuk
menentukan cara persalinan pada pasien dengan plasenta pervia diperlukan pertimbangan
berdasarkan klasifikasi plasenta previa.
Saran
Mengingat resiko perdarahan pada saat persalinan pervaginal pada pasien dengan
plasenta previa cukup berat, maka perlu dilakukan evaluasi obstetrik dengan teliti, sebelum
memutuskan untuk melahirkan janin pervaginal. Bila diputuskan melahirkan janin pervaginal,
maka penolong dituntut untuk menguasai teknik persalinan secara terampil dan kompeten.
Apabila memang tidak memungkinkan untuk dilakukan kelahiran pervaginal maka sebaiknya
kelahiran dilakukan dengan tindakan sectio caesarea.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakker R, Smith CV. Placenta Previa [Internet]. New York: Medscape; 2018 [cited 2021
Jan 25]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/262063-overview
2. Hacker N, Gambone JC, Hobel CJ. Hacker and Moore's Essentials of Obstetrics and
Gynecology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 137-138.
3. Gabbe SG, Niebyl SR, Simpson JL, et al. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies.
7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2017. p. 400-403.
4. Oats J, Abraham S. Llewellyn-Jones Fundamentals of Obstetrics and Gynaecology. 10th
ed. Philadelphia: Elsevier; 2017. p. 119-121.
5. Trianingsih I, Mardhiyah D, Duarsa AB. Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya
kejadian plasenta previa. Jurnal kedokteran Yarsi. 2015;23(2):103-113
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SJ, et al. Williams Obstetrics. 24th ed. New York:
McGraw-Hill; 2014. p. 799-804.
7. Dudenhausen JW. Practical Obstetrics. 1st ed. Berlin: Walter de Gruyter; 2014. p. 369-
374.
8. Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. 4th
ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016. p. 495-503.
9. Smith RP. Netter’s Obstetrics and Gynecology. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier; 2018. p.
487
10. Beckmann CR, Ling FW, Herbert NW, et al. Obstetrics and Gynecology. 7th ed.
Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2014. p. 164-166.
11. Yeomans ER, Hoffman BL, Gilstrap LC, Cunningham FG. Cunningham & Gilstrap’s
Operative Obstetrics. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2017. p. 437-451
12. Leveno KJ, Alexander JM, Bloom SL, et al. Williams Manual of Pregnancy
Complications. 23th ed. New York: McGraw-Hill; 2013. p. 194-200.
13. DeCherney AH, Nathan L, Laufer N, et al. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics
& Gynecology. 11th ed. New York: McGraw-Hill; 2013. p. 313-315.
14. Stephenson SR. Diagnostic Medical Sonography Obstetrics and Gynecology. 3rd ed.
Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 407-408.
19
15. Woodward OH, Kennedy A, Sohaey R. Diagnostic Imaging Obstetrics. 3rd ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 794-797.
20