Anda di halaman 1dari 88

PERDARAHAN

OBSTETRI
LEO SIMANJUNTAK
KEGAWATDARURATAN OBSTETRI, 2 OKTOBER 2021

Leo Simanjuntak

FK UHKBP Nommensen Medan


Kematian maternal
Adalah:
 kematian perempuan pada saat hamil atau dalam kurun waktu 42 hari sejak
terminasi kehamilan,
 tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan,
 karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain.
TRIAS PENYEBAB
UTAMA KEMATIAN
MATERNAL:
1. PERDARAHAN.
2. HIPERTENSI DALAM
KEHAMILAN (PE/E).
3. INFEKSI/SEPSIS.
BLOK REPRODUKSI
(RS-43)

2021
Kematian maternal akibat
perdarahan.
Perdarahan OBSTETRI/perdarahan pada kehamilan meliputi:
1. Perdarahan hamil muda( ≤ 20 minggu): abortus, KET,
molahidatidosa.
2. Perdarahan antepartum (20 minggu <): plasenta previa, solusio
plasenta,dll.
3. Perdarahan postpartum: atonia uteri, dll.

BLOK REPRODUKSI
Dosen Pengampu
(RS-43)
Leo Simanjuntak

FK UHKBP Nommensen Medan 2021


PLASENTA
PREVIA
Plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah Rahim (SBR) sehingga
DEFINISI menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum (menutupi pembukaan
jalan lahir).
EPIDEMIOLOGI

Insidensi plasenta previa sebesar


satu kasus tiap 200 kehamilan

Jauniaux ERM, Alfirevic Z, Bhide AG, Belfort MA,


Burton GJ, Collins SL, Dornan S, Jurkovic D, Kayem G,
Kingdom J, Silver R, Sentilhes L on behalf of the Royal
College of Obstetricians and Gynaecologists. Placenta
Praevia and Placenta Accreta: Diagnosis and
Management. Green-top Guideline No. 27a. BJOG 2018
FAKTOR RISIKO
•Usia Ibu
• Insidensi plasenta previa meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu. Insidensi plasenta
previa sebesar 0,5% pada ibu hamil di bawah 35 tahun dan 1,1% pada ibu hamil di atas 35
tahun.
•Multiparitas
• Insidensi plasenta previa meningkat seiring dengan meningkatnya status paritas. Insidensi
plasenta previa sebesar 2,2% pada ibu hamil yang memiliki paritas 5 kali atau lebih
•Riwayat seksio sesarea
• Pada ibu hamil dengan riwayat seksio sesarea satu kali, terdapat risiko sebesar 1,6 kali untuk
terjadinya plasenta previa pada kehamilan kedua. Ibu hamil dengan riwayat insisi (sayatan)
pada rahim dan plasenta previa memiliki risiko terjadinya plasenta akreta hingga
membutuhkan histerektomi.
•Merokok
• Risiko plasenta previa meningkat dua kali lipat pada wanita yang merokok.
KLASIFIKASI

TOTALIS MARGINAL
Plasenta yang Plasenta yang
menutupi seluruh tepinya berada
OUI pada OUI
PLASENTA LETAK
PARSIAL RENDAH
Plasenta yang
Plasenta yang
tepinya berada
menutupi sebagian
maksimal 2 cm dari
OUI
pinggir OUI
Pada sebagian besar kasus (2/3 kasus) plasenta previa
didapatkan gejala perdarahan pervaginam anterpartum
tanpa disertai nyeri (painless bleeding). Perdarahan juga
terjadi tanpa disertai kontraksi uterus.

Perdarahan pervaginam biasanya muncul pada akhir


trimester kedua atau lebih. Pada saat ini perdarahan
MANIFESTASI terjadi akibat pembentukan segmen bawah rahim (SBR)
KLINIS dan dilatasi OUI sehingga terjadi pemisahan plasenta
dari tempat implantasinya.
Gejala lain yang muncul pada plasenta previa adalah
Darah yang keluar segar, jumlahnya sesuai beratnya
anemia, dan bagian terendah janin tidak masuk pintu
atas panggul pada saat pemeriksaan fisik.
Gejala klinis
1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri
(painless), tanpa sebab (causeless), berulang(recurrent
bleeding).
2. Bagian terbawah janin masih tinggi, karena terhalang
plasenta.
3. Sering terjadi kelainan letak janin.
Diagnosis dengan pemeriksaan klinis ditegakkan
melalui teknik double set-up dengan melakukan
periksa dalam. Pemeriksaan dalam tidak
dilakukan jika persalinan tidak direncanakan dan
DIAGNOSIS tidak terdapat kesiapan untuk melakukan SC,
karena dapat menyebabkan perdarahan

USG trans-abdominal dapat memberi kepastian


diagnosis plasenta previa dengan ketepatan 96-
98%
USG trans-vaginal memiliki positive
predictive value 98% dan 100% negative
predictive value pada upaya dianosis
plasenta previa, oleh karena itu USG
transvaginal merupakan baku emas untuk
DIAGNOSIS diagnosis plasenta previa

MRI, pencitraan dengan MRI berguna untuk


evaluasi plasenta akreta, namun tetap
tidak dapat menggantikan pemeriksaan
USG
USG Transvaginal Plasenta
Previa totalis
Penanganan.

1. Terminasi .
Pada perdahan hebat yang mengancam jiwa, kehamilan
cukup bulan,inpartu.
2. Ekspektatif.
Penanganan ekspektatif dilakukan apabila:
• janin masih hidup dan belum aterm,
• keadaan ibu baik,
• perdarahan sudah berhenti atau sedikit-sedikit,dan
• belum inpartu.
Dasar penanganan ekspektatif adalah:
1.Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal.
2.Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas.
Tujuan penanganan ekspektatif adalah agar berat
badan janin mencapai 2500 gr atau usia kehamilan
mencapai 37 minggu. Jika kehamilan mencapai 37
minggu dilakukan terminasi kehamilan.
Dirawat di rumah sakit,dan diberikan antibiotika
profilaksis,tokolitik,dan deksametason untuk
pematangan paru janin.
Cara persalinan.
1. Seksio sesarea.
• Prinsip utama ialah untuk menyelamatkan ibu, walaupun
janin sdh meninggal.
• Tujuan adalah melahirkan janin segera shg.uterus segera
berkontraksi dan perdarahan berhenti.
• Antisipasi transfusi darah.
• Perawatan pascaoperasi,termasuk
pemantauan perdarahan, infeksi dan
keseimbangan cairan.
2. Melahirkan pervaginam.
Dasar pemikiran adalah perdarahan akan berhenti jika
ada penekanan pada plasenta.

Penekanan dapat dilakukan dengan cara:


• amniotomi dan akselerasi persalinan. Dilakukan pada plasenta
previa marginalis dengan presentasi kepala.
• Versi braxton Hicks.
tamponade plasenta dg bokong janin, tdk dilakukan pada
janin yg masih hidup.
• Traksi dengan cunam Willet.
Kulit kepala dijepit dengan cunam Willet kemudian diberi beban secukupnya
sampai perdarahan berhenti. Tidak dilakukan pada janin hidup.
TATALAKSANA
Komplikasi pada ibu.
1. Syok hipovolemik.
2. Infeksi.
3. Emboli.
4. Gangguan pembekuan darah.
5. Kematian.
Komplikasi pada janin
1. Prematuritas.
2. Hipoksia.
3. Anemia.
4. Kematian.
SOLUSIO
PLASENTA
Terlepasnya plasenta, baik
sebagian maupun seluruh
permukaan maternal
DEFINISI plasenta, dari tempat
implantasi yang normal
pada lapisan desidu
endometrium, yang terjadi
sebelum anak lahir.
Nama lain :
Abruptio plasenta.
Ablasio plasenta.
Accidental haemorrhage.
Premature separation of the normally implanted placenta.
EPIDEMIOLOGI

o Abruptio plasenta terjadi pada 0,2% - 1% kehamilan


o Berdasarkan onset terjadinya abruptio plasenta, sekitar
60% terjadi preterm dan 50% terjadi sesaat sebelum
persalinan
o Insidensi abruptio plasenta paling banyak terjadi pada usia
kehamilan 24 – 26 minggu, terjadi pada 9 tiap 100
kelahiran
• Diawali pecahnya arteri spiralis dalam
desidua basalis sehingga terbentuk
hematoma retroplasenta.
• Diikuti pelepasan plasenta dari
Etiopatogenesis implantasinya.
• Proses yang mendahului diduga adalah
invasi trofoblas yang tidak sempurna,
infeksi atau inflamasi pada desidua.
Abruptio plasenta parsial
FAKTOR RISIKO
Sekitar 50% kasus abruptio plasenta tidak diketahui faktor risikonya
•Riwayat abruptio plasenta sebelumnya (RR : 10 – 50)
•Ketuban pecah dini preterm (PPROM) (RR : 2,4 – 4,9)
•Hipertensi kronis atau preeklampsia berat (RR 1,8 – 4)
•Korioamnionitis (RR : 3)
•Trombofilia (RR : 3 – 7)
•Leiomyoma
•Perdarahan pervaginam pada usia kehamilan < 20 minggu (RR : 1,6)
•Perdarahan sub-korionik
•Peningkatan MS-AFP (Maternal Serum Alpha-Fetoprotein) yang tidak diketahui
penyebabnya
FAKTOR RISIKO

•Penyalahgunaan substansi seperti kokain


•Merokok (RR : 1,4 – 1,9)
•Trauma abdomen
•Peningkatan usia ibu
•Ruptur uteri
•Kehamilan multipel (RR : 2,1)
•Riwayat seksio sesarea dua kali atau lebih
•Hidramnion (RR : 2)
Solusio plasenta akibat
trauma abdomen
Patologi.
Solusio plasenta diawali dengan perdarahan dalam
desidua basalis, terjadilah hematoma dalam desidua
yang makin lama makin besar sehingga plasenta terlepas
dari tempat implantasinya.
Pada sebagian besar kasus darah akan menyelusup
diantara selaput ketuban dengan dinding uterus dan
keluar melalui vagina <external hemorrhage>. Pada
sebagian lagi darah tidak keluar< concealed hemorrhage>.
Perdarahan pada
sol.plasenta
Perdarahan partialis (revealed
tersembunyi bleeding)
pada
sol.plasenta
totalis
KLASIFIKASI

RINGAN SEDANG BERAT

• Luas plasenta yang terlepas • Luas plasenta yang terlepas • Luas plasenta yang terlepas
tidak sampai 25%. melebihi 25% namun belum melebihi 50% dan jumlah
• Jumlah darah yang keluar mencapai 50%. darah yang keluar mencapai
biasanya kurang dari 250 mL. • Jumlah darah yang keluar 1000 mL.
• Darah yang keluar terlihat lebih dari 250 mL tetapi • Gejala yang muncul seperti
seperti haid bervariasi dari belum mencapai 1000 mL. keadaan umum penderita
sedikit sampai seperti • Gejala yang muncul seperti buruk disertai syok dan pada
menstruasi yang banyak. nyeri pada perut terus – sebagian besar kasus terjadi
• Gejala perdarahan sukar menerus, denyut jantung kematian janin.
dibedakan dari plasenta janin menjadi cepat,
previa kecuali warna darah hipotensi, dan takikardia.
yang kehitaman.
MANIFESTASI KLINIS

Pada sebagian besar kasus didapatkan gejala nyeri perut yang muncul mendadak, perdarahan per-vaginam, dan
nyeri pada rahim (uterine tenderness)

Pada sekitar 10% - 31% kasus abruptio plasenta terjadi perdarahan tersembunyi
(concealed bleeding)

Terdapat gangguan kesejahteraan janin (KTG kategori II atau III)

Kontraksi uterus > 5x dalam 10 menit


Gejala klinis.
1. Perdarahan pervagina disertai rasa nyeri juga diluar his.
2. Anemia dan syok dimana syok yang terjadi sering tidak sesuai dengan
jumlah perdarahan yang terjadi.
3. Uterus tegang dan nyeri pada palpasi <uterus en bois>.
4. Palpasi janin sukar karena uterus tegang.
5. DJJ biasanya tidak terdengar lagi.
Diagnosis.
Diagnosis ditetapkan secara klinis yaitu didasarkan pada:
adanya perdarahan antepartum disertai rasa nyeri,
uterus yang tegang dan nyeri.
Palpasi janin sukar karena tegang.
Gawat janin atau DJJ tidak terdengar lagi.
Setelah plasenta lahir ditemukan cekungan<crater> pada permukaan
maternal plasenta akibat tekanan dari hematoma retroplasenta.
• Pada tahap awal terjadi solusio bisa tanpa gejala,
dan apabila prosesnya tidak berlanjut, maka
diagnosis hanya dibuat berdasarkan adanya crater
pada permukaan maternal plasenta setelah
plasenta lahir.
Pemeriksaan laboratorium.
• Pemeriksaan laboratorium yang didapatkan pada abruptio plasenta adalah
pemanjangan PT, PTT, hipofibrinogenemia, dan trombositopenia. Peningkatan D-
dimer dapat terjadi pada abruptio yang disertai dengan DIC
Pemeriksaan USG.
 Sensitivitas rendah yaitu 24%, spesifisitas 96%.
 Ditemukan daerah bebas echo dibelakang plasenta.
 Penebalan plasenta.
 Penonjolan chorionic plate kearah rongga amnion.
 Digunakan untuk menyingkirkan penyebab perdarahan antepartum lain.
POIN PENTING
Penanganan.
1. Umum: Mengatasi syok, transfusi dara,
pemberian antibiotika.
2. Khusus: Merencanakan persalinan.
Mengatasi syok.
• Infus larutan RL atau NaCl untuk restorasi cairan,
diberikan 500 cc dalam 15 menit pertama dan 2 liter
dalam 2jam kemudian.
• Transfusi darah segar yang juga berfungsi mengganti
faktor pembekuan darah.
Oliguria.
Yaitu bila produksi urin kurang dari 30ml/jam. Oliguria
merupakan tanda gangguan fungsi ginjal yang terjadi akibat
syok yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung lama sebelum
mendapat pertolongan.Pada kondisi yang berat dapat terjadi
anuria selanjutnya nekrosis tubulus renalis <ATN>. Oleh karena
itu selain transfusi darah, persalinan harus segera diselesaikan.
Mengatasi oliguria.
Segera setelah restorasi cairan lakukan tindakan untuk
mengatasi oliguria yaitu:
• Berikan furosemide 40 mg dalam cairan RL NaCl, dengan
tetesan 40 – 60 tts./mnt.
• Bila belum berhasil berikan manitol dengan 40 tts/mnt.
Persalinan seksio sesarea.
Dilakukan apabila:
Janin hidup dan pembukaan belum lengkap.
Gawat janin dimana persalinan pervaginam tdk.dapat
dilaksanakan segera (apabila persalinan dapat dilaksanakan dalam
≤ 20 menit, morbiditas dan mortalitas neonatal dapat ditekan).
Janin mati dan persalinan pervaginam tdk dpt.dilakukan dl.waktu
singkat.
Persalinan pervaginam.
Dilakukan apabila:
Janin hidup, gawat janin,pembukaan lengkap dan bagian
terbawah didasar panggul.
Janin mati dan pembukaan >2 cm, dilakukan akselerasi
dgn.oksitosin.
TATALAKSANA

Berghella, V. (2017).
Obstetric Evidence Based
Guideline. New York:
CRC Press.
TATALAKSANA
Komplikasi.

1. Timbul segera, perdarahan dan syok, dan


Couvelaire uterus.
2. Timbul lambat, ggn pembekuan darah karena
hipofibrinogenemia dan ggn. fungsi ginjal.
Dapat terjadi ekstravasasi darah masuk kedalam otot uterus
bahkan sampai kebawah lapisan serosa uterus bahkan
sampai ketuba, ligamentum latum, ovarium dan rongga
peritoneum. Keadaan ini disebut uteroplacental apoplexy,
dimana keadaan ini pertama kali digambarkan oleh
COUVELAIRE pada awal tahun 1900an. Keadaan ini jarang
menyebabkan atonia uteri.
Uterus
Couvelaire
Hipofibrinogenemia.

• Yaitu bila kadar fibrinogen dalam darah kurang dari 150mg %.


• Wanita hamil normal kadar fibrinogen normal adalah antara
300mg% - 700mg%.
• Jika kadar fibrinogen turun dibawah 100mg% terjadi gangguan
pembekuan darah.
Mengatasi hipofibrinogenemia.
• Cara terbaik adalah dengan transfusi darah segar.
• Bila tidak tersedia dapat diberikan FFP 15ML/kgBB, atau
dapat juga kriopresipitat fibrinogen.
• Pemberian fibrinogen dapat memperberat DIC yang
berlanjut pengendapan fibrin dan pembendungan
mikrosirkulasi di ginjal,otak dll.
Prognosis.
• Untuk janin prognosis buruk dimana 90% janin meninggal
• Untuk ibu dengan penanganan yang cepat dan tepat serta
persediaan darah yang cukup dan cepat kematian ibu dapat
ditekan sampai 1%.
RUPTURA
UTERI
LEO SIMANJUNTAK
FK UHKBPN MEDAN
Definisi.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding
rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium.

Robekan dapat mengenai kandung kemih dan pembuluh


darah pada vasa uterina
Pembagian.
• Ruptura uteri komplit, apabila seluruh lapisan
uterus ruptur, sehingga janin dapat berada dalam
rongga perut.

• Ruptura uteri inkomplit, apabila peritonem


visceralis atau tunika serosa masih utuh yang
disebut juga dehisensi uterus <uterine dehiscence>.
Ruptura uteri
inkomplit
Pembagian lain ruptura uteri.

• Ruptura spontan pada rahim yang utuh, dimana terjadi


rintangan pada saat persalinan. Biasanya pada panggul
sempit, CPD, kelainan letak,atau tumor jalan lahir.
• Ruptura uteri traumatik<violenta>, misalnya
kecelakaan,versi, ekspresi Kristeller,ekstraksi
forsep,plasenta manual,embriotomi.
• Ruptura pada bekas operasi uterus, misalnya seksio
sesarea, miomektomi,dll.
Faktor risiko
1. Multiparitas/Grandemultipara.
2. Induksi atau augmentasi persalinan yang tidak tepat.
3. Plasenta akreta,plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
4. Kelainan bentuk uterus seperti uterus bikornu.
5. Hidramnion.
• Penyebab terbanyak ruptura uteri adalah bekas
seksio sesarea, terutama bekas insisi klasik atau
korporal.
• Pada bekas insisi korporal, pada sepertiga kasus
ruptura terjadi pada minggu-minggu terakhir
kehamilan.

• Insidensi di Indonesia masih tinggi yaitu 1:92


sampai 1:428 persalinan.
Insisi
klasik/korporal

Insisi SBR
Ruptura pada uterus yang utuh
• Lebih sering pada multipara, terutama
grandemultipara dp primipara.
• Penyebab yang sering adalah, panggul sempit, letak
lintang, hidrosefalus, presentasi dahi atau muka.
• Ruptura biasanya terjadi pada kala pengeluaran.
Ruptura Uteri Imminens (RUI)
Sebelum terjadi ruptur, biasanya didahului tanda-tanda ruptura
uteri iminens, yaitu:
• Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi.
• Kontraksi uterus kuat dan terus-menerus.
• Nyeri perut bawah juga diluar his.
• Ligamentum rotundum tegang, juga diluar his.
• Gelisah
• Pada perabaan perut terasa nyeri.
Gejala-gejala ruptura uteri.
1. Sewaktu kontraksi uterus yang kuat pasien tiba-tiba merasa nyeri yang
menyayat diperut bagian bawah.
2. SBR nyeri sekali pada saat palpasi.
3. His berhenti / hilang.
4. Ada perdarahan pervaginam walaupun biasanya tidak banyak.
5. Bagian-bagian janin mudah diraba jika janin keluar kerongga
abdomen.
6. Disamping janin teraba rahim.
7. Pada periksa dalam bagian terbawah janin mudah didorong.
8. DJJ tidak terdengar.
9. Syok.
10. Meteorismus dan perut memapan bila sudah berlangsung lama.
11. BAK bisa berdarah.
Penanganan.

• Perbaiki keadaan umum, dengan pemberian cairan yang


cukup serta transfusi darah.
• Laparotomi segera. Umumnya dilakukan histerektomi.
Histerorafi hanya pada kasus dimana pinggir robekan
masih segar dan rata, tdk terdapat infeksi,tdk terdapat
jaringan nekrosis.
• Pada ibu yang sudah cukup anak dan dilakukan
histerorafi, dilakukan juga sterilisasi.
• Tetapi pada ibu yang belum cukup anak dilakukan seksio
sesarea primer pada persalinan berikutnya.
Prognosis.
• Ruptura uteri merupakan malapetaka bagi ibu maupun janin,
oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting
dilakukan.
• Setiap persalinan harus ditangani dengan cermat, sehingga
dapat diambil tindakan segera apabila ada kelainan.

---------------------------
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai