Anda di halaman 1dari 15

Plasenta Previa

Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai bentuk bundar dengan ukuran 15
x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500 gram. Plasenta merupakan organ yang sangat
aktif dan memiliki mekanisme khusus untuk menunjang pertumbuhan dan ketahanan hidup janin. Hal
ini termasuk pertukaran gas yang efisien, transport aktif zat-zat energi, toleransi imunologis terhadap
imunitas ibu pada alograft dan akuisisi janin. Melihat pentingnya peranan dari plasenta maka bila
terjadi kelainan pada plasenta akan menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses
persalinan. Salah satu kelainan pada plasenta adalah kelainan implantasi atau disebut dengan plasenta
previa.
(Manuaba 2005. Ilmu kebidanan. Penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk
pendidikan bidan. Jakarta:EGC)

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri
internal) dan oleh karenanya bagian terendah sering kali terkendala memasuki Pintu Atas Panggul
(PAP) atau menimbulkan kelainan janin dalam rahim. Pada keadaan normal plasenta umumnya terletak
di korpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri. (Prawirohardjo, Sarwono.
2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP)

Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari pada usia diatas 30
tahun.Juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Pada beberapa Rumah
Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9 %. Dinegara maju
lebih rendah yaitu kurang dari 1 % mungkin disebabkan kurangnya pr hamil dengan paritas tinggi.
(Sarwono)

Klasifikasi
Secara umum plasenta previa dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
 Plasenta previa totalis: Apabila jaringan plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum.
 Plasenta previa parsialis: Yaitu apabila jaringan plasenta menutupi sebagian ostium uteri
internum.
 Plasenta previa marginalis: Yaitu plasenta yang tepinya terletak pada pinggir ostium uteri
internum.
 Plasenta previa letak rendah: Apabila jaringan plasenta berada kira-kira 3-4 cm di atas ostium
uteri internum, pada pemeriksaan dalam tidak teraba (Prawirohardjo, 2008).

Etiologi (Nicole Essex, Holly. Which are at an increased risk of operative birth in the UK. New York:
The University of York. 2011)
 Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
 Mioma uteri
 Kuretasi yang berulang
 Umur lanjut (diatas 35 tahun)
 Bekas seksio sesaria
 Riwayat abortus
 Defek vaskularisasi pada desidua
 Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
 Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
 Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini
terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).

Gambaran klinis

1. Perdarahan pervaginam
Darah berwarna merah terang pada umur kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga
merupakan tanda utama plasenta previa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak
akan berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari perdarahan
sebelumnya.
2. Tanpa alasan dan tanpa nyeri
Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri yang biasanya baru
terlihat setelah kehamilan mendekati akhir trimester kedua atau sesudahnya.
3. Pada ibu, tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang, perdarahan yang sedikit
demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat, dapat menimbulkan anemia
sampai syok.
4. Pada janin, turunnya bagian terbawah janin ke dalam Pintu Atas panggul (PAP) akan terhalang,
tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan dapat menimbulkan aspiksia sampai
kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2005).

Diagnosis
 Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri
terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis,
melainkan dari pada pemeriksaan
hematokrit.
 Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi
kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan
sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
 Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.
 Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung
dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak
plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri. (Wiknjosostro, 2005)
 Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau
jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
 Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan
perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan
pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan
diagnosis. (Saifudin, 2001 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal)
Penatalaksanaan
Tatalaksana umum Pasien dengan perdarahan yang menunjukkan tanda syok diberikan infus cairan
kristaloid dan urin output dipantau. Pada pasien dengan perdarahan yang berat, pilihan terbaik adalah
dengan transfusi. Jika perdarahan banyak dan berlangsung lama, tindakan sectio caesarea dipersiapkan
tanpa memperhitungkan usia kehamilan. Namun, jika perdarahan berkurang atau berhenti, dan janin
hidup tetapi prematur, terapi ekspektatif lebih direkomendasikan.

 Silver RM. Abnormal placentation. Obstetrics & Gynecology. 2015; 126(3): 654-668

 Oppenheimer L. Diagnosis and management of placenta previa. J Obstet Gynaecol Can. 2007;
29(3): 261-266

Komplikasi
1. Komplikasi pada ibu
 Dapat terjadi anemia bahkan syok
 Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh
 Infeksi karena perdarahan yang banyak (Manuaba, 2008).
2. Komplikasi pada janin
 Kelainan letak janin.
 Prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
 Asfiksia intra uterin sampai dengan kematian (Manuaba, 2008).
Prognosis
Prognosis ibu pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih dini, ketersediaan
transfusi darah, dan infus cairan yang telah ada hampir semua rumah sakit kabupaten.
Demikian juga dengan kesakitan dan kematian anak mengalami penurunan, namun
masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan
maupun karena intervensi seksio cesarea. Karenanya kelahiran prematur belum
sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan
(Prawirohardjo, 2008).
Solusio Plasenta
Definisi
 Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
(9)
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir . .
 Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur
(1)
plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.
 Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin
lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat
(2)
janin di atas 500 gram
Klasifikasi
2
1) Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta
- Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
- Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
- Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
4
2) Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan
- Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
- Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter
- Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
3) Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta
menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu: (5,6)
1. Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin
hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau
janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-
150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan
plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

Etiologi
 Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta
berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
7,8
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
 Faktor trauma
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolonganpersalinan
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
 Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian
7,8
menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium
 Faktor usia ibu
2
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
 Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila
1,7
plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma
 Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan
berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif
 Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai
dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu
yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya
Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta
adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
 Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior
dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanyakehamilan, dan lain-lain.8
Gambaran Klinis 1,2,3
 Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam,
warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak
tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung.
 Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas permukaan Tanda
dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara
mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan
perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan
sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok,
demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat.
Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin
sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada
solusio plasenta berat
 Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu
telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti
papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di
atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguan fungsi ginjal
Komplikasi
1. Syok perdarahan1,10,17
1,2
2. Gagal ginjal
2
3. Kelainan pembekuan darah
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
Fetal distress, Gangguan pertumbuhan/perkembangan, Hipoksia, anemia, Kematian
Diagnosis 5
Anamnesis
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong(non-
recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
Inspeksi
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
Palpasi
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di
bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
 Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke
bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta
 Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler,
tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
 Pemeriksaan laboratorium
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio
plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia
 Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan
terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang
disebut hematoma retroplacenter.
 Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah terlepasnya plasenta,
Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta

Penatalaksanaan
1) Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut
tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
2
kemudian tunggu persalinanspontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada
pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus
segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi
disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
2) Solusio plasenta sedang dan berat2
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit
meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-
kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.

Prognosis
Solusio plasenta memiliki prognosis yang buruk bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi pada janin jika
dibandingkan dengan plasenta previa. (Sarwono)

1. Bobak dkk. 1995. Keperawatan maternitas. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC
2. Cunningham, F Gary at all. 2001. William obstetric 21th edition. United States of America : the
mcGraw hill companies
3. JNPKKR-POGI. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta. YBPSP. Hal 174-183
4. JNPKKR-MNH. Depkes RI. 2008. Asuhan persalinan Normal. Jakarta
5. Pusdiknakes. 2003. Konsep asuhan Kebidanan. WHO-JPHIEGO. Jakarta
6. R Sweet, Betty. 1997. Mayes Midwifery A Textbook for Midwives Twelf Edition. UK:Balliere
Tindal
7. Saifudin, A.B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. YBPSP. Hal M-25 — M-32
8. Varney, Helen. 1997. Varney’s Midwifey. Massachussets : Jones and bartlett Publishers
9. Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
10. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
11. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
12. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno
Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University
Press, 2001; 456-70.
13. Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC
14. Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
15. Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan
Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
16. Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997; 109-2

Anda mungkin juga menyukai