Anda di halaman 1dari 23

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN

PADA IBU HAMIL DENGAN HAEMORARGIC ANTEPARTUM


DI RUANG NIFAS RSUD DR MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN
TAHUN 2020

Pembimbing Lahan Praktik :

Endang Martini S.ST

OLEH :

Mardiah

P07124217147

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


BANJARMASIN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN PENGAMBILAN KASUS

Telah disetujui dan diterima untuk pengambilan kasus Asuhan Kebidanan dengan
judul “Dokumentasi Asuhan Kebidanan pada Ibu hamil dengan haemorargic
Antepartum di Ruang Nifas RSUD Dr Moch Ansari Saleh Banjarmasin tahun
2020”.

Nama : Ny. W

Umur : 40 tahun

Alamat : Kuripan

Demikian lembar persetujuan ini dibuat untuk memenuhi tugas pembuatan


Asuhan kebidanan PK III bagi mahasiswi Politeknik Kesehatan Banjarmasin
Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Semester VI jalur Umum.

Banjarmasin, Pebruari 2020

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Praktik, Mahasiswa,

Ending Martini S. ST Mardiah


NIP. 197306151993032009 NIM. P07124217147
KONSEP DASAR
PERDARAHAN ANTEPARTUM

A. Defenisi Perdarahan Antepartum


Menurut Mochtar, (2012) Perdarahan antepartum adalah perdarahan
pada triwulan terakhir dari kehamilan.  Batas teoritis antara kehamilan muda
dan kehamilan tua adalah kehamilan 28 minggu tanpa melihat berat janin,
mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan
setelah kehamilan 28 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya dari
pada sebelum kehamilan 28 minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan
yang berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber
pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada
kelainan plasenta umpamanya kelainan servik biasanya tidak seberapa
berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.

B. Jenis-Jenis Perdarahan Antepartum


1. Plasenta Previa
a. Pengertian Plasenta Previa
Menurut Prawirohardjo, (2014) Plasenta previa adalah keadaan
dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi sebagian atau seluruh
permukaan jalan lahir (Ostium uteri Internum) dan oleh karenanya
bagian terendah sering kali terkendala memasuki pintu atas panggu
(PAP) atau menimbulkan kelainan janin dalam lahir. Pada keadaan
normal plasenta umumnya terletak di corpus uteri bagian depan atau
belakang agak ke arah fundus uteri. Sejalan dengan bertambah
besarnya segmen bawah rahim (SBR) ke arah proksimalme
mungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
(SBR) ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim (SBR)
seolah plasenta tersebut berimigrasi. Ostium Uteri yang secara dinamik
mendatar dan meluas dalam persalinan kala Ibisa mengubah luas
permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta.

b. Klasifikasi Plasenta Previa


Menurut Nugroho (2011), plasenta previa dibagi menjadi beberapa
jenis :
1) Plasenta previa totalis
Plasenta previa totalis yaitu ostium uteri internum tertutup
seluruhnya oleh plasenta.
2) Plasenta previa parsialis
Plasenta previa parsialis yaitu ostium uteru internum tertutup
sebagian oleh plasenta.
3) Plasenta previa marginalis
Plasenta previa marginalis yaitu pinggir bawah plasenta sampai
pada pinggir ostium uteri internum
4) Plasenta previa letak rendah
Plasenta previa letak rendah yaitu terjadi jika plasenta tertanam di
segmen bawah uterus.

c. Etiologi Plasenta Previa


Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti. Frekuensi
plasenta previa meningkat pada grande multipara, primigravida tua,
bekas secsio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, dan leioma uteri.
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas.
Menurut Norma, dkk (2013), penyebab plasenta previa yaitu:
1) Plasenta previa merupakan implementasi di segmen bawah rahim
dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga
diberpulakan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi
pada janin dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.
2) Etiologi plasenta previa belum diketahui pasti namun meningkat
pada grande multi para, primigravida tua, bekas secsio sesarea,
bekas operasi dan leiomioma uteri.
Menurut Norma, dkk (2013), ada beberapa faktor resiko yang
berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya :
1) Usia >35 tahun atau <20 tahun
2) Paritas
3) Riwayat pembedahan rahim
4) Jarak persalinan yang dekat < 2 tahun
5) Hipoplasia endometrium
6) Korpus luteum bereaksi lambat

d. Patofisiologi Plasenta Previa


Menurut manuaba, (2008), implementasi plasenta di segmen bawah
rahim dapat disebabkan :
1) Endomentriumdi fundus uteri belum siap menerima implantasi
2)  Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi ke janin.
3) Vili korealis pada korion leave (korion yang gundul yang
persisten).
Menurut Nugroho (2011), sebuah penyebab utama pada
perdarahan trimester tiga yaitu plasenta previa yang memiliki tanda
khas dengan perdarahan tanpa rasa sakit. perdarahan diperkirakan
terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen bawah rahim
(SBR) pada trimester tiga. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah rahim (SBR) lebih melebar lagi dan serviks mulai
membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim
(SBR), pelebaran segmen bawah rahim (SBR) dan pembukaan serviks
tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa diikuti
tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu
mulailah terjadi perdarahan. Darahnya bewarna merah segar,
berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang
bewarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uteri
yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau
karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak
dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen
bawah rahim (SBR) untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu,
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala
tiga dengan plasenta yang letanya normal. Makin rendah letak
plasenta, makin dini perdarahan terjadi.

e. Tatalaksana Plasenta Previa


Menurut Kemenkes RI (2013) tentang tatalaksana plasenta previa,
yaitu:
1) PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam
sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan
inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk menentukan sumber
perdarahan.
2) Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena
(NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
3) Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
4) Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea
tanpa memperhitungkan usia kehamilan
5) Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif

2. Solusio Plasenta
a. Pengertian Solusio Plasenta
Menurut Nugroho (2012), solusio plasenta adalah terlepasnya
plasenta yang letaknya normal di korpus uteri yang terjadi setelah
kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. Definisi lain dari
solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal
pada fundus/korpus uteri sebelum janin lahir.
b. Klasifikasi Solusio Plasenta
Menurut (Nugroho, 2012) klasifikasi solusio plasenta yaitu :
1) Solusio plasenta ringan
Salah satu tanda kecurigaan solusio plasenta adalah perdarahan
pervaginam yang kehitam-hitaman, berbeda dengan perdarahan
pada plasenta previa yang berwarna merah segar.
2) Solusio plasenta sedang
a) Plasenta telah lepas ¼ - ½ bagian.
b) Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh
perdarahannya mungkin telah mencapai 1000 ml.
c) Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri terasa.
3.  Solusio plasenta berat
a) Plasenta telah terlepas lebih dari ½ permukaannya
b) Dapat terjadi syok, dan janin meninggal
c) Uterus tegang seperti papan, dan sangat nyeri

c. Etiologi Solusio Plasenta


Menurut Nugroho (2012), penyebab solusio plasenta belum
diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa keadaan tertentu yang
menyertai:
1) Hipertensi
2) Riwayat trauma
3) Kebiasaan merokok
4) Usia ibu < 20 atau >35 tahun
5) Multi paritas
6) Tali pusat yang pendek
7) Defisiensi asam folat
8) Perdarahan retroplasenta
9) Menyalahgunakan alcohol dan obat-obatan
Menurut Cunningham, dkk. (2013) Sebab utama solusio plasenta
tidak diketahui. Namun, ada beberapa faktor yang akan diulas berikut
ini:
1) Usia, Paritas, Ras, dan Faktor Familial
Insiden solusio meningkat sesuai bertambahnya usia ibu. Pada
penelitian first and second trimester evaluation of risk (FASTER),
perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun ditemukan 2,3 kali
lipat lebih mungkin mengalami solusio dibandingkan perempuan
berusia  35 tahun. Hubungan familial baru-baru ini dilaporkan oleh
Rasmussen dan Irgens (2009) yang meganalisis keluaran dari
register berbasis-populasi di Norwegia, yang mencakup hampir
378.000 perempuan dengan hubungan saudara kandung dan lebih
dari 767.000 kehamilan. Jika seorang perempuan pernah
mengalami solusio berat, resiko untuk saudara perempuannya akan
meningkat dua kali lipat, dan resiko yang dapat diwariskan
diperkirakan sebesar 16 persen. Tidak terdapat peningkatan resiko
pada saudara ipar mereka
2) Hipertensi
Kondisi yang sangat dominan berkaitan dengan solusio
plasenta adalah suatu bentuk hipertensi. Hipertensi gestasional,
preeklamsia, hipertensi kronis, atau kombinasi kedua-duanya.
Dalam laporan Parkland Hospital mengenai 408 perempuan yang
mengalami solusio placenta dan keguguran, hipertensi ditemukan
pada kurang lebih separuh perempuan setelah compartment
intravascular yang sebelumnya berkurang dipulihkan. Setengah di
antara perempuan-perempuan tersebut, seperempat dari total 408
memiliki hipertensi kronis. Keparahan hipertensi tidak selalu
berhubungan dengan insiden solusio. Selain itu, hasil pengamatan
dari Magpie Trial Collaborative Group memberikan gambaran
bahwa perempuan dengan preeklamsia mungkin mengalami resiko
solusio yang lebih rendah bila diterapi dengan magnesium sulfat.
3) Ketuban Pecah Dini dan Pelahiran Kurang Bulan
Tidak ada keraguan bahwa terjadi peningkatan insiden solusio
bila ketuban pecah sebelum aterm. Major dkk, melaporkan bahwa 5
persen di antara 756 perempuan dengan ketuban pecah antara
minggu 20 dan minggu 36 mengalami solusio. Survey tahun 1998
melaporkan peningkatkan resiko solusio 3 kali lipat pada kasus
ketuban pecah dini. Resiko ini semakin ditingkatkan oleh infeksi.
Kelompok yang sama telah mengajukan gagasan bahwa
peradangan dan infeksi mungkin merupakan sebab utama solusio
plasenta.
4) Merokok
Penelitian terdahulu collaborative Perinatal Project mengaitkan
perokok dengan peningkatan resiko solusio. Dalam suatu meta-
analisis yang mencakup 1,6 juta kehamilan. Resiko ini bertambah
menjadi lima hingga delapan kali lipat jika perokok tersebut
mengalami hipertensi kronis, preeklamsia berat, atau keduanya
5) Kokain
Perempuan pengguna kokain memilki frekuensi solusio
plasenta yang sangat tinggi. Dalam laporan Bingol dkk, mengenai
50 perempuan yang menyalahgunakan kokain selama kehamilan,
ditemukan delapan kasus lahir mati akibat solusio plasenta
6) Trombofilia
Selama decade terakhir, sejumlah trombofilia yang diwariskan
atau didapat telah dikaitkan dengan penyakit tromboembolik
selama kehamilan. Beberapa di antara kelainan ini misalnya, mutasi
gen protrombin atau faktor V leiden berkaitan dengan solusio dan
infark plasenta serta preeklamsia.

7) Solusio Traumatic
Pada beberapa kasus trauma eksternal, biasanya berkaitan
dengan kecelakaan kendaraan bermotor atau kekerasan fisik, dapat
terjadi pemisahan plasenta. Namun, seiring menurunnya insiden
solusio plasenta selama beberapa tahun ini, solusio traumatic telah
menjadi relative leboh lazim.
8) Leiomioma
Tumor-tumor ini khususnya jika terletak dibelakang tempat
implantasi plasenta merupakan prediposisi terjadinya solusio.
9) Solusio Berulang
Seorang yang pernah mengalami solusio plasenta khususnya
yang menyebabkan kematian janin memiliki angka rekurensi yang
tinggi. Jadi, Tatalaksana kehamilan setelah terjadinya solusio
merupakan hal yang sulit karena mendadak dapat terjadi solusio
berikutnya, bahkan pada kehamilan yang masih jauh dari aterm.
Pada banyak kasus frekuensi ini, hasil pemeriksaan kesejahteraan
janin sebelumnya terjadi solusio umunya baik. Dengan demikian,
pemeriksaan janin antepartum biasanya tidak prediktif.

d. Patofisiologi Solusio Plasenta


Menurut Nugroho (2012) perdarahan dapat terjadi dari pembuluh
darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma di desidua,
sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Perdarahan
berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang dan
tidak berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya,
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk kebagian selaput ketuban dan keluar
melalui vagina, atau menembus selaput ketuban masuk kedalam
kantong ketuban, atau ekstravasi diantara serabut-serabut otot urerus.
Apabila ekstrasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan
berwarna biru atau ungu dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal ini
disebut uterus couvelaire.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan
terjadi anoksida sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila
sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali,
atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat menentukan
beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan keadaan
janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan
selesai, umumnya makin hebat komplikasinya.
Menurut Nath dkk, (2007) solusio plasenta dimulai oleh
pendarahan kedalam desidua basalis. Desidua kemudian memisah
meninggalkan lapisan tipis yang melekat ke miometrium. Karena itu,
peroses dalam tahap paling awal terdiri atas pembentukan hematoma
desidua yang menyebabkan pemisahan, kompresi dan akhirnya
plasenta yang terletak didekatnya. Menemukan bukti histologis
peradangan lebih banyak terlihat pada kasus solusio plasenta
dibandingkana pada kontrol normal.
Dalam tahap dini, mungkin tidak ditemukan gejala klinis, dan
pemisahan hanya diitemukan saat pemeriksaan plasenta yang baru
dilahirkan. Ada kasus-kasus seperti ini, terdapat cekungan berbatas
tegas pada permukaan maternal plasenta. Cekungan ini biasanya
berdiameter beberapa centimeter dan ditutupi oleh darah yang
membeku dan berwarna gelap. Karena diperlukan beberapa menit
untuk memunculkan perubahan anatomis ini, plasenta yang sangat
baru mengalami pemisahan dapat tampak sepenuhnya normal saat
dilahirkan. Menurut Benirschke dan kaufmann (2000) dan sesuai
pengalaman kami. Usia bekuan retro plasenta tidak dapat ditentukan
secara pasti.
Pada kondisi tertentu, arteria speralis desidua pecah dan
menimbulkan hematoma retoplasenta, yang saat bertambah besar,
merusak lebih banyak lagi pembuluh darah sehingga banyak plasenta
yang terpisah. Daerah terpisahnya plasenta dengan cepat meluas dan
mencapai tepi plasenta. Karena uterus masih membesar akibat produk
konsepsi, uterus tidak mampu berkontraksi secara adekuat untuk
menekan pembuluh darah yang robek yang mendarahi lokasi plasenta.
Darah yang keluar menyebabkan diseksi membran dari dinding uterus
dan akhirnya tampak dari luar atau tertahan sepenuhnya dalam uterus.

e. Tatalaksana Solusio Plasenta


Menurut Kemenkes RI (2013) tentang tatalaksana Solusio
Plasenta, yaitu:
1) Perhatian! Kasus ini tidak boleh ditatalaksana pada fasilitas
kesehatan dasar, harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap. Tatalaksana berikut ini hanya boleh dilakukan di fasilitas
kesehatan yang lengkap.
2) Jika terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan
tandatanda awal syok pada ibu, lakukan persalinan segera:
a) Jika pembukaan serviks lengkap, lakukanpersalinan dengan
ekstraksi vakum
b) Jika pembukaan serviks belum lengkap, lakukan persalinan
dengan seksio sesarea.
3) Waspadalah terhadap kemungkinan perdarahan pascasalin.
4) Jika perdarahan ringan atau sedang dan belum terdapat tanda-
tanda syok, tindakan bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
a) DJJ normal, lakukan seksio sesarea
b) DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu
normal: pertimbangkan persalinan pervaginam
c) DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu
bermasalah: pecahkan ketuban dengan koher:
(1)Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
(2)Jika serviks kenyal, tebal, dan tertutup, lakukan seksio
sesarea
(3)DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit):
lakukan persalinan pervaginam segera, atau seksio sesarea
bila persalinan pervaginam tidak memungkinkan.
3.  Insertio Velamentosa
a. Pengertian Insertio Velamentosa
Menurut Prawirohardjo, (2014) Insersio velamentosa adalah tali
pusat yang tidak berinsersi pada jaringan plasenta, tetapi pada selaput
janin sehingga pembuluh darah umblikus berjalan diantara amnion
dan korion menuju plasenta. Pada insersi velamentosa, tali pusat
dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini
merupakan kelainan insersi funiculus umbilikalis dan bukan
merupakan kelainan perkembangan plasenta. Karena pembuluh
darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh darahnya berjalan
antara funiculus umbilikalis dan plasenta melewati membrane.
Pada insersi velamentosa, tali pusat dihubungkan dengan plasenta
oleh selaput janin. Kelainan ini merupakan kelainan insersi funiculus
umbilikalis dan bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta.
Karena pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh
darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta melewati
membran. Bila pembuluh darah tersebut berjalan didaerah ostium uteri
internum, maka disebut vasa previa. Vasa previa ini sangat berbahaya
karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak dan
menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya ialah
perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini
berasal dari anak maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi
buruk.
Bila perdarahan banyak, maka kehamilan harus segera diakhiri.
Perdarahan vasa previa sering diikira sebagai plasenta previa atau
solusio plasenta. Untuk membedakannya dapat dilakukan tes sebagai
berikut. Kira-kira 2 atau 3 cc darah yang keluar dicampur air dalam
jumlah yang sama lalu disentrifusi dengan kecepatan 2000 rpm selama
2 menit. Supernatan dipisahkan, lalu dicampurkan dengan NaOH 0,25
N dengan perbandingan 5 : 1. Dalam waktu 1 atau 2 menit akan
kelihatan perubahan warna. Warna kuning coklat (alkaline heme)
menunjukkan bahwa darah itu berasal dari ibu. Sedangkan warna
merah berarti hemoglobin fetal. Angka kematian janin karena vasa
previa dapat mencapai 60%.
Insertio velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin.
Insersi velamentosa sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi
velamentosa, tali pusat dihubungkan dengan plasenta oleh selaput
janin. Kelainan ini merupakan kelainan insersi funiculus umbilikalis
dan bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta. Karena
pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh
darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta melewati
membrane.

b. Tanda dan Gejala Insertio Velamentosa


Menurut (Prawirohardjo, 2014) Tanda dan gejalanya belum
diketahui secara pasti, perdarahan pada insersi velamentosa ini terlihat
jika telah terjadi vasa previa yaitu perdarahan segera setelah ketuban
pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak dengan cepat bunyi
jantung anak menjadi buruk bisa juga menyebabkan bayi tersebut
meninggal. Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa
ini sebelum terjadinya perdarahan adalah dengan cara USG. Jadi
sebaiknya pada ibu dengan kehamilan gemeli dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan USG, karena untuk mengantisipasi dengan
segala kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya insersio
velamentosa ini

4. Ruptura Sinus Marginalis


a. Pengertian Ruptura Sinus Marginalis
Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), ruptura sinus marginalis
(solusio plasenta ringan) adalah terlepasnya sebagian kecil plasenta
yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak
mempengaruhi keadaan ibu atau pun janinnya. Ari-ari terlepas sebagian
kecil.
b. Tanda dan gejala Ruptura Sinus Marginalis
Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), tanda dan
gejaladitunjukkan dengan gejala perut sedikit nyeri, rahim mulai
menegang dan keluar darah agak kehitaman. Solusio plasenta ini di
sebut juga ruptur sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi
perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan
sedikit sakit. Perut terasa agak sakit atau agak terasa tegang yang
sifat terus-menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin
masih mudah diraba. Tekanan darah tinggi, serta tidak ada gawat
janin. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena
dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang
berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan
adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam
yang berwarna kehitam-hitaman. Ruptura sinus marginalis, bila
hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas. Solusio
plasenta ringan atau ruptur sinus marginalis adalah terlepasnya
plasenta kurang dari ¼ luasnya, tidak memberikan gejala klinik dan
ditemukan setelah persalinan, keadaaan umum ibu dan janin tidak
mengalami gangguan, persalinan berjalan dengan lancar
pervaginam

c. Diagnosis Ruptura Sinus Marginalis


Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), diagnosis didapatkan dari
hasil anamnesa terdapat perdarahan pervaginam, warnanya
kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau
terasa adak tegang yang sifatnya terus-menerus. Walaupun
demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba, pada
pemeriksaan dalam terdapat pembukaan dan ketuban tegang dan
menonjol. Pada waktu persalinan, perdarahan terjadi tanpa rasa
sakit dan menjelang pembukaan lengkap perlu dipikirakan
kemungkinan perdarahan karena sinus marginalis yang pecah.
Karena pembukaan mendekati lengkap, maka bahaya untuk ibu
maupun janinnya tidak terlalu besar. Pemeriksaan penunjang,
dengan ultrasonografi, dijumpai perdarahan antara plasenta dan
dinding rahim

d. Penanganan Ruptura Sinus Marginalis


Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), Ekspektattif bila usia
kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin
hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu
persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung uterus, gejala
solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera
diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati
lakukan amniotomi disusul oksitosin untuk mempercepat
persalinan.
Perut tegang sedikit, berarti perdarahannya tidak terlalu
banyak, keadaan janin masih baik dan dapat dilakukan penanganan
secara konservatif dengan observasi ketat, perdarahan berlangsung
terus menerus ketegangan makin meningkat, dengan janin yang
masih baik harus segera dilakukan seksio sesaria, perdarahan yang
berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan
rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA

Cunnningham, dkk. 2013. Obstetri Williams Edisi 23. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan


Dasar dan Rjukan. Edisi Pertama. Jakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2008. Buku Pengantar Obtetri. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi


Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: EGC

Norma, Nita, dkk, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.
Yogyakarta : Nuha Medika

Nugroho, Taufan, 2011. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.


Yogyakarta : Nuha Medika

_______. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi


4. Jakarta: PT Bina Pustaka

Rukiah,A.I & Yulianti. L. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).


Jakarta: Trans Info Medika
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS
PADA IBU HAMIL DENGAN HAEMORARGIC ANTEPARTUM
DI RSUD.Dr.H.MOCH.ANSARI SALEH BANJARMASIN

PENKAJIAN
Hari / tanggal :Jum`at , 07 Januari 2020
Jam : 10.30 WITA
No.RMK : 443xxx

IDENTITAS
Istri Suami
Nama Ny. W Tn. M
Umur 40 thn 57 thn
Suku/bangsa Islam Islam
Pendidikan SMP S1
Pekerjaan Swasta Pengacara
Alamat Kuripan

PROLOG
Pasien datang ke IGD PONEK tanggal 6 Januari 2020 pukul 15.00 WITA, dan
masuk Ruangan Nifas I pukul 16.00 WITA, pada jam 19.00 WITA ibu
mengatakan keluar darah segar. Riwayat obstetri G5P3A1 dengan keluhan keluar
bercak-bercak darah pervaginam sejak pagi tadi,dan riwayat melakukan
perjalanan jauh. HPHT : 07-08-2019, TP : 14-05-2020. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit degeneratif seperti hipertensi, asma, jantung, diabetes melitus.
pasien tidak memiliki riwayat penyakit menular seksual seperti AIDS, Hepatitis,
Sifilis dan Gonorhea, dan pasien tidak memiliki alergi obat. Ibu sudah terpasang
infus

DATA SUBJEKTIF
Ibu mengatakan Ada keluar darah pervaginam berwarna merah segar sejak malam
tadi disertai nyeri perut bagian bawah dan nyeri pinggang.
DATA OBJEKTIF
KU : baik, Kesadaran : Composmetis , TD : 90 /80 mmHg, Nadi : 88x/menit,
RR : 22x/menit, Suhu : 36,9 oC,konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, tidak
ada closma dan odem pada wajah, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid pada
leher, tidak ada benjolan abnormal pada payudara, puting susu menonjol,
abdomen tidak ada bekas luka oprasi. Palpasi Leopold I : pada fundus teraba
lunak dan TFU 17 cm, Leopold II : pada bagian kanan perut ibu teraba bagian
keras dan memanjang, pada bagian kiri perut ibu teraba bagian –bagia terkecil,
Leopold III pada bagan terendah janin teraba bulat, keras, dan tidak melenting,
Leopold IV pada bagian terbawah janin belum masuk PAP, DJJ 158x/ menit, dan
Ekstremitas tidak ada odem.

ANALISA
G5P3A1 Hamil 24 minggu dengan HAP Suspek Plasenta Previa

PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan janin baik.
TD : 90 /80 mmHg, Nadi : 88x/menit, RR : 22x/menit, Suhu : 36,9 oC. Ibu
mengerti
2. Menganjurkan ibu untuk bed rest total
3. Memberikan KIE :
a. Menganjurkan ibu untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan
makan- makanan yang bergizi.
b. Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan cairannya dengan minum
yang cukup
c. Menganjurkan ibu untuk rileks tenang dan jangan terlalu cemas, karna jika
ibu cemas maka akan berdampak pada ibu dan janinnya.
4. Melakukan kolaborasi dengan Dokter SpOG, untuk
- Dilakukan Ultrasonografi
- Pemasangan Dower Cateter dan
- Pemberian obat Oral Ultrageston 2x 200
- Asam Tranexcamat 2x500 mg
- Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr

CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari/ Tanggal Catatan Perkembangan
Sabtu, 8 Februari 2020 S : ibu mengatakan tidak ada keluhan dan
Pukul : 15.00 WITA perdarahan tidak ada lagi
O : Keadaan Umum ibu baik TD 120/80
mmHg, R : 20x/menit, N : 80x/ menit, S :
36, 4 oC, konjungtiva tidak pucat, sclera
tidak ikterik, tidak ada closma dan odem
pada wajah, tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid pada leher. , DJJ 140x/ menit, dan
Ekstremitas tidak ada odem.
A : G5P3A1 hamil 24 minggu dengan HAP
P:
1. Memberitahukan ibu hasil
pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan
janin baik. baik TD 120/80 mmHg, R
: 20x/menit, N : 80x/ menit, S : 36, 4
o
C, dan DJJ 140x/menit. Ibu
mengerti.
2. Menganjurkan ibu untuk bed rest
total
3. Memberikan KIE :
a. Menganjurkan ibu untuk tetap
memenuhi kebutuhan nutrisinya
dengan makan- makanan yang
bergizi.
b. Menganjurkan ibu untuk
memenuhi kebutuhan cairannya
dengan minum yang cukup
c. Menganjurkan ibu untuk rileks
tenang dan jangan terlalu cemas,
karna jika ibu cemas maka akan
berdampak pada ibu dan
janinnya. Ibu mengerti
4. Pemasangan Dower Cateter telah
dilakukan, untuk mengurangi
aktivitas gerak ibu
5. Melanjutkan advice Dokter SpOG
untuk pemerian obat , yaitu :
- obat Oral Ultrageston 2x1
- Asam Tranexcamat 2x500 mg
- Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr

S : ibu mengatakan tidak ada keluhan


Minggu , 9 Februari 2020 O : Keadaan Umum ibu baik TD 120/70
Pukul : 09.00 WITA mmHg, R : 20x/menit, N : 78x/ menit, S :
36, 5 oC, konjungtiva tidak pucat, sclera
tidak ikterik, tidak ada closma dan odem
pada wajah, tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid pada leher. , DJJ 144x/ menit, dan
Ekstremitas tidak ada odem.
A : G5P3A1 hamil 24 minggu dengan
riwayat HAP

P:
1. Memberitahukan ibu hasil
pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan
janin baik. baik TD 120/70 mmHg,
R : 20x/menit, N : 78x/ menit, S : 36,
45oC, dan DJJ 144x/menit. Ibu
mengerti.
2. Memberikan KIE :
a. Menganjurkan ibu untuk tetap
memenuhi kebutuhan nutrisinya
dengan makan- makanan yang
bergizi.
b. Menganjurkan ibu untuk
memenuhi kebutuhan cairannya
dengan minum yang cukup
c. Menganjurkan ibu untuk rileks
tenang dan jangan terlalu cemas,
karna jika ibu cemas maka akan
berdampak pada ibu dan
janinnya. Ibu mengerti
3. Dower Cateter telah dilepas
4. Infus telah dilepas
5. Pasien diperbolehkan pulang atas
izin Dokter
6. Ibu dianjurkan untuk kontrol ulang 1
bulan lagi.

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jl. Haji Mistarcukrokusumo No. IA Banjarbaru 70174
Telp(0511) 4773267-4780516-471619 Fax(0511) 4772288
e-mail : poltekkes_banjarmasin@yahoo.co.id, kepeg_poltekkesbjm@yahoo.co.id
Kesling (0511) 4781133 ; Keperawatan (0511)4772517 ; Kebidanan (0511) 4772517
Gizi (05110 4368621 ; Kepgi (0511) 4772721 ; Analis Kesehatan (0511) 47772718
LEMBAR KONSULTASI ASUHAN KEBIDANAN

Nama : Mardiah

NIM : P07124217147

Program Studi : Sarjana Terapan Kebidanan

Judul Asbid : Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Ketuban


Pecah Dini
Tempat Praktik : Ruang VK BERSALIN RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh
Banjarmasin

No Hari / Tgl Materi konsultasi Saran Paraf Paraf


pembimbing pembimbing mahasiswa

Anda mungkin juga menyukai