Anda di halaman 1dari 67

KRITERIA DAN STANDAR DESAIN STRUKTUR ATAS

DAN BAWAH JEMBATAN KHUSUS

Oleh: Prof. Ir. Iswandi Imran, MASc., Ph.D.


Anggota KKJTJ

SOSIALISASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DAN PEDOMAN PEMBAHASAN


PENYELENGGARAAN KEMANAN JEMBATAN DAN TEROWONGAN JALAN
(WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN)
DIREKTORAT
JENDERAL
BATAM, 25-26 JULI 2022
BINA MARGA
OUTLINE

Pendahuluan

Standar dan Regulasi

Kriteria Desain

Berbagai Aspek Desain Lainnya

Penutup
PENDAHULUAN
SISTEM STRUKTUR JEMBATAN

• Upper Structure → struktur/bangunan atas seperti girder dan deck


jembatan. Struktur atas jembatan biasanya tidak dikelompokkan
dalam sistem penahan gempa
• Sub Structure → bangunan bawah seperti pier kolom, pier dinding dll.
Bangunan bawah biasanya dirancang sebagai sistem struktur
penahan gempa.
• Abutment dan Struktur pondasi
• Komponen-komponen lainnya: Expansion Joint, Bearing dll.
PENDEKATAN DESAIN

• Bangunan jembatan umumnya didesain secara linear elastic


terhadap beban gravitasi (beban DL, SDL dan LL), suhu, angin dll
→ struktur tidak boleh rusak (tapi beton bertulang boleh retak)

• Jembatan umumnya didesain secara inelastic terhadap beban


gempa rencana (DBE) → struktur penahan gempa boleh rusak (tapi
tidak boleh runtuh)

• DBE → Design Basis Earthquake (7% PBE dalam kurun waktu 75


tahun → 1000 tahun Return Period)
STANDAR DAN REGULASI
BEBERAPA KETENTUAN SNI TERKAIT JEMBATAN

SNI 2833:2016
SNI 1725:2016

Code for Loading/ Combination Code for Seismic Loading and Detailing
PANDUAN, SNI BAJA TULANGAN, DAN KONSENSUS KKJTJ
BEBERAPA KETENTUAN AASHTO TERKAIT
KRITERIA DESAIN
JENIS BEBAN DAN KOMBINASINYA

Permanen
Beban
Beban Transient

1,35
BEBAN TRANSIENT

• TT : Beban truk “T”


• SH : Gaya akibat susut/rangkak
• TP : Beban pejalan kaki
• TB : Gaya akibat rem
• SE : Beban akibat penurunan
• TR : Gaya sentrifugal
• ET : Gaya akibat temperature gradient
• TC : Gaya akibat tumbukan kendaraan
• EUn : Gaya akibat temperature seragam
• TV : Gaya akibat tumbukan kapal
• EF : Gaya apung
• EQ : Gaya gempa
• EWs : Beban angin pada struktur
• BF : Gaya friksi
• EWl : Beban angin pada kendaraan
• TD : Beban lajur “D”
• EU : Beban arus dan hanyutan
KEADAAN BATAS YANG HARUS DITINJAU

• Kuat I : semua beban operasional, tanpa beban angin


• Kuat II : idem dengan Kuat I, tapi untuk beban kendaraan khusus
• Kuat III : kombinasi dengan beban angin pada struktur (kec 90 km/jam)
• Kuat IV : untuk kondisi rasio beban mati terhadap beban hidup yang besar
• Kuat V : kombinasi dengan beban angin pada struktur dan kendaraan
• Ekstrim I : kombinasi dengan beban gempa
• Ekstrim II : kombinasi dengan beban tumbukan kapal/kendaraan
KEADAAN BATAS YANG HARUS DITINJAU

• Layan I : kombinasi untuk pengecekan lendutan, lebar retak dll.


• Layan II : kombinasi untuk mencegah kelelehan baja dan selip
sambungan akibat beban kendaraan
• Layan III : kombinasi untuk pengecekan tegangan tarik pada balok
beton prategang
• Layan IV : kombinasi untuk pengecekan tegangan tarik pada kolom
beton prategang untuk mengontrol retak
• Fatik I : kombinasi untuk umur fatik tak terbatas (TT or TD, dan TR)
• Fatik II : kombinasi untuk umur fatik terbatas (TT or TD, dan TR)
KOMBINASI ASD DAN ASD + GEMPA UNTUK
PERANCANGAN PONDASI

• Kombinasi ASD (allowable stress design atau tegangan


ijin) dan ASD + Gempa diperlukan untuk perencanaan
geoteknik (pondasi dll).
• Kombinasi ASD saja dapat diambil sama dengan
kombinasi Layan I
• Kombinasi ASD + Gempa dapat diambil sama dengan
kombinasi Ekstrim I dengan mengalikan beban gempa
dengan faktor 0,7
KRITERIA DESAIN TERKAIT GEMPA
PETA BAHAYA GEMPA INDONESIA (SNI 2833)

PGA (Peak Horizontal Acceleration) untuk Site Class B


7% Exceeding Probability in 75 years (Return Period 1000 Years)
PETA BAHAYA GEMPA INDONESIA (SNI 2833)

Ss (Nilai Spektral pada Perioda 0,2 detik) untuk Site Class B


7% Exceeding Probability in 75 years (Return Period 1000 Years)
PETA BAHAYA GEMPA INDONESIA (SNI 2833)

S1 (Nilai Spektral pada Perioda 1 detik) untuk Site Class B


7% Exceeding Probability in 75 years (Return Period 1000 Years)
CONTOH ELASTIC DESIGN SPECTRA (SNI 2833)

Response Spektrum untuk SE dan SD


0,9 Sds
0,8

Seismic Response Coefficient (C)


0,7 Sd1
0,6

0,5

0,4 SE
SD
0,3

0,2

0,1

0
0
T 1 2 4 6 8 10 12
s Period (s)

Seismic demand “terlalu tinggi” untuk struktur


jembatan yang umumnya relatif kaku
(dengan periode struktur < 1 detik)
SRATEGI DESAIN TERHADAP BEBAN GEMPA

• Beban lateral akibat gempa pada perancangan konstruksi jembatan


di Indonesia pada umumnya sangat signifikan → jauh lebih besar
dibandingkan dengan pengaruh beban lateral lainnya, seperti angin,
rem dll.

• Bila gaya gempa tersebut tidak direduksi, hal ini akan berakibat pada
massive dan besarnya elemen-elemen struktur jembatan pemikul
beban gempa.

• Salah satu upaya untuk mereduksi demand gaya gempa adalah


dengan menggunakan bobot upper structure seringan mungkin

• Selain itu, ada beberapa strategi tambahan yang dapat digunakan


untuk semakin mereduksi seismic demand tersebut.
STRATEGI MEREDUKSI DEMAND GEMPA DESAIN
YANG SERING DITERAPKAN DI INDONESIA

• Mengizinkan perilaku inelastik struktur saat terkena gempa


kuat → elemen struktur penahan gempa boleh rusak tapi
struktur jembatan tidak runtuh

• Isolasi upper structure (sumber massa yang besar) dari


goncangan gempa → pakai isolator seismik
REDUKSI SEISMIC DEMAND DENGAN PENDEKATAN
INELASTIK

Kapasitas Disipasi Energi Global

Gaya
Kebutuhan gaya elastis Fe Elastis
maksimum Kebutuhan perpindahan
elastis maksimum
Gaya pada saat kondisi
leleh
Non-linear
Reduksi gempa didefinisikan Kebutuhan perpindahan
dalam bentuk parameter R non-linear maksimum
: Fy
Fn
Fe
Fn =
R
uy ue um Perpindahan

R = 1,5 hingga 5
REDUKSI SEISMIC DEMAND DENGAN MENGGUNAKAN
SEISMIC ISOLATOR
STRATEGI MEREDUKSI DEMAND GEMPA DESAIN
YANG SERING DITERAPKAN DI INDONESIA

• Mengizinkan perilaku inelastik struktur saat terkena gempa


kuat → elemen struktur boleh rusak tapi struktur jembatan
tidak runtuh
• Isolasi upper structure dari goncangan gempa → pakai isolator
seismik
RESPONS GLOBAL DAN KINERJA STRUKTUR
JEMBATAN

NCHRP 440
Basic Performance Objective
Max. drift elastic = 1% (Kombo Ekstrim I)
PERILAKU INELASTIK SAAT GEMPA

• Elemen struktur penahan gempa sengaja dibuat


“lemah” terhadap gempa.

• Hal ini dicapai dengan menerapkan faktor modifikasi


response struktur (faktor R)

Rusak
• Fungsi faktor R → merubah respons struktur dari
elastik menjadi inelastik

• Perilaku inelastik tercermin dari kerusakan terkontrol


yang dialami elemen struktur tersebut akibat gempa
Sistem Konvensional

• Kerusakan terkontrol → meningkatkan damping dan


perioda struktur → mereduksi demand gempa
FAKTOR MODIFIKASI RESPONSE STRUKTUR

• Faktor R menggambarkan perilaku inelastik struktur dan sangat dipengaruhi


oleh daktilitas dan faktor overstrength sistem struktur
• Daktilitas sistem struktur dipengaruhi oleh:
- Daktilitas elemen struktur
- Fleksibilitas sistem struktur
- Redundancy struktur
- Overstrength elemen dan sistem struktur
• Nilai R pada SNI Jembatan telah mengakomodasi faktor keutamaan fungsi
jembatan, sehingga untuk jenis struktur yang sama, nilai R-nya bisa
berbeda
FAKTOR MODIFIKASI RESPONSE

Catatan: Pilar tipe dinding dapat direncanakan sebagai


kolom tunggal dalam arah sumbu lemah pilar
CATATAN UNTUK SOP

• Nilai R untuk tiang spun pile pada SOP atau pile bent
maksimum adalah 3 (untuk kategori other), sesuai Tabel 6
SNI 2833 (dengan catatan, tiang yang berfungsi sebagai
pile bent dengan R=3 harus memenuhi syarat detailing
yang ditetapkan dalam AASHTO LRFD sesuai zona
gempa terkait).
• Bilamana menggunakan tiang spun pile yang umum
tersedia di pasaran maka nilai R maksimum adalah 1,5
(tiang berperilaku dalam rentang elastik)
KLASIFIKASI OPERASIONAL JEMBATAN

• Jembatan sangat penting (critical bridges)


• Jembatan penting (essential bridges)
• Jembatan lainnya (other bridges)
KONSEKUENSI

Agar infrastruktur jembatan yang didesain dengan kekuatan yang lebih kecil
dibandingkan dengan gaya gempa elastik rencana dapat bertahan terhadap gempa
tersebut, maka:

• Struktur penahan gempa harus memiliki kemampuan untuk berdeformasi secara


bolak-balik di rentang inelastisnya.
• Struktur penahan gempa harus bersifat daktail
• Response inelastis struktur tidak boleh memperlihatkan degradasi kekuatan dan
kekakuan yang berlebihan

Agar infrastruktur jembatan dapat berperilaku seperti diatas diperlukan sistem struktur
dan material yang daktail → perlu detailing yang memadai dan perencanaan hierarki
kekuatan. Persyaratan detailing harus disesuaikan dengan tingkat kerawanan gempa
(zona gempa).
ZONA GEMPA

Untuk menjamin hierarki strong foundation weak pier:


- Zona gempa 1 → Rf = Rpier
- Zona gempa 2 → Rf = Rpier/2
- Zona gempa 3 dan 4 → Rf = 1 atau desain kapasitas

Demand gaya gempa pada pondasi → lebih tinggi daripada demand pada pier
(dapat menjadi hambatan untuk pembangunan di kota-kota besar, dengan
ketersediaan lahan yang terbatas)
CONTOH PERSYARATAN DETAILING
PERSYARATAN DETAILING TAMBAHAN

• Agar perilaku inelastic pier tetap baik, maka gaya aksial


maksimum yang bekerja pada pier jembatan dibatasi
maksimum 20% kapasitas aksialnya untuk struktur jembatan
yang berada pada zona 3 atau 4
• Dalam analisis pushover or NLTHA, keruntuhan pada pier
diasumsikan melalui mekanisme lentur → hirarki kekuatan
geser vs kekuatan lentur harus direncanakan
• Selain itu harus dipastikan persyaratan hirarki kekuatan
lainnya (strong girder weak pier)
STRATEGI MEREDUKSI DEMAND GEMPA DESAIN
YANG SERING DITERAPKAN DI INDONESIA

• Mengizinkan perilaku inelastik struktur saat terkena gempa


kuat → elemen struktur boleh rusak tapi struktur jembatan
tidak runtuh

• Isolasi upper structure dari goncangan gempa → pakai


isolator seismik
SEISMIC ISOLATOR SEBAGAI PEREDUKSI GEMPA

Merupakan pereduksi gempa alternatif terhadap metoda konvensional yang umum


diterapkan

Mengisolasi upper structure dari goncangan tanah akibat gempa

Isolator dalam hal ini berfungsi sebagai “sekring” yang membatasi gaya inersia ke sub-
structures dan pondasi.

Isolator → merubah perilaku struktur elevated

Conventional Isolated
FUNGSI SEISMIC ISOLATOR

Mereduksi gaya gempa pada konstruksi elevated melalui:

Perpanjangan perioda natural


konstruksi elevated
atau

Menambah efek redaman pada


konstruksi elevated
atau

Keduanya
RESPON ISOLATED ELEVATED STRUCTURES
TERHADAP GEMPA

Conventional

Min. 50%
reduction Min. 70%
reduction

Additional
Damping

Isolated

R = 1 untuk desain pondasi


R = 1.5 untuk desain sub-structure (pier)
JENIS SEISMIC ISOLATOR

1 Elastomeric-based:
- Lead rubber bearing
- High-damping rubber bearing
- Low-damping rubber bearing

2 Friction-based:
- Friction pendulum bearing
(single dan double concave)
KARAKTERISTIK SEISMIC ISOLATOR → LEAD RUBBER
BEARING (LRB)
CONTOH LRB TERPASANG
TARGET KINERJA ISOLATED BRIDGE PADA LEVEL
GEMPA YANG BERBEDA

Earthquake Isolation Sub-structure Non-structural


Level System (Pier/Column) Components
Functional
Functional Without
Design Without Elastic Behaviour
Damage
Damage
Functional and
Maximum Ductile Behaviour Damage Permitted
Stable

Design: 7% PE in 75 years (1000 Year RP)


Max : 2% PE in 50 years (2500 Year RP)
PERSYARATAN DESAIN DAN SPESIFIKASI UNTUK
SISTEM ISOLATED
EURO NORM EN 15129 Spesifikasi Khusus Bina Marga AASHTO GSID
Persyaratan Sistem Isolated pada Dokumen Konsensus

Pengecekan Kinerja:
Harus dilakukan pengecekan kinerja struktur terisolasi terhadap gempa desain
dengan menggunakan pendekatan Non-Linear Time History Analysis (dengan
menggunakan min. 3 ground motion).
Aspek Pengujian:
❑ Pengujian pada suhu yang divariasikan

❑ Restorability atau kemampuan recentering agar dicek 24 jam setelah pengujian


KONSEP BALANCED STIFFNESS/GEOMETRY
KONSEP BALANCED STIFFNESS

Maksud :
Ketidakberaturan geometrik sistem struktur menyebabkan perilaku respon nonlinier
struktur menjadi kompleks dan sulit untuk diprediksi. Oleh karena itu perlu dicek
distribusi keseragaman kekakuan struktur secara global.

Tujuan Mengontrol Kesimbangan Kekakuan (Balanced Stiffness) :


❑ Mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan berlebihan yang terjadi pada
elemen struktur yang lebih kaku
❑ Meminimalkan distribusi respon inelastik yang tidak seimbang pada struktur
❑ Peningkatan torsi pada kolom karena adanya rotasi rigid-body dari struktur atas
PERBANDINGAN KEKAKUAN SEBARANG 2 PIER
(BENT) DALAM SATU PORTAL

Portal dengan lebar yang sama: Portal dengan lebar yang beda:
PERBANDINGAN KEKAKUAN SEBARANG 2 KOLOM
DALAM SATU PIER (BENT)

Portal dengan lebar yang sama: Portal dengan lebar yang beda:
PERBANDINGAN KEKAKUAN 2 PIER (BENT) YANG
BERSEBELAHAN DALAM SATU PORTAL

Portal dengan lebar yang sama: Portal dengan lebar yang beda:
PERBANDINGAN KEKAKUAN 2 KOLOM YANG
BERSEBELAHAN DALAM SATU PIER (BENT)

Portal dengan lebar yang sama: Portal dengan lebar yang beda:
KONSEP BALANCED GEOMETRY

Tujuan mengontrol interaksi antara segmen-segmen jembatan


yang bersebelahan pada rangkaian jembatan multi span:
❑ Mencegah kemungkinan terjadinya “pounding” akibat gerakan out of
phase
❑ Meminimalkan kebutuhan gap antara segmen-segmen jembatan
yang bersebelahan → Expansion Joint
PERBANDINGAN PERIODA FUNDAMENTAL 2 PORTAL
YANG BERSEBELAHAN

Arah longitudinal: Arah transversal:


KONSEP BALANCE CRITERIA PADA SISTEM ISOLATED
Pile Head Treatment untuk Tiang Pracetak Prategang
BEBERAPA CATATAN TERKAIT MATERIAL
BERBAGAI HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
TERKAIT MATERIAL DAN PELAKSANAAN

• Penggunaan material yang Code-Compliance → spesifikasi


material untuk konstruksi jembatan (khususnya jembatan
tahan gempa) perlu dipahami.
• Penerapan standar detailing yang Sesuai dan Konsisten
SPESIFIKASI MATERIAL BAJA TULANGAN

• Baja tulangan untuk


elemen struktur penahan
gempa haruslah sesuai
dengan spesifikasi BJTS
420B
• Tulangan BJTS 520/550
atau lebih besar tidak
diperkenankan digunakan
pada elemen struktur
penahan gempa
SPESIFIKASI BAJA TULANGAN UNTUK JEMBATAN
TAHAN GEMPA (BJTS 420 B)
BERBAGAI SIFAT MATERIAL BETON YANG HARUS
DIPERHATIKAN TERKAIT PELAKSANAAN

• Aspek Pelaksanaan → Pelaksana harus paham akan


standar pelaksanaan konstruksi elevated yang dicirikan oleh
hal berikut:
- Tulangan yang rapat (congested) → butuh beton
dengan workabilitas yang tinggi
- Mass concrete (dimensi terkecil 1,5 meter) → butuh low
temperature concrete
- Siklus pengecoran → desain construction joint atau
butuh beton dengan sifat initial setting yang panjang
- Pembukaan cetakan dan shoring → butuh beton dengan
kuat tekan awal yang tinggi
HONEYCOMB ATAU KEROPOS AKIBAT PEMILIHAN
WORKABILITAS BETON YANG KURANG TEPAT

Sambungan Konstruksi
yang Kurang Baik
HONEYCOMB ATAU KEROPOS AKIBAT PEMILIHAN
WORKABILITAS BETON YANG KURANG TEPAT
BEBERAPA CONTOH PENGERJAAN SAMBUNGAN
KONSTRUKSI (CONSTRUCTION JOINT) YANG KURANG
BAIK
PENGERJAAN SAMBUNGAN KONSTRUKSI YANG KURANG
BAIK (LAITANCE DIBIARKAN PADA PERMUKAAN BETON)

Laitance
BETON KEROPOS AKIBAT TULANGAN RAPAT

Anda mungkin juga menyukai