Anda di halaman 1dari 9

MUI: Syiah Bukan Aliran 

Sesat!
Ditulis pada Desember 9, 2007 oleh Musadiq Marhaban

Wawancara Andito—Majalah Syiar—dengan Prof.Dr. KH Umar Shihab

Beberapa waktu lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengadakan siaran pers
sehubungan dengan maraknya aliran sesat yang meresahkan umat Islam. Dalam catatan
dikatakan bahwa MUI telah mengeluarkan sembilan fatwa mengenai aliran sesat, di
antaranya Islam Jama’ah, Ahmadiyah, Inkar Sunnah, Komunitas Eden yang dipimpin Lia
Aminuddin, shalat dua bahasa di Malang dan Al Qiyadah Al-Islamiyah, serta aliran sesat
lainnya yang sifatnya lokal atau kedaerahan.

Dalam upaya mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana MUI
memandang aliran sesat, Redaksi SYIAR melakukan wawancara dengan Prof. DR. KH.
Umar Shihab, Ketua MUI Pusat. Ditemui di rumahnya yang asri di bilangan Kelapa
Gading, ulama asal Rapparang Sulsel ini memprihatinkan tentang kondisi kerukunan
antar umat Islam di Indonesia.

MUI dan fatwa

Syiar: Bagaimana proses keluarnya sebuah fatwa MUI?

Umar Shihab: Fatwa itu bisa keluar apabila disepakati oleh semua komisi fatwa, yang
unsur-unsurnya terdiri dari ormas-ormas Islam dan perwakilan MUI, misalnya
Muhammadiyah, Dewan Dakwah, Al-Irsyad, Tarbiyah Islamiyah, dll. Ini berlaku di
seluruh Indonesia. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) juga sudah masuk MUI, ini organisasi
baru yang orang anggap “ekstrim”. Semua organisasi Muslim yang sudah dikenal di
Indonesia kita rangkul dan bisa masuk MUI, termasuk Syiah/Ahlulbat, tidak perlu
dilarang.

Syiar: Mungkinkah MUI daerah mengeluarkan fatwa yang berbeda atau bertentangan
dengan fatwa MUI Pusat?

Umar Shihab: Tidak boleh ada fatwa daerah yang bertentangan dengan pusat. Fatwa
MUI Pusat berlaku nasional, meliputi seluruh Indonesia. Fatwa daerah hanya khusus
untuk masalah-masalah lokal. Misalnya fatwa tentang salat dengan menggunakan bahasa
Indonesia, MUI daerah bikin fatwa kemudian diangkat ke tingkat pusat.

Syiar: Ada anggapan bahwa fatwa MUI lebih banyak mengurusi akidah atau keyakinan
tapi tidak untuk masalah-masalah sosial.
Umar Shihab: Tidak benar. Kita juga membahas masalah-masalah yang mencuat dalam
kehidupan masyarakat. Fatwa tentang korupsi sudah pernah ada, suap juga ada,
pornografi juga ada.

Syiar: Mengapa tidak ada fatwa mati untuk koruptor?

Umar Shihab: Kita mempunyai komisi hukum dan perundang-undangan. Tapi MUI
tidak pernah mengatakan menolak hukuman mati. Tidak pernah ada statement seperti itu.
Karena kita tidak mau bertentangan dengan hukum al-Quran. Di dalam al-Quran itu ada
qishash. Cuma kita tidak meminta supaya berlaku sepenuhnya. Kita lihat kondisi.

Syiar: Bagaimana hubungan antara MUI dan pemerintah?

Umar Shihab: Kita tidak mau berhadap-hadapan dengan pemerintah. Ini prinsip yang
juga bagian dari dakwah kita. Ud’u ila sabili rabbika bil hikmah wal mauizatil hasanah.
Kita dakwah dengan cara bijaksana. Kalau ada hal-hal yang tidak dilakukan oleh
pemerintah, barulah kita tampil ke depan dan menyampaikan kepada pemerintah.

Misalnya saja RUU pengasuhan anak, rancangannya sudah hampir selesai tapi kita minta
agar disesuaikan dengan aturan Islam. Contoh lain RUU pendidikan, sampai demonstrasi
besar di kalangan umat Islam karena kita nilai hal itu bertentangan dengan ajaran Islam.
Begitu juga dengan undang-undang pornografi dan pornoaksi.

Sayangnya, ada golongan umat Islam sendiri yang menolak. Ini yang kita sesalkan.
Jangankan itu. Fatwa kita tentang sesatnya Al-Qiyadah Islamiyah yang menyatakan
adanya nabi, masih saja ada orang Islam yang menyatakan bahwa itu tidak sesat, malah
menuduh MUI yang sesat.

Fatwa aliran sesat

Syiar: Apa kriteria MUI tentang sesat atau tidaknya suatu ajaran?

Umar Shihab: Ada kerangkanya. Dia harus percaya bahwa Allah Swt itu Esa, Nabi
Muhammad saw adalah rasul dan nabi terakhir, Al-Quran itu adalah kitab suci. Intinya
yang ada di rukun Iman. Begitu juga dengan rukun Islam, adalah prinsip bahwa shalat itu
lima kali sehari, puasa Ramadhan, haji ke baitullah. Kalau bertentangan dengan rukun
iman dan Islam maka ia bisa dianggap sesat.

Kita anggap Lia Aminuddin sesat karena menganggap dirinya mendapat wahyu dari
Jibril. Nah, masih banyak lagi kelompok yang sekarang masuk kajian MUI. Tapi kita
tidak pernah anggap sesat masalah khilafiyah.

Syiar: Ada pihak yang menilai bahwa keyakinan tidak bisa diadili.
Umar Shihab: Keyakinan memang tidak mungkin diadili. Tapi yang mungkin diadili
adalah orang-orangnya karena dia melakukan dan percaya pada suatu keyakinan yang
bertentangan dengan ajaran agama.

Misalnya Ahmadiyah, kita anggap sesat karena dia meyakini adanya nabi setelah Nabi
Muhammad. Tapi sampai sekarang prosesnya belum selesai karena mereka sudah
terlanjur mendapatkan izin sebagai yayasan, sebagai organisasi.

Fatwa sesatnya Syiah

Syiar: Bagaimanakah MUI menilai ajaran Syiah?

Umar Shihab: MUI tidak penah berbicara tentang mazhab. Bagi kami di MUI, masalah
khilafiyah itu adalah suatu rahmat. Kita tidak mau kembali lagi ke masa lalu di mana
perkelahian dan pembunuhan mudah terjadi hanya karena perbedaan mazhab.

Masalah mazhab tidak bisa di selesaikan. Biarlah Allah Swt yang mengadilinya. MUI
tidak menganggap bahwa salah satu mazhab itu benar. Kita berdiri di semua pendapat
bahwa semua mazhab itu benar. Begitu juga terhadap mazhab lain, mazhab Syiah
misalnya. MUI berprinsip, bahwa kalau dunia Islam sudah mengakui Syiah sebagai
mazhab yang benar, lalu kenapa MUI harus menolak?

Syiar: Pada Maret 1984 MUI pernah mengeluarkan fatwa yang isinya agar waspada
terhadap ajaran Syiah.

Umar Shihab: Ya, itu pada tahun 84. Sekarang eranya sudah lain. Fatwa itu bisa berubah
karena perubahan kondisi. Di Sunni sendiri juga ditetapkan seperti itu, bahwa fatwa bisa
berubah karena perbedaan kondisi. Karena perbedaan tempat, Imam Syafii sendiri pernah
mengubah fatwanya ketika beliau pindah ke Mesir dari Irak.

Begitu juga dengan beberapa fatwa lain di MUI. Saya bisa kasih contoh fatwa tentang
aborsi. Semua aborsi itu dilarang. Islam tidak pernah membenarkan aborsi. Tapi,
kemudian terjadi perubahan kondisi di mana terjadi kehamilan akibat perkosaan,
sehingga aborsi pada kondisi tersebut dikecualikan.

Syiar: Dalam beberapa kasus, ulama daerah menisbahkan dirinya kepada fatwa MUI
Pusat tahun 1984 atau fatwa ulama lain yang menyatakan Syiah itu sesat.

Umar Shihab: Sekali lagi, kita tidak pernah menyatakan Syiah itu sesat. Kita
menganggap Syiah itu salah satu mazhab dalam Islam yang dianggap benar. Mengapa
saya nyatakan demikian? Karena dunia Islam sendiri mengakui keabsahan mazhab ini.
Apabila ia sesat, mustahil dan tidak boleh ia masuk ke Masjdil Haram. Kenapa mereka
boleh masuk ke Masjidil Haram? Itu artinya orang Saudi sendiri mengakui bahwa mereka
tidak sesat. Ia tetap Muslim, hanya saja mazhabnya berbeda dengan kita.
Kita harus membedakan dengan cermat antara istilah “sesat” dengan “beda”. Sesat itu
bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Dan sesat itu perlu diperbaiki melalui dakwah
yang benar. Apabila sekadar beda ya boleh-boleh saja. Yang sesat itu jelas beda. Tapi
tidak semua yang beda itu sesat. Di dalam Sunni sendiri banyak perbedaan.

Di Indonesia ini banyak hal yang beda. Cara wudhu, posisi tangan saat salat, dll. Kenapa
mesti dipersoalkan? Bahkan penentuan waktu 1 Syawal pun berbeda. Ini hal yang sangat
berbeda. Yang berpuasa pada hari lebaran itu haram. Sedangkan pihak lain meyakini
berlebaran pada hari puasa itu haram karena ia makan. Banyak hal yang beda di lapangan
tapi kita tolerir. Ini semua masalah furuiyah.

Syiar: Dengan komposisi ormas Islam “ekstrem” dan “tidak toleran” di MUI, apakah
fatwa yang dikeluarkan oleh MUI itu tidak bias sehingga terkesan tidak hati-hati? Di
antara organisasi tersebut ada yang menggunakan kriteria sesat untuk menyerang
kelompok lain yang sebenarnya tidak sesat.

Umar Shihab: Mereka tidak boleh memberi interpretasi sendiri. Interpretasi itu hanya
dari MUI. Seperti kasus di Sumatra Barat, MUI setempat menyesatkan suatu organisasi.
Kemudian mereka datang ke Jakarta untuk klarifikasi. Setelah kita kaji, kita ketahui
bahwa sesatnya mereka karena beranggapan pergi haji itu tidak perlu ke Masjidil Haram
bagi yang tidak mampu. Ada haji bagi orang miskin. Ini tidak ada dasarnya dalam agama.
Setelah diklarifikasi, kita nyatakan bahwa pemahaman, pedoman dan pernyataan ini
harus dibersihkan dari organisasi tersebut.

Syiar: Jadi bisa disimpulkan bahwa pandangan Islam yang komprehensif dan baik tidak
merata di daerah sehingga mereka tidak bisa membedakan mana yang sesat dan mana
yang beda. Bagaimana menyikapi hal ini?

Umar Shihab: Saya selalu jelaskan, termasuk dalam rakernas baru-baru ini. Kita tidak
perlu mempermasalahkan khilafiyah karena tidak ada hakim yang bisa memutuskan yang
mana yang benar. Kita serahkan kepada Allah di hari kemudian nanti. Kita kembali
kepada prinsip bahwa bila mujtahid itu salah dapat pahala satu, kalau benar dapat pahala
dua. Nah, kita ini bukan mujtahid. Tidak ada sama sekali.

Memang dalam rapat itu ada orang yang ingin mengatakan lebih terperinci supaya orang
yang salatnya boleh tiga waktu itu sesat. Saya katakan itu bukan masalah prinsip karena
dasarnya ada dalam Quran dan hadis. Janganlah bawa sejauh itu karena nanti efeknya
lebih jauh lagi, mereka yang salatnya tangannya turun ke bawah itu sesat juga. Masalah
khilafiyah tidak boleh membawa pada perpecahan.

MUI menganggap bahwa Syiah adalah mazhab yang benar sebagaimana yang diakui oleh
Rabithah Alam Islamy dan itu diakui oleh Al-Azhar. Bukti konkretnya, jamaah haji Syiah
boleh masuk ke Masjidil Haram. Kalau mereka memang sesat, seharusnya tidak boleh
masuk.
Perbedaan mazhab tidak bisa diselesaikan karena masing-masing punya argumentasi
yang semuanya benar. Yang penting mereka mengakui dan meyakini keesaan tuhan,
kesucian dan keotentikan Al-Quran, dan Muhammad sebagai nabi terakhir.

Indonesia itu mayoritas Sunni Syafii. Tidak semua mazhab itu ada di Indonesia, tapi
bukan berarti ia tidak diterima. Bila semua ini tidak bisa disikapi secara arif akan bisa
bermasalah. Misalnya dalam haji. Wahabi tidak mau berpakaian ihram di Jeddah, tapi di
Miqat. Kalau kita naik pesawat Saudia Airline diumumkan bahwa kita sekarang sudah
ada di Miqat, niatlah dari sekarang. Jadi orang-orang ramai berganti pakaian.

Nah, paham Wahabi sekarang sudah masuk di indonesia. Tapi fatwa MUI mengatakan
bahwa boleh berpakaian ihram di Jeddah. Fatwa MUI ini juga diakui di beberapa negara
Islam. Tapi ada juga pihak lain yang tidak mau pakai fatwa MUI, ya silakan.

Wahabi sendiri barang baru di Indonesia. Kalau semua yang beda dianggap sesat, maka
Wahabi pun bisa masuk kategori sesat. Berbahaya sekali kalau yang beda dianggap sesat.
Kalau pemerintah sekarang berpaham Wahabi, maka bisa-bisa mazhab Syafii pun
dianggap sesat. Yang dianggap sesat itu adalah berbeda dalam hal akidah dan syariah.

Syiar: Bagaimana menjembatani kesenjangan mazhab Sunnah dan Syiah dewasa ini?

Umar Shihab: Saya kira melalui pertemuan-pertemuan di antara kedua belah pihak.
Dakwah yang dilakukan satu sama lain tidak boleh saling menyerang. Orang yang
memaki-maki orang lain itu sudah salah.

Saya pernah ke Iran dan saya lihat hal-hal luar biasa di sana. Saya juga pernah pergi ke
Najaf dan Karbala. Saya bertemu dengan ulama-ulama Syiah. Mereka salat sama seperti
kita juga. Cuma beda di azan. Saya bertanya, mengapa Anda menambah azan dengan
“hayya alal khairil amal”? Mereka menjawab, sama halnya seperti Anda, mengapa Sunni
menambah azan dengan “ashalatu khairum minan naum”?

Mereka malah bertanya balik, mengapa Anda mau tarawih padahal Rasulullah tidak
tarawih? Bukankah itu datang dari Sayyidina Umar? Mengapa Anda tidak mengikuti apa
yang datang dan diajarkan oleh Sayyidina Ali? Saya tidak bisa berkata apa-apa.

Kita perlu cari pendekatan-pendekat an, yang penting jangan saling serang dan
menyalahkan. Nah, orang yang tidak tahu masalah mazhab inilah yang saling
menyalahkan. Dia tidak mau memahami mazhab orang lain. Kita tidak sedang bicara
politik. Yang terjadi di Irak itu bukan masalah mazhab, tapi politik. Ada kekuatan
eksternal yang mempengaruhi konflik antar mazhab tersebut.

Kita di Indonesia tidak perlu terjadi seperti itu. Silakan kalau Anda mau jadi Syiah.
Kenapa kita tidak lihat (konflik) di Saudi Arabia, di Makkah misalnya. Orang salat
dengan beragam cara tidak dipersoalkan. Kenapa ada orang salat di hotel mengikuti
kiblat masjidil haram? Apakah ada yang mempersoalkan? Kita harus bersatu. Kalau
sesama Muslim gontok-gontokan, orang luar akan tertawa.
Kekerasan terhadap Syiah

Syiar: Apakah tindakan kekerasan yang dilakukan masyarakat terhadap komunitas Syiah
di daerah-daerah bisa dibenarkan karena mereka mengklaim ikut fatwa MUI?

Umar Shihab: Tidak pernah bisa dibenarkan. Semua tindak kekerasan tidak pernah bisa
ditolerir. Jangankan terhadap Syiah, terhadap aliran sesat pun kita tidak pernah tolerir
tindak kekerasan.

MUI tidak pernah mentolerir aksi-aksi kekerasan seperti itu. Aliran sesat pun tidak
pernah ditolerir untuk dirusak. Apalagi yang masih tidak sesat. Pelacuran saja, yang jelas-
jelas tempat maksiat, kita tidak pernah mengatakan setuju untuk main hakim sendiri. Ini
negara hukum, semua harus melalui proses hukum. Jadi kalau ada orang yang mau
merusak rumah, masjid dan pesantren orang lain, itu bertentangan dengan undang-
undang. Beritahukanlah polisi.

Syiar: Dalam beberapa kasus, MUI daerah pernah mengeluarkan surat pernyataan yang
negatif tentang Syiah..

Umar Shihab: Itu keliru. Sangat keliru. Kita bisa tegur mereka kalau kedapatan
mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan fatwa MUI Pusat. Tapi memang hal ini
(surat pernyataan/edaran MUI daerah) susah dipantau. Kalau MUI provinsi di tingkat satu
mungkin bisa dipantau. Tapi sulit kalau sudah di bawah. Kalau ada data-data itu, tolong
kasih saya.

Syiar: Kenyataannya ada ulama daerah yang meminta pembubaran Syiah dan pengusiran
orang-orang Syiah atas nama MUI.

Umar Shihab: Tidak pernah. Itu adalah aktivitas personal yang tidak pernah kita tolerir
dan tidak pernah kita benarkan. Aksi kekerasan itu karena kebodohan, fanatisme buta.
Sebenarnya kita tidak ingin ada clash antara Sunni dan Syiah. Kita ingin damai, tidak
ingin ada kekerasan.

Ketika tempo hari ada penyerangan atas komunitas Syiah di Bangil, saya sendiri
langsung telpon kapolda dan kapolres supaya segera diambil tindakan, karena
sesungguhnya MUI tidak pernah mentolerir adanya pengrusakan. Kapolri Jendral Sutanto
pun mengatakan tidak boleh adanya pengrusakan. Anda bisa lihat sendiri di televisi
bagaimana pernyataan saya.

Syiar: Sekarang ini ada oknum mengatasnamakan Ahlusunah yang memprovokasi umat
Islam di daerah-daerah untuk membenci Syiah. Mereka juga menuding orang-orang yang
moderat dan berpandangan objektif juga sebagai Syiah. Bagaimana mengantisipasi
konflik horizontal antar mazhab di Indonesia?

Umar Shihab: Prinsip Islam itu satu. Janganlah kita ini gontok-gontokan. Orang yang
melakukan provokasi itu bodoh, tidak tahu hakikat Islam. Kita akan minta kesadaran
semua orang yang memprovokasi dan memecah belah umat bahwa pekerjaannya itu
salah. Tindakan-tindakanny a tidak pernah dibenarkan dalam Islam. Tolong ini dicatat.

Sikap kita kepada mereka hendaknya mengikuti sikap Nabi Muhammad tatkala dilempari
batu oleh penduduk Thaif. Saat malaikat menyediakan diri menghukum mereka, Nabi
malah mendoakan mereka dengan dalih bahwa mereka berbuat demikian karena tidak
tahu.

Ada skenario besar yang ingin menghancurkan, bukan hanya umat Islam, tapi kesatuan
bangsa Indonesia. Karena apabila umat Islam terpecah, otomatis bangsa Indonesia juga
terpecah. Mereka sulit menyerang Islam dengan memakai agama-agama lain. Maka
digunakanlah orang-orang Islam sendiri.

Haji Indonesia dan Syiah di Makkah

Syiar: Kuota jamaah haji tahun 2007 untuk Indonesia adalah 210 ribu orang, naik 5%
dari tahun 2006 yang hanya 200 ribu jamaah. Namun masih banyak calon jamaah haji
yang tidak terangkut dan kini masuk dalam waiting list. Bagaimana menjelaskan
fenomena ini?

Umar Shihab: Ada tiga kemungkinan. Pertama, banyaknya orang yang ingin
menunaikan ibadah haji adalah suatu indikasi bahwa kesadaran orang terhadap ajaran
agama lebih baik dari masa-masa yang lalu. Kemungkinan kedua, ekonomi umat Islam
Indonesia sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Kemungkinan ketiga, orang-orang Islam yang ingin berwisata atau jalan-jalan keluar
negeri kini mengalihkan tujuan wisata, tidak lagi ke Eropa atau negara-negara lain,
melainkan ke Makkah dan Madinah. Mereka berpikir, daripada ke Eropa lebih baik naik
haji atau umrah. Niatnya sudah tidak murni ibadah lagi. Kemungkinan ketiga ini yang
sangat disayangkan. Tapi, dari semua kemungkinan tersebut, motif yang paling banyak
dan dominan adalah berangkat haji atas dasar ibadah.

Syiar: Jamaah haji di Indonesia terbesar di dunia tapi budaya korupsi marak di mana-
mana. Bagaimana menyikapi hal ini?

Umar Shihab: Tidak usah dihubung-hubungkan. Saya tidak setuju.

Syiar: Ada pendapat yang menyatakan bahwa tempat-tempat suci umat Islam perlu
diinternasionalisas i sehingga dana yang luar biasa besar jumlahnya tersebut dapat
dioptimalkan untuk kesejahteraan dan pemberdayaan umat Islam di seluruh dunia.

Umar Shihab: Sebenarnya gagasan itu bisa dilihat dari dua sisi. Sisi pertama, bahwa
tujuannya untuk mendapatkan imbalan dari umat Islam. Dana terkumpul yang begitu
besar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam. Di sisi lain, kita punya aturan-
aturan internasional yang membuat ide internasionalisasi Makkah dan Madinah itu
menjadi mustahil. Karena kedua tempat itu masuk wilayah Saudi Arabia, jadi dilema.
Menurut saya, kita biarkan saja seperti sekarang, tidak harus diinternasionalisas i.
Apalagi salah satu gelar raja-raja di Saudi itu adalah khadim al-haramain, penjaga
wilayah kedua tanah Haram. Kita hanya mengharap bahwa pengaturan haji itu setiap
tahun lebih ditingkatkan. Kalau memang sudah baik, kenapa kita harus buat satu aturan
baru (internasionalisasi itu). Yang penting jangan ada halangan entah itu terkait unsur
politik atau mazhab sehingga setiap orang bisa pergi ke sana. Alhamdulillah, sampai
sekarang tidak ada masalah.

Syiar: Artinya, haji itu berlaku untuk semua umat Islam dari mazhab manapun, termasuk
juga mazhab yang berbeda dengan mazhab pemerintah Saudi sendiri?

Umar Shihab: Pokoknya semua mazhab tanpa kecuali. Pemerintah Saudi bisa jadi
menggunakan mazhab dari sebagian ajaran Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad atau Imam
Malik. Tapi tetap saja mereka yang tidak bermazhab bebas masuk ke Makkah dan
Madinah. Alhamdulillah, itu kenyataan hingga sekarang. Mazhab Syiah juga bebas
masuk ke Saudi Arabia dan tidak dilarang.

Setiap saya berangkat ke sana, saya melihat banyak orang Syiah. Kadang-kadang, mereka
malah diberikan tempat yang lebih istimewa. Misalnya, dalam fikih Syiah dikatakan
bahwa kalau orang berihram itu tidak boleh tutup kepala. Sehingga ada juga mobil yang
disiapkan tanpa penutup atau atap. Ini sekadar bukti bahwa pemerintah Saudi juga
memberikan kesempatan kepada orang-orang yang bermazhab selainnya.

Biodata:

 Prof. DR. KH. Umar Shihab lahir di Rapparang, Sulsel, pada 2 Juli 1939.
 Beliau menamatkan S1 di IAIN Alaudin Makassar (1966), S2 di Universitas Al-
Azhar Kairo (1968), dan S3 Universitas Hasanuddin dalam Studi Hukum Islam
(1988).
 Banyak jabatan organisasi yang dilakoninya, antara lain: Ketua PII (Pelajar Islam
Indonesia) Sulsel, HMI Cabang Makassar, Dewan Mahasiswa UMI Makassar,
Dewan Mahasiswa IAIN Alauddin.
 Selain itu, dia juga banyak mengemban jabatan akademik, antara lain: Wakil
dekan IAIN, Dekan di UMI, anggota DPRD Propinsi Sulsel, anggota MPR-RI,
Ketua MUI Sulsel, dan kini Ketua MUI Pusat.
 Karya ilmiah yang dipublikasikan, antara lain: “Al-Quran dan Rekayasa Sosial”,
“Transformasi Pemikiran dalam Hukum Islam”, “Elastisitas Hukum Islam“,
“Kontekstualitas Al-Quran”, dan lain-lain.

Sumber: Bayt Al-Hikmah

Cat:
Andito ialah penggiat MAULA (Masyarakat Universal Lintas Agama). Sempat menjadi
pengurus Yayasan Al-Jawwad. Pernah berkiprah di GMNI Bandung dan kemudian di
HMI Cab Bandung. Andito lah yang menjadi motor maraknya ajarn syi’ah di HMI.
Bahkan ia bersama Andi Hakim berhasil merumuskan sebuah training yang dinamai
Training Revolusi Kesadaran. Pada Kongres HMI di Makassar (2006), Andito berhasil
merasukan beberapa gagasannya ke dalam Nilai Dasar Perjuangan HMI, sehingga
dikenal sebagai NDP versi Andito.

Anda mungkin juga menyukai