Disusun oleh :
BILLI
C155192004
Pembimbing :
Dr. dr. Susi Aulina, Sp.S(K)
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
1
GAMBARAN EEG PADA SPASME EPILEPTIK
I. Pendahuluan
Spasme epileptik (SE) berupa kejang tonik bilateral yang muncul secara
singkat dan tiba-tiba, disertai kontraksi otot tungkai aksial dan proksimal, dengan
onset dan penghentian secara tiba-tiba. SE dapat bersifat umum maupun fokal.
Spasme biasanya berlangsung selama 1 detik (kisaran 0.2–2 detik) dengan
demikian, durasi spasme lebih lama daripada sentakan (jerk) mioklonik (<0,1
detik) tetapi lebih pendek daripada kejang tonik (biasanya 2-10 detik). Insidensi
kumulatif 1,6 – 4,5 per 10.000 kelahiran hidup.1,2
III. Etiologi
Etiologi SE tidak spesifik, tetapi merupakan hasil dari berbagai gangguan
yang analog/berhubungan dengan spasme infantil. Etiologi SE dapat berupa
idiopatik/kriptogenik, tetapi sebagian besar bersifat simptomatis. SE terlihat pada
sindrom West (Tabel 1) dan anak-anak dengan epilepsi ensefalopati. Penyebab
reversibel termasuk obat-obatan seperti teofilin dan ketotifen.2
2
Tabel 1. Etiologi SE.2
IV. Diagnosis
Pada kasus dengan dugaan SE, pemeriksaan EEG diperlukan untuk
mengkonfirmasi adanya hipsaritmia (Gambar 1). Jika hasil EEG normal tanpa
ditemukan hipsaritmia atau variannya, maka EEG diulang 1-2 minggu kemudian,
dan setelah diagnosis ditegakkan dilanjutkan dengan evaluasi klasifikasi dan
etiologi yang mendasari.3
3
: jika hasil EEG tetap normal pada pengulangan kedua, telusuri penyebab etiologi lain. Jika dijumpai hipsaritmia,
maka dilanjutkan dengan pemeriksaan MRI kepala.
4
Gambar 2. Hipsaritmia tipikal. Standar (A). Pengurangan sensitivitas (B)1
5
interhemisfer dibuktikan dengan aktivitas lonjakan (burst) gelombang
paku dan ombak menyeluruh (Gambar. 3) atau peningkatan sinkronisasi
aktivitas latar belakang/background (misalnya, kehadiran aktivitas ritme
bersifat sinkron dari frekuensi theta maupun alfa) (Gambar. 4).
Gambar 4. EEG pada bayi berusia 9 bulan, menunjukkan aktivitas frekuensi alfa
yang ritmik, sinkron, dan simetris. Terlihat juga aktivitas lonjakan sinkron
dominan frontal (gelombang paku-ombak dan gelombang tajam-ombak). 5
6
2. Asymmetric hypsarrhythmia (12%)
Hipsaritmia asimetris ditandai dengan hipsaritmia dengan
amplitude yang bersifat asimetris dan konsisten diantara kedua hemisfer.
Hipsaritmia asimetris selalu berkaitan dengan abnormalitas struktural pada
otak (Gambar 5).
7
Gambar 6. EEG bayi berusia 3 bulan, menunjukkan pola fokus irregular pada regio
oksipital kiri (gelombang paku-ombak dan gelombang tajam-ombak). 5
8
Gambar 8. EEG bayi berusia 9 bulan, menunjukan variasi supresi lonjakan (burst
supression).5
9
1. Focal or multifocal spikes and sharp waves
2. Abnormally slow or fast rhythms, diffuse slowing
3. Focal slowing
4. Focal depression
5. Paroxysmal slow or fast bursts
6. Slow spike and wave pattern
7. Continuous spindling Normal (jarang)
EEG iktal menunjukan pola heterogen. Pola yang paling umum adalah
peristiwa electrodecremental (ritme otak menjadi rata secara umum pada awal
bangkitan; diffuse voltage attenuation atau diffuse flattening) (Gambar 10)1,2
10
4. Period of voltage attenuation only
5. Generalized slow transient only
6. Period of attenuation with superimposed fast activity
7. Generalized slow-wave transient followed by a period of voltage
attenuation with superimposed fast activity
8. Period of attenuation with rhythmic slow activity
9. Fast activity only
10. Sharp and slow-wave complex followed by a period of voltage attenuation
with superimposed fast activity
11. Period of voltage attenuation with superimposed fast activity followed by
rhythmic slow activity
V. Diagnosis diferensial
Mencakup respons terkejut yang berlebihan, kolik dan sakit perut,
gangguan episodik non-epilepsi, refluks gastroesofageal dan benign myoclonus
of early infancy atau sindrom Fejerman.1 Pengenalan serangan SE memiliki
karakteristik yang khas, yaitu terjadi dalam serangkaian serangan (cluster) pada
saat sadar/terbangun.1,2,3
VI. Tatalaksana
Pengobatan terdiri dari vigabatrin, hormon adrenocorticorticotrophic,
(ACTH), dan kortikosteroid. Terapi tersebut dapat mengendalikan SE pada dua
pertiga pasien dalam beberapa hari setelah memulai pengobatan ini. Namun,
tidak ada pengobatan terbukti meningkatkan perbaikan perkembangan intelektual
bayi dalam jangka panjang. Lamotrigin, levetiracetam, nitrazepam, piridoksin,
sulthiam, topiramate, valproate dan zonisamide juga digunakan sebagai obat
tambahan ketika ACTH dan vigabatrin gagal.6,7 Tatalaksana bedah harus
dipertimbangkan sejak dini ketika dijumpai resistensi obat dan pada keadaan
epileptogenesis fokal. Ada beberapa bukti efektif penerapan diet ketogenik pada
kasus kejang resisten.6
11
VII. Prognosis
Pada sekitar 50% kasus, kejang hilang sebelum usia 3 tahun dan 90%
sebelum usia 5 tahun. Setengah dari pasien memiliki cacat motorik permanen,
dan dua pertiga memiliki gangguan kognitif dan gangguan psikologis. Perilaku
autis, sindrom hiperkinetik dan gangguan kejiwaan dapat dilihat pada pasien
normal dengan riwayat SE sebelumnya.1,2,6
12
Referensi
13