Anda di halaman 1dari 46

BAB III

REFRIGERAN DAN MINYAK PELUMAS

A. Definisi Refrigeran
Refrigeran adalah bahan pendingin berupa fluida yang digunakan untuk
menyerap kalor melalui perubahan phasa cair ke gas (menguap) dan membuang kalor
melalui perubahan phasa gas ke cair (mengembun). Refrigeran yang baik harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau dalam semua keadaan.
2. Tidak dapat terbakar atau meledak sendiri, juga bila bercampur dengan udara,
minyak pelumas dan sebagainya.
3. Tidak korosif terhadap logam yang banyak dipakai pada sistem refrigerasi dan air
conditiioning.
4. Dapat bercampur dengan minyak pelumas kompresor, tetapi tidak mempengaruhi
atau merusak minyak pelumas tersebut.
5. Mempunyai struktur kimia yang stabil, tidak boleh terurai setiap kali di
mampatkan, diembunkan dan diuapkan.
6. Mempunyai titik didih yang rendah. Harus lebih rendah daripada suhu evaporator
yang direncanakan.
7. Mempunyai tekanan kondensasi yang rendah. Tekanan kondensasi yang tinggi
memerlukan kompresor yang besar dan kuat, juga pipanya harus kuat dan
kemungkinan bocor besar.
8. Mempunyai tekanan penguapan yang sedikit lebih tinggi dari 1 atmosfir. Apabila
terjadi kebocoran, udara luar tidak dapat masuk ke dalam sistem.
9. Mempunyai kalor laten uap yang besar, agar jumlah kalor yang diambil oleh
evaporator dari ruangan jadi besar.
10. Apabila terjadi kebocoran mudah diketahui dengan alat-alat yang sederhana.
11. Harganya murah.
Refrigeran yang digunakan pertama kali adalah ether, dipakai oleh Perkins untuk
mesin kompresi uap tangan. Kemudian dipakai ethil khlorida (C2H5Cl) yang kemudian
pula diganti dengan ammonia pada tahun 1875. Hampir pada waktu yang bersamaan

57
dipakai belerang oksida (SO2) pada tahun 1874, methil khlorida (CH3Cl) pada tahun
1878, dan karbon dioksida (CO2) pada 1881 juga ditemukan pernah dipakai sebagai
refrigeran. Semenjak 1910-1930 -an, banyak refrigeran seperti N2O2, CH4, C2H6,
C2H4, C3H8, dipakai sebagai refrigeran. Hidrokarbon yang tidak mudah terbakar seperti
dikloromethana (CH2Cl2), didikholoroethilene (C2H2Cl2) dan monobromoethana
(CH3Br) juga digunakan untuk mesin refrigerasi dengan pompa sentrifugal, dengan
komposisi atom fluor, chlor, dan terkadang bromida, akan membentuk refrigeran
dengan range titik didih yang lebar pada tekanan sekitar 1 atm (disebut sebagai normal
boiling point = titik didih normal atau temperatur jenuh pada tekanan satu atmosfir),
sehingga memenuhi berbagai kebutuhan temperatur kerja yang berbeda untuk berbagai
mesin refrigerasi. Jumlah fluor menunjukkan ketidak beracunan dari refrigeran.
Refrigeran dibuat oleh beberapa negara dari beberapa perusahaan dengan
memakai nama dagang (merk) mereka masing-masing. Beberapa diantaranya yang telah
beredar di Indonesia ditunjukkan oleh Tabel 3.1. Refrigeran disimpan dalam tabung atau
silender dan drum. Untuk mengetahui isinya, tabung-tabung tersebut diberi berbagai
warna, keterangan pada tabung dan label. Warna tabung bahan pendingin dari Du Pont
ditampilkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.1 Beberapa Merk dagang refrigeran
Nama Pabrik Negara
Freon E.I.du Pont de Nemours & Company U.S.A
Genetron Allied Chemical Corporation U.S.A
Frigen Hoechst AG Jerman
Arcton Imperial Chemical Industries Ltd. Inggris
Asahi Fron Asahi Glass Co., Ltd. Jepang
Forane Pacific Chemical Industries Pty. Australia
Daiflon Osaka Kinzoku Kogyo Co., Ltd. Jepang
Ucon Union Carbide Chemicals Corporation U.S.A
Isotron Pennsylvania Salt Manufacturing Co. U.S.A

Tabel 3.2 Warna tabung Refrigeran


Refrigeran Warna tabung
Freon 11 Jingga (Orange)
Freon 12 Putih
Freon 22 Hijau
Freon 113 Ungu tua (Purple)
Freon 114 Biru tua
Freon 134a Biru muda (Biru langit)
Freon 500 Kuning
Freon 502 Ungu muda (Orchid)
58
B. Jenis-jenis Refrigeran
1. Refrigerant R-11, CC13F, Trichloro Monofluora Methane
0
Kompresor: Sentrifugal yang besar sampai 100 ton lebih. Pemakaian: (0 C s/d
0
20 C) termasuk pada air conditioning yang besar dari 200 - 2000 TR, untuk kantor,
0
hotel, pabrik da lain-lain. Juga sebagai pembersih dan aerosol. Titik didih 23,8 C pada
1 atmosfir, titik didih ini tinggi, maka tidak dapat dipakai untuk mendinginkan ruangan
0 0
di bawah 23,8 C. Tekanan penguapan 24 in Hg vakum pada 5 F dan tekanan
0
kondensasi hanya 3,5 psig pada 86 F. Tekanan kondensasi ini rendah sekali. maka R-
11 hanya dapat dipakai untuk kompresor sentrifugal. kalor laten uap 78,3 Btu/lb pada
titik didih. R-11 juga disebut golongan fluorocarbon yang lain, sangat stabil, tidak
beracun, tidak korosif, tidak dapat terbakar atau meledak. R-11 dapat melarutkan karet
alam, tetapi tidak bereaksi dengan karet sintetis yang dipakai sebagai gasket. R-11 juga
dipakai sebagai bahan peniup (blowing agent) dalam pembuatan polystyrene,
polyurethane yang keras maupun lunak. R-11 adalah bahan isolator yang baik dan sifat
isalator ini masih ada busa dari polyurethane tersebut. R-11 mempunyai kekuatan
dielektronika yang besar. R-11 juga sering dipakai sebagai bahan pembersih (cleaning
solvents) atau flushing agent. Utuk membersihkan bagian dalam dari sistem yang
banyak airnya dan lain-lain. R-11 untuk aerosol sering dicampur dengan R-12, untuk
menaikan tekanan R-11 tersebut. Kebocoran dapat dicari dengan halide leak detector
atau electronic leak detector.

2. Refrigerant R-12, CL2F2 Dichloro Difluoro Methane


Kompresor: torak, rotari dan sentrifugal. Pemakaian sangat luas pada suhu -40
0 0
C s/d +10 C, mulai dari lemari es, freezer, ice cream cabinet, water cooler sampai
pada refrigerasi dan air conditioning yang besar. R-12 juga merupakan bahan pendingin
0 0
yang utama untuk air conditioning mobil dan aerosol. Titik didih -21,66 F (-29,8 C)
0 0
pada 1 atmosfir. Tekanan penguapan 11,8 psig pada 5 F (15 C) dan tekanan
0 0
kondensasi 93,3 psig pada 86 F (30 F). Kalor laten uap 71,74 Btu/lb pada titik didih.
R-12 adalah bahan pendingin yang paling banyak dipakai untuk lemari es, baik dengan
kompresor torak maupun rotari. Telah diselidiki dan dikembangkan di USA sejak tahun
1931, pada tahun 1940 telah hampir dipakai pada semua lemari es.
Bahan pendingin R-12 sangat aman, tidak korosif, tidak beracun, tidak dapat
terbakar atau meledak dalam bentuk gas maupun cair, juga bila bercampur dengan
udara. R-12 tidak berwarna, bahkan transparan (tembus cahaya), tidak berbau dan tidak
59
ada rasanya pada kosentrasi dibawah 20% dari volume. R-12 tidak berbahaya bagi
hewan atau tumbuh-tumbuhan dan tidak mempengaruhi bau, rasa atau warna dari air
atau makanan yang disimpan di dalam lemari es. R-12 dapat dipakai pada suhu tinggi,
sedang dan rendah. Juga dapat dipakai untuk ketiga macam kompresor : kompresor
torak dari 1/12 – 800 DK. Kompresor rotari yang kecil dan kompresor sentrifugal untuk
air conditioning yang besar. R-12 akan tetap stabil pada suhu kerja rendah, maupun
pada suhu kerja tinggi, tidak bereaksi dan tidak korosif terhadap banyak logam yang
dipakai pada lemari es, seperti : besi tuang, baja. Aluminium, tembaga, kuningan, seng,
timah solder. Jika bercampur dengan air pada suhu tinggi dapat menjadi korosif karena
ada asam halogen yang terbentuk. Apabila kita memakai sistem dengan R-12, jangan
sampai ada air yang tertinggal di dalam sistem.
R-12 sampai saat ini adalah bahan pendingin yang terbanyak dipakai, walupun
dalam beberapa hal keunggulan R-12 telah dikalahkan oleh R-22. Kenggulan R-12
terhadap R-22 :
a. Tekanan kerja dan suhu kerja lebih rendah

b. Bercampur dengan minyak pelumas lebih baik dalam semua keadaan

c. Harganya lebih murah

R-12 tidak dapat melarutkan air, tetapi dapat melarutkan hydrocarbon, alkohol, ether,
aster dan ketone, maka R-12 dapat dipakai sebagai bahan pembersih untuk zat tersebut.
R-12 mempunyai kemampuan melarutkan yang sangat besar, maka kita harus hati-hati
jika memakai bahan-bahan untuk paking, gasket, vernis dan beberapa macam bahan
isolasi di dalam kompresor hermetik. R-12 terhadap logam-logam yang mengandung
magnesium atau aluminium yang mengandung lebih dari 2 % magnesium harus
dihindarkan. R-12 merusak karet alam, tetapi tidak bereaksi terhadap karet sintetis. Jika
memakai bahan dari karet, pakailah karet sintetis seperti: karet neoprene dan
chloroprene. R-12 yang terbanyak dipakai sebagai penyemprot (propellant) yang bukan
untuk makanan. Karena tekanan R-12 sangat tinggi, maka umumnya dicampur dengan
R-11 untuk menurunkan tekanannya.
0 0
Salah satu sifat khusus dari R-12 yaitu pada suhu 20 F - 80 F, mempunyai suhu
dalam fahrenheit dan tekanan dalam psig yang hampir sama besarnya. Dapat dilihat
0
pada daftar suhu dan tekanan bahan pendingin R-12. misalnya R-12 pada 70 F
mempunyai tekanan 70,1 psig. R-12 mempunyai kekuatan dielektrik yang besar, hampir
sama dengan R-113, maka dapat dipakai untuk kompresor hermetik tanpa menimbulkan
60
bahaya atau kesukaran. Kebaikan R-12 yang dapat bercampur dengan minyak pelumas
dalam semua keadaan tidak saja mempermudah mengalirkan minyak pelumas kembali
ke kompresor, tetapi juga dapat menaikan efisiensi dan kapasitas dari sistem.
Evaporator dan kondensor akan bebas dari minyak pelumas yang dapat mengurangi
kemampuan perpindahan kalor dari kedua alat tersebut. R-12 masih dapat bercampur
0 0
dengan minyak pelumas sampai suhu -90 F (-68 C). Di bawah suhu tersebut minyak
pelumas akan mulai memisah. Minyak pelumas lebih ringan daripada bahan pendingin,
maka minyak akan mengumpul pada bagian atas dari bahan pendingin cair tersebut. R-
12 apabila bercampur dengan api yang sedang terbakar atau pemanas listrik yang
bekerja, dapat membentuk suatu gas yang sangat beracun. Kobocoran dapat dicari
dengan hilide leak detector, alectronic leak detecto, air sabun dan lain-lain.

3. Refrigerant R-22, CHCLF2 Chloro Difluoro Methane


0 0
Kompresor: torak, ratari dan sentrifugal. Pemakaian: (-50 C s/d +10 C)
terutama untuk air conditioning yang sedang dan kecil, juga dipakai untuk freezer, cold
storage, display cases dan banyak lagi pemakaian pada suhu sedang dan suhu rendah.
0 0 0
Titik didih -41,4 F (-40,8 C) pada 1 atmosfir. Tekanan penguapan 28,3 psig pada 5 F
0
dan tekanan kondensasi 158,2 psig pada 86 F. Kalor laten uap 100,6 Btu/lb pada titik
didih.
Mula-mula diperkenalkan pada tahun 1936 dikembangkan untuk pemakaian
pada suhu rendah, lalu kemudian banyak dipakai pada packaged air conditioner. R-22
mempunyai tekanan dan suhu kerja yang lebih tinggi daripada R-12, maka jika memakai
kondensor dengan pendingin udara ukurannya harus disesuaikan jangan terlalu kecil.
Untuk kapasitas yang sama R-22 dibandingkan R-12 memerlukan pergerakan torak
(piston displacement) yang lebih kecil, maka bentuk kompresor juga kecil sehingga
dapat ditempatkan dalam ruang yang terbatas. Ini adalah keuntungan dari R-22, maka
sangat sesuai untuk dipakai pada packaged room air conditioner. Keuntungan R-22
terhadap R-12 :
a. Untuk pergerakan torak yang sama, kapasitasnya 60% lebih besar
b. Untuk kapasitas yang sama, entuk kompresor lebih kecil. Pipa-pipa yang dipakai
juga lebih kecil ukurannya.
0 0
c. Pada suhu di evaporator antara -30 C s/d -40 C, tekanan R-22 lebih dari 1
atmosfir, sedangkan tekanan R-12 kurang dari 1 atmosfir.

61
R-22 tidak korosif terhadap banyak logam yang dipakai pada sistem refrgerasi
dan air onditioning seperti : besi, tembaga, aluminium, kuningan, baja tak berkarat, las
perak, timah solder, babit dan lain-lain. Minyak pelumas dengan R-22 pada bagian
tekanan tinggi dapat bercampur dengan baik, tetapi pada bagian tekanan rendah,
terutama di evaporator minyak lalu memisah. Suhu dimana minyak pelumas memisah
tergantung dari macam minyak pelumas yang dipakai dan jumlah minyak pelumas yang
o 0
bercampur dengan R-22. minyak pelumas mulai memisah pada suhu 16 F (-8,9 C).
Pada pemakaian suhu rendah, harus ditambahkan pemisah minyak (oil separator) untuk
mengembalikan minyak pelumas ke kompresor. Pada evaporator yang direncanakan
dengan baik, tidak akan terjadi kesukaran untuk mengembalikan minyak pelumas dari
evaporator ke kompresor. R-22 mempunyai kemampuan menyerap air tiga kali lebih
besar daripada R-12. Jarang sekali terjadi pembekuan air di evaporator pada sistem yang
memakai R-22. sebetulnya ini bukan merupakan keuntungan, karena di dalam sistem
harus bersih dari uap air dan air. Kebocoran dapat dicari dengan halide leak detector, air
sabun dan lain-lain.

4. Refrigerant R-113, C2Cl2F3, Trichloro Trifluoro Ethane


0 0
Kompresor: centrifugal. Pemakaian: (0 C s/d 20 C) untuk air conditioning
0 0
yang sedang dan besar. Suhu penguapan 117,6 F (47,57 C) pada 1 atm. Tekanan
0
penguapan 237,9 In Hg. Vakum pada 5 F dan tekanan kondensasi 113,9 In Hg. Vakum
0 3
pada 86 F. Pergerakan torak (piston displacement) adalah tinggi 100,76 ft /min.ton,
sedangkan HP/ton yang diperlukan hampir sama dengan lain-lain bahan pendingin.
Karena tekanan kerja yang rendah dan pergerakan torak (piston displacement) yang
besar, maka R-113 harus dipakai dengan kompresor centrifugal sampai 4 tingkat atau
lebih, terutama pada sistem air conditioning yang besar. R-113 adalah bahan pendingin
yang aman dan sering dipakai sebagai bahan pembersih (cleaning solvent). Kebocoran
dapat dicari dengan Halide leak detector.

5. Refrigerant R-114 C2Cl2F4, Dichloro Tetrafluoro Ethane


0 0
Kompresor: rotary, centrifugal. Pemakaian: (-20 C s/d +20 C) mula-mula
dipakai pada lemari es dengan kompresor rotary, tetapi sekarang terutama dipakai pada
0
industri pendingin yang besar dan mesin refrigerasi. Suhu penguapannya 38,6 F (3,6
0 o
C) pada tekanan 1 atm. Tekanan penguapan 16,2 In Hg. Vakum pada 5 F dan tekanan
62
0 3
kondensasi 21,6 psig pada 86 F. Pergerakan toraknya rendah 19,56 ft /min.ton,
sedangkan HP/ton yang diperlukan hampir sama dengan lain-lain bahan pendingin. R-
114 dipakai pada kompresor centrifugal untuk instalasi air conditioning yang besar-
besar. Juga dipakai pada kompresor rotari untuk lemari es water cooler. Seperti halnya
R-22, R-114 juga dapat bercampur dengan minyak pelumas pada bagian sisi tekanan
tinggi tetapi terpisah dengan minyak di evaporator. Kebocoran dapat dicari dengan
Halide leak detetor.

6. Refrigerant R-500, CCL2F2/CH3-CHF2 Azeotrope


Kompresor: Torak. Pemakain: untuk memperbanyak model packaged dan room
air conditioner yang kecil dan sedang. Juga pada lemari es untuk daerah yag memakai
0 0
listri 50 Hertz. Titik didih -28,3 F (-33,5 C) pada 1 atmosfir. Tekanan penguapan 16,4
0 0
psig pada 5 F dan tekanan kondensasi 112,8 psig pada 86 F. Kalor laten uap 88,5
Btu/lb pada titik didih. R-500 adalah campuran azeotrope dari R-12 (73,8% dari berat)
dan R-152A Difluoro Ethane (26,2 % dari berat). R-500 juga disebut carene-7, pada
umumnya hanya dipakai untuk mesin-mesin refrigerasi buatan Carrier. Seperti bahan
pendingin golongan fluorocarbon yang lain, R-500 tidak dapat terbakar, tidak beracun
dan stabil. R-500 mempunyai daya campur dengan minyak pelumas yang baik. Pada
suhu rendah daya campur tersebut sama seperti R-12. Keuntungan R-500 terhadap R-12
adalah:
a. Jika dipakai dengan mesin yang sama, dapat memberikan kapasitas 18 % lebih
besar.

b. Dapat dipakai dari daerah 60 Hz dengan R-12 ke daerah 50 Hz dengan R-500,


pada mesin yang sama akan memberikan kapasitas yang sama pula.

Pergerakan torak yang diperlukan lebih besar daripada R-22, tetapi lebih kecil
daripada R-12, jika dipakai dengan mesin yang sama dan untuk tujuan yang sama, R-
500 dapat memberikan kapasitas 18% lebih besar daripada R-12. Suatu unit dengan R-
12 yang kapasitasnya hendak dinaikkan 18 %, kita dapat mengusahakan dengan hanya
menukar bahan pendinginnya saja dengan R-500. Jumlah putaran motor listrik
berbanding lurus dengan besarnya frekuensi. Motor listrik 60 Hz yang bekerja di daerah
50 Hz, jumlah putarannya hanya tinggal 5/6 bagian, dan pergerakan toraknya juga
berkurang 18%. Kompresor hermetik 60Hz dengan R-12 akan memberikan kapasitas
yang sama jika dipakai untuk daerah 50 Hz dengan R-500. daya listrik yang diperlukan
juga hampir sama.
63
R-500 mempunyai kemampuan menyerap air yang sangat besar. Apabila sistem
hendak diisi dengan R-500, sebelumnya sistem harus dibuat vakum dengan pompa
vakum yang khusus, agar semua air dan uap air dapat dikeluarkan. Selain itu sistem
harus memakai pengering (drier) untuk menyerap sisa air yang masih tertinggal di
dalam sistem. Mengisi sistem lemari es dengan R-500 tidak banyak perbedaannya
dengan R-12, hanya kedua tekanannya pada sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah
sedikit lebih tinggi. Kebocoran dapat dicari dengan halide leak detector, electronic leak
detecto, air sabun atau zat warna dan lain-lain.

7. Refrigerant R-502, ChCLF2/CClF2-CF3 Azeotrope


0 0
Kompresor: torak dengan 1 atau 2 tingkat. Pemakaian: (-60 C s/d 20 C) khusus
dibuat untuk suhu evaporator yang rendah, untuk menggantikan R-22, tetapi juga
dipakai pada air conditioning. R-502 adalah suatu campuran azeotrope dari R-22 (48,8%
0 0
dari berat) dan R-115 (51,2% dari berat). Suhu penguapan -50,1 F (-45,6 C) pada 1
0
atm. Tekanan penguapannya 35,9 psig. Pada 5 F pada tekanan kondensasinya 176,6
o
paig, pada 86 F. R-502 mula-mula dipakai pada tahun 1962, bahan pendingin ini tidak
dapat terbakar, tidak beracun dan tidak korosif.
R-502 mempunyai sifat-sifat yang baik dari R-12 dan R-22, yaitu kapasitasnya
sama dengan R-22, sedangkan tekanan kondensasinya hanya sama dengan R-12, jadi
jauh lebih rendah dari R-22.
Keuntungan-keuntungan R-502 terhadap R-22, adalah sebagai berikut :
a. Kompresor akan bekerja pada suhu yang lebih rendah, hingga memperpanjang
daya tahan katup-katup dan lain-lain bagian dari kompresor.

b. Kepala silinder dari kompresor yang leih besar tidak perlu didinginkan dengan
air, dimana biasanya diperlukan pada R-22.

c. Kapasitasnya lebih besar 15 a/d 25%.

d. Suhu motor dan minyak tetap rendah, hingga minyak kompresor tetap dapat
memberikan pelumasan dengan baik karena kekentalannya tetap tidak berubah.
0 0
R-502 dapat menyerap air 15 kali lebih banyak daripada R-12 pada 0 F (-17,8 C),
yaitu 12 ppm (part per million) dari berat. Jika bercampur dengan uap air harus
diperhatikan agar R-502 tidak berhubungan dengan zink murni (Zn) atau magnesium
(Mg). Alumunium dapat dipakai asalkan tidak mengandung magnesium lebih dari 2%.
Timah putih (lead) jangan dipakai sebagai bahan penyambung pipa (soldir timah), atau

64
penahan kebocoran pada rotary seal dari poros engkol. Bahan-bahan plastik yang dapat
dipakai dengan R-22, juga dapat dipakai dengan R-502, misalnya untuk pengikat lilitan
motor, dan sebagainya. R-502 dapat bercampur minyak dengan baik pada suhu diatas
0 0 0 0
180 F (82,2 C). Tetapi di bawah 77 F (25 C) minyak akan memisah dan mengapung
di atas cairan bahan pendingin. Sifat ini menyebabkan minyak ikut ke kondensor, lalu di
evaporator minyak tersebut memisah dari bahan pendingin, maka harus diberi alat
khusus biasanya oil separator utuk mengembalikan minyak ke kompresor. R-502 adalah
bahan pendingin yang aman , kebocoran dapat dicari dengan Halide leak detector, dan
sebagainya.

8. Amonia R-717. NH3


Kompresor untuk refrigerant ini biasanya kompresor jenis torak, banyak dipakai
0
untuk industri, terutama pabrik es yang besar dan sistem absorpsi. Titik didih -33,3 C
0 0
pada 1 atmosfir. Tekanan penguapan 19,6 psig pada 50 F (-50 C). Kalor laten uap
589,3 Btu/Ib pada titik didihnya. Kalor laten tersebut sangat besar dan merupakan yang
terbesar dari pendingin yang lain. Amonia walaupun telah sajak lama dipakai, masih
merupakan satu-satunya bahan pendingin selain fluorocarbon yang tetap dipakai hingga
saat ini. Terdiri dari sebuah nitrogen dan tiga unsur hidrogen. Harganya murah,
efesiensinya tinggi, mempunyai kalor laten uap yang terbesar daripada bahan pendingin
yang lain. Amonia dalam keadaan biasa berwujud gas yang tidak berwarna, tetapi
mudah terbakar, dapat meledak dan sangat beracun . R-717 mudah terbakar, meledak
jika bercampur dengan udara dalam perbandingan tertentu antara 13% - 27% dari
volume dan akan lebih berbahaya lagi jika bercampur dengan oksigen. Amonia sangat
beracun dan mempunyai bau yang sangat merangsang hidung dan tenggorokan. Amonia
tidak dibenarkan dipakai untuk air condotioning untuk hotel, bioskop atau tempat umum
yang banyak orangnya. Jika dalam hal ini kita harus memakai amonia sebagai bahan
pendingin, maka kita harus memakai amonia secara tidak langsung dengan melalui air
atau air garam yang lebih dahulu didinginkan. Ruang untuk kompresor harus dibuat
khusus dan terpisah.

Amonia yang murni tidak korosif terhadap logam yang dipakai pada sistem
refrigerasi. Amonia yang bercampur dengan air akan menjadi korosif terhadap logam
non-ferro, terutama tembaga, kuningan, seng dan timah. Janganlah memakai logam-
logam tersebut pada sistem dengan amonia. Amonia walaupun mengandung banyak air,
tetapi tidak bereaksi dengan besi dan baja. Amonia lebih ringan daripada minyak
65
pelumas kompresor. Juga tidak dapat larut ke dalam minyak pelumas tersebut, maka
tidak dapat menyerap minyak dari tempat minyak kompresor. Karena sukar
mengembalikan minyak pelumas dari evaporator, kita harus menambahkan pemisah
minyak (oil separator) pada saluran tekan dari kompresor. Keluar dielektrik dari amonia
rendah, tidak dapat dipakai dengan kompresor hermetik yang berhubungan langsung
0
dengan alat-alat listrik. R-717 dapat mudah larut dalam air. Pada suhu 0 C, 1 volume
air dapat menyeraf 1,148 V amonia . Tabung amonia dan sistem yang memakai amonia
harus dibuat dari tabung besi atau baja kuat. Kondensornya harus didinginkan dengan
air. Gas amonia lebih ringan dari udara. Jika terjadi kebocoran amonia, kita lebih aman
merebahkan diri dilantai daripada berdiri. Kebocoran pada sistem dengan amonia dapat
diketahui dari baunya yang sangat merangsang hidung dan tenggorokan. Kebocoran
yang kecil dapat dicari dengan batang belerang (sulfur stick). Jika ada gas amonia yang
bocor, belerang dapat mengeluarkan asap putih yang tebal. Kebocoran dapat juga dicari
dengan memakai air sabun yang kental. dioleskan pada sekeliling sambungan pipa. Jika
ada gas yang bocor akan terjadi gelembung-gelembung dari air tersebut.

9. Carbon Dioxide, R-744, CO2


Kompresor yang paling banyak digunakan adalah jenis torak. Sistem ini biasa
dipakai untuk refrigerasi dan air conditioning yang besar, dimana faktor keamanan
0 0
diutamakan. Pada 1 atmosfir titik didih -79 C dan titik beku -57 C, pada suhu tersebut
dan tekanan 1 atmosfir, CO2 sudah berwujud padat. Tekanan penguapan 317,5 psig
0 0
pada 5 F dan tekanan kondensasi 1031 psig pada 86 F. Tekanan ini sangat tinggi,
maka harus menggunakan kompresor yang kuat, begitu juga pipa-pipa harus kuat pula.
0
Kalor laten uap 116 Btu/Ib pada 5 F.
R-744 merupakan bahan pendingin yang mula-mula dipakai pada tahun 1884
dengan kompresor torak untuk refrigerasi CO2 tidak berwarna, tidak berbau, tidak
beracun, tidak dapat terbakar atau meledak dan tidak korosif. Karena sifatnya yang
aman ini, maka dahulu R-744 banyak dipakai dikapal laut. Juga untuk air conditioning
di Hotel, rumah sakit, bioskop dan lain-lain. Pada saat ini CO2 tidak dipakai lagi, hanya
masih dapat ditemukan pada mesin yang tua. Sekarang CO2 hanya untuk suhu yang
sangat rendah, terutama untuk pembuatan CO2 padat (dry ice). R-744 tidak dapat
bercampur dengan minyak pelumas kompresor, maka tidak dapat mengambil minyak
pelunas kompresor. R-744 juga seperti amonia lebih ringan dari pada minyak
kompresor. Kebocoran dapat dicari dengan air sabun.
66
10. Sulfur Dioxide, R-764, SO2
Refrigeran ini banyak dipakai untuk kompresor torak dengan satu atau dua
tingkat. Refrigerant ini dipakai khusus untuk evaporator dengan suhu rendah, untuk
0
menggantikan R-22 tetapi juga dapat dipakai pada suhu sedang. Titik didih -10 C pada
0
1 atmosfir. Tekanan penguapan 5,9 inch Hg vakum pada 5 F dan tekanan kondensasi
0
51,8 psig pada 86 F. Tekanan kondensasi ini sangat rendah, maka dapat dipakai dengan
0
kompresor torak yang direncanakan pada waktu itu. Kalor uap 172,3 Btu/Ib pada 5 F.

SO2 dibuat dari pembakaran belerang, dalam wujud gas dan air tidak berwarna, tetapi
sangat beracun. Tidak dapat terbakar dan tidak dapat meledak. R-764 sebagai bahan
pendingin sekarang sudah tidak dipakai lagi, hanya masih dapat ditemukan pada mesin-
mesin yang sudah tua. R-764 mula-mula diganti oleh Methyl Chloride yang lebih aman,
kemudian diganti lagi oleh bahan pendingin golongan fluorocarbon yang lebih baik
sampai saat ini. Seperti bahan pendingin yang lain R-764 dalam keadaan murni tidak
korosif terhadap logam-logam yang dipakai pada sistem refrigerasi. Apabila bercampur
dengan air, SO2 dapat membentuk H2SO3 dan H2SO4. Kedua asam ini sangat korosif
terhadap logam.
R-764 tidak dapat bercampur dengan minyak pelumas. Saluran isap harus dibuat
miring ke kompresor. SO2 cair lebih berat daripada minyak pelumas kompresor,
sehingga minyak pelumas akan mengapung di atas bahan pendingin tersebut. Sipat ini
memudahkan minyak pelumas dialirkan kembali ke kompresor. Ini merupakan
keuntungan dari SO2. Kebocoran SO2 selain dapat diketahui dari baunya yang sangat
pedas dan tajam, juga dapat dicari dengan memakai kain lap yang dicelupkan cairan,
jika ada kebocoran akan mengeluarkan asap putih yang tebal.

11. Methylchloride, R-40, CH3CL


Kompresor: Torak dan Rotari. Pemakaian: Dahulu banyak dipakai untuk lemari
0 0
es. Titik didih -23,7 C pada 1 atmosfir. Tekanan penguap 6,5 psig pada 5 F dan
0 0
tekanan kodensasi 80 psig pada 86 F. Kalor laten uap 180,6 Btu/lb pada 5 F.
Walaupun Methylchride termasuk tidak beracun, tetapi pada konsentrasi (kadar) yang
tinggi dapat memabukan orang. R-40 dapat terbakar dan meledak jika bercampur
dengan udara pada konsentrasi 8% - 17% dari volume. Sekarang R-40 dapat bercampur
dengan minyak pelumas kompresor. Kebocoran dapat dicari dengan air sabun yang
dioleskan atau dilumaskan pada sambungan pipa. Jika memakai halida leak detector

67
harus berhatri-hati, karena Methyl chloride jika sedang terbakar berbahaya. Ruang
dimana kebocoran dapat dicari harus mempunyai cukup ventilasi udara.

C. Minyak Pelumas
Minyak pelumas dalam sistem pendingin merupakan bagian yang penting untuk
melumasi dan melindungi bagian-bagian yang bergerak dari kompresor. Kompresor
mesin pendingin harus terus-menerus mendapat pelumasan. Jika cara pelumasannya
kurang sempurna, bagian-bagian yang bergerak dari kompresor akan cepat aus dan
rusak. Gunanya minyak pelumas dalam sistem pendingin adalah untuk :
1. Mengurangi gesekan dari bagian-bagian yang bergerak.
2. Mengurangi terjadinya kalor pada bus dan bantalan.
3. Membentuk lapisan penyekat antara torak dan dinding silender
4. Membantu mendinginkan kumparan motor listrik di dalam kompresor hermetik.
Minyak pelumas di dalam kompresor selalu berhubungan bahkan bercampur dengan
refrigeran dan mengalir bersama-sama ke semua bagian dari sistem. Minyak pelumas
harus tetap stabil pada suhu dan tekanan yang tinggi dari kompresor, juga harus tetap
dapat memberikan pelumasan dan melindungi bagian-bagian yang bergerak agar tidak
aus dan rusak. Pada suhu rendah minyak pelumas harus tidak menimbulkan kotoran
atau endapan yang dapat menyebabkan katup ekspansi menjadi buntu. Minyak pelumas
yang ikut terbawa oleh refrigeran harus dapat dikembalikan ke kompresor dengan
perencanaan dari sistem, terutama evaporator yang baik. Minyak pelumas dapat dibagi
dalam tiga jenis yaitu yang berasal dari hewan, tumbuhan dan mineral.
Minyak pelumas yang berasal dari hewan dan tumbuhan adalah minyak pelumas
yang tetap (fixed oil), karena tidak dapat dimurnikan tanpa diuraikan. Minyak tersebut
tidak stabil, mudah membentuk asam dan endapan, sehingga tidak dapat dipakai untuk
mesin pendingin. Minyak pelumas untuk mesin pendingin dibuat dari mineral yang baik
dari golongan napthene. Minyak mineral harus dibersihkan melalui proses penyulingan
minyak, untuk diambil kandungan lilin, air, belerang dan lain-lain kotorannya.
Umumnya minyak pelumas diberi bahan tambahan untuk menghindarkan terjadinya
endapan atau busa. Minyak pelumas harus mempunyai pour point (suhu terendah
dimana minyak masih dapat mengalir) yang rendah, agar pada suhu rendah lilinnya
tidak memisah lalu membeku. Lilin yang membeku dapan membuat buntu alat kontrol
refrigeran seperti katup ekspansi. Syarat-syarat minyak pelumas untuk mesin pendingin
adalah :
68
1. Tidak mengandung air, lilin, asam dan lain-lain kotoran.
0 0 0
2. Mempunyai pour point yang rendah yaitu -25 F sampai dengan -40 F (-32 C
0
sampai dengan -40 C). Agar pemakaian pada sistem dengan suhu rendah, lilinnya
tidak memisah dan membeku.
3. Mempunyai sifat dielektrik (tidak menghantar listrik) yang kuat, minimum 25 kilo
volt.
4. Mempunyai struktur kimia yang stabil, tidak mudah bereaksi denga refrigeran atau
benda lain yang dipakai pada sistem pendingin.
5. Tidak berbusa, karena jika berbusa minyak pelumas dapat membawa refrigeran cair
masuk ke kompresor, dapat merusak katup kompresor.
0 0
6. Mempunyai kekentalan (viscosity) pada 100 F (37,8 C) antara 150 – 300 SUV
(Saybolt Universal Viscosity) dan untuk kompresor AC mobil 500 SUV.

D. Kekentalan (Viscosity) Minyak Pelumas


Minyak pelumas biasanya diukur dengan satuan Saybolt Universal Viscosity
(SUV), yaitu satuan waktu dalam detik yang diperlukan untuk mengalirkan minyak
3 0 0
dalam jumlah tertentu (60 cm ) pada suhu udara 100 F (37,8 C) melalui sebuah pipa
0
kapiler. Misalnya minyak pelumas pada suhu 100 F memerlukan waktu 300 detik untuk
melewati pipa kapiler tersebut, maka dinamakan minyak tersebut mempunyai
0
kekentalan 300 SUV pada 100 F. Minyak pelumas dengan 300 SUV lebih kental
daripada minyak pelumas dengan 200 SUV. Minyak yang terlalu kental akan membuat
tahanan minyak tersebut menjadi besar dan tenaga yang diperlukan untuk
menggerakkan kompresor juga bertambah besar. Minyak pelumas yang terlalu kental
tidak dapat menembus lapisan permukaan antara bagian-bagian yang bergerak, apalagi
pada kelonggaran atau celah yang sempit, minyak tidak dapat menembus ke celah-celah
tersebut yang harus dilumasi, sehingga hasil pelumasan tidak merata dan bagian yang
bergesekan cepat menjadi aus dan rusak. Sebaliknya minyak pelumas yang terlalu encer,
tidak dapat membuat lapisan film dan melumasi permukaan bagian-bagian yang
bergerak dengan baik, sehingga bagian-bagian tersebut cepat menjadi aus dan rusak.
Secara lengkapnya pedoman kekentalan dari minyak pelumas disusun ke dalam Tabel
3.3. Kekentalan minyak pelumas akan berubah, jika terjadi perubahan suhu.
Kekentalannya akan naik jika suhunya turun. Sebaliknya kekentalannya akan turun jika
0
suhunya naik. Misalkan minyak pelumas dengan kekentalan 175 SUV pada 100 F akan
0
naik menjadi 1800 SUV jika suhunya turun sampai 40 F.
69
Tabel 3.3 Pedoman Kekentalan Minyak Pelumas
Pemakaian Jenis Refrigeran Kekentalan (SUV)
Suhu kompresor:
Normal Semua 150
Tinggi Halogen 150
Amonia 300
Suhu evaporator:
0
Di atas -18 C Halogen 150
Amonia 300
0 0
-18 C s/d -40 C Halogen 150
Amonia 150
0
Di bawah -40 C Halogen 150
Amonia 150
Kompresor AC mobil Halogen 500

Refrigeran yang dapat larut dalam minyak pelumas dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
1. Dapat bercampur pada suhu tinggi dan suhu rendah.
2. Dapat bercampur pada suhu tinggi, tetapi memisah pada suhu rendah.
3. Tidak dapat bercampur pada suhu tinggi maupun suhu rendah.
Pada suhu yang rendah di evaporator, kemampuan bercampur refrigeran dengan minyak
pelumas berkurang, sedangkan pada suhu tinggi di kompresor dan kondensor
bertambah. Di evaporator biasanya sebagian minyak pelumas akan memisah dari
campuran refrigeran dan minyak pelumas. R-12 adalah refrigeran yang pada suhu tinggi
dan suhu rendah dapat bercampur dengan minyak pelumas. Di dalam saluran pipa
evaporator yang rendah suhunya, R-12 tetap dapat bercampur dengan minyak pelumas.
Kekentalan minyak pelumas di evaporator dan saluran hisap tetap rendah (encer),
sehingga minyak pelumas dapat lebih mudah dibawa kembali ke kompresor.

70
BAB IV
SISTEM KOMPRESI UAP

A. Siklus kompresi uap


Siklus diagram dari sistem kompresi uap sederhana ditunjukkan oleh Gambar
4.1.

Gambar 4.1 Siklus diagram sistem refrigerasi kompresi uap sederhana

komponen-komponen dari sistem tersebut adalah :

1. Evaporator, yang berfungsi untuk melakukan perpindahan kalor dari


ruangan/produk yang didinginkan ke refrigeran yang mengalir di dalamnya melalui
permukaan dindingnya.
2. Saluran suction, yang menghubungkan uap refrigeran tekanan rendah dari
evaporator ke inlet suction dari kompresor.
3. Kompresor, yang berfungsi untuk memindahkan uap refrigeran dari evaporator dan
menaikkan tekanan dan temperatur uap refrigeran ke suatu titik di mana uap
tersebut dapat berkondensasi dengan normal sesuai dengan media pendinginnya.
4. Saluran discharge (hot gas), menyalurkan uap refrigeran tekanan tinggi dan
temperatur tinggi dari discharge kompresor ke kondensor.
5. Kondensor, yang berfungsi melakukan perpindahan kalor melalui permukaannya
dari uap refrigeran ke media pendingin kondensor.
71
6. Receiver tank, berfungsi untuk menyimpan refrigeran cair dari kondensor sehingga
pengiriman refrigeran cair selalu tersedia bilamana evaporator memerlukannya.
7. Saluran liquid, menyalurkan refrigeran cair dari receiver tank ke alat ekspansi.
8. Alat ekspansi, berfungsi untuk mengatur jumlah refrigeran yang mengalir ke
evaporator dan menurunkan tekanan refrigeran cair yang masuk ke evaporator
sehingga refrigeran cair akan menguap dalam evaporator pada tekanan rendah.
Sistem refrigerasi dibagi ke dalam dua bagin berdasarkan pada tekanan kerja
refrigeran yang terjadi, yaitu sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah. Pada sisi
tekanan rendah, sistem ini terdiri atas alat ekspansi, evaporator dan saluran suction.
Tekanan yang digunakan oleh refrigeran pada bagian ini adalah tekanan rendah dimana
refrigeran menguap di evaporator. Tekanan ini juga dikenal dengan istilah low side
pressure, evaporator pressure, suction pressure atau back pressure. Pada sisi tekanan
tinggi dari sistem terdiri atas kompresor, saluran discharge, kondensor, receiver tank dan
saluran liquid. Tekanan yang dilakukan refrigeran pada bagian ini adalah tekanan tinggi
dimana refrigeran mengembun di kondensor. Tekanan ini dinamakan juga condensing
pressure, discharge pressure atau head pressure. Batas/ titik pembagi antara sisi
tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah adalah alat ekspansi , dimana tekanan refrigeran
di turunkan dari tekanan kondensing ke tekanan penguapan.

B. Model siklus kompresi uap

Gambar 4.2 Model siklus kompresi uap

72
Model siklus kompresi uap ditunjukkan oleh Gambar 4.2, dimulai dari receiver
tank, refrigeran cair yang bertemperatur tinggi dan tekanan tinggi mengalir dari receiver
tank ke alat ekspansi melalui saluran liquid. Tekanan refrigeran cair di turunkan sampai
mendekati tekanan evaporator ketika mengalir di alat ekspansi sehingga temperatur
jenuh refrigeran ketika masuk evaporator akan lebih rendah dari temperatur ruangan
yang didinginkan. Di dalam evaporator, refrigeran cair menguap pada kondisi tekanan
dan temperatur konstan, di mana kalor yang diperlukan untuk menguapkan refigeran
cair itu adalah kalor laten yang berasal dari ruangan yang didinginkan yang mengalir
melalui dinding-dinding evaporator. Selanjutnya akibat kerja kompresi yang dilakukan
kompresor, uap refrigeran ditarik dari evaporator melalui saluran suction ke dalam inlet
suction dari kompresor.
Kondisi uap ketika meninggalkan evaporator adalah uap jenuh dan temperatur
serta tekanannya sama dengan refrigeran cair ketika akan mulai menguap. Ketika
refrigeran mengalir dari evaporator ke kompresor melalui saluran suction, biasanya
menyerap kalor dari udara disekitar saluran suction sehingga wujudnya akan berubah
menjadi uap panas lanjut. Walaupun temperatur uap refrigeran disaluran suction akan
naik sebagai akibat dari panas lanjut tetapi tekanannya tidak mengalami perubahan,
sehingga tekanan uap refrigeran ketika masuk ke kompresor adalah sama dengan
tekanan penguapan di evaporator. Di dalam kompresor, temperatur dan tekanan uap
refrigeran dinaikkan dengan kerja kompresi dan selanjutnya temperatur tinggi dan
tekanan tinggi uap refrigeran disalurkan ke saluran hot gas melalui discharge
kompresor. Uap refrigeran tekanan tinggi dan temperatur tinggi mengalir dari saluran
hot gas ke kondensor, sehingga temperaturnya turun sampai mendekati temperatur
saturasi dan tekanannya juga berubah. Di kondensor, uap refrigeran berubah wujud lagi
menjadi cair sebagai akibat pelepasan kalor yang dilakukannya. Pada akhirnya semua
refrigeran uap berubah menjadi refrigeran cair di bagian akhir kondensor dan
selanjutnya mengalir ke receiver tank dan siap untuk disirkulasikan kembali.

C. Diagram tekanan-entalpi
Diagram yang sering digunakan dalam menganalisa siklus refrigerasi adalah
diagram tekanan-entalpi (P-h) dan diagram temperatur-entropi (T-s). Kondisi refrigeran
pada setiap keadaan termodinamika dapat diketahui dengan memberikan point (titik)
pada Ph diagram. Titik yang diletakkan pada Ph diagram dapat menjelaskan kondisi
termodinamika dari refrigeran jika telah diketahui dua properties refrigeran pada kondisi
73
itu. Untuk memudahkan pemahaman kita sebuah sketsa Ph diagram ditunjukkan oleh
Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Sketsa diagram tekanan-


entalpi (Sumber: Dossat, 1961:91)

Diagram tersebut dibagi menjadi tiga bagian dimana setiap bagiannya


dipisahkan oleh kurva cairan jenuh (saturated liquid) dan uap jenuh (saturated vapor).
Daerah pada bagian kiri kurva cairan jenuh disebut daerah cairan (subcooled). Setiap
titik yang ditempatkan pada daerah cairan menunjukkan refrigeran dalam wujud cair
dan temperaturnya di bawah temperatur saturasi yang berhubungan dengan tekanannya.
Daerah pada bagian kanan kurva uap jenuh disebut daerah panas lanjut (superheated)
dan refrigeran dalam keadaan uap panas lanjut (superheated vapor). Daerah pada
bagian tengah dari diagram, diantara kurva cairan jenuh dan uap jenuh adalah daerah
yang menunjukkan perubahan fase refrigeran dari cair ke uap. Setiap titik yang terdapat
pada daerah ini menunjukkan refrigeran dalam wujud campuran cair dan uap. Pada
diagram dapat dilihat bahwa perubahan fase refrigeran dari wujud cair ke uap bergerak
dari kiri ke kanan, begitu juga sebaliknya perubahan fase dari uap ke cair bergerak dari
kanan ke kiri. Jika titik data campuran cair dan uap semakin dekat ke kurva cairan jenuh
maka fase refrigeran hampir seluruhnya cair begitu juga sebaliknya jika semakin dekat
dengan kurva uap jenuh maka fase refrigeran hampir semuanya berwujud uap.

Pada diagram Ph, besaran nilai tekanan terletak pada sumbu vertical dan nilai
entalpi pada sumbu horizontal seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.4. Sehingga, garis
horizontal yang memotong luasan diagram sepanjang kurva adalah garis tekanan
konstan dan garis vertical yang memotong luasan diagram adalah garis konstan entalpi.
Garis temperatur konstan pada daerah subcooled hampir tegak lurus dengan diagram

74
dan sejajar dengan garis entalpi konstan. Pada bagian tengah kurva, jika refrigeran
berubah wujud pada temperatur dan tekanan konstan maka garis temperatur konstan
akan sejajar dengan garis tekanan konstan. Pada daerah kurva uap jenuh, garis
temperatur berubah arah lagi menuju ke bagian bawah dari diagram.

Gambar 4.4 Sketsa Ph diagram yang menunjukkan garis tekanan konstan, temperatur
konstan, entalpi konstan, entropi konstan, volume konstan dan kualitas konstan.
(Sumber: Dossat, 1961:92)

D. Proses pendinginan

Gambar 4.5 Diagram Ph untuk siklus refrigerasi yang beroperasi pada temperatur
0 0
penguapan 20 F dan temperatur kondensasi 100 F. (Refrigeran-12).
(Sumber: Dossat, 1961:93)
75
Secara teoritis diasumsikan refrigeran mengalir meninggalkan evaporator dalam
wujud uap dan masuk ke kompresor dalam wujud uap jenuh (pada tekanan dan
temperatur penguapan) dan refrigeran cair mengalir meninggalkan kondensor lalu
masuk kealat ekspansi dalam wujud cairan jenuh (pada tekanan dan temperatur
kondensasi). Sebuah siklus refrigerasi sederhana untuk sistem yang menggunakan R-12
digambarkan pada sebuah Ph diagram dan ditunjukkan oleh gambar 4.5. Sistem ini
diasumsikan beroperasi pada kondisi tekanan penguapan di evaporator sebesar 35,75
psia dan tekanan kondensasi di kondensor sebesar 131,6 psia. Titik A, B, C, D dan E
pada diagram Ph berhubungan dengan titik data pada sistem refrigerasi yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.6. Pada titik A, refrigeran berada dalam wujud cairan jenuh
di kondensor dan nilai tekanan, entalpi dan temperatur dapat langsung di ketahui dari Ph
diagram.
Refrigeran
setelah melewati
katup ekspansi

Penguapan liquid
refrigeran
berakhir di sini Refrigeran tidak
mengalami
perubahan fase
Refrigeran tidak
Proses kondensasi
mengalami
mulai disini
perubahan fase

Gas panas lanjut


dari kompresor

Pengembunan
refrigerant gas
berakhir di sini

Gambar 4.6 Diagram alir dari siklus refrigerasi


sederhana (Sumber: Dossat, 1961:94)

1. Proses ekspansi
Diasumsikan tidak terjadi perubahan kondisi refrigeran cair ketika mengalir
melalui saluran liquid dari kondensor ke alat ekspansi dan kondisi refrigeran ketika
akan masuk kealat ekspansi sama dengan kondisi refrigeran di titik A. Pada proses yang

76
ditunjukkan oleh titik A – B terjadi pada alat ekspansi dimana tekanan dari cairan
diturunkan dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi. Ketika cairan berekspansi ke
dalam evaporator melalui orifice dari alat ekspansi, temperatur cairan turun dari
temperatur kondensasi ke temperatur evaporasi dan wujud refrigeran cair berubah
menjadi campuran uap dan cair. Titik A dan B mempunyai nilai kandungan panas yang
sama karena terletak pada garis komstan entalpi, harganya 31,16 Btu/lb. Nilai 31,16
0
Btu/lb adalah kandungan panas refrigeran cair R-12 pada temperatur 100 F sedangkan
0
kandungan panas refrigeran cair pada temperatur 20 F adalah 12,55 Btu/lb (titik X).
Selisih B – X inilah yang mesti dibuang sebelum refrigeran masuk ke dalam evaporator.
2. Proses evaporasi
Garis horisontal B – C merupakan garis penguapan di dalam evaporator,
refrigeran mengambil panas dari luar untuk menguapkan semua refrigeran cair yang ada
di dalam evaporator. Titik C merupakan titik akhir penguapan dan titik awal kompresi,
nilai hC = 80,49 Btu/lb. Selisih antara hB dengan hC adalah merupakan efek
pendinginan (RE), yang besarnya 80,49 – 31,16 = 49,33 Btu/lb.
3. Proses kompresi
Pada gambar 4.5, Garis C – D menunjukkan proses kompresi, temperatur dan
tekanan uap dari evaporator dinaikkan sampai mencapai temperatur dan tekanan
kondensor, dengan asumsi tidak ada bocoran atau sisipan panas pada pipa penghubung
evaporator dan kompresor. Titik D merupakan awal garis tekanan absolut yang senilai
0
dengan temperatur kondensasi 100 F. Titik ini terletak pada daerah panas lanjut
(superheated). Letak titik D merupakan titik pertemuan antara perpanjangan garis
tekanan 131,16 psia dengan konstan entropi dari titik C dan temperatur titik D
0
mendekati 112 F. Besarnya hD = 90,6 Btu/lb dan selisih hD dengan hC = 10,11 Btu/lb
adalah jumlah panas yang ditambahkan kepada uap akibat kerja kompresi. Temperatur
titik D merupakan temperatur teoritis, karena pada kenyataannya temperatur pada titik D
0 0
lebih tinggi, lebih kurang 20 F sampai 35 F.
4. Proses kondensasi
Garis D – E merupakan garis superheat yang harus dibuang terlebih dahulu
sebelum refrigeran mengalami proses kondensasi, besarnya adalah hD – hE = 90,6 –
88.62 = 1,98 Btu/lb. Panas lanjut 1,98 Btu/lb dibuang melalui dinding pipa keluar
kompresor atau dari pipa-pipa bagian atas kondensor. Selama terjadi pengeluaran panas
0
ini temperatur refrigeran turun sampai temperatur kondensasi (100 F). Garis E – A

77
adalah garis kondensasi yang terjadi di dalam kondensor. Kondisi titik E = titik A, yaitu
0
100 F/ 131,16 psia, kecuali entalpi dan wujudnya berbeda.
Untuk mencari koefisien kerja (Coefficient of Performance)dari suatu instalasi
pendingin mesti diketahui dulu efek pendinginannya (RE) dan kerja kompresi.
Perbandingan efek pendinginan dengan kerjha kompresi adalah koefisien kerja
(Coefficient of Performance, CoP). Kalau dibuat suatu persamaan :
CoP = efek pendinginan : kerja kompresi
Untuk mencari besarnya CoP itu kita mesti kembali ke diagram ph, dimana
: CoP = (hC – hA) : (hD – hC)
CoP = 49,33 : 10,11
CoP = 4,88
Nilai CoP selalu lebih besar dari 1.

E. Pengaruh superheating refrigeran uap pada siklus refrigerasi

Gambar 4.7 Siklus diagram aliran superheated


(Sumber: Dossat, 1961:107)

Pada siklus refrigerasi aktual terjadi deviasi dari siklus refrigerasi yang sedarhana.
Alasan untuk hal ini karena pada siklus refrigerasi sederhana dibuat beberapa asumsi yang
sebenarnya tidak terdapat pada siklus refrigerasi aktual. Sebagai contoh, pada siklus
refrigerasi sederhana penurunan tekanan (pressure drops) akibat aliran refrigeran yang
mengalir pada pipa saluran, evaporator, kondensor dan sebagainya

78
diabaikan. Lebih lanjut pengaruh dari subcooling dan superheating tidak
dipertimbangkan. Begitu juga kerja kompresi oleh kompresor diasumsikan sebagai
proses isentropik. Pada siklus refrigerasi sederhana, diasumsikan refrigeran uap yang
mengalir ke kompresor berada dalam wujud uap jenuh pada tekanan dan temperatur
penguapan. Pada kenyataannya hal ini tidak selalu benar. Setelah refrigeran cair
seluruhnya menguap di evaporator, kemudian menjadi dingin, biasanya uap jenuh akan
terus menyerap kalor dan akhirnya menjadi uap panas lanjut sebelum ia mencapai
kompresor, seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.7.

Gambar 4.8 Ph diagram untuk perbandingan siklus satarusi


dengan siklus superheated. (Sumber: Dossat, 1961:108)

Pada diagram Ph dalam Gambar 4.8 dilakukan perbandingan antara siklus


0
saturasi dengan siklus superheated sehingga temperatur uap jenuh sebesar 20 F
0
berubah menjadi 70 F. Titik A, B, C, D dan E menunjukkan siklus saturasi dan titik A,
B, C‟, D‟ dan E menunjukkan siklus superheated. Jika penurunan tekanan refrigeran
pada saluran suction diabaikan, ini berarti dapat diasumsikan bahwa tekanan uap
refrigeran konstan selama proses superheating terjadi. Hal ini juga berarti bahwa setelah
superheating, tekanan uap refrigeran di saluran hisap kompresor sama dengan tekanan
penguapan di evaporator. Berdasarkan asumsi tersebut, titik C‟ dapat diletakkan pada
Ph diagram dengan mengikuti garis tekanan konstan dari titik C di mana garis tekanan
0
konstan tersebut akan berpotongan dengan garis temperatur konstan pada 70 F. Titik
D‟ dapat diketahui dengan cara mengikuti garis entropy konstan dari titik C‟ hingga
berpotongan dengan garis tekanan konstan yang menunjukkan garis tekanan

79
kondensing. Pada Gambar 4.8, properties dari uap panas lanjut di titik C‟ dan D‟ dapat
dilihat dalam Ph diagram yaitu sebagai berikut:
0 3
Titik C‟ : P = 35,75 psia, T = 70 F, v = 1,260 ft /lb , h = 88,6 Btu/lb.
0
3
Titik D‟ : P = 131,6 psia, T = 164 F, v = 0,380 ft /lb, h = 99,2 Btu/lb.
Pada Ph diagram, proses C – C‟ menunjukkan superheating refrigeran uap dari
0 0
20 F menjadi 70 F pada tekanan penguapan dan perbedaan entalpi pada titik ini
adalah jumlah panas yang diperlukan untuk mencapai superheat untuk setiap pon
refrigeran. Berdasarkan hasil perbandingan dari kedua siklus tersebut, ada beberapa hal
yang menarik untuk diamati, yaitu:
1. Panas kompresi untuk siklus superheated lebih besar daripada untuk siklus saturasi.
Untuk siklus superheated panas kompresinya adalah hD‟ – hC‟ = 99,2 – 88,6 = 10,6
Btu/lb. Sedangkan untuk siklus saturasi panas kompresinya adalah hD – hC = 90,6 –
80,49 = 10,11 Btu/lb.
2. Untuk temperatur dan tekanan kondensing yang sama, temperatur uap refrigeran yang
keluar dari kompresor untuk siklus superheated lebih tinggi daripada untuk siklus
0
saturasi. Pada kasus ini temperaturnya adalah 164 F untuk siklus superheated dan
0
112 F untuk siklus saturasi.
3. Untuk suiklus superheated, jumlah panas yang harus dilepaskan oleh kondensor lebih
besar daripada untuk siklus saturasi. Hal ini terjadi karena adanya tambahan panas
yang diserap oleh uap refrigeran sebelum ia mengalami superheated dan juga karena
adanya kenaikan pada panas kompresi. Untuk siklus superheated, panas yang harus
dilepaskan kondensor adalah hD‟ – hA = 99,2 – 31,16 = 68,04 Btu/lb dan untuk
siklus saturasi panas yang harus dilepaskan oleh kondensor adalah hD – hA = 90,6 –
31,16 = 59,44 Btu/lb.
Sebagai catatan juga bahwa tambahan panas yang harus dilepaskan kondensor pada
siklus superheated adalah semuanya panas laten. Jumlah panas laten yang harus
dikeluarkan kondensor adalah sama untuk kedua siklus ini. Ini berarti bahwa pada siklus
superheated, sejumlah panas sensibel yang harus dilepaskan kondensor ke media
pendinginnya adalah sebelum proses kondensasi dimulai.

F. Pengaruh subcooling refrigerant cair pada siklus refrigerasi


Pada Ph diagram yang ditunjukkan oleh Gambar 4.9, dilakukan pembandingan
0
pada siklus saturasi sederhana dengan temperatur kondensing 100 F dan temperatur

80
0
kondensing yang mengalami subcooling hingga mencapai temperatur 80 F, sebelum
refrigeran cair mengalir ke alat ekspansi. Titik A, B, C, D dan E menunjukkan siklus
saturasi dan titik A‟, B‟, C, D dan E menunjukkan siklus subcooled. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa ketika refrigeran cair yang didinginkan sebelum ia mengalir ke alat
ekspansi maka efek refrigrasi yang terjadi akan meningkat. Pada Gambar 4.9,
peningkatan efek refrigrasi hasil dari pendinginan lanjut (subcooling) berbeda antara
hB‟ dan hB begitu juga halnya dengan hA‟ dan hA. Panas yang dibuang oleh refrigeran
cair selama proses subcooling adalah:

Untuk siklus saturasi, q1 = hC – hA = 80,49 – 31,16 = 49,33 Btu/lb. Untuk

siklus subcooling, q1 = hC – hA‟ = 80,49 – 26,28 = 54,21 Btu/lb.

Karena besarnya efek refrigerasi, maka banyaknya refrigeran yang disirkulasikan per
menit per ton akan lebih sedikit untuk siklus subcooled daripada untuk siklus saturasi.
Untuk siklus saturasi, m = 200/49,33 = 4,05 lb
Untuk siklus subcooling, m = 200/54,21 = 3,69 lb.

Gambar 4.9 Ph diagram untuk perbandingan siklus satarusi


dengan siklus subcooled. (Sumber: Dossat, 1961:113)

Kondisi refrigeran uap ketika mengalir ke kompresor adalah sama untuk kedua
siklus. Oleh karena itu volume spesifik refrigeran uap ketika masuk ke kompresor juga
sama, dan jika jumlah refrigeran yang disirkulasikan per menit per ton untuk siklus
subcooled lebih sedikit daripada untuk siklus saturasi, maka besarnya volume refrigeran
uap yang harus ditanggulangi oleh kompresor juga akan lebih sedikit untuk siklus
subcooled daripada untuk siklus saturasi.
81
Untuk siklus saturasi:
3
Volume spesifik refrigeran uap, vc = 1,121 ft /lb. Volume refrigeran uap yang di
3
tanggulangi kompresor: V = m x vc = 4,05 x 1,121 = 4,55 ft /min
Untuk siklus subcooled:
3
Volume spesifik refrigeran uap, vc = 1,121 ft /lb. Volume refrigeran uap yang di
3
tanggulangi kompresor: V = m x vc = 3,69 x 1,121 = 4,15 ft /min.
Karena volume refrigeran uap yang di tanggulangi oleh kompresor untuk siklus
subcooled lebih sedikit, maka daya yang dibutuhkan oleh kompresor juga akan lebih
kecil daripada untuk siklus saturasi. Selain itu koefisien unjuk kerja (CoP) yang
dihasilkan pada siklus subcooled lebih besar daripada siklus saturasi.

82
BAB V
PSYCHROMETRIC

A. Definisi Psychrometric
Psychrometrics adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat (properties) udara. Pada
bidang teknik tata udara, psychrometrics meliputi pengukuran dan menghitung sifat-
sifat udara luar dan udara yang ada di dalam ruangan bangunan yang dikondisikan.
Psychrometrics juga digunakan untuk mencari kondisi udara yang pasti akan lebih
nyaman dalam ruangan yang dikondisikan. Grafik psychrometrics seperti ditunjukkan
oleh Gambar 5.1, merupakan alat penyederhana dalam pengukuran sifat-sifat udara dan
mengurangi beberapa perhitungan rumit ketika mencari sifat-sifat udara. Industri
pembuat alat tata udara (AC) akan mempunyai bentuk grafik yang sedikit berlainan,
yang mungkin disebabkan berlainan lokasi tempat informasi didapat. Namun demikian,
tetap mempunyai dasar yang sama bahwa grafik psychrometrics merupakan sebuah
grafik sederhana yang mewakili kondisi atau sifat-sifat udara. Sifat-sifat udara tersebut
seperti: temperatur, kandungan uap air di udara (humidity) dan titik kondensasi yang
biasa disebut titik pengembunan (dewpoint).

Gambar 5.1 Grafik psychrometric

83
Bagian-bagian yang biasa digunakan dalam hubungannya dengan grafik
psychrometric yaitu:
1. Temperatur kering atau dry-bulb temperature (db) adalah temperatur udara yang
diukur dengan menggunakan thermometer biasa, yaitu thermometer rumah tangga.
2. Temperatur basah atau wet-bulb temperature (wb) adalah temperatur udara luar
yang diukur dengan menggunakan thermometer biasa berselubung kain basah pada
ujung lancipnya. Temperatur dicatat setelah thermometer digoyang secara cepat
(diputar) di udara. Sebuah thermometer disebut thermometer basah karena ujung
lancipnya dibasahi dengan cara membungkus dengan kain yang dicelupkan ke
dalam air. Thermometernya sama dengan thermometer kering. Untuk mengukur
temperatur kering atau basah biasa digunakan psychrometer ayun (sling
psychrometer). Hasil pengukuran thermometer basah biasanya lebih kecil
dibandingkan dengan hasil pengukuran thermometer kering. Perbedaan temperatur
kering dan basah tergantung pada jumlah uap air yang ada di dalam udara. Jika
kandungan uap air tinggi, penguapan yang terjadi di kain basah menjadi rendah.
Akibatnya panas yang dipindahkan menjadi sedikit dan temperatur basah menjadi
tinggi. Jika kandungan uap air di udara rendah, berarti udara itu kering dan dapat
dengan segera mengambil uap air. Oleh karena itu penguapan pada kain basah
terjadi dengan cepat dan panas yang dipindahkan dalam jumlah yang lebih besar.
Hal ini akan menyebabkan permukaan thermometer basah jadi cepat sejuk. Sebagai
hasilnya, hasil pembacaan yang didapat akan lebih rendah dibanding udara yang
mempunyai kandungan uap air tinggi. Udara kering atau udara yang mengandung
uap air rendah mempunyai temperatur basah yang rendah. Udara lembab atau udara
berkandungan uap air tinggi mempunyai temperatur basah yang tinggi. Bila
kandungan uap air mencapai 100 % atau relatif humidity mencapai 100 % maka
temperatur basah akan sama besarnya dengan temperatur kering. Hal tersebut dapat
dilihat dengan mudah di grafik psychrometrics. Pada kondisi seperti ini penguapan
terhenti sebab udara tak mampu lagi mengambil uap air. Oleh karena itu, tidak
mungkin mengeluarkan panas penguapan dari kain basah pada thermometer basah
sehingga kedua thermometer akan memberikan hasil yang sama.
3. Kandungan uap air relatif atau Relativ Humidity (RH) adalah jumlah uap air yang
ada dalam udara dibandingkan dengan jumlah uap air maksimum yang dapat
dimiliki oleh udara pada kondisi yang sama (temperatur dan tekanannya sama).

84
4. Tetes uap air atau grains of moisture adalah ukuran yang digunakan untuk
menghitung jumlah uap air yang ada di udara.
5. Temperatur titik pengembunan atau dewpoint temperature (dp)adalah temperatur
saat uap air mulai mengembun pada suatu permukaan.
Dalam hubungannya dengan grafik psychrometrics, bagian-bagian ini dapat
bercerita banyak tentang kondisi udara, misalnya :
a. Jika temperatur kering dan temperatur basah sudah diketahui maka kandungan
uap air relatif dapat dibaca di grafik.
b. Jika temperatur kering dan kandungan uap air relatif sudah diketahui, maka
temperatur basah dapat dicari.
c. Jika temperatur basah dan kandungan uap air relatif diketahui maka temperatur
kering dapat dicari.
d. Jika temperatur kering dan temperatur basah sudah diketahui, maka temperatur
pengembunan dapat dicari.
e. Jika temperatur basah dan kandungan uap air relatif diketahui, maka temperatur
pengembunan dapat dicari.
f. Jika temperatur kering dan kandungan uap air relatif diketahui, maka temperatur
pengembunan dapat dicari.
Tetes uap air di udara dapat dicari dari tiap kombinasi sebagai berikut :
1) Temperatur kering dan kandungan uap air relatif (RH)
2) Temperatur kering dan temperatur pengembunan
3) Temperatur basah dan kandungan uap air relatif (RH)
4) Temperatur basah dan temperatur pengembunan
5) Temperatur kering dan temperatur basah
6) Titik pengembunan

B. Letak Garis dan Skala Pada Grafik


Ilustrasi pada Gambar 5.2 membantu para pembaca untuk mengetahui letak garis
dan skala pada grafik psychrometric. Gambar grafik seperti sebuah sepatu dengan jari
kaki (toe) disebelah kiri dan tumit (heel) di sebelah kanan. Pada Gambar 5.3
ditunjukkan skala garis temperatur kering dan basah. Skala temperatur kering (dry-bulb
temperature scale) membentang sepanjang alas (sole) dari jari kaki (toe) sampai tumit
(heel). Garis temperatur kering berdiri tegak dari alas (sole) ke satu garis mewakili tiap

85
derajat temperatur dan skala temperatur basah (wet-bulb scale) membentang sepanjang
pergelangan kaki (instep) ke puncak sepatu. Garisnya membentang secara diagonal ke
bawah menuju alas (sole) dan belakang sepatu satu garis satu derajat temperatur.

Gambar 5.2 Ilustrasi Grafik psychrometric

Gambar 5.3 Garis temperatur kering dan basah

Pada Gambar 5.4 ditunjukkan garis skala temperatur kondensasi dan kandungan
uap air relatif. Skala titik kondensasi atau titik pengembunan adalah sama dengan skala
temperatur basah (wet-bulb scale). Garis titik pengembunan membentang secara
horizontal ke bagian belakang sepatu, satu garis satu derajat temperatur. Garis
kandungan uap air relatif berlokasi sepanjang sisi sepatu dan sejajar dengan garis
pergelangan kaki (instep). Garis pergelangan kaki (instep) merupakan garis kandungan
uap air relatif 100%.

86
Gambar 5.4 Garis temperatur kondensasi dan kanduangan uap air relatif

Skala tetes uap air berada di sepanjang bagian belakang sepatu, mulai dari
bawah sampai ke atas. Letak garisnya sama dengan garis pengembunan.

Gambar 5.5 Garis tetes uap air (grains of moisture)

C. Hubungan antara Bagian-bagian Psychrometric


Contoh berikut menggambarkan hubungan antar bagian pada psychrometric.
Setiap contoh langsung berhubungan dengan grafik psychrometrics. Oleh karena itu,
grafik seharusnya selalu digunakan untuk memperjelas persoalan.

Contoh 1: Temperatur kering, temperatur basah kandungan uap air relatif (RH)
0
Diketahui : Temperatur kering 78 F
0
Temperatur basah 65 F
Carilah : Kandungan uap air relatif (RH)

87
Jawab: ikuti langkah penyelesaiannya dan perhatikan ilustrasi pengerjaannya pada
Gambar 5.6.
1. Plot 78 F pada skala temperatur kering, yaitu bagian bawah grafik
2. Dari titik 78 F tarik garis tegak lurus ke atas sehingga memotong kurva
pergelangan kaki (instep).
3. Dari titik itu, ikuti kurva ke arah menurun sampai pada titik 65 F (skala temperatur
basah).
4. Tarik garis sejajar dengan garis temperatur basah sampai memotong garis 78 F.
5. Dari titik itu didapat garis kurva, garis kandungan uap air relatif yang sesuai yaitu
50%.
6. Jadi kandungan uap air relatif (RH) untuk 78F db dan 65 F wb adalah 50%.

Gambar 5.6 Cara menentukan kandungan uap air relatif (RH)

88
Contoh 2: Temperatur kering, kandungan uap air relatif (RH) temperatur basah
Diketahui : Temperatur kering 78 F
Kandungan uap air (RH) 50%
Carilah : Temperatur basah
Jawab: ikuti langkah penyelesaiannya dan perhatikan ilustrasi pengerjaannya pada
Gambar 5.7.
1. Plot 78 F pada skala temperatur kering, yaitu bagian bawah grafik
2. Dari titik 78 F tarik garis tegak lurus ke atas sehingga memotong garis RH 50%.
3. Letak titik temperatur basah adalah pada titik pertemuannya.
4. Ikuti garis diagonal ke arah kiri atas dan memotong kurva pergelangan kaki.
5. Disitulah letak titik temperatur basah, yaitu sebesar 65 F.

Gambar 5.7 Cara menentukan temperatur basah

89
Contoh 3: Temperatur basah, kandungan uap air relatif (RH) temperatur kering
Diketahui : Temperatur basah 65 F
Kandungan uap air (RH) 50%
Carilah : Temperatur kering
Jawab: ikuti langkah penyelesaiannya dan perhatikan ilustrasi pengerjaannya pada
Gambar 5.8.
1. Tetapkan titik 65 F pada skala temperatur basah.
2. Tarik garis diagonal ke bawah sampai memotong garis RH 50%.
3. Tarik garis tegak lurus dari atas ke bawah melalui titik potong pada no. 2 sampai
memotong garis skala temperatur kering.
4. Didapat titik potongnya pada 78 F.

Gambar 5.8 Cara menentukan temperatur kering

90
Contoh 4: Temperatur kering, temperatur basah temp. pengembunan
Diketahui : Temperatur kering 78 F
Temperatur basah 65 F
Carilah : Temperatur pengembunan (dewpoint)
Jawab: ikuti langkah penyelesaiannya dan perhatikan ilustrasi pengerjaannya pada
Gambar 5.9.
1. Carilah titik potong 78 F db dengan 65 F wb.
2. Tarik garis horizontal ke kiri sampai memotong kurva pergelangan kaki (instep).
3. Didapat titik temperatur pengembunan (dewpoint) 58 F.

Gambar 5.9 Cara menentukan temperatur pengembunan kesatu

Contoh 5: Temperatur basah, kandungan uap air relatif (RH) temp. pengembunan
Diketahui : Temperatur basah 65 F
Kandungan uap air (RH) 50%
Carilah : Temperatur pengembunan (dewpoint)
Jawab: ikuti langkah penyelesaiannya dan perhatikan ilustrasi pengerjaannya pada
Gambar 5.10.

91
1. Cari titik 65 F pada skala temperatur basah.
2. Ikuti garis diagonal ke bawah, mulai dari titik 65 F sampai memotong garis RH
50%.
3. Dari titik perpotongan no. 2, tarik garis horizontal, yaitu garis pengembunan
(dewpoint).
4. Garis di atas memotong kurva di sebelah kiri pada titik 58 F.
5. Garis perpotongan itu adalah temperatur pengembunan yaitu 58 F.

Gambar 5.10 Cara menentukan temperatur pengembunan kedua

Seperti ditunjukkan pada contoh 3 temperatur basah 65 F dan RH 50% akan


menghasilkan temperatur kering 78 F, dengan kondisi yang sama, dapat digunakan
untuk mencari lebih banyak lagi kondisi lain. Lebih jauh, temperatur basah dan
kandungan uap air relatif telah digunakan untuk mencari temperatur kering dan
temperatur pengembunan.

Contoh 6: Temperatur kering, kandungan uap air relatif (RH) temp. pengembunan
Diketahui : Temperatur kering 78 F
Kandungan uap air (RH) 50%
92
Carilah : Temperatur pengembunan (dewpoint)
Jawab: ikuti langkah penyelesaiannya dan perhatikan ilustrasi pengerjaannya pada
Gambar 5.11.
1. Cari titik perpotongan 78 F db dengan 50% RH.
2. Tarik garis horizontal ke kiri, sampai memotong kurva.
3. Titik perpotongannya yaitu 58 F adalah temperatur pengembunan.

Gambar 5.11 Cara menentukan temperatur pengembunan ketiga

Seperti ditunjukkan pada contoh 2 temperatur kering 78 F db dan RH 50% akan


menghasilkan temperatur basah 65 F wb, dengan kondisi yang sama dapat digunakan
untuk mencari lebih dari satu kondisi tambahan lainnya. Lebih jauh, temperatur kering
dan kandungan uap air relatif telah digunakan untuk mencari temperatur basah dan
temperatur pengembunan.
Contoh 7 : Temperatur kering, temperatur basah jumlah tetes air
Diketahui : Temperatur kering 78 F
Temperatur basah 65 F
Carilah : Jumlah tetes air (grains of moisture)

93
Jawab: ikuti langkah penyelesaiannya dan perhatikan ilustrasi pengerjaannya pada
Gambar 5.12.
1. Cari perpotongan antara 78 F db dengan 65 F wb.
2. Tarik garis horizontal ke kanan, sampai memotong garis jumlah tetes air.
3. Akan didapat jumlah tetes air sebesar 72.

Gambar 5.12 Cara menentukan jumlah tetes air

Pada contoh di atas ditunjukan bagaimana cara mencari jumlah tetes air dengan
mengunakan temperatur kering dan temperatur basah. Jumlah tetes air juga dapat dicari
pada grafik psycrometrics dengan menggunakan prosedur seperti di atas, tetapi dengan
kombinasi lain. Secara sederhana, carilah perpotongan dua kondisi tertulis di bawah ini
dan ikuti garis pada grafik yang memotong skala jumlah tetes air.
1. db dengan kandungan uap air relatif (RH).
2. db dengan temperatur pengembunan.
3. wb dengan kandungan uap air relatif (RH).
4. wb dengan temperatur pengembunan.
94
3
Gambar 5.13 Cara menentukan jumlah tetes air per ft udara

Perhatikan pada ujung atas skala tertulis kata “jumlah tetes air per lb udara
kering”. Berarti bahwa pada 78 F db dan 65 F wb udara (per lb) dapat menahan
3
sejumlah 72 tetes air. Uap air dapat diukur per lb udara atau per ft udara, untuk mencari
3
uap air per ft udara gunakanlah kondisi yang sama (78 F db dan 65 F wb) dengan
memperhatikan Gambar 5.13 dan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Carilah titik potong 78 F db dab 65 F wb.
2. Tarik garis horizontal ke kanan sampai memotong garis skala jumlah uap air.
3. Didapatkan hasilnya 72 tetes air.
3
4. Carilah skala ft sepanjang alas gambar sepatu (psychrometrics). Skala mulai dari
3 3
12,5 ft dan berakhir pada 14 ft . Garis ini membentang diagonal dari alas ke kiri
atas.
5. Cari lagi titik potong antara 78 F db dab 65 F wb.
95
3
6. Tarik garis sejajar dengan ft melalui perpotongan pada item no.5 terus miring ke
bawah sampai memotong alas. Titik potongnya berada antara 13,5 dan 14
3
katakanlah 13,8 ft .
7. Bagilah 72 dengan 13,8.
3
8. Hasilya yaitu 5 tetes air per ft .
Pada temperatur 78 F db dab 65 F wb uap air di dalam udara adalah sejumlah 72 tetes
3
tiap lb udara, atau 5 tetes tiap ft .

D. Penggunaan Praktis Kandungan Uap Air (Humidity)


Kandungan uap air relatif digunakan untuk kenyamanan pada sistim
pengkondisian udara (air conditioning) yang menunjukkan adanya sejumlah uap air di
dalam udara. Kenyamanan pada sistim pengkondisian udara merupakan cara lain untuk
menggambarkan bahwa pengkondisian udara menyuguhkan adanya rasa nyaman untuk
tubuh manusia dibandingkan dengan pengkondisian udara yang digunakan untuk
industri. Melalui berbagai tes dan observasi, para pakar teknik telah menemukan bahwa
pada suatu kombinasi tertentu antara kandungan uap air dan temperatur udara
memberikan hasil yang nyaman dibanding dengan kombinasi lainnya. Pada musim
dingin suasana nyaman untuk kebanyakan orang akan tercapai bila kombinasi 30%
sampai 35% kandungan uap air relatif pada temperatur 72 F sampai 75 F (dalam suatu
ruangan). Pada musim panas kombinasi yang cocok untuk kenyamanan adalah antara
45% sampai 50% relative humidity dan temperatur 75 F sampai 78 F. Dengan
menggunakan pengetahuan ini pada grafik psychrometrics, memungkinkan untuk
mencari apa yang harus dilakukan terhadap udara luar sebelum disalurkan ke dalam
ruangan. Selain itu, juga untuk mempertahankan kombinasi ternyaman antara
kandungan uap air relatif dan temperatur di dalam ruangan
1. Pengkondisian Udara Di Musim Dingin
Diketahui temperatur kering udara luar yaitu 30 F dan kandungan uap air relatif
udara luar yaitu 20%. Carilah kombinasi kandungan uap air relatif dan temperatur
kering yang berada dalam kondisi nyaman untuk musim dingin (temperatur 72-75 F dan
RH 30-35%). Perlakuan yang dibutuhkan untuk merubah kondisi udara luar ke kondisi
dalam ruangan yang nyaman. Pemecahan dari permasalahan di atas adalah dengan
mengamati Gambar 5.14 dan mengikuti langkah-langkah berikut ini:
a. Plot titik pada grafik psychrometrics pada perpotongan antara 30 F db dengan 20%
RH
96
b. Letakan sebuah titik pada perpotongan temperatur kering dan kandungan uap iar
relatif yang berada pada daerah nyaman di dalam ruangan pada saat musim dingin,
misalnya: 30% dan 72 F db.
c. Gambarlah garis antara kedua titik tersebut.
d. Dengan mengikuti garis dari titik ke 1 dan ke 2 pada titik potong, memungkinkan
untuk mendapatkan beberapa perubahan yang harus dibuat/ dilakukan agar kondisi
udara dapat distel ke kondisi yang diinginkan (temperatur dan kandungan uap air
relatif).
1) Karena kandungan uap air relatif naik, dari 20% menjadi 30% berarti uap air
harus ditambah ke udara.
2) Karena temperatur kering harus dinaikan dari 30 F menjadi 72 F db artinya
harus ada panas yang ditambahkan.
Pada contoh di atas, grafik psychrometrics menunjukkan sebuah contoh
sederhana dimana dibutuhkan sebuah ketel atau koil pemanas agar panas bertambah.
Selain itu, diperlukan sebuah pengabut (dehumidifier) untuk menambah jumlah uap air
ke udara.

Gambar 5.14 Cara menentukan kondisi nyaman di musim


dingin 97
2. Pengkondisian Udara Di Musin Panas
Diketahui bahwa temperatur udara luar 85 F dan kandungan uap air relatif
adalah 70%. Carilah kombinasi yang tepat antara kandungan uap air relatif dengan
temperatur udara kering agar tercipta suasana nyaman untuk musim panas (45-50% RH
dan temperatur 75-78 F). Dibutuhkan suatu pengaturan untuk mengubah kondisi udara
luar agar memenuhi kondisi yang nyaman. Pemecahan dari permasalahan di atas adalah
dengan mengamati Gambar 5.15 dan mengikuti langkah-langkah berikut ini:
a. Letakan sebuah titik pada titik potong antara 70% RH dan 85 F pada grafik
psychrometrics.
b. Letakan juga sebuah titik pada perpotongan antara dry bulb dan RH yang
memenuhi syarat kenyamanan untuk musim panas, misalnya: 50% RH dan
temperatur 75 F.
c. Tarik garis antara ke 2 titik tersebut.

Gambar 5.15 Cara menentukan kondisi nyaman di musim panas


d. Dengan mengikuti garis dari titik 1 ke titik 2 didapatkan beberapa hal yang harus
mengalami perubahan.
1) Karena kandungan uap air relatif turun dari 70% menjadi 50% berarti ada
sejumlah uap air yang harus dikeluarkan dari
udara. 98
2) Karena temperatur turun dari 85 F menjadi 75 F artinya ada sejumlah panas
yang harus dibuang.
Pada contoh di atas, grafik psychrometrics menunjukkan sebuah contoh sederhana
mengenai operasi pengkondisian udara pada musim panas. Evaporator menurunkan
temperatur sekaligus membuang uap air di udara.
Contoh berikut menunjukkan sebuah hubungan kerja antara kandungan uap air
relatif dengan temperatur kering. Jika kandungan uap air relatif dipertahankan tetap
berada di dalam daerah nyaman (30-35% untuk musim dingin dan 40-50% untuk musim
panas), maka penghuni yang berada di dalam ruangan yang dikondisikan akan merasa
nyaman. Kandungan uap air relatif dan grafik psychrometrics mempunyai aplikasi
praktis lainnya, misalnya: keduanya biasa digunakan untuk mencari kondisi di mana
kondensasi akan terbentuk pada suatu permukaan dingin.

3. Kondensasi atau Pengembunan Di Musim Dingin


Diketahui kondisi temperatur permukaan jendela 30 F dan temperatur ruangan
sebelah dalam 72 F. Carilah besarnya kandungan uap air relatif agar pada kondisi itu
tidak terjadi pengembunan di permukaan jendela. Pemecahan dari permasalahan di atas
adalah dengan mengamati Gambar 5.15 dan mengikuti langkah-langkah berikut ini:
a. Gunakan temperatur jendela sebagai temperatur pengembunan dan plot 30 F pada
skala pengembunan.
b. Carilah titik potong antara 30 F dp dengan 72 F db.
c. Tentukan besarnya kandungan uap air relatif pada titik itu, kira-kira 20%. Hal
tersebut artinya bahwa pada temperatur 72 F dan kandungan uap air relatif dibawah
20%, maka permukaan jendela akan tetap kering. Jika kandungan uap air relatif
berada diatas 20% uap air akan mengembun. Pada kenyataannya, dibawah kondisi
ini, uap air akan terbentuk di permukaan yang bertemperatur 30 F.

Contoh pengkondisian udara pada musim dingin menunjukkan bahwa sebuah


kombinasi antara 30% kandungan uap air relatif dengan 72 F akan menghasilkan
kondisi yang nyaman. Pada contoh „kondensasi di musim dingin‟ memperlihatkan,
bahwa pada 72 F kandungan uap air relatif maksimum yang diijinkan untuk mencegah
pengembunan hanya 20%. Artinya 10% kurangnya dibandingkan untuk kenyamanan.
Dua alternatif yang diijinkan untuk memperbaiki kekurangan akan uap air yang
mencukupi di dalam udara yaitu:

99
a. Seperti diutarakan sebelumnya, bahwa uap air dapat dibuang atau dicegah dengan
menggunakan udara hangat di atas permukaan jendela. Udara hangat dihembuskan
di atas permukaan jendela, sehingga kandungan uap air lebih tinggi dapat
dipertahankan di dalam ruangan tanpa terjadi pengembunan atau kondensasi.
b. Dengan adanya penambahan permukaan jendela ke 2 (storm window) atau dengan
menggunakan 2 lapis kaca jendela (thermopane), temperatur permukaan bagian
dalam lapis kaca jadi naik (di atas 30 F) dan oleh karena itu, kandungan uap air
relatif akan naik juga ke tingkat yang lebih nyaman.

Gambar 5.15 Cara menentukan temperatur pengembunan di musim dingin

E. Aplikasi Term Pengembunan/Kondensasi Secara Praktis


Pada contoh „kondensasi di musim dingin‟, pengembunan (dewpoint) digunakan
karena kandungan uap air relatif dengan temperatur kering di dalam ruangan berkondisi
nyaman. Sebagai tambahan untuk menggambarkan penggunaan uap air relatif secara
praktis, contoh ini menunjukkan bahwa pengembunan (dewpoint) memegang peranan
penting untuk mendapatkan dan mempertahankan kondisi di dalam ruangan yang
sekaligus mencegah terbentuknya pengembunan di permukaan dingin seperti jendela.
Untuk menambah penggunaannya di dalam ruangan yang dikondisikan, diperlukan
pengetahuan mengenai pengembunan/kondensasi, juga aplikasinya di daerah yang tidak
dikondisikan. Saluran udara (duct) pada sistem pengkondisian udara yang membentang
100
melalui daerah yang tidak dikondisikan akan menyebabkan terjadinya pengembunan
pada permukaan saluran udara (duct).
Contoh 1 Pengembunan di dalam ruangan yang tidak dikondisikan
Diketahui: Temperatur ruang yang tidak dikondisikan 90 F db
Temperatur ruangan yang tidak dikondisikan 75 F wb
Temperatur saluran udara dingin masuk 60 F
Carilah: Temperatur pengembunan dan periksalah apakah akan terjadi
pengembunan pada permukaan saluran udara (duct)
Pemecahan dari permasalahan di atas adalah dengan mengamati Gambar 5.16 dan
mengikuti langkah-langkah berikut ini:
1. Carilah temperatur pengembunan (dewpoint) dari kondisi yang telah diketahui.
Carilah lokasi titik potong 90 F db dan 75 F wb, kemudian tarik garis horizontal ke
kiri sampai memotong garis lengkung, maka akan didapat temperatur pengembunan
(dewpoint) kira-kira 69 F.
2. Temperatur permukaan saluran udara dianggap sebagai temperatur pengembunan.
Temperatur pengembunan di permukaan saluran udara adalah 60 F.

Gambar 5.16 Cara menentukan temperatur pengembunan


pada permukaan saluran udara (duct)
3. Temperatur dimana kondensasi mulai terjadi di permukaan adalah 69 F. Setiap
temperatur permukaan saluran yang ada di bawah 69 F akan menyebabkan 101
terjadinya pengembunan. Karena temperatur saluran udara 60 F, maka kondensasi pasti
terjadi di permukaan saluran udara.
Air yang menetes dari sebuah saluran udara dapat merugikan, karena akan membasahi daerah di
bawahnya. Tetesan air juga akan merusak makanan, minuman dan alat elektronik yang ada di
bawahnya bila tertetesi dari air hasil kondesasi pada saluran udara tersebut. Cara yang paling
umum dilakukan yaitu membungkus saluran udara (duct) dengan insulasi dan juga menambah
suatu lapisan anti uap air. Insulasi itu harus cukup tebal mencegah terjadinya pengembunan di
permukaan saluran udara. Pengembunan merupakan permasalahan utama pada saluran udara
sehingga perlu dicarikan suatu kombinasi antara temperatur udara dan temperatur permukaan
saluran udara, dinding, jendela dan lainnya yang menyebabkan terjadinya pengembunan.

Anda mungkin juga menyukai