Disusun Oleh
Mohammad Thezar Junaidi AL-Fayed
03031182227081
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2022
Sampah sesuatu yang dapat menjadi masalah sekaligus solusi dalam mencapai
SDGs. Alex Fernandius, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
Palembang mengungkapakan bahwasanya Palembang dapat menghasilkan 1.200
Ton sampah setiap harinya. Artinya setiap satu orang palembang menyumbang 0,7
Kg sampah. Namun, sayangnya produksi sampah yang banyak ini tidak dibarengi
dengan pengolahan yang efisien. Hanya kurang dari 20% sampah kota Palembang
yang yang dapat dikelola Dinas Lingkungan Hidup Kota Palembang (DLHK).
Angka tersebut masih belum mencapai target pengurangan sampah sesuai standar
nasional sebesar 30%
Bahkan, dari 1.200 ton sampah hanya 700-800 Ton sampah dari 18 kecamatan
yang dapat diangkut ke TPA sisanya dibiarkan menumpuk di berbagai TPS yang
tersebar di seluruh kota Palembang. Tentunya sampah menumpuk ini dapat
menjadi awal dari masalah kesehatan masyarakat kota Palembang.
Gambar 1 tumpukan sampah yang tidak diangkut pada salah satu TPS di Palembang
(Sumber : https://sumsel.tribunnews.com/0)
Pengelolaan sampah menjadi pupuk adalah langkah selanjutnya yang dapat kita
ambil untuk memanfaatkan sampah yang telah dikelompokkan di bank sampah.
Pengeleloaan sampah menjadi pupuk mungkin terdengar klasik, tapi nyatanya hal
ini belum banyak dilakukan. Padahal hal ini mudah untuk dilakukan masyarakat,
biaya produksi yang relatif murah, dan dapat menghasilkan produk bernilai
ekonomis. Produksi pupuk dari sampah organik sendiri dapat dilakukan dengan
metode kompos.
Kompos adalah proses yang dihasilkan dari pelapukan (dekomposisi) sisa-sisa
bahan organik. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan
makhluk hidup atau makhluk hidup yang telah mati, meliputi kotoran
hewan,seresah, sampah, kompos dan berbagai produk organik hidup (Sumekto,
2006). Pupuk kompos sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah karena banyak
mengandung unsur hara makro antara lain nitrogen, fosfor, potassium dan unsur
hara lainnya . Sedangkan kandungan unsru hara mikro yang ada di kompos seperti
besi, sulfur, mangan, tembaga, seng, boron, dan molibdenum.
Selain dapat mengurangi sampah, pupuk ini diharapkan dapat menjadi fasilitas
bagi masyarakat yang ingin melakukan kegiatan bercocok tanam untuk
menghasilkan produk tani seperti cabai, bawang, tomat, dan tanaman yang lainnya.
Apalagi komuditas tersebut seringkali mengalami kenaikan harga hingga 2 kali
lipat terutama menjelang bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan hari raya Idul
Adha. Seperti yang disampaikan Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai
Indonesia (AACI) Abdul Hamid “Seperti biasa dalam beberapa hari saat lebaran
haji, harga cabai memang cenderung naik, saat ini memang di tingkat pusat ada
yang sudah mencapai Rp. 150.000 per kg dari harga normal Rp. 70.000 per kg
karena jumlah permintaan yang melonjak tidak diiringi dengan stok yang banyak”.
Oleh karena itu, hasil bercocok tanam ini dapat menjadi cadangan pangan
masyrakat di kondisi tersebut.
Adanya program pengelolaan sampah menjadi pupuk kompos ini menjadi suatu
gerakan nyata mahasiswa Teknik Kimia dalam berperan aktif mewujudkan tiga
agenda SDGs yaitu Zero Hunger, Good health and well-being, dan Responsible
consumption and production.
Program pengelolaan pupuk dari bank sampah menjadi salah satu solusi dalam
mengatasi permasalahan sampah karena mudah untuk diterapkan dalam
lingkungan masyarakat. Namun, untuk mewujudkan program tentunya butuh kerja
sama dan rencana yang matang agar program ini dapat mencapai target
pengurangan sampah yang sesuai dengan standar nasional.
Daftar Pustaka
Sukmana, Y., 2022. Ini Penyebab Harga Cabai Melonjak Menurut AACI,
Palembang:Kompas.com
https://money.kompas.com/read/2022/07/12/210500726/ini-penyebab-harga-
cabai-melonjak-menurut-aaci
Utami, E., 2013. Buku panduan sistem bank sampah & 10 kisah sukses. Pertama
penyunt. Jakarta: Yayasan Unilever Indonesia.