Latar Belakang
baru pada tanaman jagung di Nebraska (Amerika Serikat), dengan penekanan khusus
pada pemahaman potensi hasil dan senjang hasil sebagai dasar perbaikan rekomendasi
pengelolaan hara yang bersifat spesifik lokasi (Doberman dan Fairhurst, 2000).
Pengelolaan hara spesifik lokasi berupaya menyediakan hara bagi tanaman secara tepat,
baik jumlah, jenis, maupun waktu pemberiannya, dengan mempertimbangkan
kebutuhan tanaman, dan kapasitas lahan dalam menyediakan hara bagi tanaman
(Makarim et al. 2003).
Menurut BIS (2010) organisme penghuni ekosistem tanah diperkirakan sejumlah
seperempat dari seluruh organisme di bumi. Diilustrasikan bahwa dalam satu sendok teh
tanah kebun yang subur dapat ditemukan ribuan spesies, milyaran individu bakteri dan
ratusan meter jaringan hifa jamur. BIS (2010) memperkirakan total biomassa bakteri
pada tanah padang rumput di daerah mencapai 1 - 2 ton/ha yang setara dengan berat 1 -
2 ekor sapi. Walaupun ukurannya sangat kecil, menurut Breure (2004) mikroorganisme
tanah bertanggung jawab terhadap sebagian besar proses-proses biologis (60 - 80 %)
yang berkaitan dengan siklus unsur hara dan dekomposisi bahan organik.
Untuk dapat berlangsungnya suatu ekosistem secara harmonis dan dinamis
masing-masing individu dan spesies harus dapat memainkan peranannya di ekosistem
tersebut secara optimal. Peran yang sama dapat dimainkan oleh kelompok organisme
yang berbeda. Peran sebagai produsen tentu saja hanya dimainkan oleh kelompok
tumbuhan. Namun organisme yang berperan di tingkat tropik yang lebih tinggi dapat
dimainkan oleh golongan fauna yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Lavelle dan Beare
(2009) menggolongkan organisme tanah berdasarkan fungsinya di ekosistem.
Sampai saat ini tidak ada penggolongan yang betul-betul tegas terhadap
organisme dalam tanah berdasarkan perannya di ekosistem. Menurut Breure (2004)
yang memfokuskan pada fauna tanah, bahwa peranan/fungsi fauna tanah ditentukan
oleh ukuran tubuhnya. Fauna tanah dibedakan menjadi dua kelompok fungsional yaitu
pengendali biologi dan perekayasa lingkungan. Kelompok mikro dan mesofauna (cacing
tanah, rayap dan semut) merupakan pengendali kehidupan yang menentukan populasi
bakteri dan fungi di ekosistem. Mereka memangsa bakteri dan fungi sehingga penting
untuk mengendalikan populasi patogen. Adapun golongan makrofauna (cacing tanah,
rayap dan semut) berperan sebagai perekayasa lingkungan dalam proses dekomposisi
3
dan distribusi bahan organik. Partikel-partikel tanah diangkut ke berbagai tempat oleh
aktivitas cacing tanah. Sedangkan BIS (2010) menggolongkan organisme tanah ke
dalam tiga kelompok besar berdasarkan fungsinya di dalam ekosistem tanah. Mereka
adalah perekayasa kimia (chemical engineers), pengatur kehidupan (biological
regulators) dan perekayasa lingkungan (ecosystem engineers)
Tujuan
Tanamanan dapat tumbuh dengan sehat dan subur jika tanah sebagai tempat
media tumbuhnya dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup. Tanaman
mengambil unsur hara dalam bentuk kation dan anion dari larutan air tanah atau
langsung dari kompleks koloid liat humus dengan pertukaran ion. Tidak semua unsur
hara terdapat dalam bentuk kation atau anion dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman yaitu terikat
sebagai senyawa penyusun bahan organik dan pada mineral tanah. Bahan organik
merupakan sumber unsur nitrogen, fosfor dan kalium (Hardjanto et al., 1990).
Pengalokasian unsur hara tersebut pada tanaman ternyata lebih kompleks.
Akar dan pucuk berkompetisi secara efektif terhadap hara, yang bertingkah laku sebagai
dua organisme simbiotik dengan produksi hasil fotosintesis oleh pucuk dan
pengangkutannya ke atas menentukan kemampuan akar untuk memperoleh hara, suplai
hara ke pucuk mengontrol laju fotosintesis dan sebaliknya. Pada akar dari status nutrisi
yang berbeda memperlihatkan bahwa konsentrasi ion internal sama pentingnya dengan
eksternal dalam menentukan laju pengambilan, konsentrasi dari satu ion dalam akar
yang merupakan keadaan penggunaannya oleh tanaman. Jika ion sedang dibutuhkan
tajuk setiap kelebihan akan ditransformasikan ke tajuk (Fitter dan Hay, 1981).
Gangguan unsur hara pada tanaman merupakan masalah utama bagi petani di
dunia, disamping masalah-masalah penting lainnya. Semua tanaman hijau memerlukan
seperangkat dasar hara mineral yang sama dan berbagai unsur digunakan oleh tanaman
yang berbeda untuk menghasilkan tujuan akhir yang sama. Tanaman tingkat tinggi
membutuhkan 13 jenis hara esensial yang terdiri atas kelompok hara makro dan mikro,
meskipun pengelompokan tersebut masih diperdebatkan karena hara mikro tertentu
dapat menjadi hara makro untuk tanaman lain (Marschner, 1986).
Kebutuhan tanaman yang satu dengan yang lainnya terhadap hara berbeda, baik
mengenai jumlahnya atau bahkan juga jenisnya. Tidak semua unsur yang diserap
5
tanaman merupakan hara, banyak yang diserap tanaman hanya karena tersedia dalam
tanah. Dari analisis jaringan tanaman, dijumpai lebih dari 50 unsur yang diserap, berarti
sekitar 70 % unsur-unsur ini bukan hara tanaman.
Gejala defisiensi ini dipengaruhi oleh mobilitas (kemudahan untuk
ditranslokasikan ke bagian yang membutuhkan) hara dan fungsinya. Unsur-unsur hara
yang mobil meliputi N, P, K, Mg, dn Cl, sedangkan yang relatif immobil meliputi Ca, S,
B, dan Fe, serta yang diantaranya adalah Zn, Mo, Cu, dan Mn. Oleh karena itu, gejala
defisiensi unsur-unsur mobil dimulai dari dedaunan bagian tua, sedangkan yang
immobil dari dedaunan muda atau titk tumbuh. Untuk yang berfungsi sebagai
penyusun klorofil seperti Mg, maka akan dijumpai gejala klorosis (kehilangan zat hijau
daun) pada dedaunan muda (Marschner, 1986).
Desskripsi
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu Monoecious di mana
letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan
dan hasil. Daun tanaman C4 sebagai agen penghasil fotosintat yang kemudian
didistribusikan, memiliki sel-sel seludang pembuluh yang mengandung khlorofil. Di
dalam sel ini terjadi dekarboksilasi malat dan aspartat yang menghasilkan CO2 yang
kemudian memasuki siklus Calvin membentuk pati dan sukrosa. Ditinjau dari segi
kondisi lingkungan, tanaman C4 teradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti
intensitas radiasi surya tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan rendah
dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu tinggi, serta kesuburan tanah yang relatif
rendah. Sifat-sifat yang menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C4 antara lain
aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah,
transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan
sifat fisiologis dan anatomis yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil
(Muhadjir, 1998).
6
Klasifikasi
Morfologi
Sistem perakaran jagung terdiri dari akar-akar seminal yang tumbuh ke bawah
pada saat biji berkecambah; akar koronal yang tumbuh ke atas dari jaringan batang
setelah plumula muncul; dan akar udara (brace) yang tumbuh dari buku-buku di atas
permukaan tanah. Akar-akar seminal terdiri dari akar-akar radikal atau akar primer
ditambah dengan sejumlah akar-akar lateral yang muncul sebagai akar adventious pada
dasar dari buku pertama di atas pangkal batang. Pada umumnya akar-akar seminal
berjumlah 3-5, tetapi dapat bervariasi dari 1-13. Akar koronal adalah akar yang tumbuh
dari bagian 'dasar pangkal batang. Akar udara tumbuh dari buku-buku kedua, ketiga
atau lebih di atas permukaan tanah, dapat masuk ke dalam tanah. Akar udara ini
berfungsi dalam asimilasi dan juga sebagai akar pendukung untuk memperkokoh batang
terhadap kerebahan. Apabila masuk ke dalam tanah, akar ini akan berfungsi juga
membantu penyerapan hara (Muhadjir, 1998).
7
Hal yang unik dari tanaman jagung dibanding dengan tanaman serealia yang lain
adalah karangan bunganya. Jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) di
mana bunga jantan (staminate) terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina
(pistilate) terletak pada pertengahan batang. Tanaman jagung bersifat protrandy di mana
bunga jantan umumnya tumbuh satu sampai dua hari sebelum munculnya rambut (style)
pada bunga betina. Oleh karena bunga jantan dan bunga betina terpisah ditambah
dengan sifatnya yang protrandy, maka jagung mempunyai sifat penyerbukan silang.
Produksi tepung-sari (polen) dari bunga jantan diperkirakan mencapai 25.000 - 50.000
butir tiap tanaman. Bunga jantan terdiri dari gluma, lodikula, palea, anther, filarnen dan
lemm. Adapun bagian-bagian dari bunga betina adalah tangkai tongkol, tunas, kelobot,
calon biji, calon janggel, penutup kelobot dan rambut - rambut (Muhadjir, 1998).
9
Menurut Umiyasih dan Wina (2008) biji pada jagung disebut kariopsis, dinding
ovari atau pericarp melebur dan menyatu dengan testa (kulit biji) membentuk dinding
buah. Biji jagung tersusun dari tiga bagian yaitu pericarp, endosperm, dan embrio. Hal
ini sesuai dengan pendapat Effendi (2007) bahwa biji jagung terdiri dari tiga bagian
yaitu pericarp yang terletak pada lapisan terluar biji, endosperm merupakan lapisan
setelah pericarrp berfungsi sebagai cadangan makanan biji, dan embrio atau lembaga
yang terletak pada bagian paling dalam. Embrio merupakan miniatur tanaman yang
Menurut Marschner (1986), di samping gejala umum ini, terdapat pula gejala
khas yang menandai defisiensi hara, antara lain:
1. Nitrogen (N)
Gejala defisiensi N ditandai dengan menguningnya daun tua secara merata tapi
daun muda atau tajuk tetap hijau terang, dan untuk jagung, tulang utama menguning
dengan tepi daun tetap hijau memanjan.
Status nitrat dapat diuji dengan meneteskan diaphenil amina ke dalam batang. Jika
tidak berwarna berarti rendah, sedangkan jika berwarna gelap berarti tinggi.
Pemberian zat N terlalu banyak bagi tanaman penghasil buah akan kurang baik karena:
a. Akan banyak menghasilkan daun dan batang
b. Batang lembek dan mudah rebah
c. Kurang menghasilkan buah
d. Dapat melambatkan masaknya biji atau buah.
2. Phosfor
Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi
lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap. Pada tanaman jagung, defisiensi P
ditandai tajuk atau dedaunan muda berwarna hijau gelap, dan dedaunan tua secara
merata seringkali berwarna ungu (pada jagung) atau merah. Pertumbuhan tanaman
kerdil secara proporsional (trubus dan akar) akibat tertundanya pertumbuhan sel-sel,
pada stadia perkecambahan timbul warna hijau gelap keunguan. Kemudian tanaman
menjadi kuning. Gejala yang lainnya yaitu terganggunya penyerbukan, tertundanya
pembentukan dan pematangan buah. Pada pucuk apel, dijumpai daun berwarna perak
atau ungu.
3. Kalium
Defisiensi Kalium memang agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini
jarang ditampakkan ketika tanaman masih muda, jadi agak berlainan dengan gejala-
gejala difisiensi N dan P. Gejala yang terdapat pada daun terjadi secara setempat. Pada
permulaannya, tampak agak mengkerut dan kadang-kadang mengkilap. Selanjutnya
12
sejak ujung dan tepi daun tampak menguning, warna seperti ini tampak pula di antara
tulang-tulang daun, pada akhirnya daun tampak bercak-bercak kotor, berwarna coklat,
sering pula bagian yang berbercak ini jatuh sehingga daun tampak bergerigi dan
kemudian mati. Gejala yang terdapat pada batang yaitu batangnya lemah dan pendek-
pendek sehinga tanaman tampak kerdil. Gejala yang tampak pada buah misalnya buah
kelapa dan jeruk banyak yang berjatuhan sebelum masak, sedang masaknya buahpun
berlangsung sangat lambat. Bagi tanaman yang berumbi menderita defisiensi K hasil
umbinya sangat kurang dan kadar hidrat arangnya demikian rendah.
Biota Tanah
Organisme tanah atau disebut juga biota tanah merupakan semua makhluk
hidup, baik hewan (fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada dalam sistem tanah.). Fauna tanah merupakan bagian ekosistem
tanah yang kehidupannya tidak sendiri, melainkan berinteraksi dengan faktor lain di
dalam lingkungan. Fauna tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun di dalam tanah. Kelompok hewan tanah sangat banyak dan
beraneka ragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca,
Arthropoda hingga Vertebrata (Suin, 2006).
Makrofauna
Peran aktif makrofauna tanah dalam menguraikan bahan organik tanah dapat
mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung faktor
lingkungan disekitarnya (Rahmawti, 2012).
Rahmawati (2012) menjelaskan penggunaan pupuk kimia sintetik dan
insektisida sintetik secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai permasalahan
minimnya kajian dan penelitian tentang makrofauna tanah menyebabkan kurangnya
13
informasi dan pengetahuan tentang makrofauna tanah. Meskipun telah banyak yang
melaporkan tentang peran makrofauna tanah dalam sistem reproduksi tanaman
pertanian, tetapi perhatian pada perlunya melakukan konservasi terhadap biodiversitas
makrofauna tanah masih sangat terbatas. Banyak tema penelitian yang masih perlu
dilakukan guna meningkatkan kelestarian dan daya manfaat makrofauna tanah
(Sugiyarto, 2000).
Mesofauna
Bakteri
Fungi
Fungi yang juga disebut jamur, cendawan atau kapang merupakan organisme
eukariotik atau dengan kata lain bermembran inti sejati. Fungi adalah organisme
heterotrof sebagai akibat tidak adanya klorofil dalam sel-selnya. Karena itu jamur hidup
baik sebagai saprofit maupun sebagai parasit, sifat parasit kadang-kadang dapat
menimbulkan penyakit. Sifat ini disebut pathogen (Hastuti, 2002).
Bentuk somatik fungi berupa filamen yang bercabang-cabang. Satu filamen
disebut hifa dan dikelilingi oleh dinding yang seringkali mengandung kitin sebagai
komponen utamanya dan karbohitdrat kompleks lainnya termasuk selulosa.
Pertumbuhan hifa hanya terjadi dibagian ujungnya, jadi hifa memiliki apical growth,
dan membentuk cabang secara periodik di sekitar ujungnya yang nantinya menghasilkan
anyaman hifa yang disebut miselium (Hastuti, 2002).
Fungi bereproduksi baik secara aseksual maupun secara seksual. Pada organisme
yang berbentuk hifa (miselium) terjadi fragmentasi. Fungi membentuk spora aseksual
yang berbeda-beda bentuk dan ukuran, seperti oidium (artrospora), klamidospora, dan
15
konidia. Dalam lingkungan laut, fungi ditemukan dalam sebuah habitat termasuk laut
dalam dimana oksigen masih tersedia untuk respirasinya. Walaupun demikian,
umumnya fungi melimpah didaerah intertidal dan subtidal. Fungi merupakan
decomposer utama pada ekosistem lautan setelah bakteri, terutama diperairan rawa asin
dan komunitas mangrove. (Hastuti, 2002).
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga
digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,
dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang
dibuat dari ekstrak daging, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang
umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk
pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan
untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni (Faradiana, 2016).
BAHAN DAN METODE
Bahan
Alat
Praktikum ini dilaksanakan setiap Selasa pukul 16.00-18.00 WITA, terhitung sejak
bulan September hingga November, bertempat di Lahan percobaan Fakultas Pertanian,
Laboratorium Produksi Jurusan Agroekoteknogi Fakultas Pertanian Universitas
Lambung Mangkurat, dan Lahan Pertanian Gambut Sapta Marga.
Pelaksanaan
d. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -3. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -4.
Vortex hingga homogen.
e. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -4. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -5.
Vortex hingga homogen.
f. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -5. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -6.
Vortex hingga homogen.
g. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -6. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -7.
Vortex hingga homogen.
h. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -7. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -8.
Vortex hingga homogen.
i. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -8. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -9.
Vortex hingga homogen.
j. Inokulasikan masing-masing 1 mL dari tabung reaksi 10 -4, 10-5, dan 10-6 ke
dalam media PDA. Bungkus pertidish dengan kertas yang ditandai dengan 10 -4,
10-5, dan 10-6.
k. Inokulasikan masing-masing 1 mL dari tabung reaksi 10 -7, 10-8, dan 10-9 ke
dalam media PDA. Bungkus pertidish dengan kertas yang ditandai dengan 10 -7,
10-8, dan 10-9.
l. Menghitung koloni bakteri dan fungi pada jam ke 24, 48, dan 72 dengan
hemasitometer.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan Kanisius. Badan Kehutanan Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Provinsi
Lampung tahun 2014. Berita Resmi Statistik. Lampung.
Bio Intelligence Service (BIS). 2010. Soil Biodiversity Functions, Threats and Tools for
Policy Makers. Technical Reports.
Breure, A. M. 2004 Soil Biodiversity: Measurements, Indicators, Threats and
SoilFunctions. Leon Spain.
Dobermann, A. and T. Fairhurst. 2000. Rice. Nutrient Disorders and Nutrient
Management. Potash & Phosphate Institute, Potash (PPI) & Phosphate Institute of
Canada (PPIC) and International Rice Research Institute.
Effendi, R. 2007. Botani dan Morfologi Tanaman Jagung. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Faradiana, R. 2016. Pemanfaatan Sumber Karbohidrat yang Berbeda (Umbi Kimpul dan
Umbi Suweg) Sebagai Substitusi Media PDA (Potato Dextrose Agar) Untuk
Pertumbuhan Jamur. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Fitter, A.H dan R.K.M. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Hardjanto. 1990. Pengembangan Kebijakan Ekonomi dalam Pelestarian Hutan. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Way Kanan Propinsi Lampung.
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Hardman & Gunsolus. 1998. Corn Growth and Development. Extension Service.
University of Minesota.
Hastuti, Sri Utami. 2002. Mikrobiologi. UM Press. Malang.
Lavelle, P., M. Dangerfield, C. Fragoso, V. Eschenbremer, D. Lopez Hernandez, B.
Pashanasi and L. Brussaard. 1994. The Relationship Between Soil Macrofauna
and Tropical Soil Fertility. In P.L. Woomer and M.J. Swift. The Biological
Management of Tropical Soil Fertility. New York
Makarim, A.K., U.S. Nugraha, dan U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi
Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Marschner, H. 1986. Mineral Nutrion of Higher Plants. Academic Press Harcourt Brace
Jovanovichpublisher. London.
Muhadjir, F. 1988. Karakter Tanaman Jagung. BPPT. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman. Bogor.
Pratawi, Anggita. 2015. Identifikasi Defisensi Unsur Hara Mobile dan
Penyembuhannya. Universitas Jember Press. Jember.
21
Suin, N. M. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Edisi Ke-3. Bumi Aksara. Jakarta.
Umiyasih, U. dan E. Wina. 2008. Pengolahan dan Nilai Nutrisi Limbah Tanaman
Jagung sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Wartazoa.