Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia kian bertambah setiap tahunnya. Berdasarkan data


BPS (2015), BPS telah memprediksikan hal tersebut bahwa mulai dari tahun 2010
hingga 2034 jumlah penduduk Indonesia akan terus mengalami peningkatan.
Meningkatnya jumlah penduduk akan menyebabkan kebutuhan pangan juga akan
meningkat. Peningkatan kebutuhan pangan ini tidak seimbang dengan produksi hasil
pertanian yang kian menurun (Pratiwi, 2015).
Penurunan ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satu penyebab utama
terjadinya penurunan produksi pertanian adalah kurangnya ketersediaan unsur hara.
Apabila unsur hara dalam tanah tidak mampu mencukupi kebutuhan tanaman maka
proses metabolisme tanaman akan terhambat. Terganggunya metabolisme tanaman ini
secara visual dapat terlihat dari penyimpangan pada pertumbuhannya (Pratiwi. 2015).
Gejala - gejala yang muncul akibat kekurangan unsur hara ini berkaitan dengan
mudah tidaknya unsur hara ditranslokasikan. Unsur hara yang mudah ditranslokasikan
(mobile) seperti unsur N cenderung akan memunculkan gejala tertentu pada bagian
tertentu. Terjadinya penyimpangan pertumbuhan akibat kekurangan unsur hara yang
bersifat mobile akan menyebabkan tanaman tidak mampu menghasilkan produksi yang
optimal sehingga mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi tersebut dapat
diatasi salah satunya dengan melakukan tindakan penyembuhan.
Tindakan penyembuhan bertujuan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik
sehingga mampu berproduksi secara optimal. Berdasarkan permasalahan yang ada,
maka pengetahuan dan pemahaman melalui praktikum identifikasi gejala defisiensi
unsur hara mobile serta penyembuhannya perlu dilaksanakan (Pratiwi et al. 2015).
Pemupukan berimbang adalah pengelolaan hara spesifik lokasi, bergantung pada
lingkungan setempat, terutama tanah. Konsep pengelolaan hara spesifik lokasi
mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami dan pemulihan
hara yang sebelumnya dimanfaatkan untuk padi sawah irigasi (Dobermann dan
Fairhurst, 2000). Konsep serupa juga digunakan untuk rekomendasi pemupukan yang
2

baru pada tanaman jagung di Nebraska (Amerika Serikat), dengan penekanan khusus
pada pemahaman potensi hasil dan senjang hasil sebagai dasar perbaikan rekomendasi
pengelolaan hara yang bersifat spesifik lokasi (Doberman dan Fairhurst, 2000).
Pengelolaan hara spesifik lokasi berupaya menyediakan hara bagi tanaman secara tepat,
baik jumlah, jenis, maupun waktu pemberiannya, dengan mempertimbangkan
kebutuhan tanaman, dan kapasitas lahan dalam menyediakan hara bagi tanaman
(Makarim et al. 2003).
Menurut BIS (2010) organisme penghuni ekosistem tanah diperkirakan sejumlah
seperempat dari seluruh organisme di bumi. Diilustrasikan bahwa dalam satu sendok teh
tanah kebun yang subur dapat ditemukan ribuan spesies, milyaran individu bakteri dan
ratusan meter jaringan hifa jamur. BIS (2010) memperkirakan total biomassa bakteri
pada tanah padang rumput di daerah mencapai 1 - 2 ton/ha yang setara dengan berat 1 -
2 ekor sapi. Walaupun ukurannya sangat kecil, menurut Breure (2004) mikroorganisme
tanah bertanggung jawab terhadap sebagian besar proses-proses biologis (60 - 80 %)
yang berkaitan dengan siklus unsur hara dan dekomposisi bahan organik.
Untuk dapat berlangsungnya suatu ekosistem secara harmonis dan dinamis
masing-masing individu dan spesies harus dapat memainkan peranannya di ekosistem
tersebut secara optimal. Peran yang sama dapat dimainkan oleh kelompok organisme
yang berbeda. Peran sebagai produsen tentu saja hanya dimainkan oleh kelompok
tumbuhan. Namun organisme yang berperan di tingkat tropik yang lebih tinggi dapat
dimainkan oleh golongan fauna yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Lavelle dan Beare
(2009) menggolongkan organisme tanah berdasarkan fungsinya di ekosistem.
Sampai saat ini tidak ada penggolongan yang betul-betul tegas terhadap
organisme dalam tanah berdasarkan perannya di ekosistem. Menurut Breure (2004)
yang memfokuskan pada fauna tanah, bahwa peranan/fungsi fauna tanah ditentukan
oleh ukuran tubuhnya. Fauna tanah dibedakan menjadi dua kelompok fungsional yaitu
pengendali biologi dan perekayasa lingkungan. Kelompok mikro dan mesofauna (cacing
tanah, rayap dan semut) merupakan pengendali kehidupan yang menentukan populasi
bakteri dan fungi di ekosistem. Mereka memangsa bakteri dan fungi sehingga penting
untuk mengendalikan populasi patogen. Adapun golongan makrofauna (cacing tanah,
rayap dan semut) berperan sebagai perekayasa lingkungan dalam proses dekomposisi
3

dan distribusi bahan organik. Partikel-partikel tanah diangkut ke berbagai tempat oleh
aktivitas cacing tanah. Sedangkan BIS (2010) menggolongkan organisme tanah ke
dalam tiga kelompok besar berdasarkan fungsinya di dalam ekosistem tanah. Mereka
adalah perekayasa kimia (chemical engineers), pengatur kehidupan (biological
regulators) dan perekayasa lingkungan (ecosystem engineers)

Tujuan

1. Mengetahui gejala kekurangan unsur hara pada tanaman.


2. Mengetahui perbedaan gejala kekurangan unsur hara N, P.
3. Mengetahui macam - macam biota tanah.
4. Membedakan makro dan mesofauna tanah.
5. Memahami peran biota tanah untuk kesehatan tanah.
6. Mengetahui perbedaan bakteri dan fungi.
7. Mengetahui ciri - ciri bakteri.
8. Mengetahui ciri - ciri fungi.
9. Mampu menumbuhkan bakteri dan fungi.
TINJAUAN PUSTAKA

Defisiensi Unsur Hara

Tanamanan dapat tumbuh dengan sehat dan subur jika tanah sebagai tempat
media tumbuhnya dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup. Tanaman
mengambil unsur hara dalam bentuk kation dan anion dari larutan air tanah atau
langsung dari kompleks koloid liat humus dengan pertukaran ion. Tidak semua unsur
hara terdapat dalam bentuk kation atau anion dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman yaitu terikat
sebagai senyawa penyusun bahan organik dan pada mineral tanah. Bahan organik
merupakan sumber unsur nitrogen, fosfor dan kalium (Hardjanto et al., 1990).
 Pengalokasian unsur hara tersebut pada tanaman ternyata lebih kompleks.
Akar dan pucuk berkompetisi secara efektif terhadap hara, yang bertingkah laku sebagai
dua organisme simbiotik dengan produksi hasil fotosintesis oleh pucuk dan
pengangkutannya ke atas menentukan kemampuan akar untuk memperoleh hara, suplai
hara ke pucuk mengontrol laju fotosintesis dan sebaliknya. Pada akar dari status nutrisi
yang berbeda memperlihatkan bahwa konsentrasi ion internal sama pentingnya dengan
eksternal dalam menentukan laju pengambilan, konsentrasi dari satu ion dalam akar
yang merupakan keadaan penggunaannya oleh tanaman. Jika ion sedang dibutuhkan
tajuk setiap kelebihan akan ditransformasikan ke tajuk (Fitter dan Hay, 1981).
Gangguan unsur hara pada tanaman merupakan masalah utama bagi petani di
dunia, disamping masalah-masalah penting lainnya. Semua tanaman hijau memerlukan
seperangkat dasar hara mineral yang sama dan berbagai unsur digunakan oleh tanaman
yang berbeda untuk menghasilkan tujuan akhir yang sama. Tanaman tingkat tinggi
membutuhkan 13 jenis hara esensial yang terdiri atas kelompok hara makro dan mikro,
meskipun pengelompokan tersebut masih diperdebatkan karena hara mikro tertentu
dapat menjadi hara makro untuk tanaman lain (Marschner, 1986).
Kebutuhan tanaman yang satu dengan yang lainnya terhadap hara berbeda, baik
mengenai jumlahnya atau bahkan juga jenisnya. Tidak semua unsur yang diserap
5

tanaman merupakan hara, banyak yang diserap tanaman hanya karena tersedia dalam
tanah. Dari analisis jaringan tanaman, dijumpai lebih dari 50 unsur yang diserap, berarti
sekitar 70 % unsur-unsur ini bukan hara tanaman.
Gejala defisiensi ini dipengaruhi oleh mobilitas (kemudahan untuk
ditranslokasikan ke bagian yang membutuhkan) hara dan fungsinya. Unsur-unsur hara
yang mobil meliputi N, P, K, Mg, dn Cl, sedangkan yang relatif immobil meliputi Ca, S,
B, dan Fe, serta yang diantaranya adalah Zn, Mo, Cu, dan Mn. Oleh karena itu, gejala
defisiensi unsur-unsur mobil dimulai dari dedaunan bagian tua, sedangkan yang
immobil dari dedaunan muda atau titk tumbuh. Untuk yang berfungsi sebagai
penyusun klorofil seperti Mg, maka akan dijumpai gejala klorosis (kehilangan zat hijau
daun) pada dedaunan muda (Marschner, 1986).

Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Desskripsi

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu Monoecious di mana
letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan
dan hasil. Daun tanaman C4 sebagai agen penghasil fotosintat yang kemudian
didistribusikan, memiliki sel-sel seludang pembuluh yang mengandung khlorofil. Di
dalam sel ini terjadi dekarboksilasi malat dan aspartat yang menghasilkan CO2 yang
kemudian memasuki siklus Calvin membentuk pati dan sukrosa. Ditinjau dari segi
kondisi lingkungan, tanaman C4 teradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti
intensitas radiasi surya tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan rendah
dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu tinggi, serta kesuburan tanah yang relatif
rendah. Sifat-sifat yang menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C4 antara lain
aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah,
transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan
sifat fisiologis dan anatomis yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil
(Muhadjir, 1998).
6

Klasifikasi

Menurut Muhadjir (1998), klasifikasi dari tanaman jagung adalah sebagai


berikut:
Regnum : Plantae
Kelas : Spermatophyta
Ordo : Tripsaceae
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.

Morfologi

Sistem perakaran jagung terdiri dari akar-akar seminal yang tumbuh ke bawah
pada saat biji berkecambah; akar koronal yang tumbuh ke atas dari jaringan batang
setelah plumula muncul; dan akar udara (brace) yang tumbuh dari buku-buku di atas
permukaan tanah. Akar-akar seminal terdiri dari akar-akar radikal atau akar primer
ditambah dengan sejumlah akar-akar lateral yang muncul sebagai akar adventious pada
dasar dari buku pertama di atas pangkal batang. Pada umumnya akar-akar seminal
berjumlah 3-5, tetapi dapat bervariasi dari 1-13. Akar koronal adalah akar yang tumbuh
dari bagian 'dasar pangkal batang. Akar udara tumbuh dari buku-buku kedua, ketiga
atau lebih di atas permukaan tanah, dapat masuk ke dalam tanah. Akar udara ini
berfungsi dalam asimilasi dan juga sebagai akar pendukung untuk memperkokoh batang
terhadap kerebahan. Apabila masuk ke dalam tanah, akar ini akan berfungsi juga
membantu penyerapan hara (Muhadjir, 1998).
7

Gambar 1. Akar tanaman jagung (Muhadjir, 1998)

Batang jagung beruas - ruas yang jumlahnya bervariasi antara 10 - 40 ruas,


umumnya tidak bercabang kecuali ada beberapa yang bercabang beranak yang muncul
dari pangkal batang, misalnya pada jagung manis. Panjang batang berkisar antara 60-
300 cm tergantung dari tipe jagung. Ruas-ruas bagian atas berbentuk agak silindris,
sedangkan bagian bawah bentuknya agak bulat pipih. Tunas batang yang telah
berkembang menghasilkan tajuk bunga betina. Bagian tengah batang terdiri dari sel - sel
parensim dengan seludang pembuluh yang diselubungi oleh kulit yang keras di mana
termasuk lapisan epidermis (Muhadjir, 1998).

Gambar 3. Batang tanaman jagung (Muhadjir,1998)


8

Daun jagung muncul dari buku-buku batang, sedangkan pelepah daun


menyelubungi ruas batang untuk memperkuat batang. Panjang daun jagung bervariasi
antara 30 - 150 cm dan lebar 4 - 15 cm dengan ibu-tulang daun yang sangat keras. Tepi
helaian daun halus dan kadang-kadang berombak. Terdapat juga lidah daun (ligula)
yang transparan dan tidak mempunyai telinga daun (auriculae). Bagian atas epidermis
umumnya berbulu dan mempunyai barisan memanjang yang terdiri dari sel-sel
bulliform (Muhadjir, 2002).

Gambar 2. Daun tanaman jagung (Muhadjir, 1998)

Hal yang unik dari tanaman jagung dibanding dengan tanaman serealia yang lain
adalah karangan bunganya. Jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) di
mana bunga jantan (staminate) terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina
(pistilate) terletak pada pertengahan batang. Tanaman jagung bersifat protrandy di mana
bunga jantan umumnya tumbuh satu sampai dua hari sebelum munculnya rambut (style)
pada bunga betina. Oleh karena bunga jantan dan bunga betina terpisah ditambah
dengan sifatnya yang protrandy, maka jagung mempunyai sifat penyerbukan silang.
Produksi tepung-sari (polen) dari bunga jantan diperkirakan mencapai 25.000 - 50.000
butir tiap tanaman. Bunga jantan terdiri dari gluma, lodikula, palea, anther, filarnen dan
lemm. Adapun bagian-bagian dari bunga betina adalah tangkai tongkol, tunas, kelobot,
calon biji, calon janggel, penutup kelobot dan rambut - rambut (Muhadjir, 1998).
9

Gambar 4. Bunga tanaman jagung (Subekti, 2007)

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.


Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian
atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada
bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10 - 16 baris biji yang jumlahnya selalu genap.
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau
testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu
pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme
pengganggu dan kehilangan air; endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75
% dari bobot biji yang mengandung 90 % pati dan 10 % protein, mineral, minyak, dan
lainnya; dan embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamula,
akar radikal, skutelum, dan koleoptil (Hardman dan Gunsolus 1998).
Protein endosperm biji jagung terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan
kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin (larut dalam air), globumin (larut dalam
larutan salin), zein atau prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan glutein
(larut dalam alkali). Pada sebagian besar jagung, proporsi masing-masing fraksi protein
adalah albumin 3 %, globulin 3 %, prolamin 60 %, dan glutein 34 % (Subekti, 2007).
10

Gambar 5. Tongkol tanaman jagung (Subekti, 2007)

Menurut Umiyasih dan Wina (2008) biji pada jagung disebut kariopsis, dinding

ovari atau pericarp melebur dan menyatu dengan testa (kulit biji) membentuk dinding

buah. Biji jagung tersusun dari tiga bagian yaitu pericarp, endosperm, dan embrio. Hal

ini sesuai dengan pendapat Effendi (2007) bahwa biji jagung terdiri dari tiga bagian

yaitu pericarp yang terletak pada lapisan terluar biji, endosperm merupakan lapisan

setelah pericarrp berfungsi sebagai cadangan makanan biji, dan embrio atau lembaga

yang terletak pada bagian paling dalam. Embrio merupakan miniatur tanaman yang

terdiri atas plamula, akar radikal, scutelum dan koleoptil.


11

Gambar 6. Biji tanaman jagung (Effendi, 2007)

Defisiensi Unsur Hara pada Tanaman Jagung

Menurut Marschner (1986), di samping gejala umum ini, terdapat pula gejala
khas yang menandai defisiensi hara, antara lain:
1. Nitrogen (N)
Gejala defisiensi N ditandai dengan menguningnya daun tua secara merata tapi
daun muda atau tajuk tetap hijau terang, dan untuk jagung, tulang utama menguning
dengan tepi daun tetap hijau memanjan.
Status nitrat dapat diuji dengan meneteskan diaphenil amina ke dalam batang. Jika
tidak berwarna berarti rendah, sedangkan jika berwarna gelap berarti tinggi.
Pemberian zat N terlalu banyak bagi tanaman penghasil buah akan kurang baik karena:
a. Akan banyak menghasilkan daun dan batang
b. Batang lembek dan mudah rebah
c. Kurang menghasilkan buah
d. Dapat melambatkan masaknya biji atau buah.
2. Phosfor
Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi
lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap. Pada tanaman jagung, defisiensi P
ditandai tajuk atau dedaunan muda berwarna hijau gelap, dan dedaunan tua secara
merata seringkali berwarna ungu (pada jagung) atau merah. Pertumbuhan tanaman
kerdil secara proporsional (trubus dan akar) akibat tertundanya pertumbuhan sel-sel,
pada stadia perkecambahan timbul warna hijau gelap keunguan. Kemudian tanaman
menjadi kuning. Gejala yang lainnya yaitu terganggunya penyerbukan, tertundanya
pembentukan dan pematangan buah. Pada pucuk apel, dijumpai daun berwarna perak
atau ungu.
3. Kalium
Defisiensi Kalium memang agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini
jarang ditampakkan ketika tanaman masih muda, jadi agak berlainan dengan gejala-
gejala difisiensi N dan P. Gejala yang terdapat pada daun terjadi secara setempat. Pada
permulaannya, tampak agak mengkerut dan kadang-kadang mengkilap. Selanjutnya
12

sejak ujung dan tepi daun tampak menguning, warna seperti ini tampak pula di antara
tulang-tulang daun, pada akhirnya daun tampak bercak-bercak kotor, berwarna coklat,
sering pula bagian yang berbercak ini jatuh sehingga daun tampak bergerigi dan
kemudian mati. Gejala yang terdapat pada batang yaitu batangnya lemah dan pendek-
pendek sehinga tanaman tampak kerdil. Gejala yang tampak pada buah misalnya buah
kelapa dan jeruk banyak yang berjatuhan sebelum masak, sedang masaknya buahpun
berlangsung sangat lambat. Bagi tanaman yang berumbi menderita defisiensi K hasil
umbinya sangat kurang dan kadar hidrat arangnya demikian rendah.

Biota Tanah

Organisme tanah atau disebut juga biota tanah merupakan semua makhluk
hidup, baik hewan (fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada dalam sistem tanah.). Fauna tanah merupakan bagian ekosistem
tanah yang kehidupannya tidak sendiri, melainkan berinteraksi dengan faktor lain di
dalam lingkungan. Fauna tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun di dalam tanah. Kelompok hewan tanah sangat banyak dan
beraneka ragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca,
Arthropoda hingga Vertebrata (Suin, 2006).

Makrofauna

Peran aktif makrofauna tanah dalam menguraikan bahan organik tanah dapat
mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung faktor
lingkungan disekitarnya (Rahmawti, 2012).
Rahmawati (2012) menjelaskan penggunaan pupuk kimia sintetik dan
insektisida sintetik secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai permasalahan
minimnya kajian dan penelitian tentang makrofauna tanah menyebabkan kurangnya
13

informasi dan pengetahuan tentang makrofauna tanah. Meskipun telah banyak yang
melaporkan tentang peran makrofauna tanah dalam sistem reproduksi tanaman
pertanian, tetapi perhatian pada perlunya melakukan konservasi terhadap biodiversitas
makrofauna tanah masih sangat terbatas. Banyak tema penelitian yang masih perlu
dilakukan guna meningkatkan kelestarian dan daya manfaat makrofauna tanah
(Sugiyarto, 2000).

Mesofauna

Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan


energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan
biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah.
Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka
perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal
baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah (Arief, 2001).
Mesofauna tanah merupakan penghuni lingkungan tanah yang memberikan
sumbangan energi dari suatu ekosistem. Hal ini disebabkan karena kelompok fauna
tanah dapat melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah
mati (Rahmawaty, 2004).

Enumerasi Bakteri dan Jamur

Tanah merupakan suatu ekosistem yang mengandung berbagai jenis mikroba


dengan morfologi dan sifat fisiologi yang berbeda-beda. Jumlah tiap kelompok mikroba
sangat bervariasi, ada yang hanya terdiri atas beberapa individu, ada pula yang
jumlahnya mencapai jutaan per g tanah. Banyaknya mikroba berpengaruh terhadap sifat
kimia dan fisik tanah serta pertumbuhan tanaman. Dengan mengetahui jumlah dan
aktivitas mikroba di dalam suatu tanah dapat diketahui apakah tanah tersebut termasuk
subur atau tidak karena populasi mikroba yang tinggi menunjukkan adanya suplai
makanan/energi yang cukup, suhu yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, dan kondisi
ekologi tanah yang mendukung perkembangan mikroba (Hastuti, 2002).
14

Bakteri

Bakteri adalah organisme prokariotik bersel tunggal dengan jumlah kelompok


paling banyak dan dijumpai di tiap ekosistem terestrial. Walaupun ukurannya lebih kecil
daripada aktinomisetes dan jamur, bakteri memiliki kemampuan metabolik lebih
beragam dan memegang peranan penting dalam pembentukan tanah, dekomposisi bahan
organik, remediasi tanahtanah tercemar, transformasi unsur hara, berintegrasi secara
mutualistik dengan tanaman, dan juga sebagai penyebab penyakit tanaman (Hastuti,
2002).
Bakteri tumbuh dengan baik bilamana mempunyai substrat untuk melekat, dan
umumnya terdapat pada sedimen dasar dibandingkan di air. Bakteri dapat dikelompokan
dengan berbagai cara, bakteri yang hidup dilaut termasuk kedalam salah satu dari tiga
kelompok fungsional, yaitu: saproba, ototrof, dan patogenik/ parasitik (Hastuti, 2002).

Fungi

Fungi yang juga disebut jamur, cendawan atau kapang merupakan organisme
eukariotik atau dengan kata lain bermembran inti sejati. Fungi adalah organisme
heterotrof sebagai akibat tidak adanya klorofil dalam sel-selnya. Karena itu jamur hidup
baik sebagai saprofit maupun sebagai parasit, sifat parasit kadang-kadang dapat
menimbulkan penyakit. Sifat ini disebut pathogen (Hastuti, 2002).
Bentuk somatik fungi berupa filamen yang bercabang-cabang. Satu filamen
disebut hifa dan dikelilingi oleh dinding yang seringkali mengandung kitin sebagai
komponen utamanya dan karbohitdrat kompleks lainnya termasuk selulosa.
Pertumbuhan hifa hanya terjadi dibagian ujungnya, jadi hifa memiliki apical growth,
dan membentuk cabang secara periodik di sekitar ujungnya yang nantinya menghasilkan
anyaman hifa yang disebut miselium (Hastuti, 2002).
Fungi bereproduksi baik secara aseksual maupun secara seksual. Pada organisme
yang berbentuk hifa (miselium) terjadi fragmentasi. Fungi membentuk spora aseksual
yang berbeda-beda bentuk dan ukuran, seperti oidium (artrospora), klamidospora, dan
15

konidia. Dalam lingkungan laut, fungi ditemukan dalam sebuah habitat termasuk laut
dalam dimana oksigen masih tersedia untuk respirasinya. Walaupun demikian,
umumnya fungi melimpah didaerah intertidal dan subtidal. Fungi merupakan
decomposer utama pada ekosistem lautan setelah bakteri, terutama diperairan rawa asin
dan komunitas mangrove. (Hastuti, 2002).

Media PDA (Potato Dextrose Agar)

PDA digunakan untuk menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast dan kapang.


Dapat juga digunakan untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu sampel atau
produk makanan. PDA cocok untuk pertumbuhan jamur. PDA mengandung sumber
karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa
sehingga baik untuk pertumbuhan kapang dan khamir tetapi kurang baik untuk
pertumbuhan bakteri (Faradiana, 2016).

Media NA (Nutrient Agar)

Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga
digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,
dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang
dibuat dari ekstrak daging, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang
umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk
pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan
untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni (Faradiana, 2016).
BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan

Benih jagung. Digunakan untuk menanam jagung.


Pupuk kandang ayam. Sebagai pupuk dasar yang akan memperbaiki sifat tanah.
Pupuk Urea. Digunakan untuk memberi nutrisi pada tanaman dengan jumlah 5 gram
per lubang tanam.
Pupuk Phonska plus. Digunakan sebanyak 3 gram per lubang tanam, sebagai nutrisi
bagi tanaman.
Pupuk KCl. Digunakan sebanyak 3 gram per lubang tanam, sebagai nutrisi bagi
tanaman.
Detergen. Digunakan untuk memancing biota tanah yang digunakan dalam metode
pitfall trap.
Kertas koran. Digunakan untuk alas tempat menaruh tanah dengan monolith.
Tanah. Digunkan sebagai media tanam.
Akuades. Digunakan sebagai pelarut.
Media PDA. Digunakan untuk media tumbuh bakteri dan fungi.
Media NA. Digunakan sebagai media tumbuh bakteri.
Air. Digunakan untuk menyiram tanaman dan pencampur dengan deterjen pada
metode pitfall trap.

Alat

Cangkul. Digunak untuk mengelola tanah.


Tugal. Digunakan untuk membuat lubang tanam
Meteran. Digunakan untuk mengukur bedengan.
Gembor. Digunakan sebagai alat dalam penyiraman.
17

Monolith besi. Digunakan untuk mengambil sampel tanah.


Linggis. Digunakan untuk mengambil atau menepikan tanah di sekitar area monolith.
Gelas plastik. Digunakan untuk wadah jebakan pada metode pitfall trap.
Plastik klip. Digunakan sebagai wadah sampel tanah yang telah diambil dengan
monolith.
Petridish. Digunakan sebagai tempat pengembangbiakkan bakteri dan fungi.
Pipet. Digunakan untuk mengambil atau memindahkan larutan.
Lampu Bunsen. Digunakan untuk memanaskan larutan.
Pisau. Digunakan untuk memotong atau mengiris media.
Autoklaf. Digunakan untuk mensterilkan bahan/media.
Hemasitometer. Digunakan untuk menghitung bakteri dan fungi.

Waktu dan Tempat Penelitian

Praktikum ini dilaksanakan setiap Selasa pukul 16.00-18.00 WITA, terhitung sejak
bulan September hingga November, bertempat di Lahan percobaan Fakultas Pertanian,
Laboratorium Produksi Jurusan Agroekoteknogi Fakultas Pertanian Universitas
Lambung Mangkurat, dan Lahan Pertanian Gambut Sapta Marga.

Pelaksanaan

Defisiensi Unsur Hara

Pelaksanaan dari praktikum Defisiensi Unsur Hara adalah sebagai berikut:


1. Membuat satu petakan dengan ukuran 200 x 200 cm.
2. Tanah diolah dan diberi pupuk dasar (pupuk kandang).
3. Setelah satu minggu, tanah ditanami benih dan diberi perlakuan pupuk.
4. Benih yang ditanam adalah benih jagung yang sudah direndam dengan larutan
fungisida.
18

5. Jarak tanam 40 x 60 cm.


6. Setiap lubang tanam diisi dengan 2-3 benih.
7. Lima sampel tanaman diamati setiap minggu selama delapan minggu.

Biota Tanah (Makro dan Meso Fauna)

Pelaksanaan dari praktikum Pengamatan Biota Tanah (Makro dan Meso


Fauna) adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan makro dan meso fauna menggunakan metode monolith dan
pitfall trap.
2. Mengidentifikasi makro dan meso fauna dengan metode monolith dilakukan sekali
di lahan gambut yang sudah pernah diolah dan ditanami.
3. Mengidentifikasi makro dan meso fauna dengan metode pitfall trap dilakukan 3
hari pasca pemasangan.

Biota Tanah (Enumerasi Bakteri dan Jamur)

Pelaksanaan dari praktikum Biota Tanah (Enumerasi Bakteri dan Jamur)


adalah sebagai berikut:
1. Membuat media pertumbuhan bakteri dan fungi.
a. Media NA (Nutrient Agar) untuk menumbuhkan bakteri.
b. Media PDA (Potato Dextrose Agar) untuk menumbuhkan fungi.
2. Isolasi bakteri dan fungi
a. Sampel tanah ditimbang 10 gram kemudian dilarutkan dalam botol yang berisi
aquades 90 mL (10-1), digosok hingga homogen.
b. Pipet 1 mL larutan kemudian masukan ke dalam tabungreaksi bersi 9 mL
aquades (10-2). Vortex hingga homogen.
c. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -2. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -3.
Vortex hingga homogen.
19

d. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -3. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -4.
Vortex hingga homogen.
e. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -4. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -5.
Vortex hingga homogen.
f. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -5. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -6.
Vortex hingga homogen.
g. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -6. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -7.
Vortex hingga homogen.
h. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -7. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -8.
Vortex hingga homogen.
i. Pipet 1 mL dari tabung reaksi 10 -8. masukkan ke dalam tabung reaksi 10 -9.
Vortex hingga homogen.
j. Inokulasikan masing-masing 1 mL dari tabung reaksi 10 -4, 10-5, dan 10-6 ke
dalam media PDA. Bungkus pertidish dengan kertas yang ditandai dengan 10 -4,
10-5, dan 10-6.
k. Inokulasikan masing-masing 1 mL dari tabung reaksi 10 -7, 10-8, dan 10-9 ke
dalam media PDA. Bungkus pertidish dengan kertas yang ditandai dengan 10 -7,
10-8, dan 10-9.
l. Menghitung koloni bakteri dan fungi pada jam ke 24, 48, dan 72 dengan
hemasitometer.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan Kanisius. Badan Kehutanan Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Provinsi
Lampung tahun 2014. Berita Resmi Statistik. Lampung.
Bio Intelligence Service (BIS). 2010. Soil Biodiversity Functions, Threats and Tools for
Policy Makers. Technical Reports.
Breure, A. M. 2004 Soil Biodiversity: Measurements, Indicators, Threats and
SoilFunctions. Leon Spain.
Dobermann, A. and T. Fairhurst. 2000. Rice. Nutrient Disorders and Nutrient
Management. Potash & Phosphate Institute, Potash (PPI) & Phosphate Institute of
Canada (PPIC) and International Rice Research Institute.
Effendi, R. 2007. Botani dan Morfologi Tanaman Jagung. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Faradiana, R. 2016. Pemanfaatan Sumber Karbohidrat yang Berbeda (Umbi Kimpul dan
Umbi Suweg) Sebagai Substitusi Media PDA (Potato Dextrose Agar) Untuk
Pertumbuhan Jamur. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Fitter, A.H dan R.K.M. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Hardjanto. 1990. Pengembangan Kebijakan Ekonomi dalam Pelestarian Hutan. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Way Kanan Propinsi Lampung.
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Hardman & Gunsolus. 1998. Corn Growth and Development. Extension Service.
University of Minesota.
Hastuti, Sri Utami. 2002. Mikrobiologi. UM Press. Malang.
Lavelle, P., M. Dangerfield, C. Fragoso, V. Eschenbremer, D. Lopez Hernandez, B.
Pashanasi and L. Brussaard. 1994. The Relationship Between Soil Macrofauna
and Tropical Soil Fertility. In P.L. Woomer and M.J. Swift. The Biological
Management of Tropical Soil Fertility. New York
Makarim, A.K., U.S. Nugraha, dan U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi
Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Marschner, H. 1986. Mineral Nutrion of Higher Plants. Academic Press Harcourt Brace
Jovanovichpublisher. London.
Muhadjir, F. 1988. Karakter Tanaman Jagung. BPPT. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman. Bogor.
Pratawi, Anggita. 2015. Identifikasi Defisensi Unsur Hara Mobile dan
Penyembuhannya. Universitas Jember Press. Jember.
21

Rahmawti, D. A. 2012. Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Penggunaan


Pupuk Organik (Studi Kasus Pada Petani Jagung Di Desa Surabayan, Kecamatan
Sukodadi, Kabupaten Lamongan). Malang: Program Studi Agribisnis. Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya
Rahmawaty. 2004. “Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah di Kawasan Hutan
Wisata Alam Sibolangit (Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten
Daerah Tingkat II Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara)”. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Subekti, N.A., Syafruddin, Efendi, F., dan Sunarti, S. 2007. Morfologi Tanaman dan
Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Umur Tegakan


Sengondi RPH Jatirejo, Kabupaten Kediri.

Suin, N. M. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Edisi Ke-3. Bumi Aksara. Jakarta.

Umiyasih, U. dan E. Wina. 2008. Pengolahan dan Nilai Nutrisi Limbah Tanaman
Jagung sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Wartazoa.

Anda mungkin juga menyukai