A. Pengertian Stres
Stres adalah beban rohani yang melebihi kemampuan rohani itu sendiri,
sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat (Prabowo, 2014). Stres adalah
Menurut World Health Organisation, stres adalah reaksi atau respons tubuh
terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan) (Sary, Yessy,
2015).
kepada seseorang. Dalam situasi stres terdapat sejumlah perasaan seperti frustasi,
ketegangan, marah, rasa permusuhan, atau agresi. Dengan kata lain, keadaan
B. Penyebab stres
b. Konflik (conflicts) timbulkan tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam
Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma
yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar diri individu, misalnya orang
tua menuntut anaknya agar selalu dapat nilai yang bagus atau istri yang
d. Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada individu,
misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan, dan penyakit yang harus
di operasi.
C. Sumber stres
Sumber stres dapat berubah seiring dengan berkembangnya individu, tetapi kondisi
stres dapat terjadi setiap saat selama hidup berlangsung. Menurut Prabowo (2014)
a. Diri individu
Hal ini berkaitan dengan adanya konflik. Pendorong dan penarik dari konflik
(2014)), yaitu:
Muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama baik.
2) Avoidance-avoidance Conflict
Muncul ketika kita dihadapkan pada satu pilihan antara dua situasi yang
Muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dan tidak menarik dalam
satu tujuan atau situasi. Contohnya, seseorang yang merokok dan ingin
b. Keluarga
adalah hadirnya anggota baru, perceraian dan adanya keluarga yang sakit,
Menurut Karnadi dalam Surbakti (2008), Tanda dan gejala stres merupakan
kaki, dan lain sebagainya. Tanda-tanda emosi meliputi; cemas, depresi, kecewa,
marah atau bermusuhan, tidak berdaya, tidak sabar, mudah tersinggung, gelisah,
dan lain sebagainya. Sedangkan tanda-tanda perilaku meliputi; gangguan pola tidur,
yang belum selesai, reaksi berlebih, berbicara terlalu keras atau cepat.
sebagai berikut :
a. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya
b. Stres tahap II
sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-
keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang
hari, karena tidak cukup waktu untuk istirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain
dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan
5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).
d. Stres tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul yang ditandai dengan hal-hal sebagai
berikut :
6) Seringkali menolak ajakan karena tidak ada semangat dan tidak ada
kegairahan.
e. Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V,
psychological exhaustion).
sederhana.
f. Stres tahap VI
panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Gambaran stres tahap VI ini adalah
sebagai berikut :
Menurut Nasution I.K (2007) menjelaskan bahwa secara fisiologi, situasi stres
mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem
neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf
simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan
mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung
dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula
adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem
korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia
yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus.
Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui
aliran darah ke korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok
hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga
memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon.
Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah
aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam
respons fight or flight.
Menurut Sunaryo (2004), ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi stres yaitu,
sebagai berikut :
- Faktor biologis-Herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofisiologik dan
neurohormonal.
pasca traumatik. Tetapi tidak setiap orang mengalami gangguan stres pasca
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya stres adalah usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, tingkat kesehatan seseorang dan juga faktor kepribadian yang
H. Macam-macam Stres
Lestari (2015), kondisi stres seseorang dapat dikelompokkan menjadi dua macam :
a. Kondisi eustres (tidak stres) : seseorang dapat mengatasi stres dan tidak ada
b. Kondisi distress (stres) : pada saat seseorang menghadapi stres terjadi gangguan
pada 1 atau lebih dari organ tubuh tersebut tidak dapat menjalakan fungsi
dengan baik.
I. Tingkat Stres
Menurut Suzanne & Brenada dalam Wulandari (2012) tingkat stres dibagi menjadi
3 tingkatan, yaitu :
a. Stres Ringan
Stres ringan adalah stres yang dihadapi secara teratur, biasanya dirasakan setiap
individu, misalnya lupa, banyak tidur, kemacetan, dan kritikan mengatakan pada
b. Stres Sedang
Stres sedang adalah stres yang terjadi lebih lama, dari beberapa jam sampai hari.
Fase ini di tandai dengan kewaspadaan, fokus pada indra pengelihatan dan
c. Stres Berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai tahun.
Semakin sering dan lama situasi stres, semakin tinggi resiko kesehatan yang
ditimbulkan.
Menurut Potter dalam Surbakti (2008), Stres dibagi menjadi tiga tingkatan
pertama; tingkat ringan apabila stressor yang dihadapi setiap orang teratur seperti
terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, situasi seperti ini biasanya berlangsung
beberapa menit atau jam dan belum berpengaruh kepada fisik dan mental hanya
saja mulai sedikit tegang dan was-was. Dikatakan stres sedang apabila berlangsung
lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pada tingkat medium ini
individu mulai kesulitan tidur, sering menyendiri dan tegang. Dikatakan stres berat
apabila situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa
tahun. Pada keadaan stres berat ini individu sudah mulai ada gangguan fisik dan
mental.
Menurut Fitriyanti (2015), ada beberapa instrument pengukuran stres yang sering
digunakan yaitu :
a. Kessler Psychological Distress Scale
Terdiri dari 10 pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan skor 1 untuk
mengalami stres, dan 5 untuk jawaban dimana responden selalu mengalami stres
dalam 30 hari terakhir. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.
Merupakan Self report questionare yang terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat
mengevaluasi tingkat stres beberapa bulan yang lalu dalam kehidupan subjek
penelitian. Skor PSS diperoleh dengan revesing responses (sebagai contoh, 0=4,
1=3, 2=2, 3=1, 4=0) trehadap empat soal yang bersifat positif (pertanyaan 4,5,7,
Terdiri dari 54 pertanytaan yang merupakan suatu skala yang terdiri dari
kejadian umum yang tidak menynangkan bagi para mahasiswa. Dan diukur
Merupakan alat ukur stres yang dikemukakan oleh Lovibond pada tahun 1995.
DASS adalah laporan yang diisi oleh responden yang didesain untuk mengukur
tingkat emosi negative dari depresi, ansietas, dan stres. Item pertanyaan untuk
1) Normal : 0-29
A. Pengkajian
Menurut Keliat et.al (2006), salah satu pilar praktek keperawatan kesehatan jiwa
komunitas adalah pelayanan keperawatan dengan menggunakan pendekatan asuhan
keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Asuhan keperawatan yang baik sangat
dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok
dan komunitas secara sistematis dan terorganisir.
Perawat CMHN bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan jiwa
komunitas kepada kelompok keluarga yang sehat jiwa, kelompok pasien dan keluarga
yang risiko masalah psikososial dan kelompok pasien dan keluarga dengan gangguan
jiwa. Perawat CMHN di NAD telah dibekali pengetahuan dan keterampilan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa di masyarakat. Dalam
rangka mengaplikasikan konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas digunakan
pendekatan proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Pendekatan yang digunakan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi :
1. Pengkajian
Pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian 2 menit
berdasarkan keluhan pasien. Setelah ditemukan tanda-tanda yang menonjol
yang mendukung adanya gangguan jiwa maka pengkajian dilanjutkan dengan
menggunakan format pengkajian kesehatan jiwa. Data yang dikumpulkan
mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa, pengkajian psikososial dan
pengkajian status mental. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui
wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan langsung terhadap kondisi
pasien serta melalui pemeriksaan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian, baik
masalah yang bersifat aktual (gangguan kesehatan jiwa) maupun yang berisiko
mengalami gangguan jiwa. Jika perawat menemukan anggota masyarakat yang
mengalami gangguan jiwa maka perawat harus berhati-hati dalam
penyampaiannya kepada pasien dan keluarga agar tidak menyebutkan gangguan
jiwa karena hal tersebut merupakan stigma dalam masyarakat. Adapun diagnose
keperawatan yang diidentifikasi penting untuk pasca bencana adalah:
a. Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja :
1) Depresi
2) Perilaku kekerasan
b. Masalah kesehatan jiwa pada usia dewasa :
1) Harga diri rendah
2) Perilaku kekerasan
3) Risiko bunuh diri
4) Isolasi sosial
5) Gangguan persepsi sensori : halusinasi
6) Gangguan proses pikiran waham
7) Defisit perawatan diri
c. Masalah kesehatan jiwa pada lansia :
1) Demensia
2) Depresi
3. Perencanaan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan
kesehatan jiwa yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu penggunaan
berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan dengan
pasien, pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa; perawatan mandiri (aktivitas kehidupan sehari-hari) meliputi
kebersihan diri, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil; terapi
modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi lingkungan dan terapi
keluarga; tindakan kolaborasi (pemberian obat-obatan dan monitor efek
samping). Dalam menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa
untuk mengatasi satu diagnose keperawatan diperlukan beberapa kali pertemuan
hingga tercapai kemampuan yang diharapkan baik untuk pasien maupun
keluarga. Rencana tindakan keperawatan ditujukan pada individu, keluarga,
kelompok dan komunitas.
a. Pada tingkat individu difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam
ADL dan keterampilan koping adaptif dalam mengatasi masalah.
b. Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam
merawat pasien dan mensosialisasikan pasien dengan lingkungan.
c. Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam rangka
sosialisasi agar pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan.
d. Pada tingkat komunitas difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat
tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, menggerakkan sumber-sumber
yang ada dimasyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga.
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat.
Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
saat ini. Perawat bekerjasama dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain
dalam melakukan tindakan. Tujuannya adalah memberdayakan pasien dan
keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya serta meningkatkan
keterampilan koping dalam menyelesaikan masalah. Perawat bekerja dengan
pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka dan
memfasilitasi pengobatan melalui kolaborasi dan rujukan.
5. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan pasien dan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah. Kemampuan yang
diharapkan adalah:
a. Pada tingkat individu diharapkan pasien mampu :
1) Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuannya
2) Membina hubungan dengan orang lain dilingkungannya secara bertahap
3) Melakukan cara-cara menyelesaikan masalah yang dialami
b. Pada tingkat keluarga diharapkan keluarga mampu :
1) Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien hingga pasien mandiri
2) Mengenal tanda dan gejala dini terjadinya gangguan jiwa
3) Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa atau kekambuhan
4) Mengidentifikasi perilaku pasien yang membutuhkan konsultasi segera
5) Menggunakan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat seperti
tetangga, teman dekat dan pelayanan kesehatan terdekat.
6. Monitoring dan Evaluasi
Menurut Mockler (1984) dalam Keliat et.al (2006) pengendalian manajemen
adalah kegiatan sistematis yang terdiri dari menentukan standar prestasi kerja,
menetapkan tujuan, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi
kinerja. Hasil evaluasi kinerja dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan, untuk mengetahui pencapaian tujuan dan penyimpangan serta
mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan bahwa
sumber daya yang digunakan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
Fitriyanti, Suci. 2015. Hubungan Status Gizi Dengan Tingkat Stres Mahasiswa Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran UNSYIAH.
Keliat. A.K. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Kedokteran EGC
Lestari, Titik. (2015). Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Nasution, I.K., (2007). Stres pada Remaja. Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3637/1/132316815%281%29. Pdf.
Diakses jam 22.40 WITA, 01 Februari 2018
Saam, Zulfan., & Wahyuni, Sri. (2013). Psikologi Keperawatan. Ed.1. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sary, Yessy Nur Endah. (2015) Buku Ajar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Paranama
Publishing.
Surbakti, Erwinsyah Putra. 2008. Stres Dank Ping Pada Lansia Pada Masa Pensiun
Dikelurahan Pardomuan Kecamatan Siantar Timur Kotamadya Pematang Siantar.
Wulandari, Resti Putri. 2012. Hubungan Tingkat Stres Dengan Gangguan Tidur Pada
Mahasiswa Skripsi Di Salah Satu Fakultas Rumpun Science-Technology UI