Anda di halaman 1dari 2

Judul: Keberadaan Hukum Adat di zaman modern

Nama: Muhammad Ryhan Aghani.


Asal dari: Sampit, Kalimantan Tengah.
Status: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari beberapa pulau-pulau dan juga di huni
oleh berbagi macam suku di dalamnya, menurut sensus Badan Pusat Statistik pada tahun 2010,
jumlah suku yang berada di Indonesia terdiri dari 1.340 suku, tentunya mereka masyarakat suku
tersebut hidup dalam aturan berupa hukum adat tiap daerah yang bermaca-macam jenisnya.

Secara Bahasa hukum adat berasal dari serapan Bahasa Arab yaitu Hadazt yang memiliki makna
sesuatu yang diulang-ulang hingga menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan masyarakat adat.
Menurut Dr.Sukanto hukum adat adalah kumpulan dari pada adat yang tidak dibukukan yang
mempunyai sifat paksaan disertai sanksi didalamnya.

Dalam konstitusi negara kita juga mengakui keberadaan hukum adat, hal tersebut tertuang pada
pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan ”Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang”, dapat kita pahami bahwa negara turut serta mengaku
keberadaan hukum adat selama tidak bertentangan dengan perkembangan masyarakat dan
undang-undang.

Dalam masyarakat Dayak khusunya Kalimantan Tengan, peraturan tentang kelembagaan Adat
Dayak diatur dalam peraturan daerah Provinsi Kalimantan Tengah nomor 16 tahun 2008, dalam
konsiderannya, pembentukan kelembagaan adat tersebut bertujuan untuk membantu dan
mendukung pemerintah provinsi dalam proses pengembangan serta pelestarian budaya dalam
daerah otonom.

Jenis-jenis sanksi yang di berikan kepada pelanggar hukum adat juga di atur dalam pasal 32,
penjatuhan sanksi dilakukan oleh Kerapatan Mantir, Adapun sanksi yang diberikan berupa:
Nasehat atau tegura berupa ucapan maupun tulisan, pernyataan permohonan maaf berupa lisan
dan atau tulisan, penjatuhan denda dan ganti kerugian, dikucilkan dari masyarakat adat serta
tidak diperbolehkan mengikuti upacara adat, di keluarkan dari keanggotaan masyarakat adat.
Masih banyak lagi sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan hukum adat setempat.

Adapun prihal jenjang kelembagaan adat Dayak di awali oleh Lembaga adat tingkat nasional,
Lembaga adat tingkat provinsi, Lembaga adat tingkat kabupaten/kota, Lembaga adat tingkat
kecamatan, dan Lembaga adat tingkat desa/kelurahan. Prihal tugas dan fungsi dari kelembagaan
tersebut di atur secara jelas dalam pasal 4 nomor 16 tahun 2008 tentang peraturan kelembagaan
adat Dayak.

Penulis sendiri mengharapkan agar pengetahuan tentang konsep hukum adat di kalimanta tengah
ini di sosialisasikan ke berbagai tingkatan mulai dari kabupaten, kecamatan, hingga kedesa-desa
di karenakan masyarakat yang hidup di pulau Kalimantan, khususnya Kalimanta Tengah, tidak
hanya terdiri dari masyarakat asli suku Dayak, tapi juga terdiri dari para pendatang, mulai dari
suku Jawa, Sumatera, Papua dan sebagainya. Dengan dilakukannya sosialisasi ini diharapkan
keberadan dari hukum adat tidak hanya berupa tekstual saja, namun juga di implementasikan
dalam kehidupan bermasyarakat, agar supaya prinsip-prinsip yang tertuang dalam hukum adat
dapat terus dilestarikan

Anda mungkin juga menyukai