Anda di halaman 1dari 11

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : ESTER LYTA LIMBONG

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043285051

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4204/ Hukum Adat

Kode/Nama UPBJJ : 50/ Samarinda

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
HKUM4204-1

NASKAH TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2021/22.2 (2022.1)

Fakultas : FHISIP/ Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/ Nama MK : HKUM4204/ Hukum Adat
Tugas :1

PENYELESAIAN

1.1. Hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan dibuat dari tingkah laku masyarakat
yang tumbuh dan berkembang, sehingga menjadi sebuah hukum yang ditaati secara tidak tertulis.
Hukum adat diakui oleh negara sebagai hukum yang sah. Setelah Indonesia merdeka, dibuatlah
beberapa aturan yang dimuat dalam UUD 1945, salah satunya mengenai hukum adat. Seperti
salah satu dasar hukum berikut ini, yaitu pasal 18B ayat 2 UUD Tahun 1945: “Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang”. Sumber hukum adat dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:
a. Sumber pengenal, dimana menurut B Ter Haar, sumber pengenal hukum adat adalah
keputusan penguasa adat. Namun hal itu dibantah oleh Mohammad Koesnoe yang
menurutnya sumber pengenal hukum adat adalah apa yang benar-benar terlaksana di dalam
pergaulan hukum dalam masyarakat yang bersangkutan, baik tingkah laku yang sekali atau
berulang kali dilakukan.
b. Sumber isi, dimana sumber isi hukum adat adalah kesadaran hukum yang hidup di
masyarakat adat.
c. Sumber pengikat, dimana sumber pengikat hukum adat adalah rasa malu yang muncul oleh
karena berfungsinya sistem nilai dalam masyarakat Adat yang bersangkutan atau karena
upaya-upaya lain yang pada akhirnya akan mengenai orang yang bersangkutan apabila ia
tidak mematuhi hukum yang ada. Dengan kata lain, kekuatan mengikat Hukum Adat adalah
kesadaran hukum anggota masyarakat adat yang bersangkutan.
Unsur-unsur Hukum Adat, terdiri dari :
a. Unsur material, adanya kebiasaan atau tingkah laku yang tetap diulang-ulang, artinya suatu
rangkaian perbuatan yang sama.
b. Unsur intelektual, kebiasaan itu harus dilakukan karena ada keyakinan bahwa hal itu
dilakukan secara objektif.
Adapun hukum adat memiliki beberapa sifat, yaitu:
a. Kebersamaan
b. Bersifat religius-magis
c. Bersifat konret atau nyata
d. Bersifat kontan atau tunai.
Bentuk Hukum Adat berbeda dengan sistem hukum yang berkembang lainnya, hukum adat
adalah hukum yang tidak tertulis. Hukum ini tumbuh, berkembang dan hilang sejalan dengan
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Sejumlah hukum adat sempat diupayakan untuk
dijadikan hukum perundang-undangan dan dengan begitu didorong agar memperoleh bentuk
tertulis. Hasil analisis saya terkait arti Hukum Adat jika dilihat pada kepemimpinan Ninik
Mamak pada masyarakat Minangkabau yang mencari pemecahan masalah melalui musyawarah
mufakat sesuai dengan yang dijelaskan oleh pakar Hukum Adat tertentu merupakan suatu
pendekatan ilmu hukum yuridis normatif dengan objek, yaitu Hukum Adat berarti mempelajari
apa, apa lembaganya, bagaimana lembaganya bekerja dan kaidah-kaidah yang mengatur lembaga
dimaksud. Indonesia sebagai negara hukum yang dengan jelas termaktub dalam UUD 1945 dan
nilai hukum tersebut telah dirumuskan para pendiri bangsa dalam pembukaan UUD 1945 sebagai
rechtsidee bangsa Indonesia, yaitu sebagai hukum yang berwatak melindungi, mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bersifat kerakyatan dan merupakan pernyataan
kesusilaan dan moralitas yang tinggi. Dalam hal ini, kepemimpinan Ninik Mamak pada
masyarakat Minangkabau dapat dikatakan sebagai sumber dari Hukum Adat pada masyarakat
Minangkabau untuk menciptakan dan menjalankan unsur-unsur dan sifat dari Hukum Adat.

Untuk menjawab soal No. 1.1. pada tugas ini sumber yang saya baca adalah :
1. Buku Materi Pokok HKUM4204/3SKS/Modul1-9 (Marhaeni Ria Siombo, JM. Henny
Wiludjeng)
2. https://umsu.ac.id/apa-itu-hukum-adat/
3. https://news.detik.com/berita/d-5934792/hukum-adat-artinya-apa-pengertian-hukum-adat-
sumber-dan-tujuan
4. http://ejournal.uki.ac.id/index.php/tora/article/download/1105/932/
5. http://ejournal.uki.ac.id/index.php/tora/article/view/1105/932
6. https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas/article/download/55779/32948
7. https://www.gramedia.com/literasi/hukum-adat/
8. https://journal.uir.ac.id/index.php/uirlawreview/article/download/1587/1368/
1.2. Ahli F.D Holleman berpendapat dengan Van Vollenhoven bahwa Hukum Adat adalah norma-
norma yang hidup yang disertai dengan sanksi dan jika perlu dapat dipaksakan oleh masyarakat
atau badan-badan yang bersangkutan agar ditaati dan dihormati oleh para warga masyarakat.
Tidak ada masalah apakah norma-norma tersebut ada atau tidaknya keputusan petugas hukum.
Secara umum dapat diartikan bahwa Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang
terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya
berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Norma terdiri dari
aturan-aturan untuk bertindak, sifatnya khusus, rinci, jelas dan tegas. Dengan sifat tersebut
norma mempunyai wibawa mengatur tindakan individu. Pelanggaran terhadap norma memiliki
akibat hukum (sanksi). Maka, dapat disimpulkan dari hasil analisis saya mengenai norma yang
merupakan salah satu unsur pembentukan hukum adat yang terjadi pada masyarakat
Minangkabau adalah tergantung dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Ninik Mamak yang
dikenal dengan nama penghulu yang merupakan pemimpin adat di Minangkabau.
Kepemimpinan Ninik Mamak dalam masyarakat Minangkabau diyakini adalah seorang yang arif
bijaksana dalam mengambil suatu keputusan atas permasalahan yang terjadi di kalangan anak
dan kemenakan atau masyarakatnya. Prinsip kepemimpinannya yakni setiap persoalan yang
tumbuh di dalam kaum, suku dan nagari dapat dicari pemecahannya melalui musyawarah dan
mufakat. Norma-norma Hukum Adat pada masyarakat Minangkabau tertuang dalam peraturan
yang dapat diringkas dalam sistematika yang disebut Undang nan Empat yaitu:
1. Undang-Undang Luhak dan Rantau yang berbunyi sebagai berikut:
Luhak bapangulu
Rantau barajo
Bajalan samo indak tasundak
Malenggang samo indak tapampeh
Masyarakat Minangkabau meyakini adanya kesatuan genealogis semua nagari-nagari dalam
wilayah Minangkabau dan juga kesatuan genealogis penduduknya. Karena itu Adat Minang
sebagai produk budaya adalah satu kesatuan juga. Nenek moyang orang Minangkabau
diyakini turun dari puncak Gunung Marapi dan Nagari tertua di Minangkabau adalah nagari
Pariangan di Kabupaten Tanah Datar sekarang. Orang-orang yang satu keturunan menurut
garis keturunan Ibu berkelompok membentuk sebuah suku dan dipimpin oleh seorang laki-
laki yang disebut Penghulu. Aturan ini berlaku di wilayah Minangkabau yang lebih dahulu
berkembang, yaitu di Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Limapuluh Koto. Dalam
perkembangannya, di daerah Rantau, meskipun terdapat juga suku-suku dan Penghulu, tiap-
tiap Rantau dipimpin oleh seorang Raja yang biasanya berasal dari daerah Luhak juga, atau
mendapat mandat dari Raja Pagaruyung.
2. Undang-Undang Nagari yang berbunyi sebagai berikut:
Nagari bakaampek suku
Dalam suku babuah paruik
Basawah baladang
Babalai bamusajik
Balabuah batapian
Undang-Undang Nagari berisi aturan dasar dan syarat-syarat berdirinya sebuah Nagari, yaitu
syarat-syarat yang menunjukkan kemampuan penduduk beberapa kampung untuk
mendirikan suatu susunan masyarakat yang lebih teratur. Syarat-syarat ini, meliputi
kemampuan ekonomi, prasarana dan jumlah penduduk atau suku. Disyaratkan paling kurang
ada empat suku yang akan bergabung dalam nagari dan masing-masing suku itu harus cukup
besar dikatakan yang terdiri dari beberapa paruik atau kelompok yang satu keturunan dari
seorang nenek. Para Penghulu keempat suku itu secara kolektif menjadi pimpinan nagari.
Perkawinan hanya berlaku secara eksogami, yaitu antara warga suku yang berlainan. Harta
benda tidak bergerak, seperti sawah, ladang dan rumah dimiliki secara bersama-sama oleh
kaum perempuan dalam suatu suku dan menjadi pusaka yang dimiliki secara turun-temurun
menurut garis keturunan ibu. Laki-laki mengawasi dan mendayagunakan harta benda.
Semua warga suku dapat mengambil manfaat dari harta benda. Selain prasarana ekonomi,
seperti sawah dan ladang, jalan dan jembatan serta sarana kebersihan, nagari juga harus
mampu mendirikan sebuah Masjid untuk tempat ibadah dan sebuah Balairung tempat para
penghulu bersidang.
3. Undang-Undang dalam Nagari yang berbunyi sebagai berikut:
Barek samo dipikul, ringan samo dijinjing
Saciok bak ayam, sadanciang bak basi,
Sakik basilau, mati bajanguak
Salah batimbang, hutang babayie
Undang-Undang dalam nagari mengatur tata hubungan warga masyarakat dalam sebuah
nagari. Sistem yang dipakai adalah tipikal masyarakat komunal, dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
- Setiap orang secara alami langsung menjadi warga nagari
- Demokrasi langsung, karena para penghulu sangat dekat dengan masyarakatnya,
musyawarah dan mufakat dilaksanakan tanpa diwakilkan.
- Gotong royong, yaitu suatu lebersamaan dalam menghadapi segala masalah dalam
nagari
- Social safety net, artinya semua warga nagari dapat mengandalkan bahwa dirinya akan
dibantu secara bersama-sama oleh masyarakat jika dia mengalami kesusahan yang
mendesak.
Untuk menjaga hubungan yang harmonis dan saling tolong-menolong antar semua warga,
anggota masyarakat nagari selalu berusaha berkomunikasi dengan semua orang dengan
bahasa yang tidak langsung yang disebut baso-basi. Selain itu, pada rites of passage seperti
kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian selalu diadakan acara adat dengan format
yang khusus dan baku, tetapi dapat sedikit berbeda antara satu nagari dengan nagari lainnya
sesuai dengan prinsip adat selingkar nagari.
4. Undang-Undang nan Duapuluh yang berbunyi sebagai berikut:
Undang-Undang nan Duapuluh adalah duapuluh fasal yang dipakai oleh para penghulu
dalam mengadili dan memutus perkara kejahatan yang terjadi dalam nagari. Delapan fasal
yang pertama merinci nama-nama tindak kejahatan, sedangkan duabelas fasal berikutnya
berisi nama-nama tuduhan dan dugaan tindak kejahatan.
- Salah nan Salapan, yaitu:
a. Dago-Dagi, yaitu perbuatan yang menimbulkan kekacauan umum.
b. Sumbang-Salah, yaitu perbuatan tidak senonoh.
c. Samun-Sakar, yaitu perampokan.
d. Maling-Curi, yaitu pencurian.
e. Tikam-Bunuh, yaitu penyerangan dan pembunuhan.
f. Lacung-Kicuh, yaitu penipuan.
g. Upeh-Racun, yaitu pemberian bahan yang mengandung racun untuk membunuh atau
menyebabkan sakit.
h. Siar-Bakar, yaitu pembakaran rumah atau bangunan dengan sengaja.
- Tuduh nan Enam berisi nama-nama tuduhan.
- Cemo nan Enam berisi nama-nama kecurigaan atau dugaan tindak kejahatan.
Kejahatan yang dituduhkan atau diduga dilakukan hanya dapat dihukum jika terbukti secara
meyakinkan.

Untuk menjawab soal No. 1.2. pada tugas ini sumber yang saya baca adalah :
1. Buku Materi Pokok HKUM4204/3SKS/Modul1-9 (Marhaeni Ria Siombo, JM. Henny
Wiludjeng)
2. http://repository.ut.ac.id/4065/1/HKUM4204-M1.pdf
3. file:///C:/Users/User/Downloads/DIMAS%20RIJALUL%20AHMAD%202010003600121-
converted%20(1).pdf
4. https://id.wikipedia.org/wiki/Adat_Minangkabau
5. http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/viewFile/19/19
6. http://digilib.uinsby.ac.id/39736/1/Sri%20Warjiyati_Ilmu%20Hukum%20Adat.pdf

2.1. Minangkabau sering lebih dikenal sebagai bentuk kebudayaan daripada sebagai bentuk negara
atau kerajaan yang pernah ada dalam sejarah. Hal itu mungkin karena dalam catatan sejarah yang
dapat dijumpai hanyalah hal pergantian nama kerajaan yang menguasai wilayah itu. Tidak ada
suatu catatan yang dapat memberi petunjuk tentang sistem pemerintahan yang demokratis
dengan masyarakatnya yang berstelsel matrilineal serta tidak ada catatan sejarah kelahiran sistem
matrilineal ini sebagaimana yang dikenal orang seperti sekarang. Minang atau Minangkabau
adalah kelompok etnis Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah
penganut kebudayaannya, meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara
Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, Barat Daya Aceh dan juga Negeri
Sembilan di Malaysia. Aceh mempengaruhi Hukum A dat di Minangkabau j i ka dilihat pada
zaman Islam di Nusantara sekira abad ke-15 di sekitar pesisir barat Minangkabau. Caranya
melalui dakwah Islam dengan perantaraan para saudagar Aceh. Dimana, daerah yang lebih
dahulu menerima risalah Islam adalah ujung Pulau Sumatera. Pada saat inilah dakwah Islam
berkembang pesat dan lebih sistematis dalam menjangkau seluruh penduduk Minangkabau. Aceh
mempengaruhi hukum adat di Minangkabau dilihat pada zaman Islam di Nusantara dimulai
melalui kalangan istana Pagaruyung sejak abad ke-17. Dalam Tambo dijelaskan, raja pertama
yang memeluk agama ini bergelar Sultan Alif. Dengan demikian, muncul lembaga baru yang
disebut Raja Ibadat sebagai perimbangan daripada Raja Adat yang mengurus persoalan tradisi
dan Raja Alam sebagai eksekutif pemerintahan. Ketiga lembaga itu dihimpun dalam Rajo Nan
Tigo Selo. Di bawahnya terdapat lembaga Tuan Kadi dan Malin. Dasar pengaturan masyarakat
Minangkabaupun bertransformasi. Sebelum kedatangan Islam, filsafat adat Minangkabau
mengambil acuan dari ketentuan alam. Para cerdik cendekiawan mengamati alam dan
menemukan hukum-hukum alam, untuk kemudian dipetik hikmahnya. Setelah Islam diterima,
adat Minangkabau disempurnakan dengan ketentuan agama, yakni sesuai Alquran dan Sunah.
Dengan begitu, ada dua kutub yang menjadi rujukan masyarakat setempat, yakni adat dan
agama. Keduanya saling berdampingan tanpa harus saling meniadakan. Pepatah “Adat basandi
syara’, syara’ basandi kitabullah” merupakan sintesis dari oposisi biner tersebut. Adat berjalan
seiring dengan tuntunan agama (syara’/syariat). Seorang pemuka adat mesti seorang Muslim
yang taat menjalankan syariat Islam. Di saat yang sama, seorang ulama harus memahami adat
Minangkabau secara komprehensif. Pemaknaan “adat basandi syara’, syara’ basandi
kitabullah” telah melalui proses yang amat panjang. Maka dari itu, sampai saat ini pun sulit
memisahkan antara adat dan agama dalam kultur masyarakat Minangkabau.
Untuk menjawab soal No. 2.1. pada tugas ini sumber yang saya baca adalah :
1. Buku Materi Pokok HKUM4204/3SKS/Modul1-9 (Marhaeni Ria Siombo, JM. Henny
Wiludjeng)
2. https://media.neliti.com/media/publications/275410-perkawinan-adat-minangkabau-
f56c5427.pdf
3. https://www.republika.co.id/berita/po7c98458/awal-mula-islam-masuk-ke-ranah-minang
4. https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/4390/Article%20Hukum%20Islam%20
dan%20Hukum%20Adat.pdf?sequence=1
5. https://andaleh-limapuluhkotakab.desa.id/desa/upload/dokumen/Harmonisasi-Hukum-Adat-
Minangkabau-di-Era-Milenium-dan-Internalisasi-Hukum-Islam-dengan.pdf
6. http://www.bukittinggikota.go.id/info/minangkabau-negeri-sembilan
7. https://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/tamaddun/article/download/8087/pdf_27

2.2. Kebudayaan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia sebab kebudayaan
memberikan arah kepada tindakan dan karya manusia. Kebudayaan yang telah ada akan tetap
berjalan meski kadang-kadang wujudnya dapat berubah. Salah satu wujud kebudayaan pada suku
Minangkabau, yaitu aktivitas yang tercermin pada fungsi “niniak mamak” yang seharusnya
“anak dipangku kemenakan dibimbiang” sekarang sudah bergeser sehingga ada kemenakan yang
tidak mengenal mamak mereka sendiri karena berbagai faktor. Secara umum mamak adalah
saudara laki-laki ibu, dimana semua saudara laki-laki ibu, baik adik ibu atau kakaknya adalah
mamak. Dengan demikian, kemenakan adalah anak dari saudara perempuan, baik kakak atau
adik saudara laki-lakinya. Hubungan mamak dengan kemenakan juga alamiah seketurunan atau
sesuku. Mamak bersaudara dengan ibu karena itu dia seketurunan, sedangkan anak adalah
keturunan ibunya, dengan demikian mamak dan kemenakan mempunyai hubungan seketurunan
dan juga sesuku menurut garis matrilineal. Hal ini sejalan dengan pendapat Rangkuto yang
mengatakan bahwa adat Minangkabau mengajarkan bahwa mamak ialah laki-laki yang
bertanggung jawab terhadap anak kemenakannya pria dan wanita dari pihak ibu. Dengan
demikian, seseorang di Minangkabau mempunyai dua pelindung, yaitu: Mamak dan Ayah.
Maka, dapat disimpulkan bahwa teori hubungan antar hukum agama dengan hukum adat yang
sesuai dengan kepemimpinan Ninik Mamak yang telah dimodifikasi dengan nilai-nilai ajaran Islam,
yaitu: bahwa sebagai seorang mamak harus bisa mengajarkan kepada kemenakannya apa yang
baik dan apa yang tidak baik agar kemenakannya taat melaksanakan syariat agama Islam.
Mamak memegang peranan penting dalam pelaksanaan agama kemenakan, mamak sebagai
pengayom dan tauladan bagi kemenakan, mamak harus bisa mengontrol bagaimana ketaatan
beragama si kemenakan. Namun, saat ini karena kesibukan mamak maka yang mendidik anak
dalam bidang agama adalah orang tua dan guru mengaji di sekolah. Dan yang lebih dahulu ada di
Minangkabau adalah adat daripada Islam, namun dalam pembentukan hukum di Minangkabau
yang berlaku adalah Hukum Islam dengan materinya diresapi dari Hukum Adat. Maksudnya
adalah adat yang telah lebih lama berlaku tetap dijalankan selama membawa manfaat kehidupan
umat dan menghindarkan kemudaratan (kerusakan, kesulitan dan keburukan) dari kehidupan
umat.

Untuk menjawab soal No. 2.2. pada tugas ini sumber yang saya baca adalah :
1. Buku Materi Pokok HKUM4204/3SKS/Modul1-9 (Marhaeni Ria Siombo, JM. Henny
Wiludjeng)
2. https://journal.unilak.ac.id/index.php/jib/article/download/3171/1768/
3. https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/21076/16218398479
96_FILE%20SKRIPSI%20IRWANSYAH%20%28AS%29%20PDF.pdf?sequence=1&is
Allowed=y
4. https://brainly.co.id/tugas/51122623
5. http://repository.uin-suska.ac.id/23536/1/file%201.pdf

3.1. Ketentuan mengenai kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum diatur secara
beragam dalam perundang-undangan di Indonesia. Perbuatan hukum selalu mensyaratkan bahwa
seseorang harus dinyatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Contohnya seseorang
dikatakan dewasa sehingga dapat melangsungkan pernikahan yang diatur dalam Pasal 330 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa: “Seseorang dianggap sudah dewasa
jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah.” Pasal tersebut mengharuskan bahwa
seseorang dinyatakan cakap dalam melakukan perbuatan hukum harus terlebih dahulu berusia 21
tahun atau sudah menikah sebelum berusia 21 tahun. Selain itu, ada juga aturan yang
menjelaskan seseorang dikatakan dewasa sehingga dapat melangsungkan pernikahan, yaitu pada
Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan sebagai berikut: “anak yang belum
mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan ada dibawah kekuasaan
orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya”. Menurut Undang-Undang
Perkawinan, seseorang dinyatakan cakap untuk menikah adalah ketika mencapai umur 18 tahun
atau lebih. Seseorang yang belum mencapai umur 18 maka masih dibawah kekuasaan orang
tuanya. Dalam peraturan perundang-undangan yang lain juga diatur mengenai kecakapan
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Contoh yang lainnya adalah Undang-
Undang Jabatan Notaris, Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Pemilihan
Umum dan masih banyak lagi.
Untuk menjawab soal No. 3.1. pada tugas ini sumber yang saya baca adalah :
1. Buku Materi Pokok HKUM4204/3SKS/Modul1-9 (Marhaeni Ria Siombo, JM. Henny
Wiludjeng)
2. https://www.pa-blitar.go.id/informasi-pengadilan/160-untuk-kepentingan-apa-batasan-
usia-dewasa-itu.html
3. https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Yudisia/article/download/3223/2346
4. http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/download/1406/1326
5. https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-batasan-usia-cakap-hukum-dalam-
peraturan-perundang-undangan-lt4eec5db1d36b7
6. https://media.neliti.com/media/publications/213158-keberagaman-pengaturan-batas-usia-
dewasa.pdf

3.2. Jika Randi dan Siti dalam perkawinannya kemudian berpisah 1 tahun kemudian, menurut saya
telah dapat dikatakan dewasa sesuai Pasal 330 KUHPer yang menjelaskan mengenai kedewasaan
seseorang, yaitu: seseorang dianggap dewasa jika telah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun
atau telah kawin. Pasal 330 KUHPer berbunyi “yang belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.” Dalam hal seseorang
telah menikah dan bercerai sebelum sebelum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, berdasarkan
Pasal 330 ayat (2) KUHPer yang berbunyi, “bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka
genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa” artinya
orang-orang tersebut tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Dengan demikian,
secara hukum perdata, seseorang yang bercerai sebelum usianya dewasa, tidak kembali menjadi
orang yang berstatus sebagai belum dewasa atau anak.

Untuk menjawab soal No. 3.2. pada tugas ini sumber yang saya baca adalah :
1. Buku Materi Pokok HKUM4204/3SKS/Modul1-9 (Marhaeni Ria Siombo, JM. Henny
Wiludjeng)
2. https://www.hukumonline.com/klinik/a/status-hukum-orang-yang-bercerai-sebelum-usia-
dewasa-lt513448c95d9f1
3. https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Yudisia/article/download/3223/2346v
4. https://media.neliti.com/media/publications/213158-keberagaman-pengaturan-batas-usia-
dewasa.pdf
Terimakasih..

Salam,
Ester Lyta Limbong
NIM : 043285051

Anda mungkin juga menyukai