Dosen Pembimbing:
Ns. Laksita Barbara, MN
Disusun Oleh:
Dina Krismayanti 2210721035
3. Mekanisme
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi,
difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi
pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2015).
6. Pathway
Faktor Predisposisi
Obstruksi bronkus awal fase ekspirasi Gangguan saraf pernafasan dan otot pernafa
Suplai O2 kejaringan rendah PaO2 rendah PaCO2 tinggi Sesak nafas, nafas pendek
Cairan masuk ke
Nafsu
hipoksemia Kompensasi kardiovaskuler
Gg. metabolisme jaringanGg. pertukaran gas
makan Tahanan
jalan nafas
Ketidakseimbang
Hiperte
Gagal jantung Metabolis
Produksi an nutrisi kurang Kehilangan
Produksi
nsi me
ATP dari keb. tubuh fungsi silia
secret
Intolera
Lelah, lemah
nsi
7. Komplikasi Dan Masalah Yang Mungkin Muncul
a. Hipoksemia
b. Hipoksia
c. Gagal napas
d. Perubahan pola napas
a. Inhalasi oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapsan dengan
menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan
memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia. Menurut
Tarwoto dan Wartonah (2017), terdapat dua system inhalasi oksigen yaitu system
aliran rendah dan system aliran tinggi.
b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola
pernapasan dan membersihkan jalan napas (Eki, 2017)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Bersihan Jalan Napas (SDKI. D. 0149. Hal 18)
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obtruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab: Spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi
neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan,
sekresi yang tertahan, hiperplasia, dinding jalan napas, proses infeksi, respon
alergi, efeksi agen farmakologis, merokok aktif atau pasif, terpajan polutam
Tanda dan gejala
Subyektif
a. Dipsnea
b. Sulit bicara
c. Ortopnea
Obyektif
a. Batuk tidak efektif
b. Tidak mampu batuk
c. Sputung berlebih
d. Mengi, wheezing, atau ronkhi kering
e. Mekonium dijalan napas
f. Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah
Kondisi Klinis Terkait: Gullian barre syndrome, sklerosis multipel,
myasthenia gravis, prosedur diagnostik, depresi sistem saraf pusat, cedera
kepala, struk, kuadriplegia, sindrom aspirasi mekonium, infeksi saluran napas.
a. Obsevasi
Monitor frekuensi, irama,
kedalam dan upaya napas
Monitor pola napas
Monitor kemampuan bantuk
efektif
Monitor adanya produksi
sputum
Monitor adanya sumbatan
jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
Auskultasi suara napas
Monitor saturasi O2
Monitor nilai AGD
Monitor hasil X-ray thorak
b. Terapeutik
Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
Dokumentasikan hasil
pemamtauan
c. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantau
Informasikan hasil
pemantauan
b. Terapeutik
Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemamtauan
c. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantau
Informasikan hasil
pemantauan
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang dibuat
berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi diharapkan dapat nencapai tujuan dan
hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien
(Potter, 2010).
Tujuan dari implementasi aalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam
implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat akan terus
melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai
dengan kebutuhan pasien (Nursalam, 2008).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain sebagai berikut:
1) Secara Mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien
dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.
2) Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim
kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain-lain.
3) Rujukan Ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya
dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
4) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini sangat
penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien.
Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan apakah hasil yang
diharapkan
telah terpenuhi bukan untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah
dilakukan. Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat
untuk melihat apakah tujuan telah terpenuhi.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dengan melihat tujuan dan kriteria hasil yang telah ditentukan, secara umum
tujuan tercapai apabila klien
a. Mampu bernapas dengan normal
b. Menyatakan tidak merasakan sesak
c. Tidak ada perasaan gelisah
d. Mampu berbicara dengan baik
e. Tanda-tanda vital normal
f. Mampu melakukan aktivitas dengan normal
DAFTAR PUSTAKA