Anda di halaman 1dari 12

TUGAS UJIAN MATRIKULASI FARMAKOLOGI

Aplikasi Farmakologi Dalam Pelayanan Kebidanan

Oleh :

Natalia Putri Wulandari


P07224321199

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEBIDANAN PRODI D-IV KEBIDANAN
TAHUN 2021
1. Ketidakpatuhan Antibiotik

Pireksia dapat menyebabkan keguguran. Oleh karena itu, penting bahwa semua infeksi diobati
secara efektif. Primagravida muda mengalami infeksi saluran kemih, di mana dokternya
meresepkan eritromisin 500 mg setiap enam jam. Namun, pasien meminum tablet pada pukul
8.00 pagi, dengan sarapan, pukul 13.00, dengan makan siang, pada pukul 18.00. dengan
makan malam dan pada pukul 10.00 malam. dengan makan malam. Meskipun gejalanya
mereda, beberapa tanda infeksi tetap ada. Tiga hari kemudian, dia dirawat di rumah sakit
karena persalinan prematur dan keguguran.

S : Pasien mengalami pireksia Riwayat pengobatan : Eritromisin 500mg tiap 6 jam

O : Pasien didiagnosa mengalami infeksi saluran kemih

A : Kurang tepatnya cara pasien meminum antibiotic. Dimana pasien meminum


tablet pada pukul 8.00 pagi, dengan sarapan, pukul 13.00, dengan makan siang,
pada pukul 18.00. dengan makan malam dan pada pukul 10.00 malam. dengan
makan malam

P:

1. Menyarankan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter agar mendapatkan


terapi pasca keguguran
2. Lanjutkan pengobatan meski kondisi dirasa sudah membaik. Hal ini penting
dilakukan untuk mencegah kambuhnya infeksi dan kebalnya bakteri. Jika
kondisi tidak membaik setelah obat habis, segera periksakan diri kembali ke
dokter
3. Edukasi pasien agar patuh dalam meminum antibiotic, dimana seharusnya
jika pasien meminum obat pada pukul 08.00, maka seharusnya pasien
kembali meminum obat pada pukul 14.00, 20.00, dan 02.00. Hal tersebut
bertujuan untuk mempertahankan ketersediaan obat didalam darah, dimana
waktu puncak (peak plasma) eritromisin adalah sekitar 4 jam
4. Sebaiknya eritromisin diminum paling tidak 30 menit sebelum makan atau 2
jam setelah makan, karena obat ini akan mudah diserap saat lambung dalam
keadaan kosong
5. Eritromisin paling baik disimpan pada suhu ruangan dan dijauhkan dari
cahaya langsung serta tempat yang lembap

2. Kasus Laporan Infeksi

Wanita hamil harus berhati-hati untuk menghindari paparan infeksi. Seorang wanita hamil
telah melakukan kontak dengan seorang anak yang menderita cacar air. Dia pergi ke dokter
umum dengan ruam yang khas, tetapi hanya ditawarkan pereda gejala untuk gatal. Dua hari
kemudian, dia dibawa ke rumah sakit dalam keadaan sangat sakit, dengan varicella
pneumonia. Dia meninggal, meski mendapatkan terapi antivirus di rumah sakit.

S : Pasien mengalami keluhan gatal, telah melakukan kontak dengan anak yang
menderita cacar air sehingga ibu terpapar penyakit varicella.

O : Muncul ruam pada kulit pasien, Pasien hanya mendapatkan terapi Obat
Pereda gatal di tempat praktek dokter

A : Masalah : pasien hanya mendapatkan obat pereda gatal tanpa mendapatkan


terapi obat antivirus sehingga terjadi komplikasi penyakit dari penyakit
varicella menjadi varicella pneumonia

P : Terapi yang diberikan : tidak hanya diberikan pereda gatal. pasein dengan
varicella pneumonia sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk observasi dan
pemberian antiviral dengan pemantauan oleh dokter dan tenaga medis di rumah
sakit Cara Pemberian obat :

Acyclovir direkomendasikan untuk wanita hamil dengan usia kehamilan


20 minggu atau kurang, jika onset ruam ditemukan dalam 24 jam.
Penggunaan acyclovir dapat secara oral pada varicella pada kehamilan
tanpa komplikasi, dengan dosis 800 mg 5 kali sehari; dan secara
intravena pada varicella pneumonia, dengan dosis 10–15 mg/kgBB setiap
8 jam selama 5-10 hari, dimulai dalam 24-72 jam setelah ruam muncul.

Rekomendasi :
Wanita yang teridentifikasi seronegatif saat hamil dapat ditawarkan untuk
vaksinasi setelah persalinan. Vaksinasi varicella merupakan vaksin hidup
yang dilemahkan sehingga tidak direkomendasikan untuk diberikan
selama kehamilan

Sumber: dr.Akbar Novan Dwi Saputra, SpOG ,https://www.alomedika.com/manajemenvaricella-


pada-kehamilan

3. Kesalahan Pelarut

Seorang wanita berusia 39 tahun telah melahirkan dan mengalami demam, yang diberi
antibiotik, untuk diencerkan dalam larutan saline 0,9 persen atau air untuk injeksi.
Sayangnya, larutan kalium klorida 3% secara keliru diberikan secara intravena. Serangan
jantung segera terjadi
S : Pasien yang telah melahirkan dan mengalami demam
O : Pasien mendapat terapi obat antibiotik
A : Kesalahan dalam penyiapan obat yaitu kesalahan penggunaan pelarut. Seharusnya
menggunakan larutan saline 0,9 % tetapi diberikan pelarut kalium klorida 3 %. Kalium
klorida memiliki efek samping berupa hiperkalemia jika pemberian terlalu cepat atau
melebihi dosis terapeutik. Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia jantung yang
berujung pada kematian
P : Cara Pengelolaan obat : Pengelolaan High Alert Medication (Obat yang harus
diwaspadai) perlu mendapat perhatian serius dari fasilitas kesehatan. Terlebih bentuk
sediaan hampir sama. Rekomendasi :

 Perlu dikembangkan kebijakan pengelolaan obat untuk meningkatkan


keamanan pasien.
 Pemberian label obat yang jelas sehingga memudahkan tenaga medis
dalam pemberian obat dan penyiapan tempat obat obatan High Alert
Medication terpisah.
 .Sosialisasi SOP tentang pemberian obat pada tenaga Medis
 Sosialisai tentang 6 Sasaran Keselamatan Pasien
Sumber : Hestiawati.2015.“Profil pengelolaan Kalium Klorida di RS.Fatmawati”

4. Kesalahan Rute Pemberian


Magnesium sulfat diberikan pada wanita menderita tokolisis berusia 20 tahun. Larutan dibuat
dengan menyuntikkan magnesium sulfat ke dalam kantong infus intravena. Wanita itu mengeluh
merasa agak panas. Infus dihentikan saat pernapasan kecepatan limax/ menit dan TD
135/45mmHg. Pengambilan sampel darah vena menunjukkan konsentrasi tinggi magnesium
(6.95mmol/l
S : Ibu usia 20 thn mengeluh agak panas seteleh disuntikkan MgSo4

O : Respirasi:5x/mnt,TD 135/45mg,sampel darah vena menunjukan konsentrasi

tinggi magnesium (6.95mmol/l)

A :Tokolisis

Masalah: Pemberian MgSO4 langsung dikantong infus intra Vena

P : referensi:hhtp://www.alodokter.com oleh dr.Merry Dame Cristy Pane tanggal 3

Mei 2021

a. Terapi yang harus diberikan untuk kasus:

Apa Itu Magnesium Sulfat (MgSO4)

 Golongan Obat resep Kategori Antikonvulsan, suplemen elektrolit


tambahan
 Manfaat Mengobati hipomagnesemia, mencegah dan mengatasi kejang pada
eklamsia
 Digunakan oleh Dewasa
 Magnesium sulfat (MgSO4) untuk ibu hamil dan menyusui Kategori D:
Ada bukti positif mengenai risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya
manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar daripada risikonya, misalnya
untuk mengatasi situasi yang mengancam nyawa.
 Magnesium sulfat (MgSO4) dapat terserap ke dalam ASI. Bila Anda sedang
menyusui, jangan menggunakan obat ini tanpa berkonsultasi dulu dengan
dokter.
 Bentuk obat Suntik
 Peringatan Sebelum Menggunakan Magnesium Sulfat (MgSO4)
 Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan sebelum menggunakan
magnesium sulfat, yaitu:
a. Beri tahu dokter tentang riwayat alergi yang Anda miliki. Magnesium
sulfat tidak boleh diberikan kepada pasien yang alergi terhadap obat ini.
b. Jika memungkinkan, beri tahu dokter jika Anda sedang mengalami
ketidakseimbangan elektrolit, seperti tingginya kadar magnesium di
dalam darah, tingginya kadar kalsium, gangguan irama jantung yang
berat, seperti blok jantung. MgSO4 tidak boleh diberikan kepada pasien
dengan kondisi tersebut.
c. Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita gagal ginjal,
penyakit jantung, myasthenia gravis, penyakit paru atau saluran
pernapasan, penyakit pada saluran pencernaan.
d. Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau
merencanakan kehamilan.
e. Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat, suplemen, atau
produk herbal tertentu.
f. Segera temui dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat, overdosis,
atau efek samping serius setelah penggunaan magnesium sulfat

b. Cara pemberian obat :

 Kondisi: Pengobatan dan pencegahan kejang pada preeklampsia dan eklamsia


Dosis awal 4 gram selam 5–10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
1–2 gram/jam selama 24 jam postpartum atau setelah kejang terakhir.
 Kondisi: Hipomagnesemia Dosis untuk kondisi hipomagnesemia ringan adalah
1 gram setiap 6 jam. Untuk hipomagnesemia berat dosisnya adalah 1–2 gram
per jam pada 3–6 jam pertama. Dosis selanjutnya 0,5–1 gram per jam,
tergantung kadar magnesium
 Cara Menggunakan Magnesium Sulfat (MgSO4) dengan Benar Magnesium
sulfat suntik akan diberikan oleh dokter atau tenaga medis di bawah
pengawasan dokter di rumah sakit. Selama penyuntikan obat, dokter akan
memantau tekanan darah, pernapasan, dan kondisi pasien.
 Saat digunakan sebagai pengobatan preeklampsia dan eklamsia pada ibu hamil,
di fasilitas kesehatan harus tersedia kalsium glukonas sebagai antidotum
MgSO4. Selain itu, ibu hamil juga harus memiliki frekuensi pernapasan yang
normal dan refleks patela juga harus normal.
 Magnesium sulfat disuntikkan melalui pembuluh darah (intravena/IV), otot
(intramuskular/IM), atau melalui infus. Dosis dan lokasi penyuntikan akan
disesuaikan berdasarkan kondisi, kebutuhan, dan respons pasien terhadap
pengobatan.

C. Efek Samping dan Bahaya Magnesium Sulfat (MgSO4)

Berikut ini beberapa efek samping yang bisa terjadi setelah menggunakan magnesium
sulfat:

 Sakit perut atau diare


 Wajah merah dan terasa hangat (flushing)
 Keringat berlebih
 Tekanan darah turun
 Konsultasikan ke dokter jika efek samping tersebut tidak kunjung reda atau justru
semakin parah. Segera temui dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat atau
efek samping yang lebih serius setelah menggunakan magnesium sulfat, seperti:
 Tingginya kadar magnesium (hipermagnesemia), yang bisa ditandai dengan gejala
berupa ngantuk, hilangnya refleks, mual, muntah, atau denyut jantung lambat
 Rendahnya kalsium (hipokalsemia), yang bisa ditandai dengan gejala berupa mati
rasa atau Tingginya kadar kalium (hiperkalemia), yang bisa ditandai dengan
gejala berupa lemah atau lelah yang tidak biasa atau Suhu tubuh rendah hingga di
bawah 350C (hipotermia) Gangguan sirkulasi darah yang beratping dan Bahaya
Magnesium Sulfat (MgSO4).
Berikut ini beberapa efek samping yang bisa terjadi setelah menggunakan magnesium
sulfat:

 Sakit perut atau diare


 Wajah merah dan terasa hangat (flushing)
 Keringat berlebih
 Tekanan darah turun
 Konsultasikan ke dokter jika efek samping tersebut tidak kunjung reda atau justru
semakin parah. Segera temui dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat atau
efek samping yang lebih serius setelah menggunakan magnesium sulfat, seperti:
 Tingginya kadar magnesium (hipermagnesemia), yang bisa ditandai dengan
gejala berupa ngantuk, hilangnya refleks, mual, muntah, atau denyut jantung
lambat
 Rendahnya kalsium (hipokalsemia), yang bisa ditandai dengan gejala berupa
mati rasa atau
 Tingginya kadar kalium (hiperkalemia), yang bisa ditandai dengan gejala
berupa lemah atau lelah yang tidak biasa atau
 Suhu tubuh rendah hingga di bawah 350C (hipotermia)
 Gangguan sirkulasi darah yang berat
5. ESO Oksitosin

Dalam hal ini Syntocinon diinfuskan selama 21,5 jam sebelum melahirkan. Menjelang
akhir persalinan, pemeriksaan pembekuan menjadi tidak normal. Kehilangan darah 300
ml dicatat saat melahirkan. Dua puluh menit setelah melahirkan, pasien pingsan dengan
tekanan darah yang tidak dapat dicatat. Kematian terjadi pada hari berikutnya, meskipun
ada perawatan intensif

S: keluar darah setelah melahirkan

O: Tampak perdarahan 300cc, tekanan darah tidak dapat tercatat


A: HPP

Masalah: pemberian syntocinon diinfus selama 21,5 jam sebelum melahirkan

P:

a. Terapi yang harus diberikan:

Syntocinon adalah salah satu merek dagang dari obat oksitosin. Obat ini sering dokter
gunakan dalam proses persalinan. Namun, penggunaan obat ini tidak boleh sembarang
karena dapat membahayakan Anda. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah aturan pakai,
dosis, efek samping, dan ketentuan-ketentuan lainnya dari obat Syntocinon.

Golongan obat: Oksitosin.

Kandungan obat: Hormon oksitosin sintesis (synthetic oxytocin).

Apa itu obat Syntocinon?

 Syntocinon adalah obat golongan oksitosin yang mengandung hormon oksitosin


sintetis atau buatan.
 Hormon oksitosin sebenarnya sudah ada dalam tubuh secara alami. Pada wanita,
hormon oksitosin berperan dalam kontraksi rahim saat akan melahirkan normal.
 Serupa dengan cara kerja hormon oksitosin, obat Syntocinon juga memiliki fungsi
untuk merangsang kontraksi rahim.
 Biasanya, dokter menggunakan Syntocinon sebagai obat induksi persalinan untuk
kondisi medis tertentu, seperti diabetes selama kehamilan, preeklampsia pada
akhir masa kehamilan, atau ketuban pecah dini.
 Pada kondisi tersebut, kegunaan dan manfaat obat Syntocinon adalah untuk
mempercepat proses persalinan demi keselamatan ibu dan janin.
 Namun, kondisi lain yang membutuhkan proses persalinan lebih cepat pun
terkadang bisa menggunakan obat ini.
 Selain pada proses persalinan, obat Syntocinon kerap menjadi terapi tambahan
dari praktik aborsi yang tidak lengkap.
 Biasanya, ini diberikan pada wanita hamil yang mengalami keguguran untuk
membantu membersihkan rahim.
 Tak hanya itu, obat Syntocinon bisa dokter gunakan untuk mencegah dan
mengobati perdarahan setelah melahirkan (perdarahan postpartum) yang terkait
dengan atonia uteri.
 Obat Syntocinon tersedia dalam bentuk cairan injeksi yang disuntikkan ke
pembuluh darah melalui infus.
 Obat ini dikemas dalam ampul yang masing-masing berisi 1 mililiter (mL) cairan.
 Adapun setiap 1 mL cairan obat mengandung 10 UI/mL oksitosin serta bahan-
bahan lain sebagai berikut:
 asam asetat,
 alkohol sebanyak 0,61% dari volume,
 chlorobutanol sebanyak 0,5% dari volume,
 1 miligram (mg) natrium asetat,
 0,017 mg natrium klorida, dan
 1 mL air untuk injeksi.
 Sementara untuk dosis obat bisa berbeda tergantung pada kegunaannya. Berikut
adalah dosis obat Syntocinon berikut dengan aturan pakainya.

b. Cara penyimpanan obat:

Oksitosin dapat disimpan dalam suhu ruangan. Namun, untuk menjaga kualitas dan
efektivitas obat, simpanlah oksitosin di lemari es dalam suhu 2–8°C.

c. Efek samping yang mungkin terjadi pada wanita dari penggunaan obat
Syntocinon adalah:

 mual,
 muntah,
 bradikardia (detak jantung lebih lambat dari biasanya),
 sakit kepala,
 hipotensi,
 kompleks ventrikel prematur atau kontraksi ventrikel prematur, dan
 kontraksi rahim yang berlebihan.
 Tak hanya pada ibu, efek samping juga mungkin terjadi pada janin atau bayi yang
baru lahir, termasuk:
o detak jantung janin yang melambat.
o hiperbilirubinemia pada bayi yang baru lahir.
o penyakit kuning pada bayi.
o perdarahan retina.
o Apgar score pada bayi baru lahir yang rendah.
Referensi: hhtp://hellosehat.com tanggal 20 Agustus 2021 oleh dr. Carla
Pramudita Susanto

Anda mungkin juga menyukai