Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga Berencana menurut World Health Organisation (WHO) adalah

tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk menghindari

kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang di inginkan,

mengatur interval diantara kelahiran, mengontrol waktu saat kelahiran dalam

hubungan dengan umur suami dan istri, menentukan jumlah anak dalam keluarga

(Sulistyawati, 2012).

Keluarga yang berkualitas adalah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab,

harmonis dan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk dapat

meningkatkan kualitas hidup bangsa, telah dilaksanakan secara bersamaan

pembangunan ekonomi dan keluarga berencana (Manuaba, 2010)

Berdasarkan data BKKBN jumlah akseptor KB IUD di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2016 tercatat peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah adalah

5.288.125 orang dan tahun 2017 sebanyak 5.083.380 orang. Peserta KB IUD

Tahun 2016 adalah 475.931 (9.0%) 0rang dan tahun 2017 adalah 518.505

orang ( 10.2 %) (Profl Kesahatan Jawa Tengah, 2017).

Peserta KB aktif Kabupaten Jepara Tahun 2016 adalah 164.214 orang

( 72,8% ) dan Tahun 2017 di Kabupaten Jepara sebanyak 136.841 orang

(63,07%), dan cakupan KB IUD pada Tahun 2016 adalah 3.708 0rang ( 6.09% )
2

dan Tahun 2017 sebanyak 3.708 ( 2,83%). Sedangkan Peserta KB aktif Tahun

2018 sebanyak 143.658 orang (66%), dan cakupan KB IUD Tahun 2018

sebanyak 2.256 orang (1,6%) (BKKBN Kabupaten Jepara, 2018)

Ada beberapa kendala yang sering dijumpai di lapangan sehingga

masyarakat enggan menggunakan IUD. Kendala tersebut antara lain:

pengetahuan atau pemahaman yang salah tentang IUD sehingga mempengaruhi

jumlah pemakaian IUD, pendidikan WUS (Wanita Usia Subur) yang rendah

sehingga menyulitkan pengajaran dan pemberian informasi, sikap dan

pandangan negatif masyarakat contohnya mitos bahwa IUD menyebabkan

kemandulan, mudah lepas dan mengganggu hubungan suami, dan terakhir

pengaruh sosial budaya serta tingkat ekonomi yang rendah. Beberapa orang

enggan menggunakan IUD karena keberatan dengan efek samping yang

ditimbulkan, dan beberapa wanita tidak suka jika ada benda asing di tubuhnya

(Varney, 2010)

Peran Bidan dalam pelayanan program KB adalah sebagai konselor

dan fasilitator. Dalam melaksanakan perannya tersebut, langkah-langkah yang

harus dilakukan yaitu jalin komunikasi yang baik dengan klien, nilai kebutuhan

dan kondisi klien, berikan informasi mengenai pilihan metode kontrasepsi yang

dapat digunakan klien, bantu klien menentukan pilihan, jelaskan secara lengkap

mengenai metode kontrasepsi yang telah dipilih klien dan rujuk klien bila

diperlukan . Alat kontrasepsi sangat berguna sekali dalam program KB namun

perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap

orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok
3

untuk dirinya. Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB

yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri

berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia (Kemenkes RI, 2013).

Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi antara

lain faktor pasangan (umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan,

pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu), faktor kesehatan (status

kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

panggul), faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping, biaya), tingkat

pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan dukungan dari

suami/istri. Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan

program KB. Hal ini dikarenakan setiap metode atau alat kontrasepsi yang

dipilih memiliki efektivitas yang berbeda-beda.

Salah satu jenis alat kontrasepsi adalah IUD yang merupakan salah satu

metode kontrasepsi efektif, yaitu pemakaian IUD dengan satu kali pemasangan

untuk jangka waktu yang lama. Perkembangan bentuk IUD serta kesadaran yang

meningkat akan perlunya pengendalian kesuburan dengan teknik pemasangan

yang benar, maka kini IUD telah dapat diterima secara luas di kalangan

masyarakat (Wiknjosastro, 2010 )

Peserta KB aktif Kecamatan Kembang tahun 2016 sebesar 91,1% dan

peserta KB IUD di Tahun 2016 sebesar 1,09%. Pada Tahun 2017 cakupan

peserta KB aktif sebesar 95,1% dan peserta KB IUD di Tahun 2017 sebesar

1,9%. Sedangkan pada Tahun 2018 cakupan peserta KB aktif sebesar 94,3% .

Sedangkan jumlah pengguna kontrasepsi IUD di Puskesmas Kembang dari


4

bulan Januari sampai Desember 2018 sekitar 13 orang akseptor IUD dengan

keluhan Perdarahan 4 akseptor. (Puskesmas Kembang, 2018)

Dari latar belakang dan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk

menyusun Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Wanita

Usia Subur (WUS) Pengguna Akseptor KB IUD Dengan Perdarahan Di

Puskesmas Kembang Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara” .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang tersebut, penulis merumuskan masalah yaitu

“Asuhan Kebidanan Pada Wanita Usia Subur (WUS) Pengguna Akseptor KB

IUD Dengan Perdarahan Di Puskesmas Kembang Kecamatan Kembang

Kabupaten Jepara?”.

C. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup

a. Sasaran

Subjek studi kasus adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peniliti

(Arikunto, 2013). Subjek studi kasus adalah Wanita usia subur akseptor

KB IUD dengan perdarahan.

b. Tempat

Lokasi studi kasus adalah tempat dimana sudi kasus tersebut dilakukan.

(Notoatmodjo, 2012). Lokasi yang digunakan untuk studi kasus ini

adalah Puskesmas Kembang.


5

c. Waktu

Waktu studi kasus adalah waktu waktu penyusunan proposal dari bulan

Januari – Pebruari 2019.

D. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Diharapkan penulis dapat melakukan Asuhan Kebidanan Pada Wanita Usia

Subur (WUS) Pengguna Akseptor KB IUD Dengan Perdarahan Di

Puskesmas Kembang Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara sesuai dengan

7 langkah manajemen kebidanan menurut varney.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengumpulan data klien untuk mengevaluasi keadaan secara

lengkap dengan akseptor KB IUD dengan Perdarahan

b. Menentukan interprestasi data yang meliputi diagnose kebidanan,

masalah, dan kebutuhan pada klien dengan akseptor KB IUD dengan

Perdarahan

c. Merumuskan diagnose potensial pada klien dengan KB IUD dengan

Perdarahan

d. Menentukan kebutuhan segera pada klien dengan akseptor KB IUD

dengan Perdarahan

e. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada klien dengan akseptor KB

IUD dengan Perdarahan

f. Melaksanakan rencana tindakan pada klien dengan akseptor KB IUD


6

dengan Perdarahan

g. Melakukan evaluasi hasil asuhan kepada klien dengan akseptor KB IUD

dengan Perdarahan

E. Manfaat

1. Teoritis

Hasil proposal ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi

perkembangan ilmu kebidanan, khususnya dalam pemberian Asuhan

Kebidanan Pada Wanita Usia Subur (WUS) Pengguna Akseptor KB IUD

Dengan Perdarahan Di Puskesmas Kembang Kabupaten Jepara.

2. Praktis

Dapat meningkatkan mutu pelayanan terutama pada akseptor KB IUD

dengan perdarahan. Dapat mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah

diberikan pada pada akseptor KB IUD dengan perdarahan. Metode

Pengolahan Data

a. Bagi Penulis

Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang nyata

bagi penulis dalam memberi Asuhan Kebidanan Pada Wanita Usia

Subur (WUS) Pengguna Akseptor KB IUD Dengan Perdarahan.

b. Bagi Institusi

Bagi Intitusi dapat dijadikan sumber ilmu pengetahuan khususnya

dalam hal KB IUD bagi pembaca, serta menjadi masukan untuk asuhan

kebidanan selanjutnya.
7

c. Bagi Lahan

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

khususnya penanganan pada KB IUD.

d. Bagi Pasien

Dapat memberikan pengetahuan melalui informasi tentang penyebab

dari KB IUD

F. Metode Pengolahan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan, meliputi:

1. Data Primer

Yaitu pengumpulan data dilakukan secara langsung diambil dari

objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi (Riwidikdo,

2013). Pada akseptor KB IUD dengan Perdarahan, data primer diperoleh

penulis dengan melakukan wawancara serta observasi langsung kepada

pasien.

a. Pemeriksaa Fisik Meliputi

1) Inspeksi

Menurut Nursalam (2009), inspeksi adalah suatu proses

observasi secara sistematis yang dilakukan dengan menggunakan

indra penglihatan, pendengaran, dan penciuman sebagai alat

mengumpulkan data untuk menentukan ukuran tubuh, bentuk tubuh,

warna kulit, dan kesimetrisan posisi. Inspeksi disini dilaksanankan


8

dari kepala sampai kaki, juga untuk mengetahui semburan darah

yang tiba-tiba.

2) Palpasi

Menurut Nursalam (2009), palpasi adalah teknik

pemeriksaan dengan indra peraba untuk mengumpulkan data tentang

suhu, turgor, kelembaban, variasi, dan ukuran. Palpasi dilakukan

untuk menguatkan hasil inspeksi, dalam kasus ini palpasi dilakukan

pada abdomen untuk mengetahui TFU dan kontraksi.

3) Auskultasi

Menurut Nursalam (2009), auskultasi adalah teknik

pemeriksaan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi

yang dihasilkan oleh tubuh meliputi auskultasi jantung dan napas,

apakah ada bunyi rales, ronchi, wheezing, pleural friction.

b. Wawancara

Menurut Notoatmodjo (2012), wawancara adalah suatu metode

yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti

mendapat keterangan atau informasi secara lisan dari seorang sasaran

penelitian (responden), atau bercaka-cakap atau berhadapan muka

dengan orang tersebut (face toface).

c. Observasi

Menurut Arikunto (2013), metode observasi cara yang paling

efektif adalah melengkapi dengan format atau blanko pengamatan

sebagai instrument. Format yang disusun berisi item–item tentang


9

kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Dari

penelitian sebelumnya diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data

observasi bukan sekedar mencatat tapi juga mengadakan pertimbangan

kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat.

Observasi pada kasus ini ditunjukkan pada banyak sedikitnya

perdarahan pada akseptor KB IUD.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang di dapat tidak secara langsung dari

objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang sudah

dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara

komersial maupun non komersial (Riwidikdo, 2013). Ada pun data

sekunder meliputi:

a. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable

yang berupa catatan, transkrip buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen agenda, dan sebagainya. Dibanding dengan metode lain, maka

metode ini tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber

datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang

diamati bukan benda hidup tetapi benda mati (Riwidikdo, 2013). Pada

kasus ini menggunakan dokumentasi data rekam medik Puskesmas

Kembang.
10

b. Studi Kepustakaan

Menurut Notoatmodjo (2012), studi kepustakaan atau studi

literatur adalah untuk memperoleh dukungan teoritis terhadap masalah

penelitian yang dipilih, maka peneliti perlu banyak membaca buku

literature, baik berupa buku teks (teori) ataupun hasil penelitian orang

lain, majalah, jurnal, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012). Pada kasus

ini menggunakan studi kasus kepustakaan tentang obstetric dan

khususnya akseptor KB iud dengan perdarahan.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Keluarga Berencana

a. Pengertian

Ada beberapa pengertian keluarga berencana dari berbagai sumber, yaitu:

1) Keluarga Berencana (KB) merupakan usaha suami istri untuk

mengatur jumlah dan jarak anak yang diinginkan (purwoastuti, 2015)

2) Keluarga Berencana menurut UU No.10 Tahun 1992 tentang

perkembangan kependudukan dan keluarga sejahtera adalah upaya

peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran,

pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga

kecil bahagia dan sejahtera (Setyorini, 2014),

3) Keluarga Berencana Menurut WHO (Expert committe, 1970) adalah

tindakan yang membantu individu/pasutri untuk mendapatkan objektif

- objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval di antara

kehamilan, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga

(Sulistyawati, 2012).
12

2. Kontrasepsi

a. Pengertian

Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” yang berarti mencegah atau

melawan dan “konsepsi” yaitu pertemuan antara sel telur yang matang dan

sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Secara singkat Kontrasepsi

adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini yang dapat

bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen (Firdayanti, 2012: 40).

Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan Kesehatan

reproduksi untuk pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap

individu sebagai mahluk seksual (Biran Affandi, 2013).

Sedangkan menurut Abu bakar Pengaturan Kehamilan adalah

upaya untuk membantu pasangan suami istri (pasutri) untuk melahirkan

pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran

anak yang ideal dengan menggunakan cara alat dan obat kontrasepsi

(Bakar, 2012).

b. Syarat kontrasepsi

Menurut Mochtar (2011), syarat kontrasepsi adalah sebagai

berikut

1) Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya.

2) Tidak ada efek samping yang merugikan.

3) Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan.

4) Tidak mengganggu hubungan persetubuhan

5) Tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang ketat selama


13

pemakaiannya.

6) Cara penggunaannya sederhana.

7) Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas.

8) Dapat diterima oleh pasangan suami isteri

c. Tujuan Kontrasepsi

1) Tujuan umum

Memberikan dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB

yaitu dihayatinya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera

(NKKBS) (Firdayanti, 2012).

2) Tujuan khusus

Penurunan angka kelahiran guna mencapai tujuan. Dikategorikan

dalam 3 fase untuk mencapai pelayanan tersebut yaitu:

a) Fase menunda/mencegah kehamilan, dimana pada fase menunda

ini ditujukan pada pasangan usia subur dengan istri kurang dari

20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya Pasangan

Usia Subur (PUS) dengan usia istri kurang dari 20 tahun, fase ini

meliputi :

(1) Alasan menunda kehamilan

(a) Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang

sebaiknya tidak mempunyai anak terlebih dahulu

untuk berbagai alasan.

(b) Prioritas penggunaan kontrasepsi pil, oral,

karena akseptor masih muda.


14

(c) Pemasangan IUD mini bagi yang belum punya

anak pada masa ini dapat dianjurkan terutama

bagi calon peserta dengan kontraindikasi

terhadap pil oral.

(d) Penggunaan kondom kurang menguntungkan

karena pasangan muda masih mempunyai

frekuensi yang tinggi sehingga angka kegagalan

tinggi.

b) Kontrasepsi yang cocok, meliputi :

(a) Pil

(b) IUD

(c) Cara sederhana

(d)

a) Fase menjarangkan kehamilan, dimana pada


periode usia istri antara 20-35 tahun merupakan
periode usia paling baik untuk melahirkan
dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara
Alasan menjarangkan kehamilan :

(e) Umur antara 20-30 tahun merupakan

usia yang terbaik untuk mengandung

dan melahirkan.

(f) Segera setelah melahirkan anak

pertama dianjurkan untuk memakai

IUD sebagai pilihan pertama.

(g) Kegagalan yang menyebabkan


15

kehamilan cukup tinggi, semua disini

tidak begitu berbahaya karena yang

bersangkutan berada pada usia

melahirkan yang baik.

b) Kontrasepsi yang cocok, meliputi :

(h) IUD

a) Suntikkehamilan 2-4 tahun, ini dikenal dengan catur warga.

b) Fase menghentikan / mengakhiri kehamilan / kesuburan, dimana

periode ini umur istri diatas 30 tahun terutama 35 tahun sebaiknya

mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak

(Firdayanti, 2012).

d. Macam-macam kontrasepsi

Menurut Mochtar (2011), macam-macam kontrasepsi antara lain:

2) Kontrasepsi metode sederhana

3) Tanpa alat

a) KB alamiah, terdiri dari pantang berkala, metode kalender,

metode suhu basal, metode lendir servik.

b) Coitus interuptus

4) Dengan alat

b) Mekanis (barrier), terdiri dari kondom pria, barier

intravagina (diafragma, kap servik, spons, kondom wanita).

c) Kimiawi, yang berupa spermasid (vagina cream, vagina


16

foam, vagina jelly, vagina suppositoria, vagina tablet dan

vagina soluble film).

4) Kontrasepsi metode modern

a) Kontrasepsi hormonal

a) Per-oral : pil oral kombinasi dan minipil.

b) Suntikan atau injeksi KB, meliputi : depo provera setiap 3

bulan norigest 10 minggu, cyclofem setiap bulan.

c) Sub-kutis (implant) atau Alat Kontrasepsi Bawah Kulit

(AKBK) yang meliputi implant dan norplant.

b) Intra Uteri Device (IUD) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR), yang meliputi : (Copper T, Medusa, SevenCopper T).

5) Metode kontrasepsi mantap

a) Pada wanita : Medis Operatif Wanita (MOW) : tubektomi.

b) Pada pria : Medis Operatif Pria (MOP) : vasektomi.

(Hartanto,2004)

3. IUD (Intra Uterin Device)

a. Pengertian

IUD (Intra Uterin Device) adalah suatu alat atau benda yang

dimasukkan ke dalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka

panjang, dapat dipakai oleh perempuan usia reproduktif (Saefuddin, 2010)

IUD (Intra Uterine Device) adalah atau Alat Kontrasepsi Dalam


17

Rahim (AKDR) merupakan alat kontrasepsi terbuat dari plastik yang

flesibel dipasang dalam rahim. Sehingga ibu yang setelah bersalin atau

keguguran, pulang ke rumah sudah menggunakan salah satu kontrasepsi

(BkkbN, 2014)

b. Jenis-Jenis IUD

Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain (Imbarwati, 2009).

1) Copper-T

Gambar: 1.2 Copper_T

IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian

vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus

ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik

2) Copper-7    

Gambar: 2.2 Copper-7

IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan

pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32

mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200


18

mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD

Copper-T

3) Multi load  

Cambar: 3.2 multi load

IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan

kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke

ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan

luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas.

Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini

4) Lippes loop

Gambar : 4.2 lippes loop

IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S

bersambung. Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah.


19

Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi

perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab

terbuat dari bahan plastic. Spiral bisa bertahan dalam rahim dan

menghambat pembuahan sampai 10 tahun lamanya. Setelah itu harus

dikeluarkan dan diganti. Bahan spiral yang paling umum digunakan

adalah plastic atau plastic bercampur tembaga.

c. Cara Kerja IUD

Cara kerja kontrasepsi bermacam-macam tetapi pada umumnya

terdapat 3 cara, yaitu mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi,

melumpuhkan sperma dan menghalangi pertemuan sperma dengan sel

telur , ara kerja kontrasepsi IUD adalah sebagai berikut: (Wiknjosastro,

2010).

1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii

dengan cara menganggu pergerakan sperma untuk mencapai rongga

rahim.

2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

3) IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, IUD

membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan

dan mengurangi sperma untuk fertilisasi

4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

d. Kelebihan dan Kelemahan IUD

1) Kelebihan kontrasepsi IUD


20

Menurut Niken (2010) KB spiral dilaporkan 99,7% efektif

untuk mencegah kehamilan hingga bertahun-tahun tanpa harus repot

mengingat jadwal minum obat, gonta-ganti alat, atau isi ulang resep.

Jenis KB spiral hormon dapat bertahan selama 3-5 tahun, sementara

KB spiral tembaga bisa mencegah kehamilan sampai 10 tahun

lamanya.Keunggulannya ini membuat IUD menjadi alat pencegah

kehamilan yang paling efektif dibandingkan alat kontrasepsi lainnya.

Selain itu, kelebihan lainnya dari KB IUD adalah:

a) Sangat efektif mencegah kehamilan.

b) Sangat efektif, 0,6 - 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun

pertama (1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan)

c) Pencegahan kehamilan untuk jangka yang panjang sampai 5-10

tahun

d) IUD dapat efektif segera setelah pemasangan.

e) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah

haid terakhir)

f) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

g) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila

tidak terjadi infeksi)

h) Relatif tidak mahal

2) Kelemahan kontrasepsi IUD menurut Niken (2010)


21

Di balik keunggulan KB spiral, ada juga beberapa kekurangan. Salah

satunya adalah mahalnya biaya pemasangan. Selain itu, jika Anda

ingin berhenti menggunakan KB spiral, maka Anda harus pergi ke

dokter untuk melepasnya. Selain itu, Kekurangan dari KB IUD adalah:

a) Efek samping umum terjadi perubahan siklus haid, haid lebih

lama dan banyak, perdarahan antar menstruasi, saat haid lebih

sakit.

b) Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari

setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau

diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi

dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar)

c) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS

d) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang

sering berganti pasangan

e) Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan

IMS memakai IUD, PRP dapat memicu infertilitas

f) Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam

pemasangan IUD.

g) Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah

pemasangan IUD.

h) Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri. Petugas

terlatih yang dapat melepas


22

i) Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi

apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan)

e. Efek Samping IUD

Akhir-akhir ini penggunaan KB spiral mulai banyak diminati di

Indonesia. Menurut beberapa tanggapan perempuan yang menggunakan

KB jenis ini, selain pemasangannya yang lebih mudah, juga tidak

menyebabkan gendut seperti yang terjadi jika menggunakan KB suntik,

atau KB dengan meminum pil KB.

Namun ternyata tanpa disadari, penggunaan KB spiral ini

menimbulkan beberapa efek samping antara lain: (Rismalinda, 2015)

1) Spotting

Spotting adalah keluarnya bercak-bercak darah diluar haid. Spotting

akan muncul jika capek dan stress. Perempuan yang aktif sering

mengalami spotting jika menggunakan kontrasepsi IUD.

2) Perubahan siklus menstruasi

Setelah pemasangan IUD siklus menstruasi menjadi lebih pendek.

Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat dari siklus normal rata-

rata yaitu 28 hari dengan lama haid 3-7 hari, biasanya siklus haid

berubah menjadi 21 hari.

3) Amenore

Amenore adalah tidak didapatnya tanda haid selama 3 bulan atau

lebih.Penanganannya yaitu periksa apakah sedang hamil, apabila

tidak, jangan lepas IUD, lakukan konseling dan selidiki penyebab


23

amenorea apabila diketahui. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan

untuk melepas IUD bila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari

13 minggu. Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan lebih dari

13 minggu, IUD jangan dilepas. Apabila klien sedang hamil dan

ingin mempertahankan kehamilannya tanpa melepas IUD jelaskan

ada resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi

serta perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan diperhatikan.

4) Dismenore

Dismenore adalah munculnya rasa nyeri saat menstruasi.

5) Menorrhagea

Menorrhagea adalah perdarahan berat secara berlebihan selama

masa haid atau haid yang lebih banyak.

6) Fluor albus

Penggunaan IUD akan memicu rekurensi vaginosis bacterial yaitu

keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan

bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob

menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi

sebagai flora normal vagina.

7) Benang yang hilang

Penanganannya yaitu pastikan adanya kehamilan atau tidak.

Tanyakan apakah IUD terlepas. Apabila tidak hamil dan IUD tidak

terlepas, berikan kondom, periksa talinya di dalam saluran

endoservik dan kavum uteri (apabila memungkinkan adanya


24

peralatan dan tenaga terlatih) setelah masa haid briutnya. Apabila

tidak ditemukan rujk ke dokter, lakukan x-ray atau pemeriksaan

ultrasound. Apabila tidak hamil dan IUD yang hilang tidak

ditemukan, pasanglah IUD baru atau bantulah klien menentukan

metode lain.

b. Gangguan Perdarahan

Umumnya setelah pemasangan AKDR, terjadi perdarahan sedikit-

sedikit yang cepat berhenti. Peringatkan klien bahwa ia akan

mengeluarkan bercak darah segera setelah pemasangan dan berikan

pembalut perineum untuk melindungi pakaiannya. Bercak darah atau

perdarahan serta haid yang lebih berat daripada biasa umum terjadi

selama bulan-bulan pertama, baik pada pengguna AKDR tembaga

maupun hormonal.

Wanita yang menggunakan Copper T 380A biasanya mengalami

masa menstruasi dua hingga tiga kali lebih lama dan lebih berat dan

kemudian menstruasinya secara bertahap akan kembali seperti sebelum

pemasangan AKDR atau tetap sedikit lebih berat dari pada masa

menstruasi sebelum ia menggunakan AKDR.

Klien yang mengalami perdarahan berat atau berkepanjangan,

menoragia setelah masa awal penyesuaian uterus terhadap AKDR harus

dievaluasi untuk mengantisipasi AKDR terlepas sebagian dan adanya

keadaan patologis pada servik dan uterus. Memastikan dan menegaskan

adanya infeksi pelvik dan kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan
25

patologis, perdarahan bekelanjutan serta perdarahan hebat, lakukan

konseling dan pemantauan. Memberi Ibuprofen (800mg, 3 x sehari

selama 1 minggu) untuk mengurangi perdarahan dan memberikan tablet

besi (1 tablet setiap hari selama 1-3 bulan). AKDR memungkinkan

dilepas apabila klien menghendaki. Apabila klien telah memakai AKDR

selama lebh dari 3 bulan dan diketahui menderita anemi (Hb <7g/%)

dianjurkan untuk melepas AKDR dan membantu memilih metode lain

yang sesuai (Rismalinda, 2015)

4. Wanita Usia Subur

Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami istri yang istrinya

berumur antara 15 sampai 49 tahun Sedangkan menurut BKKBN pasangan

usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur 15 sampai 49 tahun atau

pasangan suami istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri

berumur 50 tahun tetapi masih haid (datang bulan).

Berdasarkan pendapat di atas, pasangan usia subur adalah pasangan

suami istri yang telah berumah tangga dan masih dapat menjalankan fungsi

reproduksi dan menghasilkan keturunan yang dibatasi pada usia istrinya 15

sampai 49 tahun, karena usia 15 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk

menikah dan usia lebih dari 49 tahun merupakan usia rata-rata wanita

mengalami menopause (Ida Bagoes Mantra, 2013).

B. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Pengertian
26

Manajemen kebidanan adalah bentuk pendekatan yang digunakan

bidan dalam memberikan alur pikir bidan, pemecahan masalah atau

pengambilan keputusan klinis.Asuhan yang dilakukan harus dicatat secara

benar, sederhana, jelas, logis sehingga perlu sesuatu metode

pendokumentasian (Varney, 2008).

2. Langkah-langkah dalam manjemen kebidanan

Agar proses manajemen kebidanan pada ibu dapat dilaksanakan

dengan baik maka diperlukan langkah-langkah sistematis. Adapun

langkah-langkah yang harus dilaksanankan menurut Varney (2008),

adalah sebagai berikut:

a. Langkah I : Pengkajian Data

Pengkajian adalah tahap awal yang dipakai dalam menerapkan

asuhan kebidanan pada pasien dan merupakan suatu proses

pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,

2009).

1) Data Subyektif

Data subyektif adalah data yang didapatkan dari pasien

sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian,

informasi tersebut tidak dapat ditemukan oleh tim kesehatan secara

independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi

(Nursalam, 2009).

a) Biodata yang menyangkut identitas pasien (Ambarwati, 2008)


27

(1) Nama

Nama jelas dan lengkap bila perlu nama panggilan sehari-

hari agar tidak keliru dalam memberikan pelayanan.

(2) Umur

Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko

seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum

matang, mental dan psikisnya belum siap sedangkan umur

lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan

karena pemasangan IUD.

(3) Agama

Berguna untuk memberi motivasi pasien sesuai dengan

kepercayaannya.

(4) Suku Bangsa

Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.

(5) Pendidikan

Berpengaruh pada tindakan kebidanan dan mengetahui

sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat

memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.

(6) Pekerjaan pasien

Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial

ekonominya, karena ini mempengaruhi dalam gizi pasien

tersebut.

(7) Alamat
28

Ditanyakan karena mungkin memiliki nama yang sama

dengan alamat yang berbeda

b) Keluhan utama

Keluhan yang terjadi pada skseptor IUD pada wanita

usia subur adalah perdarahan yang lebih dari 2 hari

Perdarahan aktif, Keluar banyak bekuan darah (APN.2007,

www.kuliah bidan. Wordpress.com)

c) Riwayat menstruasi

Umur menarche, siklus, lamanya haid, banyaknya darah, haid

teratur atau tidak, sifat darah (cair atau ada bekuan, warnanya),

adanya dismenorhoe (Rohani dkk, 2011).

d) Riwayat perkawinan

Perlu dikaji tentang berapa kali menikah, status menikah syah

atau tidak, karena bila menggunakan IUD tanpa status yang

jelas akan berkaitan dengan psikologinya. (Ambarwati, 2008).

e) Riwayat kehamilan, persalian dan nifas yang

lalu (Manuaba, 2010)

(1) Kehamilan

Salah satu penyebab perdarahan post partum adalah

grande multipara

(2) Persalinan
29

Riwayat persalinan perlu dikaji karena faktor penyebab

perdarahan post partum adalah persalinan yang dilakukan

dengan tindakan : Pertolongan kala uri sebelum

waktunya, persalinan oleh dukun, persalinan dengan

tindakan, persalinan dengan narkosa.

(3) Nifas

Apakah terjadi perdarahan, infeksi dan bagaimana

laktasinya.

(4) Anak

Jenis kelamin, berat badan waktu lahir, hidup atau

meninggal, kalau meninggal pada usia berapa, dan sebab

meninggal.

f) Riwayat keluarga berencana

Jenis kontrasepsi yang pernah dipakai, efek samping, alasan

berhentinya penggunaan alat kontrasepsi, dan lama

penggunaan alat kontrasepsi (Rohani dkk, 2011).

g) Riwayat penyakit

(1) Riwayat penyakit sekarang

Untuk mendeteksi adanya komplikasi pada persalinan dan

kehamilan, dengan menanyakan apakah ibu mengalami

sakit kepala hebat, pandangan berkunang-kunang, atau


30

nyeri epigastrium, sehingga dapat mempersiapkan bila

terjadi kegawatan dalam persalinan (Rohani dkk, 2011)

(2) Riwayat penyakit sistemik

Riwayat penyakit sistemik yang perlu ditanyakan adalah

apakah ibu mempunyai penyakit yang berbahaya seperti

jantung, paru-paru, pernapasan, atau perkemihan.Hal ini

digunakan untuk mendeteksi adanya komplikasi pada

persalinan dan kehamilan, serta berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan janin (Rohani dkk, 2011).

(3) Riwayat penyakit keluarga dan keturunan kembar

Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang

menderita penyakit menular, penyakit keturunan ataupun

keturunan kembar (Rohani dkk, 2011).

h) Pola kebiasaan sehari-hari:

(1) Nutrisi

Menggambarkan tentang pola makanan dan minum,

frekuensi banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan

(Ambarwati, 2008).

(2) Eliminasi

BAB harus ada dalam 3 hari post partum dan BAK harus

sudah dilakukan spontan dalam 6 jam post partum

(Wiknjosastro, 2008).
31

(3) Pola istirahat

Istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan,

tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur (Saifuddin,

2010).

(4) Penggunaan obat-obatan dan rokok

Menurut Winkjosastro (2008), harus dikaji apakah ibu

perokok dan pemakai obat-obatan atau jamu-jamuan.

(5) Keadaan psikososial

Dengan menggunakan pendekatan psikologis kesehatan

maka akan diketahui gaya hidup orang tersebut dan

pengaruh psikologi kesehatan terhadap gangguan

kesehatan (Estiwidani dkk, 2008). Pada kasus akseptor

KB IUD dengan menoragia ibu merasa cemas dengan

keadaannya (achadiat, 2004).), at

2) Data obyektif

Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh

tenaga kesehatan (Nursalam, 2009).

a) Pemeriksaan fisik

Digunakan dalam menentukan diagnosa, mengembangkan

rencana, dan pemberian asuhan yang sesuai (Hidayat dan

Sujiyatini, 2010).

(1) Tanda-tanda vital:


32

(a) Tekanan darah

Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi atau

potensi dengan nilai satuannya mmHg. Keadaan

sebaiknya antara 90 per 60 sampai 130/90 mmHg

atau peningkatan sistolik tidak lebih dari 30 mmHg

Dan diastolik tidak lebih dari 14 atau paling sedikit

pengukuran berturut-turut pada selisih 1 jam

(Wiknjosastro, 2007).

(b) Suhu

Suhu badan normal adalah 36 sampai370C. Bila

suhu tubuh lebih dari 38 0C harus dicurigai

adanya infeksi (Wiknjosastro, 2007). Pada kasus

menoragia terjadi kenaikan suhu 370C sampai 380

C (Proverawati, 2010).

(c) Nadi Denyut nadi normal 70 x/menit sampai 88

x/menit (Perry&Potter, 2005). Pada kasus

menoragia nadi lebih 100 x/menit (Varney, 2004).

(d) Pernafasan Dinilai sifat pernafasan dan bunyi

nafas dalam satu menit pernafasan kurang dari 40

kali per menit atau lebih dari 60 kali per menit

(Saifuddin, 2008).
33

b) Inspeksi

Menurut Nursalam (2009), inspeksi adalah proses observasi

secara sistematis yang dilakukan dengan menggunakan indra

penglihatan, pendengaran, dan penciuman sebagai alat

menggumpulkan data untuk menentukan ukuran tubuh, bentuk

tubuh, warna kulit, dan kesimetrisan posisi:

(1) Kepala

Untuk mengetahui kebersihan rambut, rontok atau tidak.

(2) Muka

Untuk mengetahui tampak pucat atau tidak.

(3) Mata

Untuk mengetahui conjungtiva pucat atau tidak. Sklera

ikterik atau tidak. Pada pasien dengan KEK konjungtiva

terlihat pucat karena perdarahan yang dialaminya.

(4) Mulut dan gigi

Untuk mengetahui ada karies gigi atau tidak, lidah bersih

atau kotor, ada stomatitis atau tidak.

(5) Kelenjar tyroid

Untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar tyroid atau

tidak.

(6) Kelenjar getah bening


34

Untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar getah bening

atau tidak.

(7) Dada

Untuk mengetahui retraksi dada kanan-kiri saat bernafas

sama atau tidak.

(8) Payudara

Untuk mengetahui simetris atau tidak, areola

berpigmentasi atau tidak, puting susu menonjol atau

tidak, kolostrum sudah keluar atau belum.

(9) Perut

Untuk mengetahui ada bekas operasi atau tidak, ada strie

atau tidak, ada linea atau tidak.

(10) Vulva

Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, ada varices

atau tidak,

(11) Anus

Untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak.

(12) Ekstremitas

Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, ada varices

atau tidak.

c) Pemeriksaan Obstetri, terdiri dari :

(1) Inspekulo

Dilakukan untuk memastikan bahwa darimana asal


35

perdarahan tersebut, apakah ada infeksi/kelainan pada

servik/porsio (Prihardjo, 2012). Pada kasus menoragia

ada pengeluaran darah dari vagina lebih dari 80 cc dan

adanya infeksi pada servik (Wulandari, 2010).

(2) Pemeriksaan Penunjang

atau laboratorium

Data penunjang diperlukan sebagai pendukung diagnosa,

apabila diperlukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium,

seperti pemeriksaan darah dan USG (Varney, 2004).

Pada kasus menoragia dilakukan pemeriksaan darah

untuk mengetahui kadar darah dan pemeriksaan USG

(Varney, 2008).

b. Langkah II : Interpretasi Data

Interpretasi data adalah langkah yang kedua bergerak dari data

interpretasi menjadi masalah atau diagnosa yang teridentifikasi secara

spesifik.Interpretasi data ini meliputi:

1) Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam

lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur

diagnosa kebidanan (Varney, 2008).

2) Masalah

Masalah yang berkaitan dengan pengalaman pasien yang

ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai


36

diagnosa sesuai dengan keadaan pasien (Nursalam,

2008).Masalah yang sering muncul pada akseptor KB

IUD dengan perdarahan yaitu efek samping yang berupa

perdarahan banyak yang berdampak pada psikologi berupa

kecemasan dan ketidak nyaman dengan menoragia tersebut

(Hartanto, 2004).

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum

teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah didapatkan dengan

analisa data (Varney, 2008). Kebutuhan pada akseptor KB IUD

dengan menoragia adalah berikan dukungan moril pada ibu.

(Varney, 2008)

c. Langkah III : Diagnosa Potensial

Diagnosa potensial adalah suatu hal untuk antisipasi,

pencegahan jika mungkin, penantian dengan pengawasan penuh

dan persiapan untuk kejadian apapun (Varney, 2008). Pada

langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial

berdasarkan diagnosa masalah yang sudah diidentifikasi.

Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan

dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien. Bidan

diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah

potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2004).

Diagnosa potensial pada kasus asuhan kebidanan pada


37

Ny. S akseptor KB IUD dengan menoragia bukan merupakan

kegawat daruratan. Namun apabila menoragia terus berlanjut

bisa menyebabkan anemia (Saifuddin, 2008).

d. Langkah IV :Antisipasi

Menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus

sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan dihadapi kliennya.

Setelah bidan merumuskan tindakan yang dilakukan untuk

mengantisipasi diagnosa/ masalah potensial pada step sebelumnya,

bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera. Dalam

rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan

secara mandiri, secara kolaborasi atau bersifat rujukan (Varney,

2004). Pada kasus akseptor KB IUD dengan perdarahan antisipasi

yang diberikan pemberian tablet Fe 60 mg (Varney, 2004).

e. Langkah V : Rencana Tindakan

Tahap ini merupakan tahap penyusunan rencana asuhan

kebidanan secara menyeluruh dengan teat dan nasional

berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya

(Varney, 2004). Rencana tindakan yang dapat dilakukan pada

asuhan akseptor KB IUD dengan menoragia menurut Wulandari

(2010) adalah :

1) Jelaskan pada klien tentang menoragia yang dialaminya dan

kondisi IUD yang dipakainya.

2) Jelaskan bagaimana cara merawat genetalianya agar tetap


38

bersih dan kering.

3) Beri dukungan moril pada ibu

4) Beri terapi obat pada ibu ciprofloxasin 500 mg 3x1 metil

ergomitrin 0,125 mg 3x1 berupa tablet.

5) Anjurkan untuk mengurangi kelelahan fisik dan stress

psikologis.

6) Anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan Hb.

7) Anjurkan pada ibu untuk kontrol 1 minggu sampai luka

sembuh atau membaik.

f. Langkah VI : Pelaksanaan

Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang

diuraikan pada langkah ke 6 dilaksanakan secara efisien dan aman.

Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau

sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya.

Walau bidan tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung

jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya (misalnya memastikan

langkah-langkah tersebut benar- benar terlaksana (Varney, 2004).

Pada langkah ini bidan melaksanakan langsung tindakan yang telah

direncanakan pada klien menurut Wulandari (2010), adalah

1) Menjelaskan pada klien tentang perdarahan yang dialaminya

dan kondisi IUD yang dipakainya.

2) Menjelaskan bagaimana cara merawat genetalianya agar tetap

bersih dan kering.


39

3) Berikan dukungan moril pada ibu.

4) Berikan terapi obat pada ibu ciprofloxasin 500 mg

3x1 metilergomitrin 0,125 mg 3x1 berupa tablet.

5) Menganjurkan untuk mengurangi kelelahan fisik dan

stress psikologis.

6) Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan Hb.

7) Menganjurkan pada ibu untuk kontrol 1 minggu sampai luka

sembuh atau membaik.

g. Langkah VII :Evaluasi

Langkah ini adalah mengevaluasi keefektifan dari tindakan yang

sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan

apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagaimana rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang

efektif dalam pelaksanaannya (Varney, 2004). Evaluasi pada

akseptor KB IUD dengan menoragia adalah ibu tetap pakai IUD,

tidak terjadi menoragia dan tidak timbul komplikasi.

3. Kewenangan Bidan

Pasal 1 ayat (6) UU nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,

menyebutkan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang

yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan

yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan

upaya kesehatan.
40

a. Tenaga medis;

b. Tenaga keperawatan dan bidan

c. Tenaga kefarmasian;

d. Tenaga kesehatan masyarakat;

e. Tenaga gizi;

f. Tenaga keterapian fisik

g. Tenaga keteknisan medis.

Dari penjelasan di atas bidan masuk dalam salah satu tenaga

kesehatan, yang mana untuk memperoleh kewenangan bidan juga harus

mematuhi ketentuan undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23

ayat (3) yaitu memiliki izin Sesuai dengan Permenkes No. 28 Tahun

2017 tentang izin dan praktik bidan mempunyai kewenangan berdasarkan

program pemerintah

a. pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam rahim dan alat

kontrasepsi bawah kulit;

b. asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit

tertentu;

c. penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai dengan pedoman yang

ditetapkan;

d. pemberian imunisasi rutin dan tambahan sesuai program

pemerintah;

e. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan

ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan
41

lingkungan;

f. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah

dan anak sekolah

g. melaksanakan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan

terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian

kondom, dan penyakit lainnya;

h. pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat

Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi;

i. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

Bidan juga mepunyai kewajiban,

a. menghormati hak pasien;

b. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan

pelayanan yang dibutuhkan;

c. merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat

ditangani dengan tepat waktu;

d. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;

e. menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan-undangan;

f. melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya yang

diberikan secara sistematis;

g. mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur

operasional;
42

h. melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Praktik

Kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian;

i. pemberian surat rujukan dan surat keterangan kelahiran;

j. meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan

dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

C. Pathway

Gambar 2.2.1 : KB IUD dengan perdarahan

Pemasangan KB IUD

Perlukaan endrometrium /
Infeksi Pelvik

Keputihan/
perdarahan

Penanganan

Jelaskan sebab Berikan obat Ibuprofen


terjadinya (800mg, 3 x sehari selama 1
perdarahan minggu)

Perdarahan berhenti Perdarahan


43

Lepas IUD

Sumber: Rismalinda, 2015


44

DAFTAR PUSTAKA

un 2018)

Abu Bakar, Sukawati.2014. Kesehatan Reproduksi Dan Keluarga Berencana.


Jakarta . PT. Raja Grafindo Persada.

Afandi, Biran. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi . Jakarta. PT


Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Bickley, Linn S. 2010. Buku Saku pemeriksaan Fisik dan Riwayat


Kesehatan .Jakarta. EGC .

Bkkbn. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3.Jakarta: PT


Bina Pustaka.

Firdayanti, R. 2012. “Persepsi Risiko Melakukan E-Commerce Dengan


Kepercayaan Konsumen Dalam Membeli Produk Fashion Online”. Journal
of Social and Industrial Psychology, 1(1).

Hartanto, Hanafi. 2013. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan

Hidayati, R. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis.


Jakarta: Salemba Medika.

Ida Bagus Mantra.2009. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Imbarwati. 2009. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Penggunaan KB IUD


pada Peserta KB Non IUD di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
45

Semarang: UNDIP

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC

Meilani, Niken, dkk. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana (dilengkapi dengan


penuntun belajar). Cetakan Pertama. Yogyakarta: Fitramaya.

Muslihatun. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya

Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi
7. Vol. 3. Jakarta: EGC

Purwoastuti, Endang. dan Elisabeth Siwi, Walyani. 2015. Kesehatan Reproduksi


dan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Rismalinda. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: CV. Trans
Info Media

Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Ilmu Kebidanan, edisi.4. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:


Tridasa Printer

Setyorini Aniek. 2014. Kesehatan Reproduksi & Pelayanan Keluarga Berencana.


Bogor: Penerbit IN MEDIA

Sulistyawati, Ari.2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medica.

Uliyah, Musrifatul dkk. 2014. Pengantar kebutuhan dasar manusia. Edisi 2.


Jakarta: Salemba medika

Varney, Helen, Kriebs, Jan M., Gegor, Carolyn L. 2010. Buku ajar asuhan


kebidanan . Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran.

Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina


PustakaSarwono Prawirohardjo
46

Anda mungkin juga menyukai