Dosen Pengampu:
Prof. Amun Amri, MT. PhD
Oleh :
Kelompok VII
KELOMPOK : 7 (Tujuh)
1. Irma Ade Deliska Siagian
2. Muhammad Aidil
3. Stefani Rosaria Laia
ii
iii
4. Perbaikan tabel
No Penugasan
1 Variabel komposisi umpan yang digunakan adalah 32%, 42%, 52%, 62%,
72% dengan konsentrasi etanol sebesar 96%.
iv
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia I
Catatan Tambahan:
v
ABSTRAK
Kesetimbangan merupakan suatu keadaan tidak ada perubahan si-
fat material tersebut terhadap waktu. Tujuan percobaan ini adalah merancang
dan menjelaskan eksperimen serta membuat dan menganalisis kurva
kesetimbangan uap cair. Percobaan ini dilakukan dengan variasi komposisi umpan
(%volume), yaitu 32%, 42%, 52% 62%, dan 72%. Dari kurva kesetimbangan uap-
cair, semakin besar komposisi etanol semakin meningkat o brixnya dengan nilai y
= 9,9105x + 9,9767. Dari hasil percobaan diketahui bahwa komposisi uap (YD )
dan cair (XW) terhadap temperatur kesetimbangan adalah berbanding terbalik.
Semakin tinggi temperatur semakin rendah perolehan komposisi uap (YD) dan cair
(XD) etanol. Sedangkan untuk konstanta kesetimbanagn berbanding lurus dengan
temperatur, semakin tinggi temperatur kesetimbangan semakin tinggi nilai kon-
stanta kesetimbangan. Konstanta kesetimbangan hasil percobaan yang didapatkan
adalah 1,159; 1,124; 1.110; 1,091; 1,085.
Kata kunci: hand refractometer, kesetimbangan uap cair, kurva kesetimbangan
uap cair.
ABSTRACT
Equilibrium is a state where there is no change in the properties of the material
with time. The purpose of this experiment is to design and describe an experiment
as well as to create and analyze a vapor-liquid equilibrium curve. This experi-
ment was carried out using variations in feed composition (% volume) 32%, 42%,
52%, 62%, and 72%. From the vapor-liquid equilibrium curve, the larger the eth-
anol composition, the higher the °brix with the value of y = 9.9105x + 9.9767.
From the experimental it is known that the composition of vapor (YD ) and liquid
(Xw) to the equilibrium temperature is inversely. The higher the temperature, the
lower the vapor (YD) and liquid (XD) composition of ethanol. Meanwhile, the equi-
librium constant is directly proportional to the temperature, the higher the equi-
librium temperature, the higher the equilibrium constant value. The experimental
equilibrium constants obtained are 1.159; 1,124; 1,110; 1,091; 1,085.
vi
vii
ABSTRAK…………………………….…………………………………………vi
DAFTAR ISI………………………………..………………………………….viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
viii
ix
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kesetimbangan Uap Cair Etanol dengan Air (Hardjono,1989). ...... 12
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan Kesetimbangan Uap Cair ...................... 15
Gambar 3.2 Alat Hand Refractometer .................................................................... 16
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Fraksi Etanol Vs Xw °Brix ..................................... 18
Gambar 4.2 Grafik perbandingan Komposisi Uap (YD) dan cair (XD) Percobaan
dan Literatur ........................................................................................ 21
Gambar 4.3 Grafik perbandingan Konstanta (K) percobaan dan Literatur .......... 23
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah
Distilasi merupakan suatu proses pemisahan campuran dalam fasa liquid
menjadi beberapa komponennya berdasarkan perbedaan titik didih komponennya,
yang merupakan bagian dari salah satu operasi pada penelitian dibidang kimia.
Dalam perencanaan proses distilasi untuk mendapatkan suatu produk yang di-
inginkan, diperlukan kondisi operasi optimal, diantaranya komposisi dan suhu
dari umpan dan produk, temperatur maupun tekarianı operasi. Umumnya kondisi-
kondisi tersebut dibaca sebagai data kesetimbangan, yang bisa diperoleh dari data
literatur atau dari percobaan yang terbatas.
Dalam kasus-kasus khusus, data yang tersedia mungkin tidak ditemukan
atau tidak lengkap sehingga perlu mengolah data yang terbatas itu secara
ekstrapolasi atau interpolasi sedemikian rupa sehingga menjadi suatu data yang
sebaik-baiknya. Selain itu untuk mendapatkan data kesetimbangan yang benar dan
tepat tentunya tidak terlepas dari kesesuaian pemilihan dan penggunaan bentuk
model persamaan yang berhubungan dengan sifat dan campuran biner yang did-
istilasi. Pemilihan dan penggunaan model persamaan dilakukan dengan cara
perhitungan numerik dari data-data yang diolah terlebih dahulu, dengan demikian
data yang diperoleh akan lebih spesifik
Meskipun sekarang ini metode-metode prediksi makin maju dan telah ban-
yak tersedia banyak data VLF diliteratur untuk berbagai kombinasi namun tidak
semua data dipublikasikan konsisten secara thermodinamika. Selain itu, untuk
memberikan hasil yang dapat dipercaya, penggunaan peralatan untuk pengukuran
yang cepat dan akurat lebih dianjurkan daripada hanya mengevaluasi data yang
ada di literature. Data kesetimbangan sap-cair yang layak dan akurat selain dibu-
tuhkan untuk proses design engineering juga dapat memberikan informasi yang
sangat berguna untuk memahami sifat dan kelakuan dari campuran. Penggunaan
persamaan koefisien aktifitas cukup penting karena selain digunakan sebagai acu-
an dalam memahamii sifat dan kelakuan dari campuran juga digunakan untuk
1
2
menentukan suatu bentuk persamaan yang sesuai dengan sistem biner dan juga
untuk menentukan data kesetimbangan dari sistem tersebut.
2.1 Kesetimbangan
2.1.1 Pengertian Kesetimbangan
Kesetimbangan mengandung pengertian bahwa suatu keadaan dimana tidak
terjadi perubahan sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Untuk material
dalam jumlah tertentu hal tersebut dapat diartikan tidak ada perubahan sifat
material tersebut dengan waktu. Keadaan setimbang yang sebenarnya barangkali
tak pernah tercapai. Suatu proses berlangsung karena ada gaya penggerak dan
selalu menuju ke titik kesetimbangan. Gaya ini merupakan selisih antara potensi
pada keadaan seketika dan keadaan setimbang. Semakin dekat keadaan sistem
dengan titik kesetimbangan, semakin kecil gaya penggerak proses semakin kecil
pula laju proses dan akhirnya sama dengan 0 bila titik kesetimbangan sudah
tercapai (Smith, 2001).
Jadi titik kesetimbangan hanya bisa tercapai secara teoritis dalam waktu
yang tak terhingga. Pada prakteknya di dalam pekerjaan ilmiah suatu
kesetimbangan dianggap tercapai bila tidak ada lagi perubahan sifat/keadaan
seperti yang ditunjukkan oleh alat pengukur yang digunakan. Di dalam masalah
rekayasa kesetimbangan dianggap ada bilamana sifat yang ditunjukkan oleh
praktek sama dengan sifat yang dihitung berdasarkan metoda yang menggunakan
anggapan kesetimbangan. Contoh komposisi pada pelat distilasi dibanding dengan
komposisi pelat teotitis (Smith, 2001).
2.1.2 Kriteria Kesetimbangan
Kriteria kesetimbangan yang dimaksud di sini bukan sekedar kriteria yang
berupa kesetimbangan termal dan mekanikal secara internal yang biasa kita
terjemahkan sebagai berlakunya T dan P yang uniform, melainkan pembatasan‐
pembatasan termodinamika pada sistem dengan fasa banyak dan komponen
banyak yang mengalami keadaan kesetimbangan. Sekalipun sudah ada
kesetimbangan termal dan mekanikal dalam sistem demikian masih dimungkinkan
perpindahan massa antar fasa. Jadi kriteria yang dimaksud di sini termasuk
3
4
kesetimbangan antar fasa ditinjau dari segi kemungkinan perpindahan antar fasa
tersebut. Kriteria ini pertama kali diturunkan oleh Gibbs.
Dimisalkan bahwa sistem multi komponen yang tertutup yang terdiri dari
sejumlah fasa mempunyai temperatur dan tekanan yang uniform, akan tetapi pada
keadaan awal tidak setimbang ditinjau dari segi perpindahan massa. (Purba,
2007). Setiap perubahan yang terjadi mesti bersifat irreversible, yang
mendekatkan sistem itu ke keadaan setimbang. Sistem itu di bayangkan sebagai
dikelilingi keadaan yang selalu setimbang secara termal dan mekanikal dengan
sistem itu (sekalipun perubahan terjadi dalam sistem). Karenanya pertukaran
panas dan penuaian kerja antar sistem dan sekeliling terjadi secara reversible.
Dalam keadaan yang demikian perubahan entropi dari sekeliling sistem :
dQsur
dS sur ……………………………………………………...………….(2.1)
Tsur
Ditinjau dari sistem panas yang berpindah adalah –dQ yang mempunyai
harga numerik mutlak sama dengan dQsur. Selanjutnya T sur = T dari sistem (setim-
bang secara termal), maka
dQsur dQ
dSsur …………………………………………………………(2.2)
Tsur T
Menurut Hukum Kedua Termodinamika :
dS t dSsur 0 ……………………………………………………....................(2.3)
dimana St = entropi total dari sistem.
Gabungan dari persamaan (2.2) dan (2.3) menjadi :
dQ
dS t 0 atau dQ TdS t ……………………………………………….(2.4)
T
Hukum Pertama Termodinamika dituliskan sebagai berikut:
Q U W
……………………………………………………………..….…(2.5)
Penerapan hukum pertama :
dU t dQ dW dQ PdV t atau dQ dU t PdV t
Jadi,
dU t PdV TdS t atau dU t PdV t TdSt 0
5
dS
t
U t ,V t 0
………………………………………………………...…………(2.6)
Suatu sistem yang terisolasi mesti mempunyai syarat bahwa energi internal
dan volume tetap, maka untuk sistem semacam itu diketahui langsung dari hukum
kedua bahwa persamaan terakhir berlaku. Dari perumpamaan sistem persamaan
dU t PdV t TdSt 0 berlaku untuk T dan P yang tetap. Menurut Tim
Penyusun Modul (2011), persamaan itu dapat ditulis sebagai berikut :
dU t T , P dPV t
T ,P dTS t T ,P 0 …………………………………….………(2.7)
atau d U PV TS 0 …………………………………………………..(2.8)
t t
T ,P
dG t
T ,P 0 …………………………………………………………………..(2.9)
Untuk menerapkan kriteria ini pada kesetimbangan fasa, sebaiknya ditinjau
sebuah sistem tertutup yang terdiri dari dua fasa, A dan B. Setiap fasa dapat di-
anggap sebagai sistem terbuka yang memungkinkan perpindahan massa dari fasa
yang satu ke yang lain. Untuk masing-masing fasa berlaku:
nG t
T ,P
i dni i dni
……………………………….……….(2.10)
Di dalam sistem yang tertutup berlaku:
dni dni ………………………………………………………….........(2.11)
Karena dni sembarang dan bebas maka satu-satunya penyelesaian agar persa-
i i …………………………………………………………….…….(2.13)
untuk sistem multi komponen
μiα = μiβ = … = μiπ (i= 1, 2, 3,…. N)………………………………...……(2.14)
6 ^
diketahui bahwa di RTd ln f i (T tetap) atau i RT ln fi . adalah teta-
pan integrasi harganya hanya tergantung pada T. Oleh karena pada kesetimbangan
fasa, semua fasa berada pada T yang sama, maka syarat di atas dapat diganti:
^ ^ ^
fi f i ... f i …………………………………………………………...(2.15)
2.1.3 Kesetimbangan Uap Cair
Kesetimbangan uap-cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap
(konstan) pada suatu waktu tertentu. Saat kesetimbangan model ini, kecepatan an-
tara molekul-molekul campuran yang membentuk fase uap sama dengan ke-
cepatan molekul-molekulnya membentuk cairan kembali. Data kesetimbangan
uap cair merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan
pengoperasian kolom-kolom distilasi. Pada prakteknya didalam pekerjaan ilmiah
suatu kesetimbangan dianggap tercapai bila tidak ada lagi perubahan sifat atau
keadaan seperti yang ditunjukkan oleh alat pengukur yang digunakan. Di dalam
masalah rekayasa kesetimbangan dianggap ada bila mana sifat yang ditunjukkan
oleh praktek sama dengan sifat yang dihitung berdasarkan metode yang
menggunakan anggapan kesetimbangan (Hardjono, 1989).
Kesetimbangan uap-cair (Vapor–liquid equilibrium/VLE) adalah kondisi
dimana liquid dan gasnya berada pada kesetimbangan satu sama lain, kondisi di-
mana kecepatan evaporasi sama dengan kecepatan kondensasi pada level moleku-
ler. Suatu substansi yang berada pada kesetimbangan uap-cair umumnya dise-
but fluida jenuh. Untuk spesies kimia murni, hal ini sama dengan kondisi spesies
pada titik didihnya. Dalam sebuah campuran dua fasa uap-cair pada kesetim-
bangan, suatu komponen dalam fasa berada dalam kesetimbangan dengan kompo-
nen yang sama dalam fasa lain. Hubungan kesetimbangan tergantung kepada su-
7
hu, tekanan, dan komposisi campuran tersebut. Pada kesetimbangan uap cair
biner, dua fasa berada dalam kesetimbangan termodinamika apabila temperatur
dan tekanan kedua fasa serta potensial kimia masing-masing komponen yang ter-
libat bernilai sama. Potensial kimia adalah ukuran stabilitas kimia yang dapat
digunakan untuk memprediksi dan menafsirkan perubahan fasa dan reaksi kimia
(Hardjono, 1989).
Sistem biner terdiri atas campuran sebagian yaitu cairan yang tidak bercam-
pur dalam semua proporsi pada semua temperatur. Sistem biner fenol-akuades
merupakan sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan timbal balik antara fenol
dan akuades pada temperatur tertentu dan tekanan tetap. Sistem disebut biner ka-
rena terdiri atas dua komponen yaitu fenol dan akuades. Temperatur
mempengaruhi komposisi kedua fasa pada kesetimbangan. Kemampuan bercam-
purnya fenol dan akuades akan bertambah apabila temperatur dinaikkan (Atkins,
1996).
Dalam sebuah campuran dua fasa uap-cair pada kesetimbangan, suatu
komponen dalam fasa berada dalam kesetimbangan dengan komponen yang sama
dalam fasa lain. Hubungan kesetimbangan tergantung kepada suhu, tekanan, dan
komposisi campuran tersebut. Gambar 2.1 merupakan salah satu contoh diagram
dari kesetimbangan uap cair untuk sistem cyclohexane-toluene, dimana pada (a)
kesetimbangan pada temperatur konstan dan (b) kesetimbangan pada temperatur
konstan (Abbott, 1989). Kurva ABC pada Gambar 2.1 menunjukkan keadaan
campuran cair jenuh, yang disebut dengan kurva bublepoint. Kurva ADC
merupakan kurva dewpoint, yang menunjukkan uap jenuh.
Jumlah derajat kebebasan F pada kesetimbangan adalah perbedaan antara
jumlah variabel yang diperlukan untuk karakterisasi keadaan intensif sistem dan
jumlah persamaan bebas. Di dalam kesetimbangan uap cair dengan jumlah kom-
ponen n dan jumlah fasa 2 terdapat variabel t, P, N-1 fraksi mol dalam cairan dan
n-1 fraksi mol dalam uap, jadi jumlah variabel adalah 2N. Persamaan Gibbs – du-
hem sebagai kriteria kesetimbangan (Geankoplis, 1997).
fi V fi L (i = 1,2,..,N)……………………………………………………...(2.16)
8
xi P xi P P
…………………………………………………(2.18)
Bila fugasitas cairan tidak peka terhadap tekanan
fi fi
L sat
………………………………………………………………….…(2.19)
P sat
fi sat P sat jadi, fi L fi sat ; i
P
Hasil secara keseluruhan:
P sat
xi yi , Pi yi P xi P sat ………………………………………………(2.20)
P
Persamaan terakhir merupakan rumus Hukum Raoult. Persamaan tidak real-
istik, disebabkan terutama oleh asumsi kedua yang biasanya tidak berlaku, kecuali
sistemnya terdiri dari komponen yang serupa secara kimiawi dan dalam ukuran
molekul. Sebagai koreksi terhadap keadaan terakhir dikenal koefisien aktifitas.
Berikut ini diturunkan persamaan yang umum:
fi V yi i V P (untuk fasa uap)
xi i fi o yi i V P ………………………………………………...………….(2.21)
9
Dua hal yang paling sederhana adalah Hukum Raoult dan Hukum Henry (Smith,
2001).
2.2 Indeks Bias dan Refraktometer
Indeks bias menurut pengertian fisis adalah kemampuan cahaya merambat-
dalam suatu zat berdasarkan molekul-molekul penyusun zat tersebut. Sedangkan
berdasarkan persamaan matematis, indeks bias adalah perbandingan cepat rambat
di udara dengan cepat rambat cahaya ketika melalui suatu zat. Apabila seberkas
cahaya jatuh pada permukaan air, sebagian dipantulkan (reflaksi) oleh permukaan,
Sebagian lagi dibiaskan (refraksi) masuk kedalam air. Pengukuran indeks bias
berguna sebagai berikut:
a. Menilai sifat dan kemurnian suatu medium salah satunya berupa cairan.
b. Mengetahui konsentrasi larutan-larutan.
c. Mengetahui nilai perbandingan komponen dalam campuran dua zat.
d. Mengetahui kadar zat yang diekstraksikan dalam pelarut
Refraktometer adalah alat untuk mengukur indeks bias cairan, padatan atau
serbuk dalam cairan. Pengukuran indeks bias menggunakan refraktometer dapat
menggunakan Hukum Snellius. Untuk penghitungan indeks bias pada larutan
dapat menggunakan rumus Lorentz-Lorenz dan persamaan Gladstone-Dale. Re-
fraktometer dapat digunakan dalam menentukan kadar materi terlarut dalam suatu
larutan. Oleh karena itu, dalam beberapa industri biasa menggunakan refrak-
tometer. Ciri khas refraktometer yaitu dapat dipakai untuk mengukur secara tepat
dan sederhana karena hanya memerlukan zat yang sedikit yaitu 0,1 ml dan keteli-
tiannya cukup tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga indeks bias cairan
yaitu:
a. Berbanding terbalik dengan suhu
b. Berbanding terbalik dengan panjang gelombang sinar yang digunakan
c. Berbanding lurus dengan tekanan udara dipermukaan udara
d. Berbanding lurus dengan kadar atau konsentrasi larutan
2.3 Hukum Raoult
Pada sistem bertekanan rendah, persamaan perhitungan hasil kesetim-
bangan uap cair akan lebih akurat menggunakan hukum Rault termodifikasi
11
dibandingkan hukum Rault dasar (anggapan kedua fasa gas ideal) (Setiawa-
ti,2015). Deviasi-deviasi dari keidealan lautan pada fasa cair diperhitungkan
dengan menyisipkan faktor koefisien aktivitas. Persamaannya adalah sebagai
berikut :
𝑃𝑖 = 𝑃𝑖 𝑥𝑖…………………………………………………………………….(2.24)
Hukum Raoult juga memberikan hubungan antar tekanan parsial suatu zat di
atas larutan dengan fraksi molnya. Hukum Raoult dapat didefinisikan untuk fase
uap-cair dalam kesetimbangan. Hukum Raoult berlaku untuk larutan ideal seperti
larutan benzena-toluena, n-heksana-heptana dan metil alkohol-etil alkohol yang
biasanya zat-zat tersebut mempunyai sifat kimia yang sama atau mirip satu sama
lain. Kenaikan temperatur larutan akan memperbesar penguapan yang berakibat
pula memperbesar tekanan uap larutan atau tekanan total (Hardjono, 1989).
Hukum Raoult digunakan untuk komponen yang fraksi molnya mendekati
satu atau larutan dari komponen-komponen yang benar-benar mirip dalam sifat
kimia, seperti rantai lurus hidrokarbon. Misalnya subskrip i menunjukkan
komponen, Pi tekanan parsial dari komponen i dalam fase gas, yi fraksi mol gas-
gas dan xi fraksi mol fase cair.
Hukum Raoult sangat penting untuk mempelajari sifat karakteristik fisik
dari larutan seperti menghitung jumlah molekul dan memprediksi massa molar
suatu zat (Mr). Untuk larutan yang mengikuti hukum Raoult, interaksi selang
molekul individual kedua komponen sama dengan interaksi selang molekul dalam
tiap komponen. Larutan semacam ini disebut larutan ideal. Tekanan total campu-
ran gas adalah jumlah tekanan parsial masing-masing komponen berdasarkan
dengan hukum Raoult.
2.4 Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut,
atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pa-
da minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi yang paling tua (Siregar,1988).
12
ran etanol dengan air yang lebih dari 50% etanol bersifat mudah terbakar dan mu-
dah menyala. Campuran yang kurang dari 50% etanol juga dapat menyala apabila
larutan tersebut dipanaskan terlebih dahulu. Indeks refraksi etanol adalah 1,36242
(pada λ=589,3 nm dan 18,35 °C).
2.5 Akuades
Akuades adalah air hasil penyulingan atau juga sering disebut Aqua Purifi-
cata (air murni) dengan H2 O. Air murni adalah air yang dimurnikan dari destilasi.
Satu molekul air memiliki dua hidrogen atom kovalen terikat untuk satu oksigen.
Akuades merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Akuades
juga memiliki berat molekul sebesar 18,0 g/mol dan pH 7. Rumus kimia dari aku-
ades yaitu H2O. Senyawa ini tidak berwarna, tidak berbau dan tidak meiliki rasa.
Akuades merupakan elektrolit lemah. Air dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen
dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut bagi kebanyakan senyawa (Abbot
dkk, 1989).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat-Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan kesetimbangan uap-cair
adalah sebagai berikut:
a. Labu didiih leher dua 100 ml
b. Gelas ukur 100 ml
c. Gelas kimia 250 ml
d. Pipet tetes
e. Hand refractometer
f. 1 set alat KUC
g. Mantel pemanas
h. Aluminium foil
i. Corong kaca
j. Labu ukur 100 ml
3.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan kesetimbangan uap-cair ada-
lah sebagai berikut:
a. Etanol
b. Akuades
3.3 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan yang dilaksanakan pada percobaan kesetim-
bangan uap-cair adalah sebagai berikut:
a. Alat KUC disusun seperti Gambar 3.1
b. Larutan etanol diencerkan menggunakan akuades sehingga memiliki kon-
sentrasi 0,32; 0,42; 0,52; 0,62; dan 0,72 dalam % volume
c. Akuades ditambahkan sesuai dengan pengurangan 100 ml volume total
dengan etanol.
d. Lalu akuades dicampurkan dengan etanol didalam labu ukur 100 ml.
e. Larutan tersebut dikocok secara perlahan.
14
15
f. Larutan campuran diambil dengan pipet tetas dan diletakan di Hand refrac-
tometer dan dihitung derajad brixnya.
g. Setelah tercampur rata, campuran larutan tersebut diambil sebanyak 50 ml
dan dimasukan kedalam labu didih yang telah diletkan di mantel pemanas.
h. Leher labu disambungkan dengan alat KUC dan satunya lagi tutup dengan
aluminium.
i. Mantel pemanas dihidupkan
j. Larutan akan mengalami kenaikan suhu hingga terjadinya kesetimbangan
yang ditandai dengan suhu yang konstan.
k. Setelah suhu konstan, dihitung derajad brix uap dan larutan dengan
menggunkan Hand refractometer, lalu dicatat.
l. Prosedur dilakukan kembali dengan konsentrasi etanol yang berbeda
3.4 Rangkaian Alat
Keterangan
a a. Kondensor
b. Termometer
c. Labu didih
b d. Heater
d
Pemanas
17
18
16
14
12
R² = 0.9988
8
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
32 97 2 14.5
42 87 8 13
52 85 10 12
62 81 13 8
72 79 14 7
XW merupakan konsentrasi mula-mula etanol murni yang diuji dengan
menggunakan alat hand refractometer, sedangkan XF merupakan komposisi eta-
nol yang digunakan pada campuran etanol-air. Adapun XD merupakan konsentrasi
etanol dalam bentuk fasa cair yang terdapat pada bagian bottom product, dan YD
merupakan konsentrasi etanol pada bagian top product yang diuji dalam bentuk
cairan dengan alat hand refractometer. Secara teoritis, hubungan antara komposisi
XF yang digunakan dan XW ialah berbanding lurus. Apabila semakin tinggi kon-
sentrasi etanol (XF) yang digunakan, maka nilai dari XW yang diuji dengan hand
refractometer juga akan semakin tinggi.
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan hasil nilai Xw naik seiring naiknya
komposisi etanol dalam campuran (XF). Hal ini sesui dengan teori yang berlaku.
Menurut Smith dkk (2001) nilai dari Xw semakin besar apabila konsentrasi dari
etanol yang digunakan pada campuran etanol-air semakin tinggi, begitu juga se-
baliknya nilai dari Xw semakin kecil ketika konsentrasi etanol pada campuran eta-
nol-air yang digunakan semakin rendah (Smith dkk, 2001).
Berdasarkan hasil percobaan, untuk nilai XD mengalami penurunan dan ber-
banding terbalik terhadap nilai XD. Namun berdasarkan teori, seharusnya nilai X W
dan XD berbanding lurus dan nilainya sama. Nilai Xw dan XD yang berbading lu-
rus ini dikarenakan nilai fraksi etanol pada labu leher dua dan clevenger adalah
sama. Kesalahan ini mungkin terjadi dikarenakan human error dalam pembacaan
20
data maupun dalam melihat titik kesetimbanagn yang kurang teliti serta pengaruh
alat percobaan yang kurang efektif.
Pada kondisi kesetimbangan, semakin tinggi komposisi etanol yang
digunakan pada campuran etanol-air, maka fraksi dari etanol yang dihasilkan juga
akan semakin besar pada produk atas berupa kondensat (uap) yang diembunkan
menjadi fasa cair. Hal ini dikarenakan pemanasan pada campuran etanol-air, eta-
nol menguap terlebih dahulu pada kondisi kesetimbangan sehingga komposisi
etanol pada produk atas lebih banyak daripada produk bawah (Smith dkk, 2001).
Oleh sebab itulah nilai °brix Xw meningkat seiring penambahan etanol dalam
campuran.
4.3 Kurva Kesetimbangan Uap-cair Etanol-air
Dengan menggunakan persamaan yang telah didapatkan dari kurva kali-
brasi yaitu nilai y = -95.299x2 + 66.313x + 2.8094. dapat ditentukan konsentrasi
Xw. Setelah itu, dengan menggunakan data temperatur kesetimbangan pada cam-
puran etanol-air pada variasi komposisi etanol yang digunakan berbeda-beda,
dapat diperoleh data Psat dari etanol dan Psat dari air. Psat meupakan tekanan uap
murni pada cair jenuh dan pada suhu tertentu, dimana Psat ini akan digunakan un-
tuk menentukan komposisi YD. Untuk Menghitung nilai Psat etanol menggunakan
persamaan antoine:
𝑠𝑎𝑡
3803,98
𝑃𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝐸𝑋𝑃 (18,9119 − )
𝑇 − 41,68
Dari percobaan didapakan data konsentrasi uap dan cair dari etanol sebagai
berikut.
Tabel 4. 3 Data Xw, YD dalam Cairan dan dalam Kondensat terhadap Tempera-
tur Kesetimbangan Percobaan dan Literatur.
XF Temperatur Data Percobaan Data Literatur
Percobaan (Smith dkk,
(°C) 2001)
Xw YD Xw YD
0,32 97 0,708 0,821 0,031 0,26
0,42 87 0,765 0,860 0,211 0,663
21
120
100
80
Temperatur (°C)
Xw Literatur
60
YD Literatur
Xw Percobaan
40 YD Percobaan
20
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Fraksi Etanol (Mol/mol)
Gambar 4. 2 Grafik perbandingan Komposisi Uap (YD) dan cair (XD) Percobaan
dan Literatur
Dari grafik dapat dilihat bahawa hubungan komposisi uap (YD) dan cair
(Xw) etanol pada percobaan dan literature terhadap temperatur kesetimbangan
adalah berbanding terbalik. Semakin tinggi temperatur semakin rendah perolehan
komposisi uap (YD) dan cair (XW) etanol baik dari percobaan maupun literature.
Hal ini disebabkan oleh konsentrasi awal etanol yang berbeda, dimana semakin
tinggi konsentrasi awal etanol semakin tinggi komposisi uap (YD) dan cair (XW)
etanol dan temperatur pada dew point dan buble point akan semakin menurun
(Smith dkk, 2001).
Bubble point merupakan temperatur dimana gelombang uap pertama kali
terbentuk dalam cairan pada saat dipanaskan sesuai dengan tekanan yang diberi-
22
kan dan Dew Point adalah titik embun udara artinya suhu dimana udara mulai
mengembun menimbulkan titik-titik air. Dengan tercapainya kesesuaian antara
data percoban dengan literatur, maka dapat dikatakan bahwa percobaan terhadap
suhu kesetimbangan pada campuran etanol-air berjalan dengan baik (Geankoplis,
1993).
Disampin itu, hal ini juga dikarenakan semakin tinggi suhu kesetimbangan,
berarti bahwa kandungan air didalam campuran etanol-air tinggi sehingga suhu
kesetimbangan hampir mencapai suhu titik didih air. Pernyataan ini dapat dilihat
pada komposisi etanol 0.32% dimana suhu kesetimbangan 97ºC. Seiring dengan
penambahan komposisi etanol hingga 0.72%, suhu kesetimbangan pada campuran
etanol-air tercapai pada suhu 79ºC. Suhu kesetimbangan ini hampir mendekati
titik didih dari etanol, hal ini dikarenakan pada campuran etanol-air, komposisi
etanol yang digunakan jauh lebih besar daripada komposisi air sehingga keadaan
kesetimbangan dapat tercapai pada saat mendekati suhu titik didih dari etanol.
Dengan tercapainya kesesuaian antara data percoban dengan literature, maka
dapat dikatakan bahwa percobaan terhadap suhu kesetimbangan pada campuran
etanol-air sudah akurat (Geankoplis, 1993).
4.4 Konstanta Kesetimbangan Uap-Cair Etanol
Perbandingan konstanta kesetimbangan data percobaan dan konstanta
kesetimbangan literatur terhadap temperatur kesetimbangan dapat dilihat pada
tabel 4.4.
Tabel 4. 4 Hubungan Konstanta Kesetimbangan Percobaan dan Literatur Ter-
hadap Temperatur
Temperatur Konstanta Konstanta
kesetimbangan Percobaan Literature
Percobaan (°C)
97 1,159 8,387
87 1,124 3,14
85 1,110 2,45
81 1,091 1,32
79 1,085 0,94
23
100
Temperatur (°C)
80
K Percobaan
60 K Literatur
40
20
0
0 2 4 6 8 10
Konstanta
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan kesetimbangan uap cair yang dilakukan terdapat beberapa
kesimpulan yang dapat diambil antara lain:
1. Pada percobaan ini fraksi mol etanol yaitu 0,134; 0,1935; 0,226; 0,289; dan
0,481
2. Dari kurva kesetimbangan uap-cair semakin besar komposisi etanol semakin
meningkat o brixnya.
3. Dari kurva kesetimbangan etanol-air dengan oBrix diperoleh persamaan
nilai y = -95.299x2 + 66.313x + 2.8094 dan R2 = 0,9988.
4. Komposisi uap (YD) dan cair (Xw) terhadap temperatur kesetimbangan ada-
lah berbanding terbalik. Semakin tinggi temperatur semakin rendah
perolehan komposisi uap (YD) dan cair (XD) etanol.
5. Konstanta kesetimbanagn berbanding lurus dengan temperatur, semakin
tinggi temperatur kesetimbangan, maka semakin tinggi pula nilai konstanta
kesetimbangan yang dihasilkan. Konstanta kesetimbangan hasil percobaan
yang didapatkan adalah 1,159; 1,124; 1.110; 1,091; 1,085.
5.2 Saran
Setelah dilakukan percobaan ini terdapat beberapa saran yang dapat diper-
hatikan yaitu:
1. Perhatikan data yang didapat dengan teliti.
2. Perbanyak literatur untuk menyempurnakan kesimpulan yang didapat.
3. Pastikan peralatan praktikum dapat bekerja efektif dan minimalisasi hal-hal
yang mempengaruhi kinerja alat.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
26
27
Maka:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 . 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 33,34 × 0,789
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 26,3053 𝑔𝑟
Maka:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 . 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 43,75 × 0,789
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 34,52 𝑔𝑟
Maka:
29
Maka:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 . 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
30
Maka:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 . 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 75 × 0,789
31
3803,98
Psat etanol = exp [18,9119 − ]= 11863,49 mmHg
358+ 41,13
3816,44
Psat air = exp [18,3036 − ]= 6258,54 mmHg
358 + 41,13
Menghitung Yd
𝑥𝑊 𝑃𝑠𝑎𝑡 etanol
YD =
𝑃
𝑥𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol
= (𝑥
𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol)+((1− 𝑥𝑊 ).𝑃𝑠𝑎𝑡 air
0.708 𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔
=(
0.708𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔)+((1−0.708)𝑥 6258,54 𝑚𝑚𝐻𝑔)
= 0,821
Menghitung K
𝑦𝐷 0,821
(K) = = = 1,159
𝑥𝑊 0.708
3803,98
Psat etanol = exp [18,9119 − ]= 11863,49 mmHg
358+ 41,13
3816,44
Psat air = exp [18,3036 − ]= 6258,54 mmHg
358 + 41,13
Menghitung Yd
𝑥𝑊 𝑃𝑠𝑎𝑡 etanol
YD =
𝑃
𝑥𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol
= (𝑥
𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol)+((1− 𝑥𝑊 ).𝑃𝑠𝑎𝑡 air
0.765 𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔
=(
0.765𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔)+((1−0.765)𝑥 6258,54 𝑚𝑚𝐻𝑔)
= 0,86
Menghitung K
𝑦𝐷 0,86
(K) = = = 1,124
𝑥𝑊 0.765
3803,98
Psat etanol = exp [18,9119 − ]= 11863,49 mmHg
358+ 41,13
3816,44
Psat air = exp [18,3036 − ]= 6258,54 mmHg
358 + 41,13
34
Menghitung Yd
𝑠𝑎𝑡
𝑥𝑊 𝑃 etanol
YD =
𝑃
𝑥𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol
= (𝑥
𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol)+((1− 𝑥𝑊 ).𝑃𝑠𝑎𝑡 air
0.79 𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔
=(
0.79𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔)+((1−0.79)𝑥 6258,54 𝑚𝑚𝐻𝑔)
= 0,877
Menghitung K
𝑦𝐷 0,877
(K) = = = 1,110
𝑥𝑊 0.79
3803,98
Psat etanol = exp [18,9119 − ]= 11863,49 mmHg
358+ 41,13
3816,44
Psat air = exp [18,3036 − ]= 6258,54 mmHg
358 + 41,13
Menghitung Yd
𝑥𝑊 𝑃𝑠𝑎𝑡 etanol
YD =
𝑃
𝑥𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol
= (𝑥
𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol)+((1− 𝑥𝑊 ).𝑃𝑠𝑎𝑡 air
0.824 𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔
=(
0.824𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔)+((1−0.824)𝑥 6258,54 𝑚𝑚𝐻𝑔)
= 0,899
Menghitung K
𝑦𝐷 0,899
(K) = = = 1,091
𝑥𝑊 0.824
35
3803,98
Psat etanol = exp [18,9119 − ]= 11863,49 mmHg
358+ 41,13
3816,44
Psat air = exp [18,3036 − ]= 6258,54 mmHg
358 + 41,13
Menghitung Yd
𝑥𝑊 𝑃𝑠𝑎𝑡 etanol
YD =
𝑃
𝑥𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol
= (𝑥
𝑊 𝑃 𝑠𝑎𝑡 etanol)+((1− 𝑥𝑊 ).𝑃𝑠𝑎𝑡 air
0.835 𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔
=(
0.835𝑥 11863,49 𝑚𝑚𝐻𝑔)+((1−0.835)𝑥 6258,54 𝑚𝑚𝐻𝑔)
= 0,906
Menghitung K
𝑦𝐷 0,906
(K) = = = 1,085
𝑥𝑊 0.835
𝑦𝐷 0,663
𝐾= = = 3,14
𝑥𝑤 0,211
37
𝑦𝐷 0,706
𝐾= = = 2,45
𝑥𝑤 0,288
d. Untuk Etanol 62% pada 81°C
Untuk temperatur 81°C sudah ada di tabel literatur dimana nilai X W = 0,6
dan YD = 0,794.
𝑦𝐷 0,794
𝐾= = = 1,32
𝑥𝑤 0,6
𝑦𝐷 0,812
𝐾= = = 0,94
𝑥𝑤 0,865
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI
38
LAMPIRAN C
LAPORAN SEMENTARA
39
40
41