Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II

MATERI
KESETIMBANGAN FASA

Disusun Oleh :
Prameswari Citradhitya
NIM : 21030119130077

Group : IV / KAMIS PAGI


Rekan Kerja : Ahmad Alvinal Azmi NIM : 21030119130103
Fadlillah Fani NIM : 21030119130119

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II

MATERI
KESETIMBANGAN FASA

Disusun Oleh :
Prameswari Citradhitya
NIM : 21030119130077

Group : IV / KAMIS PAGI


Rekan Kerja : Ahmad Alvinal Azmi NIM : 21030119130103
Fadlillah Fani NIM : 21030119130119

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
KESETIMBANGAN FASA

LEMBAR PENGESAHAN

Materi : Kesetimbangan Fasa


Kelompok : IV / Kamis Pagi
Anggota : Ahmad Alvinal Azmi NIM : 21030119130103
Fadlillah Fani NIM : 21030119130119
Prameswari Citradhitya NIM : 21030119130077
Telah disetujui dan disahkan oleh asisten dan dosen pembimbing materi
Kesetimbangan Fasa pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 29 Mei 2020

Semarang, 29 Mei 2020


Dosen Pengampu

Ir. Diah Susetyo Retnowati, M.T.


NIP. 195901181987102001

iii
KESETIMBANGAN FASA

RINGKASAN

Praktikum kesetimbangan fasa mempelajari kesetimbangan antara fase uap dan


fase cair suatu larutan. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagram suhu versus
komposisi yang mana komposisinya diukur dengan densitas dari larutan. Larutan
adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen. Larutan yang
digunakan pada praktikum kesetimbangan fasa ini adalah larutan biner etanol-air yang
merupakan campuran cair-cair yang memiliki perbedaan titik didih yang cukup besar.
Prinsip kesetimbangan fasa dapat digunakan pada proses distilasi (pemisahan yang
menggunakan perbedaan titik didih)
Dalam praktikum ini, praktikan mengawali dengan menentukan kemurnian
etanol teknis supaya dapat menentukan densitas etanol dan membuat larutan etanol-air
pada berbagai komposisi. Selanjutnya praktikan membuat kurva hubungan densitas
versus komposisi etanol-air. Kemudian praktikan mendestilasi larutan etanol-air pada
berbagai komposisi tadi sampai suhunya konstan dan dicatat titik didihnya. Lalu
diambil cuplikan residu dan destilat untuk diperiksa densitasnya masing-masing di
berbagai komposisi dan dibuat kurva hubungan suhu dengan komposisi etanol .
Dari hasil praktikum ini, Hubungan komposisi etanol-air dengan suhu yaitu
semakin rendah % W etanol maka semakin tinggi titik didihnya karena titik didih
etanol yang lebih kecil daripada titik didih air.Pada larutan campuran etanol-air didapat
hasil bahwa komposisi etanol pada residu lebih kecil dibanding komposisi etanol pada
destilat akibat sifat etanol yang lebih volatil, dimana sesuai dengan denstias pada
residu lebih besar karena kompsisi etanolnya lebih kecil dari destilat. Terdapat
beberapa saran agar praktikum selanjutnya lebih baik. Praktikan diharapkan dapat
memberi kapas diantara adaptor dan Erlenmeyer supaya destilat tidak mudah
menguap. Laborn PDTK diharapkan dapat menambahkan alat timbangan serta
menaruh alat timbangan tidak di depan jendela.

iv
KESETIMBANGAN FASA

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................i


HALAMAN JUDUL...........................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iii
RINGKASAN .....................................................................................................iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................1
1.3 Manfaat Praktikum ..............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2
2.1 Pengertian Kesetimbangan Fasa ..........................................................2
2.2 Hukum Raoult......................................................................................2
BAB III METODE PRAKTIKUM .....................................................................4
3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan .........................................................4
3.2 Gambar Alat.........................................................................................4
3.3 Cara Kerja ............................................................................................5
3.4 Tabel Pengamatan ................................................................................5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................7
4.1 Hubungan antara Densitas vs Komposisi Larutan Etanol-Air.............7
4.2 Hubungan antara Suhu vs Komposisi Larutan Etanol-Air ..................8
BAB V PENUTUP ..............................................................................................11
5.1. Kesimpulan .........................................................................................11
5.2. Saran ...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................12
LAPORAN SEMENTARA ................................................................................A-1
LEMBAR PERHITUNGAN ...............................................................................B-1
GRAFIK HASIL PERCOBAAN ........................................................................C-1
LEMBAR KUANTITAS REAGEN ...................................................................D-1
LEMBAR ASISTENSI

v
KESETIMBANGAN FASA

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hubungan antara komposisi etanol (larutan etanol-air)


dengan densitas (untuk kurva standart) ............................................6
Tabel 3.2 Data untuk membuat kurva hubungan suhu-kompsisi etanol/air .....6
Tabel 4.1 Hubungan antara densitas vs komposisi larutan etanol-air ..............7
Tabel 4.2 Hubungan antara suhu vs komposisi larutan etanol-air ...................8

vi
KESETIMBANGAN FASA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram suhu-komposisi asam formiat-air...................................... 3


Gambar 2.2 Diagram suhu-komposisi ethanol-air ............................................... 3
Gambar 3.1 Rangkaian alat destilasi ................................................................... 4
Gambar 4.1 Hubungan densitas vs komposisi larutan etanol-air ........................ 7
Gambar 4.2 Hubungan suhu vs komposisi larutan etanol-air .............................. 9

vii
KESETIMBANGAN FASA

DAFTAR LAMPIRAN

Laporan Sementara..............................................................................................A-1
Lembar Perhitungan ............................................................................................B-1
Grafik Hasil Percobaan .......................................................................................C-1
Lembar Kuantitas Reagen ...................................................................................D-1

viii
KESETIMBANGAN FASA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesetimbangan Fasa merupakan pokok bahasan yang sangat penting di
dalam ilmu Teknik Kimia karena pengaplikasian kesetimbangan fasa sangat luas
di industri kimia. Pada praktikum kesetimbangan fasa mempelajari
kesetimbangan antara fase uap dan fase cair dari suatu larutan. Dari praktikum
ini mahasiswa dapat membuat diagram suhu versus komposisi yang mana
komposisinya diukur dengan nilai indeks bias atau densitas dari larutan. Prinsip
kesetimbangan fasa dapat digunakan dalam industri kimia pada proses distilasi
(pemisahan yang menggunakan perbedaan titik didih). Contohnya untuk
pemurnian etanol, dan pemisahan toluene-benzene. Larutan yang akan
digunakan pada praktikum kesetimbangan fasa ini adalah larutan biner etanol-
air. Larutan etanol-air adalah campuran cair-cair yang saling melarutkan dimana
keduanya memiliki perbedaan titik didih yang cukup, sehingga proses
pemisahannya dapat dilakukan dengan cara distilasi.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagram komposisi etanol/air
(dilihat dari kurva standart) versus suhu untuk larutan etanol-air.
2. Mahasiswa diharapkan mampu memahami kesetimbangan dua fase (uap-
cair) dari sistem campuran (larutan) yang terdiri dari dua komponen yaitu
etanol-air.

1.3 Manfaat Praktikum


Setelah praktikum mahasiswa dapat memahami sistem pemisahan yang
berdasarkan konsep kesetimbangan fase (uap-cair) dari suatu sistem larutan yang
terdiri dari dua komponen yang melibatkan keseimbangan khusunya larutan
etanol-air

1
KESETIMBANGAN FASA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesetimbangan Fasa


Larutan adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu
komponen. Bila sistem hanya terdiri dari dua zat maka disebut larutan biner,
misalnya alkohol dalam air. Menurut sifatnya dikenal larutan ideal dan non ideal.
Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik antara molekul yang sejenis
dan tidak sejenis sama. Sedangkan larutan non ideal gaya tarik menarik antara
molekul yang sejenis maupun yang tidak sejenis berbeda.
Jika larutan diuapkan sebagian, maka mol fraksi dari masing-masing
penyusun larutan tidak sama karena volatilitas (mudahnya menguap) dari
masing-masing penyusunnya berbeda. Uap relatif mengandung lebih banyak zat
yang lebih volatil dari pada cairannya. Hal ini dapat dilihat dari diagram
kesetimbangan uap dan cairan pada tekanan tetap dan suhu tetap.
Pada percobaan kesetimbangan fasa dipelajari diagram komposisi suhu
pada tekanan tetap. Komposisi etanol dan air di fase uap yang dinyatakan dalam
yi dan di fase cair yang dinyatakan dalam xi pada berbagai suhu. Komposisi ini
kemudian dipakai untuk membuat diagram Komposisi versus Suhu pada sistem
larutan biner.
2.2 Hukum Raoult
Proses distilasi satu stage digunakan untuk membuat diagram
kesetimbangan fasa antara uap dengan cairan untuk sistem larutan biner ini.
Tekanan uap komponen air (A) dan etanol (B) dari larutan ideal mengikuti
Hukum Raoult :
PA = P0A XA ....................(1)
PB = P0B XB ....................(2)
Dengan :
PA = tekanan parsial Air
PB = tekanan parsial Etanol
P0A = tekanan uap murni Air pada suhu tertentu
P0B = tekanan uap murni Etanol pada suhu tertentu
XA = mol fraksi Air di dalam larutan
XB = mol fraksi Etanol di dalam larutan
Jika persamaan (1) dan (2) dimasukan ke persamaan Dalton, P = PA 0 XA + PB0
XB, maka diperoleh persamaan :
P = PA 0 XA + PB0 XB ....................(3)

2
KESETIMBANGAN FASA

Dengan P adalah tekanan uap total dari sistem. Dalam larutan berlaku :
XA + XB = 1 ....................(4)
Jika persamaan (4) dimasukan ke persamaan (3) diperoleh :
P = PB0 + ( PA0 – PB0 ) XA ....................(5)
Hukum Raoult hanya dapat digunakan untuk larutan ideal atau larutan
yang sangat encer, karena pada larutan encer, hubungan antara jumlah zat
terlarut dengan tekanan uapnya merupakan fungsi linier (semakin banyak solute,
maka tekanan uap akan semakin kecil), sedangkan pada larutan yang tidak encer,
hubungannya tidak linier (pengaruh jumlah solute terhadap tekanan uap tidak
tetap).
Dalam larutan yang mempunyai tekanan uap sistem yang lebih besar jika
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan hukum Raoult
dikatakan sistem mempunyai deviasi positif (larutan non ideal), seperti
ditunjukkan pada gambar 1. Dikatakan deviasi negatif, jika tekanan uap larutan
lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan
menggunakan Hukum Raoult seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah
ini.

Gambar 2.1 Diagram Suhu-Komposisi Gambar 2.2 Diagram


Asam Formiat-Air untuk larutan Suhu-Komposisi
non-ideal Ethanol-Air untuk
Larutan non-ideal

3
KESETIMBANGAN FASA

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan dan Alat yang digunakan


3.1.1 Bahan
1. Etanol teknis 101 ml
2. Aquadest 139 ml
3.1.2 Alat

1. Labu destilasi 8. Adaptor


2. Thermometer 9. Statif-klem
3. Pendingin Leibig 10. Oilbath
4. Thermostat 11. Kaki tiga
5. Erlenmeyer 12. Heater
6. Pipet Ukur 13. Thermocouple
7. Refraktometer 14. Piknometer

3.2 Gambar Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Destilasi

Keterangan :

1. Statif
2. Klem
3. Labu Destilasi
4. Thermostat
5. Termometer
6. Pendingin Leibig
7. Erlenmeyer

4
KESETIMBANGAN FASA

8. Adaptor
9. Oilbath
10. Kaki Tiga
11. Heater
12. Thermocouple
13. Aliran air pendingin masuk
14. Aliran air pendingin keluar

3.3 Cara Kerja


1. Menentukan kemurniaan etanol teknis dengan cara :
a. Kalibrasi piknometer dengan menggunakan densitas air.
b. Menentukan densitas etanol dengan menggunakan piknometer.
c. Menentukan kemurnian etanol menggunakan tabel hubungan %w etanol,
suhu, dan densitas.
d. Membuat larutan etanol-air pada berbagai komposisi.
e. Dibuat kurva hubungan antara komposisi etanol/air versus indeks bias /
densitas.
2. Menentukan titik didih air dengan memasukkan 100 ml air ke dalam beaker
glass pirex 250 ml, selanjutnya dipanaskan sampai mendidih dan dicatat titik
didihnya.
3. Menentukan titik didih etanol dengan cara volume 35 ml etanol dimasukkan ke
dalam labu destilasi kosong, dipanaskan menggunakan minyak yang
dilengkapi dengan thermostat sampai mendidih, kemudian dicatat suhu
didihnya.
4. Labu destilasi kemudian didinginkan, lalu ditambahkan air dengan volume
tertentu ke dalam labu destilasi, selanjutnya dipanaskan sampai mencapai suhu
konstan dan catat titik didihnya, lalu diambil cuplikan residu dan destilat untuk
diperiksa indeks bias atau densitasnya masing-masing. Destilat yang telah
diambil sedikit untuk sampel dikembalikan lagi ke dalam labu destilasi.
5. Prosedur 4 dilakukan berulang untuk berbagai komposisi.
6. Dibuat kurva hubungan suhu dengan komposisi etanol atau kurva hubungan
suhu dengan komposisi aquadest/air.
Catatan : Komposisi etanol-air dapat dinyatakan dalam fraksi berat atau fraksi mol.

3.4 Tabel Pengamatan


Tabel 3.1 Hubungan antara Komposisi Etanol (Larutan Etanol-Air) dengan
Densitas (untuk kurva standart)

5
KESETIMBANGAN FASA

Komposisi Etanol (% Volume Air Volume Etanol


Densitas
berat) (ml) (ml)

Tabel 3.2 Data untuk Membuat Kurva Hubungan Suhu-Kompsisi etanol/air


Suhu
Volume Volume Air Densitas Densitas
Didih
Etanol (ml) (ml) Residu Destilat
(oC)

6
KESETIMBANGAN FASA

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hubungan antara Komposisi Etanol dengan densitas pada Larutan Etanol-
Air
Tabel 4.1 Hubungan antara Komposisi Etanol (Larutan Etanol-Air)
dengan Densitas (untuk kurva standar)
Komposisi Volume Air Volume Etanol Densitas (g/cm³)
Etanol (%W) (ml) (ml)
0% 10 ml 0 ml 0,997 g/cm³
8% 8,8899 ml 1,1101 ml 0,9941 g/cm³
16 % 8,156 ml 1,844 ml 0,985 g/cm³
24 % 6,7252 ml 3,2748 ml 0,9676 g/cm³
32 % 5,7672 ml 4,2328 ml 0,9547 g/cm³
40 % 4,7901 ml 5,2099 ml 0,9402 g/cm³
48 % 3,8426 ml 6,1574 ml 0,9223 g/cm³
56 % 2,923 ml 7,077 ml 0,9057 g/cm³
64 % 2,0309 ml 7,9691 ml 0,8796 g/cm³
72 % 1,1642 ml 8,8358 ml 0,8627 g/cm³
80 % 0,3224 ml 9,6776 ml 0,8432 g/cm³
85,608 % 0 ml 10 ml 0,82565 g/cm³

0.95
Densitas

0.9

0.85

0.8
0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 88
Komposisi etanol (%W)

Grafik 4.1 Hubungan Kompsisi Etanol-Air verus Densitas


Grafik di atas adalah grafik antara hubungan komposisi etanol (larutan
etanol-air) dengan densitas. Dalam grafik ini menggunakan komposisi etanol
mulai dari 0% W etanol sampai dengan persentase kemurnian etanol tersebut
yakni 85,608 %. Kelipatan yang digunakan adalah kelipatan 8, yakni 0% W,
8% W, 16% W dan seterusnya sampai 85,608 % W

7
KESETIMBANGAN FASA

Dari grafik hubungan antara komposisi etanol-air dengan densitas pada


larutan etanol-air di atas terlihat bahwa hubungan antara komposisi etanol
dengan densitas adalah berbanding terbalik. Semakin besar komposisi etanol,
maka semakin kecil densitas larutan etanol air. Hal ini terlihat dari kurva yang
menurun dari kiri atas menuju kanan bawah.
Salah satu hal yang mempengaruhi nilai densitas adalah komposisi dari
larutan itu sendiri. Dalam hal ini, etanol memiliki densitas yang lebih besar
daripada air. Besarnya komposisi etanol menunjukkan besarnya jumlah etanol
yang terdapat dalam larutan tersebut. Semakin besar komposisi etanol, makin
banyak jumlah molekul etanol yang terdapat dalam larutan, sehingga
mengakibatkan jumlah molekul air menjadi semakin sedikit. Dari pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar komposisi etanol, maka
semakin kecil densitas larutan etanol air. (Martin,1983 dalam Pardosi, Jasmer
L.,2009)
Bila dilihat antara teori dimana semakin kecil densitas, semakin tinggi
kadar etanolnya dan semakin rendah kadar airnya, maka hasil percobaan pada
praktikum kesetimbangan fasa sudah sesuai dengan teori.

4.2 Hubungan antara Komposisi Larutan Etanol-Air dengan Suhu


Tabel 4.2 Hubungan antara suhu vs komposisi larutan etanol-air
Suhu didih Densitas (g/cm³) Komposisi Etanol
(°C) (%W)
Destilat Residu Destilat Residu
sss70 oC 0,8256 g/cm³ 0,8256 g/cm³ 84 % 84 %
73 oC 0,8875 g/cm³ 0,9004 g/cm³ 60 % 56 %
74 oC 0,8867 g/cm³ 0,9379 g/cm³ 58 % 44 %
76 oC 0,8705 g/cm³ 0,948 g/cm³ 62 % 40 %
78 oC 0,8235 g/cm³ 0,9601 g/cm³ 82 % 24 %
81 oC 0,7936 g/cm³ 0,9726 g/cm³ 86 % 20 %
83 oC 0,7883 g/cm³ 0,9988 g/cm³ 90 % 8%
100 oC 0 g/cm³ 1 g/cm³ 0% 0%

8
KESETIMBANGAN FASA

105
100
95
90

Suhu
85 residu
80 destilat
75
70
65
0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 88
Komposisi etanol (%W)

Grafik 4.2 Hubungan suhu vs komposisi larutan etanol-air


Berdasarkan teori yang ada yakni bahwa komposisi etanol pada destilat
lebih besar daripada residu. Hal ini berhubungan dengan sifat etanol yang
lebih volatil dengan memiliki titik didih sebesar 78, 32oC (Sari, 2012).
Sedangkan air bersifat kurang volatil dengan titik didih 100oC. Semakin besar
%W etanol pada larutan menyebabkan titik didih semakin rendah karena titik
didih etanol lebih kecil dari titik didih air (Sari, 2012).
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa pada titik didih 70oC, densitas
larutan etanol-air pada residu sebesar 0, 8256 g/cm³ dan pada distilat sebesar
0,8256 g/cm³. Hal ini dikarenakan komposisi air yang masih 0 ml sehingga
densitas distilat dan residu sama besar. Pada suhu 73oC, didapatkan densitas
residu sebesar 0,9004 g/cm³ dan densitas distilat sebesar 0,8875 g/cm³.
Sedangkan pada suhu 74oC, didapatkan densitas residu sebesar 0,9379 g/cm³
dan pada distilat sebesar 0,8867 g/cm³. Pada titik didih 76oC, didapat densitas
residu sebesar 0,948 g/cm³ dan densitas distilat sebesar 0,8705 g/cm³. Pada
titik didih 78oC, densitas residunya sebesar 0,9601 g/cm³ dan densitas distilat
sebesar 0,8235 g/cm³. Pada suhu 81oC diperoleh densitas residu sebesar
0,9726 g/cm³ dan densitas distilat sebesar 0,7936 g/cm³. Sedangkan pada
suhu 83oC, didapatkan densitas residu sebesar 0,9988 g/cm³ dan densitas
distilat sebesar 0,7883 g/cm³.
Menurut Sari (2012), semakin besar komposisi ethanol maka
temperatur dew point dan bubble point akan semakin menurun. Hal ini
disebabkan karena komposisi etanol bersifat volatil dengan titik didih 78,32 C,
sedangkan air bersifat non volatil dengan titik didih 100 C . Bila dilihat pada
teori dimana komposisi etanol di residu lebih kecil dibanding komposisi etanol
pada destilat akibat sifat etanol yang lebih volatil sesuai dengan densitas yang
didapatkan yakni pada residu densitasnya lebih besar dikarenakan komposisi
etanolnya lebih sedikit daripada destilat. Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa

9
KESETIMBANGAN FASA

semakin rendah % W etanol semakin tinggi titik didihnya. Maka dapat


disimpulkan bahwa hasil percobaan pada praktikum kesetimbangan fasa sesuai
dengan teori

10
KESETIMBANGAN FASA

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Hubungan komposisi etanol-air dengan suhu yaitu semakin rendah % W
etanol maka semakin tinggi titik didihnya karena etanol yang lebih volatile
dan titik didih etanol yang lebih kecil daripada titik didih air.
2. Pada larutan campuran etanol-air didapat hasils bahwa komposisi etanol
pada residu lebih kecil dibanding komposisi etanol pada destilat akibat sifat
etanol yang lebih volatil, dimana sesuai dengan denstias pada residu lebih
besar karena kompsisi etanolnya lebih kecil dari destilat.
5.2 Saran
1. Untuk mendapat destilat yang sempurna, sebaiknya antara adaptor dan
Erlenmeyer diberi kapas dengan rapat supaya destilat tidak mudah
menguap
2. Laboran PDTK 2 diharapkan dapat menambahkan alat timbangan
3. Laboran PDTK 2 diharapkan tidak meletakkan alat timbangan di depan
jendela

11
KESETIMBANGAN FASA

DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R.A. and Daniels, F. 1983. Kimia Fisika : Edisi lima. Penerbit Erlangga:
Jakarta.
Castelan, G.,W. 1981. Physical Chemistry 2nd edition. Tokyo.
Pardosi, Jasmer L.2009. Perbandingan Metode Kromatografi Gas dan Berat Jenis
pada Penetapan Kadar Etanol. Skripsi. Universitas Sumatera Utara :
Medan
Sari, Ni Ketut. 2012. Data Kesetimbangan Uap-Air dan Ethanol-Air dari Hasil
Fermentasi Rumput Gajah. Jurnal Teknik Kimia, 6(2): 65 – 67

12
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II

Materi :
Kesetimbangan Fasa

NAMA : Prameswari Citradhitya NIM : 21030119130077

GRUP : 4 / Kamis Pagi


REKAN KERJA : Ahmad Alvinal Azmi NIM : 21030119130103
Fadlillah Fani NIM : 21030119130119

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

A-1
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa diharapkan mampu membuat diagram komposisi etanol/air versus
suhu untuk larutan etanol-air.
2. Mahasiswa diharapkan mampu memahami kesetimbangan antara dua fasa
(uap-cair) dari sistem campuran (larutan) yang terdiri dari dua komponen
yaitu etanol-air.

II. PERCOBAAN
2.1. Bahan Yang Digunakan
1. Etanol Teknis 101 ml
2. Aquades 139 ml

2.2. Alat Yang Dipakai


1. Labu destilasi
2. Thermometer
3. Pendingin Leibig
4. Thermostat
5. Erlenmeyer
6. Pipet
7. Refraktometer
8. Adaptor
9. Statif-klem
10. Oilbath
11. Kaki tiga
12. Heater
13. Thermocouple
14. Piknometer

A-2
Keterangan :

1. Statif
2. Klem
3. Labu Destilasi
4. Thermostat
Gambar 3.1 Rangkaian alat destilasi 5. Termometer
6. Pendingin Leibig
7. Erlenmeyer
8. Adaptor
9. Oilbath
10. Kaki Tiga
11. Heater
12. Thermocouple
13. Aliran air pendingin masuk
14. Aliran air pendingin keluar

2.3. Cara Kerja


1. Membuat kurva standart hubungan komposisi etanol (larutan etanol-
air) versus indeks bias
a. Menentukan densitas etanol dan air dengan menggunakan
piknometer.
b. Menentukan kadar etanol menggunakan tabel hubungan densitas
dengan kadar etanol.
c. Membuat larutan etanol-air pada berbagai komposisi.
d. Masing- masing larutan pada langkah c dilihat indeks biasnya
dengan refraktometer.
e. Dibuat kurva hubungan antara komposisi versus indeks bias
2. Menentukan titik didih air dengan memasukkan 100 ml ke dalam
beaker glass pirex 250 ml, dipanaskan sampai mendidih dan dicatat titik
didihnya.
3. Menentukan titik didih etanol dengan cara 35 ml etanol dimasukkan ke
dalam labu destilasi kosong, dipanaskan menggunakan minyak yang
dilengkapi dengan termostat sampai mendidih, kemudian dicatat suhu
didihnya.
4. Labu destilasi kemudian didinginkan, lalu ditambahkan air 50 ml ke
dalam labu destilasi, selanjutnya dipanaskan sampai mencapai suhu

A-3
konstan dan catat titik didihnya, ambil cuplikan residu dan destilat
untuk diperiksa indeks biasnya masing-masing. Destilat yang telah
diambil sedikit untuk sampel dikembalikan lagi kedalam labu destilasi.
5. Prosedur 4 dilakukan berulang untuk berbagai komposisi.
6. Dibuat kurva hubungan suhu dengan komposisi etanol atau kurva
hubungan suhu dengan komposisi aquadest/air.
Catatan : Komposisi etanol-air dapat dinyatakan dalam fraksi berat atau
fraksi mol.

2.4. Hasil Percobaan


Tabel 1.Hubungan antara Komposisi Etanol (Larutan Etanol-Air) dengan
Densitas (untuk kurva standart)
Komposisi Volume Air Volume Etanol Densitas
Etanol (%W) (ml) (ml)
0 10 0 0,997
8 8,8899 1,1101 0,9941
16 8,156 1,844 0,985
24 6,7252 3,2748 0,9676
32 5,7672 4,2328 0,9547
40 4,7901 5,2099 0,9402
48 3,8426 6,1574 0,9223
56 2,923 7,077 0,9057
64 2,0309 7,9691 0,8796
72 1,1642 8,8358 0,8627
80 0,3224 9,6776 0,8432
85,608 0 10 0,82565

A-4
Tabel 2. Data untuk Membuat Kurva Hubungan Suhu-Kompsisi etanol/air

Volume Volume air Suhu didih Densitas Densitas


etanol (ml) (ml) (°C) residu destilat
35 0 70 0,82565 0,8256
35 15 73 0,9004 0,8875
35 30 74 0,9379 0,8867
35 45 76 0,948 0,8705
35 60 78 0,9601 0,8235
35 75 81 0,9726 0,7936
35 90 83 0,9988 0,7883

Jum’at, 6 Maret 2020


Mengetahui
Praktikan Asisten

Prameswari Ciradhitya FX Alan Darmasaputra


NIM 21030119130077 NIM 21030117130152

A-5
LEMBAR PERHITUNGAN

1. Mencari Densitas Etanol


Massa picnometer kosong : 9,088 g Massa picnometer + aquades :
11,49 g
Massa aquades : (massa picnometer +
aquades) – massa
picnometer kosong
: 11,49 g – 9,088 g
: 2,402 g
Suhu Aquades : 25 C
Densitas Aquades : 0,99707 g/cm3
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 2,402 𝑔
Vaquades : = 𝑔 = 2,409
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 0,99707 ⁄ 3
𝑐𝑚
cm3
Massa picnometer kosong : 9,088 g
Massa picnometer kosong+Etanol : 11,077 g
Massa Etanol : (massa picnometer +
Etanol) – massa
picnometer kosong
: 11,077 g – 9,088 g
: 1,989 g
𝑚 1,989 𝑔 𝑔
𝜌etanol = 𝑣 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 2,049𝑐𝑚3 = 0,82565 ⁄𝑐𝑚3
𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙

2. Mencari %W Etanol
Y= ρ X
0,82660 𝑔/𝑐m3 86%
0,82560 𝑔/𝑐𝑚3 X%
0,82405𝑔/𝑐𝑚3 85%

𝑦−𝑦1 𝑥−𝑥1
=𝑥
𝑦2 −𝑦1 2−𝑥1

g g
0,82560 ⁄ 3 −0,82405 ⁄ 3
cm cm
𝑥−85%
g g =
0,82660 ⁄ 3 − 0,82405 ⁄ 3
cm cm 86%−85%

B-1
𝑔 𝑥−85%
−0,00155 ⁄
𝑐𝑚3
𝑔 =
−0,00255 ⁄
𝑐𝑚3 1%

𝑥−85%
0,6784 =
1%

x = 85,60%

3. Volume Etanol pada Berbagai Komposisi


ρ𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝑋
%W =
(ρ𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑉 )+ ρ𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝑋 +ρ𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (100%−𝑥)
𝑎𝑖𝑟

Vbasis = 10 ml
0% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm

Vetanol = 0 ml

10% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm

Vetanol = 0,5756 cm3


Vair =(10 – 0,5756) cm3 = 9,4244 cm3

8% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm

Vetanol = 1,1101 cm3


Vair =(10 – 1,1101)cm3 = 8,8899 cm3

16%=
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm

Vetanol = 2,1844 cm3


Vair =(10 – 2,1844)cm3 = 7,1856 cm3

B-2
24%=
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 3,2248 cm3
Vair = (10 – 3,2248)cm3 = 6,7752 cm3

32% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 4,2328 cm3
Vair = (10 – 4,2328)cm3 = 5,7672 cm3

40% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 5,2099 cm3
Vair = (10 – 5,2099)cm3 = 4,7901 cm3

48% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 6,1574 cm3
Vair = (10 – 6,1574)cm3 = 3,8426 cm3

56% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 7,0768 cm3
Vair = (10 – 7,0768)cm3 = 2,9232 cm3
64% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 7,9191 cm3
Vair = (10 – 7,9191)cm3 = 2,0809 cm3

72% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 8,8358 cm3
Vair = (10 – 8,8358)cm3 = 1,1642 cm3

B-3
80% =
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 9,6776 cm3
Vair = (10 – 9,6776)cm3 = 0,3224 cm3

85,608%=
g
0,82565 ⁄ 3 x V x 85,608%
cm etanol
g g g
(0,99703 ⁄ 3 x 10 ml− Vetanol )+0,82565 ⁄ 3 x 85,608% x 85,608%+0,99707 ⁄ 3 (100%−85,608%)
cm cm cm
Vetanol = 10 cm3
Vair = (10 – 10)cm3 = 0 cm3

Mencari Densitas

%w = 0% -> Vetanol = 0 ml

Vair = 10 ml

Massa total = 11,49 gram

Massa campuran = 11,49 gram – 9,088 gram = 2,402 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,402 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9970 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 8% -> Massa total = 11,483 gram

Massa campuran = 11,483 gram – 9,088 gram = 2,395 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,395 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9941 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 16% -> Massa total = 11,461 gram

Massa campuran = 11,461 gram – 9,088 gram = 2,373 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,373 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,985 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 24% -> Massa total = 11,419 gram

Massa campuran = 11,419 gram – 9,088 gram = 2,331 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,331 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9676 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 32% -> Massa total = 11,388 gram

Massa campuran = 11,388 gram – 9,088 gram = 2,300 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,300 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9547 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

B-4
%w = 40% -> Massa total = 11,353 gram

Massa campuran = 11,353 gram – 9,088 gram = 2,265 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,265 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9402 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 48% -> Massa total = 11,322 gram

Massa campuran = 11,322 gram – 9,088 gram = 2,234 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,234 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9273 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 56% -> Massa total = 11,270 gram

Massa campuran = 11,270 gram – 9,088 gram = 2,182 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,182 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9057 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 64% -> Massa total = 11,207 gram

Massa campuran = 11,207 gram – 9,088 gram = 2,119 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,119 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,8796 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 72% -> Massa total = 11,164 gram

Massa campuran = 11,164 gram – 9,088 gram = 2,076 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,076 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,8617 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 80% -> Massa total = 11,1192 gram

Massa campuran = 11,1192 gram – 9,088 gram = 2,0312 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 2,0312 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,8432 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

%w = 85% -> Massa total = 11,007 gram

Massa campuran = 11,007 gram – 9,088 gram = 1,989 gram


𝑚𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 1,989 𝑔 𝑔
Densitas = = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,82565 ⁄𝑐𝑚3
𝑣𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

2. Etanol 35 ml + air 0 ml

Titik didih = 70°C

Mencari Densitas

a.) Distilat ->

B-5
Massa total = 11,078 gram
Massa campuran = 11,078 gram – 9,089 gram = 1,989 gram
1,989 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,8256 ⁄𝑐𝑚3

b.) Residu ->


Massa total = 11,077 gram
Massa campuran = 11,077 – 9,089 gram = 1,989 gram
1,989 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,82565 ⁄𝑐𝑚3

3. Etanol 35 ml + air 15 ml

Titik didih = 73°C

a.) Distilat ->


Massa total = 11,258 gram
Massa campuran = 11,227 gram – 9,089 gram = 2,138 gram
2,138 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,08875 ⁄𝑐𝑚3
b.) Residu ->
Massa total = 11,258 gram
Massa campuran = 11,258 gram – 9,089 gram = 2,169 gram
2,169 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9004 ⁄𝑐𝑚3

4. Etanol 35 ml + air 30 ml

Titik didih = 74°C

a.) Distilat ->


Massa total = 11,225 gram
Massa campuran = 11,225 gram – 9,089 gram = 2,136 gram
2,136 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,8867 ⁄𝑐𝑚3
b.) Residu ->
Massa total = 11,3134 gram
Massa campuran = 11,3134 gram – 9,089 gram = 2,245 gram
2,245 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9319 ⁄𝑐𝑚3

5. Etanol 35 ml + air 45 ml

Titik didih = 76°C

a.) Distilat
Massa total = 11,186 gram
Massa campuran = 11,136 gram – 9,089 gram = 2,047 gram
2,047 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,870 ⁄𝑐𝑚3
b.) Residu

B-6
Massa total = 11,375 gram
Massa campuran = 11,375 gram – 9,089 gram = 2,286 gram
2,286 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,948 ⁄𝑐𝑚3

6. Etanol 35 ml + air 60 ml

Titik didih = 78°C

a.) Distilat ->


Massa total = 11,073 gram
Massa campuran = 11,073 gram – 9,089 gram = 1,984 gram
2,984 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,8235 ⁄𝑐𝑚3
b.) Residu ->
Massa total = 11,402 gram
Massa campuran = 11,402 gram – 9,089 gram = 2,313 gram
2,313 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9601 ⁄𝑐𝑚3

7. Etanol 35 ml + air 75 ml

Titik didih = 81°C

a.) Distilat
Massa total = 11,001 gram
Massa campuran = 11,001 gram – 9,089 gram = 1,912 gram
1,912 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,7936 ⁄𝑐𝑚3
b.) Residu ->
Massa total = 11,432 gram
Massa campuran = 11,432 gram – 9,089 gram = 2,343 gram
2,343 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9726 ⁄𝑐𝑚3

8. Etanol 35 ml + air 90 ml

Titik didih = 83°C

a.) Distilat
Massa total = 11,495 gram
Massa campuran = 11,495 gram – 9,089 gram = 2,406 gram
2,406 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas = 2,409 𝑐𝑚3 = 0,9988 ⁄𝑐𝑚3
b.) Residu
Massa total = 10,988 gram
Massa campuran = 10,988 gram – 9,089 gram = 1,899 gram
1,899 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔
Densitas =
2,409 𝑐𝑚 3 = 0,7883 ⁄𝑐𝑚 3

B-7
GRAFIK HASIL PERCOBAAN

C-1
LEMBAR KUANTITAS REAGEN
LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

LEMBAR KUANTITAS REAGEN

MATERI : Kesetimbangan Fasa


HARI / TANGGAL : Jum’at/28 Februari 2020
KELOMPOK : IV / Kamis Pagi
NAMA : Ahmad Alvinal Azmi
Fadlillah Fani
Prameswari Citradhitya

ASISTEN : FX Alan Darmasaputra

KUANTITAS REAGEN

NO JENIS REAGEN KUANTITAS


1 Kurva standard (densitas) Xw (0, 8, 16, 24, …, %W)
etanol teknis Basis 10 ml
2 Kurva suhu vs komposisi etanol-air
Etanol teknis 35 ml
Aquades 15 ml x 7

TUGAS TAMBAHAN:

1. MSDS Etanol (pretest) dibaca ya….


2. Resume tentang azeotrop & jelaskan (acc data)
3. Aplikasi Distilasi di industry (acc data)

CATATAN: SEMARANG, 10 Maret 2019


Bawa mm block, tisu, lap, sabun ASISTEN
Cuci piring
T distilasi + 95°C
Jangan lupa kalibrasi piknometer
Jangan lupa berdoa FX Alan Darmasaputra
NIM. 21030117130152

D-1
LEMBAR ASISTENSI

DIPERIKSA TANDA
KETERANGAN
NO TANGGAL TANGAN

1. 6 Maret 2020 P0 Asisten


2. 10 Maret 2020 P1 Asisten
3. 11 Maret 2020 ACC Asisten
4. 3 April 2020 P0 Dosen

5. 5 Mei 2020 P1 Dosen


6. 29 Mei 2020 ACC Dosen

Anda mungkin juga menyukai