Oleh :
Kelompok 1
KELAS A
i
Lembar Pengesahan
Laporan
Kelompok I:
Kelas A
Catatan Tambahan:
Dosen Pengampu
ii
ABSTRAK
Dinamika proses menunjukkan unjuk kerja proses yang profilnya selalu berubah
terhadap waktu, terjadi selama sistem proses belum mencapai kondisi tunak.
Keadaan tunak terjadi ketika ada gangguan terhadap kondisi proses. Tujuan dari
praktikum ini adalah menghitung laju alir berdasarkan perubahan level pada
tangki, menurunkan model neraca massa proses dinamik pada sistem tangki,
menganalisis kelakuan dinamik pada sistem tangki proses, menganalisis pengaruh
perubahan parameter-parameter pengendali dan berbagai gangguan (disturbance)
terhadap kinerja sistem proses. Percobaan dimulai dengan mempersiapkan
rangkaian alat tangki dinamika proses dan air yang dibutuhkan sebagai bahan
utama. Selanjutnya lakukan percobaan kalibrasi luas penampang tangki dengan
memasukkan air ke dalam tangki dengan volume yang diketahui dan mengukur
tinggi air tersebut, kemudian menghitung laju alir input dan output dengan variasi
bukaan V-1 sebesar 75o dan 50o, kemudian simulasi gangguan (disturbance)
dengan model tangki interaksi dan non-interaksi. Hasil yang diperoleh dari
percobaan ini adalah luas penampang tangki sebesar 95,261 cm2, debit (Q) pada
laju alir input untuk bukaan V-1 75o adalah 35,668 cm3/detik, untuk bukaan V-1
50o adalah 13.612 cm3/detik, sedangkan pada laju alir output untuk bukaan V-2
75o adalah 10,353 cm3/detik dan bukaan V-2 50o adalah 6,330 cm3/detik. Pada
percobaan simulasi gangguan non-interaksi waktu yang dibutuhkan tangki non
interaksi untuk mencapai kondisi steady state pada saat awal adalah 293,8 detik
yaitu dengan tinggi permukaan air 13,5 cm, Sedangkan pada tangki interaksi
untuk mencapai kondisi steady state dibutuhkan waktu yang lebih cepat yaitu 43,4
detik dengan tinggi permukaan air 14 cm.
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Pengamatan Hubungan Volume terhadap Tinggi Air ............... 14
Tabel 4.2 Hubungan Tinggi Air terhadap Waktu dan Perubahan Volume ....... 15
Tabel 4.3 Hubungan Tinggi Air terhadap Waktu dan Perubahan Volume ........ 16
Tabel 4.4 Perhitungan Selisih h Hasil Integral dengan h Data Percobaan ...... 19
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan harga k dan n dengan Menggunakan Metode
Integrasi ............................................................................................. 20
Tabel 4.6 Hasil Percobaan Simulasi Gangguan pada Model Tangki Interaksi .. 20
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Mandala (2013) Metoda pengukuran tinggi permukaan cairan ada dua
yaitu :
1. Pengukuran dilihat langsung: Tinggi permukaan cairan dapat dilihat
langsung dan diduga kedalamannya dan ditunjukkan dalam satuan
pengukuran panjang (meter). Dengan diketahuinya tinggi permukaan cairan
maka volume dari cairan yang diukur dapat dicari bila dikehendaki.
2. Metoda mekanik: Gaya pada cairan menghasilkan gerak mekanik.
Pergerakan mekanik ini kemudian dikalibrasi kedalam bentuk skala angka-
angka.
Input Output
G
Output = G x Input
Dimana G = transfer function proses
Gambar 2.1. Diagram Kontak Sebuah Proses
Transfer function (G) mempunyai dua unsur gain, yaitu steady state gain yang
sifatnya statik, dan dynamic gain yang sifatnya dinamik. Unsur dynamic gain
muncul karena elemen proses mengandung unsur kelamabatan. Oleh karena itu,
bentuk transfer function elemen proses hampir pasti berbentuk persamaan
matematik fungsi waktu yang ada dalam wujud persamaan differensial.
6
Input proses adalah flow tangki (Fi) dan output proses adalah level (h) pada
tangki, yang dapat dibaca sebagai sinyal output dari LT (level transmitter). Pada
keadaan awal, diandaikan level di 50% tangki dan Fi serta Fo juga sama 50%
skala flow. Pada Keadaan awal itu semua parameter seimbang, sehingga level
tetap di 50% sampai terjadi perubahan pada Fi sebesar fi (Gunterus, 1994).
Andaikan keadaan seimbang terganggu karena Fi naik secara mendadak
sebesar fi 10%. Dengan bertambahnya Fi, level (h) juga akan berubah dan
cenderung naik. Namun, kenaikan level sebesar h akan secara alami diikuti oleh
kenaikan Fo sebesar fo sehingga akan dicapai keseimbangan yang baru dimana Fi
7
sama dengan Fo. Level akan terhenti dikesetimbangan yang baru itu selama tidak
terjadi perubahan Fi maupun Fo. Keseimbangan baru ini pasti ada diatas 50%, dan
Fi maupun Fo juga L Proses fi fi fO h R h Kapasitas = C Sinyal output 6 ada di
atas 50% skala flow. keadaan mencapai keseimbangan sendiri inilah yang disebut
self regulation (Gunterus, 1994).
Andaikan keseimbangan baru terjadi pada level 70%, steady state gain dari
proses itu dikatakan sama dengan dua (Gp = 2). Mengapa demikian, karena untuk
10% pertambahan input (fi) akhirnya dihasilkan 20% pertambahan output (h).
tentu saja keadaan self regulation ini hanya terjadi untuk batas-batas tertentu.
Yang jelas, kalau diandaikan Gp = 2, Fi tidak pernah boleh ditambah lebih dari
25%, air akan tumpah keluar dari tangki (Gunterus, 1994).
Lalu apakah keadaan proses diatas bisa disebut self regulation?. Keadaan
tumpahnya air memang bisa terjadi, bahkan juga pada sistem yang sudah
dilengkapi pengendalian otomatis sekalipun. Hal itu disebabkan karena sistem
pengendalian hanya mampu mengatasi load atau disturbance sampai batas – batas
tertentu saja (Gunterus, 1994).
Gambar 2.3 Diagram Kotak Proses Orde Satu Self Regulation (Gunterus, 1994)
Transfer function adalah temperatur τ1, yang disebut sebagai lag time atau
time constant. Jika, kapasitas tangki ditandai dengan C, dan hambatan yang
8
ditimbulkan oleh bukaan control valve ditandai dengan R, maka besar τ1 adalah
R/C (Gunterus, 1994).
Gambar 2.4 Kurva Waktu Proses Orde Satu Self Regulation (Gunterus, 1994).
h1
C1 R1
h2 C2 R2
Seperti pada proses orde satu, transfer function proses orde dua non-
interacting juga merupakan persamaan diferensial fungsi waktu. Bahkan,
persamaan diferensialnya sekarang berpangkat dua karena prosesnya
memangmempunyai dua lag time yaitu τ1 dan τ2 (Gunterus, 1994).
1 1
Input Gp = Gp = Output
1 1 + τ1s 2 1 + τ2 s
Gambar 2.6 Transfer Fungsi dari Persamaan Orde Dua Non Interaksi
(Gunterus, 1994).
h1
C1 h2 C2 R2
R1
akan sama dengan dinamika proses orde dua non- interacting. Transfer function
proses orde dua interacting-capacities dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Input Gp Output
(1 + R1C1s) 1 + R2C2s + R1C2
Faktor R1C2 akan menjadi kecil jika salah satu di antara R1 dan C2 kecil.
Kesamaan itu jelas bukannya tergantung pada lag time atau time constant
masing-masing elemen, R1C1 dan R2C2, melainkan lebih tergantung pada unsur
kapasitas, C2. Secara kualitatif, suatu proses orde dua interacting dapat
disetarakan dengan proses orde dua non-interacting apabila perbandingan C1 dan
C2 lebih kecil dari 10 : 1 (Gunterus, 1994).
11
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
6
2
4
3
7
6
5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luas penampang tangki dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara
volume dan tinggi air. Pengaluran garis hubungan antara volume dan tinggi air
dari Tabel 4.1 disajikan pada Gambar 4.1.
1400
1200 y = 95.261x
R² = 0.9996
1000
V (cm3)
800
600
400
200
0
0 2 4 6 8 10 12 14
h (cm)
Dari Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa luas penampang tangki sama
dengan gradien yaitu 95,261 cm2. Hasil ini menunjukkan bahwa luas penampang
15
pada setiap sisi tangki tidak sama, sehingga harus dilakukan kalibrasi untuk
mendapatkan hasil yang akurat.
Laju alir dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu. Pengaluran garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu disajikan pada Gambar 4.2.
1200
1000
∆V (cm3)
800
600
bukaan valve
400 75
bukaan valve
200 50
0
0 20 40 60 80 100 120
t (detik)
Gambar 4.2. Grafik Hubungan antara Perubahan Volume terhadap Selang Waktu
16
Dari Gambar 4.2 dapat kita lihat bahwa laju alir untuk bukaan valve 75o
adalah 35,668 cm3/detik dan bukaan valve 50o adalah 13.612 cm3/detik. Hasil
debit alir (Q) yang telah didapat dari percobaan membuktikan bahwa semakin
besar bukaan valve maka semakin besar pula laju alirnya.
1200
y = 10.353x y = 6.3299x
1000 R² = 0.9978 R² = 0.9993
800
∆V (cm3)
600
bukaan valve 75
400
bukaan valve 50
200
0
0 50 100 150 200
t (detik)
Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara Perubahan Volume terhadap Selang Waktu
17
Dari Gambar 4.3 dapat kita lihat bahwa laju alir untuk bukaan valve 75o
adalah 10,353 cm3/detik dan bukaan valve 50o adalah 6,330 cm3/detik. Hasil debit
alir (Q) yang telah didapat dari percobaan membuktikan bahwa semakin besar
bukaan valve maka semakin besar pula laju alirnya. Selain dipengaruhi oleh
bukaan valve, laju alir juga dipengaruhi oleh besar tekanan pada tangki baik
tekanan hidrostatis maupun tekanan atmosfer. Membandingkan hasil antara laju
alir output dan laju alir input yang telah kita bahas sebelumnya merupakan
jawaban bahwa ketinggian fluida dalam tangki (h) menjadi salah satu yang
mempengaruhi laju alir. Hal ini diperkuat dengan Teorema Torriceli yang
kemukakan oleh Bernoulli melalui persamaan 𝑣 = √2 × 𝑔 × (ℎ1 − ℎ2). Dimana
g adalah gravitasi, h1 adalah tinggi permukaan air, dan h2 adalah tinggi output
dari dasar tangki.
Dengan h adalah ketinggian air (cm), t adalah waktu (detik), k dan n adalah
parameter. Hubungan yang ditunjukkan rumus tersebut dapat dilinierkan menjadi:
−𝑑ℎ
ln ( ) = 𝑛 × ln ℎ + ln 𝑘
𝑑𝑡
0.000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
-0.500
bukaan valve 75
-1.000 bukaan valve 50
ln (-dh/dt)
-1.500
y = 0.0914x - 2.3703
-2.000 R² = 0.874
1−𝑛 𝑘
ℎ= √ℎ𝑜 − (1 − 𝑛) × ×𝑡
𝐴
19
Dari rumus tersebut harga parameter n dan k ditebak sehingga selisih antara
h hasil integral dan h data percobaan mempunyai selisih minimum. Metode
integrasi ini menggunakan bantuan fitur Solver pada Microsoft Excel.
Tabel 4.6. Hasil Percobaan simulasi gangguan (disturbance) pada tangki interaksi
dan tangki non interaksi
tekanan yang lebih tinggi akan menyebabkan laju alir output juga bertambah
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk tercapai kondisi steady
state.
Percobaan selanjutnya adalah memberikan gangguan (disturbance) terhadap
system yang sedang berjalan dalam kondisi steady state. Gangguan berupa
merubah bukaan valve yang semula 75o dikecilkan menjadi 50 o. Gangguan yang
diberikan menyebabkan menurunnya debit alir input (Q1) sehingga ketinggian air
pada tangki 1 dan tangki 2 juga menurun. Penurunan ketinggian permukaan air ini
menyebabkan kondisi berubah menjadi unsteady state. Kemudian perbedaan
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi steady state kembali antara tangki
non interaksi dan interaksi adalah tergantung pada letak ketinggian tangki.
22
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Laju alir input bukaan valve 75o dan bukaan valve 50o adalah 35.668
cm3/detik dan 13.612 cm3/detik, sedangkan laju alir output bukaan valve 75o
dan bukaan valve 50o adalah 10.353 cm3/detik dan 6.330 cm3/detik.
2. Kelakukan dinamik sistem tangki merupakan sifat suatu sistem yang
berubah dengan berjalannya waktu atau dengan kata lain, tidak konstan.
dalam percobaan, ini dapat dilihat dari perubahan volume air yang masuk ke
dalam tangki ataupun yang keluar dari tangki terhadap waktu.
3. Dari analisis pengaruh parameter n dan k di peroleh hasil dengan metode
linierisasi yaitu pada bukaan 75o, n = 0.091, k = 0.093 dan pada bukaan 50o,
n = 0.028, k = 0.064 sedangkan dengan metode integrasi pada bukaan 75o, n
= 0.640, k = 2.424, dan pada bukaan 50o, n = 0.122, k = 4.835.
4. Perubahan bukaan valve sebagai gangguan yang berarti merubah debit alir
input (Q1) merupakan gangguan yang menyebabkan tinggi permukaan air
berkurang dan menjadikan keadaan unsteady state. Akan tetapi dalam
rentang waktu tertentu air pada tangki kembali menjadi steady state.
5.2. Saran
1. Lebih teliti dalam membaca skala pada saat penurunan maupun kenaikan
cairan dalam tangki agar data yang didapat lebihh akurat.
2. Lebih teliti dalam mengatur bukaan valve.
23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
𝑉 =𝐴×ℎ
Dengan:
V = volume air (cm3)
A = luas penampang tangki (cm2)
h = tinggi air dalam tangki (cm)
1400
1200 y = 95.261x
R² = 0.9996
V (cm3) 1000
800
600
400
200
0
0 2 4 6 8 10 12 14
h (cm)
Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa luas penampang tangki sama dengan
gradien yaitu 95,261 cm2.
∆𝑉 = 𝐴 × ∆ℎ
26
Dengan:
∆V = perubahan volume (cm3)
A = luas penampangtangki (cm2)
∆h = perubahan ketinggian air (cm)
Dengan:
∆V = perubahan volume (cm3)
Q = laju alir (cm3/detik)
∆t = selang waktu (detik)
Sehingga laju alir dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu. Pengaluran garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu disajikan pada Gambar 2.
27
1200
1000
∆V (cm3)
800
600
bukaan valve
400 75
bukaan valve
200 50
0
0 20 40 60 80 100 120
t (detik)
∆𝑉 = 𝐴 × ∆ℎ
28
Dengan:
∆V = perubahan volume (cm3)
A = luas penampangtangki (cm2)
∆h = perubahan ketinggian air (cm)
Dengan:
∆V = perubahan volume (cm3)
Q = laju alir (cm3/detik)
∆t = selang waktu (detik)
Sehingga laju alir dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu. Pengaluran garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu disajikan pada Gambar 3.
29
1200
y = 10.353x y = 6.3299x
1000 R² = 0.9978 R² = 0.9993
800
∆V (cm3)
600
bukaan valve 75
400
bukaan valve 50
200
0
0 50 100 150 200
t (detik)
a. Metode Linierisasi
Hubungan antara laju perubahan ketinggian air terhadap ketinggian air
ditunjukkan dengan rumus:
−𝑑ℎ
= 𝑘 × ℎ𝑛
𝑑𝑡
Dengan:
h = ketinggian air (cm)
t = waktu (detik)
k = parameter
n = parameter
−𝑑ℎ
ln ( ) = 𝑛 × ln ℎ + ln 𝑘
𝑑𝑡
0.000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
-0.500
bukaan valve 75
-1.000 bukaan valve 50
ln (-dh/dt)
-1.500
y = 0.0914x - 2.3703
-2.000 R² = 0.874
b. Metode Integrasi
Dari rumus hubungan antara perubahan ketinggian terhadap ketinggi air,
dapat dicari ketinggian air pada saat tertentu dengan cara integral.
ℎ 𝑡
𝑘
∫ ℎ−𝑛 𝑑ℎ = − ∫ 𝑑𝑡
𝐴
ℎ𝑜 0
1−𝑛 𝑘
ℎ= √ℎ𝑜 − (1 − 𝑛) × ×𝑡
𝐴
Dari rumus tersebut, k dan n ditebak sehingga selisih antara h hasil integral dan h
data percobaan mempunyai selisih minimum. Metode integrasi ini menggunakan
bantuan fitur Solver pada Microsoft Excel.
Perhitungan selisih h hasil integral dengan h data percobaan disajikan pada
Tabel 10.
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI PRAKTIKUM
LAMPIRAN C
TUGAS
Jawaban:
1. First Order Lag
A h
F0
𝑑𝑉
𝐹1 − 𝐹0 =
𝑑𝑡
Dimana:
𝑉 = 𝐴×ℎ
𝑑(𝐴ℎ)
𝐹1 − 𝐹0 =
𝑑𝑡
𝑑ℎ
𝐹1 − 𝐹0 = 𝐴 ×
𝑑𝑡
Neraca massa:
𝑑(𝜌𝑉)
𝜌𝐹1 − 𝜌𝐹0 −
𝑑𝑡
Dimana:
𝑉 = 𝐴×ℎ
𝜌 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
35
ℎ
𝐹0 =
𝑅
Maka:
ℎ 𝑑ℎ
𝐹1 − 𝑅 = 𝐴 × 𝑑𝑡 ........................................................................................... (1)
ℎ−ℎ(𝑠) 𝑑(ℎ−ℎ(𝑠))
(𝐹1 − 𝐹1(𝑠) − =𝐴× ......................................................... (3)
𝑅 𝑑𝑡
Jika:
𝐹1 − 𝐹1(𝑠) = 𝐹
ℎ − ℎ(𝑠) = 𝐻
Maka:
𝐻 𝑑(ℎ−ℎ(𝑠)) 𝑑𝐻
𝐹−𝑅 =𝐴× Atau 𝑅𝐹 − 𝐻 = 𝐴𝑅 ×
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Persamaan dilaplacekan:
𝑑𝐻
𝑅ℒ(𝐹) − ℒ(𝐻) = 𝐴𝑅ℒ ( )
𝑑𝑡
Jika:
𝐴×𝑅 =𝜏
36
Maka:
𝐻(𝑠) 𝑅
=
𝐹(𝑠) 𝜏𝑠 + 1
Satuan:
𝐹 = 𝑚3 ⁄𝑠
𝐴 = 𝑚2
𝑅 = 𝑠 ⁄𝑚 2
F0
A1 h1 R1
F1
A2
h2
F2
𝑑ℎ2 ℎ2 𝑑ℎ2
𝐹1 − 𝐹2 = 𝐴2 ---------𝐹1 − 𝑅2 = 𝐴2 ........................................... (2)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝐹1 = 𝐹0 − 𝐹0(𝑠)
𝐻1 = ℎ1 − ℎ1(𝑠)
Maka:
𝐻1 𝑑ℎ1 𝑑𝐻1
𝐹1 − = 𝐴1 × atau 𝑅1𝐹1 − 𝐻1 = 𝑅1𝐴1 ×
𝑅 𝑑𝑡 𝑑𝑡
Jika:
𝐴1𝑅1 = 𝜏1
Maka:
𝐻1(𝑠) 𝑅1
= 𝜏1 𝑠+1 ................................................................................................. (4)
𝐹1(𝑠)
𝐹2 = 𝐹1 − 𝐹1(𝑠)
𝐻2 = ℎ2 − ℎ2(𝑠)
Maka:
𝐻2 𝑑𝐻2 𝑑𝐻2
𝐹2 − 𝑅2 = 𝐴2 × atau 𝑅2𝐹2 − 𝐻2 = 𝑅2𝐴2 ×
𝑑𝑡 𝑑𝑡
38
Jika:
𝐴2𝑅2 = 𝜏2
Maka:
𝐻2(𝑠) 𝑅2
= 𝜏2 𝑠+1 ................................................................................................. (6)
𝐹2(𝑠)
𝐻1(𝑠) 𝐻2(𝑠) 𝑅1 𝑅2
× = ×
𝐹1(𝑠) 𝐹2(𝑠) 𝜏1 𝑠 + 1 𝜏2 𝑠 + 1
Jika:
𝐻1(𝑠) − 𝐻2(𝑠) = 𝐻
𝐹1(𝑠) − 𝐹2(𝑠) = 𝐹
Maka:
𝐻 𝑅1 𝑅2
= ×
𝐹 𝜏1 𝑠 + 1 𝜏2 𝑠 + 1
3. Tangki Interaksi
F0
Fs
A1
A2
h1 R1 h2 R2
F4
F1 F2
Tangki 1:
𝑑ℎ1
𝑓0 − 𝑓1 = 𝐴1 × ..................................................................................... (1)
𝑑𝑡
39
Tangki 2:
𝑑ℎ2
𝑓1 − 𝑓2 = 𝐴2 × ..................................................................................... (2)
𝑑𝑡
ℎ2
Untuk R2 𝑓2 = 𝑅2 .................................................................................... (4)
Pada keadaan steady state, persamaan (1) dan persamaan (2) menjadi:
𝑑ℎ1(𝑠)
𝑓0(𝑠) − 𝑓1(𝑠) = 𝐴1 × ....................................................................... (5)
𝑑𝑡
𝑑ℎ2(𝑠)
𝑓1(𝑠) − 𝑓2(𝑠) = 𝐴2 × ....................................................................... (6)
𝑑𝑡
Jika:
𝑓0 − 𝑓0(𝑠) = 𝐹0
𝑓1 − 𝑓1(𝑠) = 𝐹1
𝑓2 − 𝑓2(𝑠) = 𝐹2
ℎ1 − ℎ1(𝑠) = 𝐻1
ℎ2 − ℎ2(𝑠) = 𝐻2
Untuk subtitusi persamaan (5) dari persamaan (6), dan persamaan (6) disubtitusi
dari persamaan (2):
Tangki 1:
𝑑𝐻1
𝐹0 − 𝐹1 = 𝐴1 × .................................................................................... (7)
𝑑𝑡
Tangki 2:
𝑑𝐻2
𝐹1 − 𝐹2 = 𝐴2 × .................................................................................... (8)
𝑑𝑡
40
ℎ2(𝑠)
Untuk R2 𝑓2(𝑠) = ........................................................................... (10)
𝑅2
𝐻2
𝐹2 = ......................................................................................................... (12)
𝑅2
𝑑𝐻2 𝑅1 𝑅2
𝐴2𝑅2 + (1 + 𝑅2) ℎ2 − 𝑅1 ℎ1 = 0 .......................................................... (13b)
𝑑𝑡
Subtract persamaan (14a) dari persamaan (13a) dan persamaan (14b) dari
persamaan (13b):
𝑑ℎ1′
𝐴1𝑅1 + ℎ1′ − ℎ2′ = 𝑅1𝐹0′ .................................................................. (15a)
𝑑𝑡
𝑑ℎ2′ 𝑅1 𝑅2
𝐴2𝑅2 + (1 + 𝑅2) ℎ2′ − 𝑅1 ℎ1′ = 0 ....................................................... (15b)
𝑑𝑡
Dimana:
ℎ′ = ℎ1 − ℎ1(𝑠)
ℎ2′ = ℎ2 − ℎ2(𝑠)
𝐹0′ = 𝐹0 − 𝐹0(𝑠)
𝑅2 ′ 𝑅2
− ℎ1 (𝑠) + [𝐴2𝑅2𝑠 + (1 + )] ℎ2′ (𝑠) = 0
𝑅1 𝑅1
41
Jika:
𝐴1𝑅1 = 𝜏𝑝1
𝐴2𝑅2 = 𝜏𝑝2
Maka:
ℎ1′ (𝑠) 𝑅2
= 2
𝐹0′(𝑠) 𝜏𝑝1𝜏𝑝2𝑠 + (𝜏𝑝1 + 𝜏𝑝2 + 𝐴1𝑅2)𝑠 + 1