Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIUM LABORATORIUM TEKNIK KIMIA II

DINAMIKA PROSES TANGKI

Oleh :
Kelompok 1
KELAS A

Adi Mulyadi Putra (1507110318)


Aris Aprianto Cahyono (1507112015)
Bambang Tri Nurcahyo (1507111184)
Fatrur Rahman (1507110311)

PROGRAM STUDI TEKNIIK KIMIA S1


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018

i
Lembar Pengesahan

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II

Laporan

Dinamika Proses Tangki

Kelompok I:

Kelas A

Adi Mulyadi Putra (1507110318)


Aris Aprianto Cahyono (1507112015)
Bambang Tri Nurcahyo (1507111184)
Fatrur Rahman (1507110311)

Catatan Tambahan:

Pekanbaru, Maret 2018

Dosen Pengampu

M. Iwan Fermi. ST, MT.

ii
ABSTRAK

Dinamika proses menunjukkan unjuk kerja proses yang profilnya selalu berubah
terhadap waktu, terjadi selama sistem proses belum mencapai kondisi tunak.
Keadaan tunak terjadi ketika ada gangguan terhadap kondisi proses. Tujuan dari
praktikum ini adalah menghitung laju alir berdasarkan perubahan level pada
tangki, menurunkan model neraca massa proses dinamik pada sistem tangki,
menganalisis kelakuan dinamik pada sistem tangki proses, menganalisis pengaruh
perubahan parameter-parameter pengendali dan berbagai gangguan (disturbance)
terhadap kinerja sistem proses. Percobaan dimulai dengan mempersiapkan
rangkaian alat tangki dinamika proses dan air yang dibutuhkan sebagai bahan
utama. Selanjutnya lakukan percobaan kalibrasi luas penampang tangki dengan
memasukkan air ke dalam tangki dengan volume yang diketahui dan mengukur
tinggi air tersebut, kemudian menghitung laju alir input dan output dengan variasi
bukaan V-1 sebesar 75o dan 50o, kemudian simulasi gangguan (disturbance)
dengan model tangki interaksi dan non-interaksi. Hasil yang diperoleh dari
percobaan ini adalah luas penampang tangki sebesar 95,261 cm2, debit (Q) pada
laju alir input untuk bukaan V-1 75o adalah 35,668 cm3/detik, untuk bukaan V-1
50o adalah 13.612 cm3/detik, sedangkan pada laju alir output untuk bukaan V-2
75o adalah 10,353 cm3/detik dan bukaan V-2 50o adalah 6,330 cm3/detik. Pada
percobaan simulasi gangguan non-interaksi waktu yang dibutuhkan tangki non
interaksi untuk mencapai kondisi steady state pada saat awal adalah 293,8 detik
yaitu dengan tinggi permukaan air 13,5 cm, Sedangkan pada tangki interaksi
untuk mencapai kondisi steady state dibutuhkan waktu yang lebih cepat yaitu 43,4
detik dengan tinggi permukaan air 14 cm.

Kata kunci : disturbance, interaksi, level tangki, non-interaksi, valve

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Pernyataan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan Praktikum ............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Level Tangki ................................................................................................. 3
2.2 Pengaturan Level Tangki dalam Industri Kimia ............................................ 4
2.3 Dinamika Poses .............................................................................................. 5
2.4 Proses Orde Satu Self Regulation ................................................................... 6
2.5 Proses Orde Dua Non-Interacting Capacities ................................................ 8
2.6 Proses Orde Dua Interacting Capacities ......................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat-alat yang Digunakan .............................................................................. 11
3.2 Bahan-ahan yang Digunakan ........................................................................ 11
3.3 Metodologi Percobaan Praktikum .................................................................. 11
3.3.1 Kalibrasi Luas Penampang Tangki ......................................................... 11
3.3.2 Menghitung Laju Alir Input ................................................................... 11
3.3.3 Menghitung Laju Alir Output ................................................................. 11
3.3.4 Simulasi Gangguan ................................................................................. 11
3.4 Rangkaian Alat ............................................................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kalibrasi Luas Penampang Tangki ................................................................. 14
4.2 Menghitung Laju Alir Input ............................................................................ 15
4.3 Menghitung Laju Alir Output Serta Parameter k dan n .................................. 16
4.4 Simulasi Gangguan (disturbance) ................................................................... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 22
5.2 Saran ................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23
LAMPIRAN A PERHITUNGAN ...................................................................... 24
LAMPIRAN B DOKUMENTASI ..................................................................... 33
LAMPIRAN C TUGAS ...................................................................................... 34

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Kontak Sebuah Proses ..................................................... 5


Gambar 2.2 Proses Orde Satu Self Regulation .................................................. 6
Gambar 2.3 Diagram Kotak Proses Orde Satu Self Regulation ........................ 7
Gambar 2.4 Kurva Waktu Proses Orde Satu Self Regulation ........................... 8
Gambar 2.5 Proses Orde Dua Non-Interacting ................................................. 8
Gambar 2.6 Transfer Fungsi dari Persamaan Orde Dua Non Interaksi.............. 9
Gambar 2.7 Proses Orde Dua Interacting-Capacities ............................. 9
Gambar 2.8 Transfer Function Proses Orde Dua Interacting-Capacities .......... 10
Gambar 3.1 Rangkaian Alat ............................................................................... 13
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Volume terhadap Tinggi Air .................. 14
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Perubahan Volume terhadap Selang
Waktu ............................................................................................. 15
Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara Perubahan Volume terhadap Selang
Waktu ............................................................................................. 16
Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara ln(-dh/dt) terhadap ln h ......................... 18

v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Pengamatan Hubungan Volume terhadap Tinggi Air ............... 14
Tabel 4.2 Hubungan Tinggi Air terhadap Waktu dan Perubahan Volume ....... 15
Tabel 4.3 Hubungan Tinggi Air terhadap Waktu dan Perubahan Volume ........ 16
Tabel 4.4 Perhitungan Selisih h Hasil Integral dengan h Data Percobaan ...... 19
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan harga k dan n dengan Menggunakan Metode
Integrasi ............................................................................................. 20
Tabel 4.6 Hasil Percobaan Simulasi Gangguan pada Model Tangki Interaksi .. 20

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pabrik kimia merupakan susunan/rangkaian berbagai unit pengolahan yang
terintegrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian
pabrik secara keseluruhan adalah mengubah (mengonversi) bahan baku menjadi
produk yang lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya, pabrik akan selalu
mengalami gangguan (disturbance) dari lingkungan eksternal. Selama beroperasi,
pabrik harus terus memepertimbangkan aspek keteknikan, keekonomisan, dan
kondisi sosial agar tidak terlalu signifikan terpengaruh oleh perubahan-perubahan
eksternal tersebut.
Dinamika proses menunjukkan unjuk kerja proses yang profilnya selalu
berubah terhadap waktu. Dinamika proses selalu terjadi selama sistem proses
belum mencapai kondisi tunak. Keadaan tidak tunak terjadi karena adanya
gangguan terhadap kondisi proses yang tunak.
Agar proses selalu stabil, karakteristik dinamika sistem proses dan sistem
pemroses harus diidentifikasi. Jika dinamika peralatan dan perlengkapan operasi
sudah dipahami, akan mudah dilakukan pengendalian, pencegahan kerusakan, dan
pemonitoran tempat terjadi kerusakan apabila unjuk kerja perlatan berkurang dan
peralatan bekerja tidak sesuai dengan spesifikasi operasinya. Pembelajaran
tentang dinamika proses penting untuk meramalkan kelakuan proses dalam suatu
kondisi tertentu. Peramalan kelakuan proses perlu dilakukan untuk perancangan
pengendalian proses yang bertujuan:
1. Menekan pengaruh gangguan.
2. Menjamin kestabilan proses.
3. Mengoptimalkan performa sistem proses.
4. Menjaga keamanan dan keselamatan kerja.
5. Memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan.
6. Menjaga agar operasi tetap ekonomis.
7. Memenuhi persyaratan lingkungan.
2

1.2 Pernyataan Masalah


1 Bagaimana cara menghitung laju alir berdasarkan perubahan level pada
tangki?
2 Bagaimana penurunan model neraca massa proses dinamik pada sistem
tangki?
3 Bagaimana menganalisis kelakuan dinamik pada sistem tangki proses?
4 Bagaimana menganalisis pengaruh perubahan parameter-parameter
pengendali dan berbagai gangguan (disturbance) terhadap kinerja sistem
proses?

1.3 Tujuan Praktikum


1 Menghitung laju alir berdasarkan perubahan level pada tangki
2 Menurunkan model neraca massa proses dinamik pada sistem tangki
3 Menganalisis kelakuan dinamik pada sistem tangki proses
4 Menganalisis pengaruh perubahan parameter-parameter pengendali dan
berbagai gangguan (disturbance) terhadap kinerja sistem proses
5 Berkerja secara tim dan profesional
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Level Tangki


Ketinggian cairan (Level) di dalam sistem tangki proses pada industri tidak
statis tetapi sangat dinamis; artinya, level tangki berubah dengan adanya
perubahan beban gangguan (laju alir volumetrik) yang masuk ke proses. Oleh
karena itu, kelakuan dinamiknya (dynamic behavior) sangat penting untuk
dikenali bagi para engineer atau operator pabrik. Selain itu, penerapan
pengendalian proses juga sangat penting untuk menunjang kelangsungan sistem
tangki proses secara otomatis (Seborg, 1998).
Pengendalian level air pada dua tangki merupakan tolak ukur klasik dalam
permasalahan sistem kendali. Penggunaan dua tangki banyak ditemukan dalam
banyak sistem nyata seperti distilasi, proses boiler, kilang minyak dan masih
banyak lagi. Permasalahan pada proses ini adalah untuk mengatur level air dan
laju air diantara kedua tangki. Sistem kendali di butuhkan agar air yang dialirkan
dapat mengisi tangki dan dialirkan pada tangki berikutnya secara sistematis
(Putra, 2018).

2.2. Pengaturan Level Tangki dalam Industri Kimia


Pengukuran tinggi permukaan cairan pada bejana atau tabung sering kali
dijumpai. Pengukuran yang teliti seringkali sulit dicapai. Metode umum yang
digunakan untuk melaksanakan pengukuran ini termasuk teknik langsung dan
tidak langsung.
Pengukuran langsung tinggi permukaan cairan dapat dilihat dari
penggunaan gelas penglihat atau gelas ukur biasa dalam bejana dianggap
merupakan metode yang paling sederhana untuk mengukur tinggi permukaan
cairan. Metode ini sangat efektif digunakan dalam pengukuran langsung.
Metoda yang digunakan secara luas untuk langsung mengukur permukaan
adalah pelampung sederhana, yang dapat dihubungkan dengan transduser gerakan
sesuai untuk menghasilkan sinyal listrik yang sebanding dengan permukaan
cairan.
4

Beberapa metode tidak langsung meliputi pengukuran (permukaan),


tekanan, pengukuran kerapatan (densitas), pengukuran tinggi permukaan dengan
pemberat, dan lain-lain.
Pada pabrik kimia, banyak tangki dan tabung dipakai untuk menyimpan
bahan baku dan produk berupa cairan. Penyimpanan perlu diketahui volume dan
inventarisnya. Proses fluida dalam fase cair terus-menerus ditampung atau
dialirkan ke tangki atau tabung penyimpanan.
Permukaan cairan dalam tangki harus dibuat setabil agar operasi dalam
pabrik dapat setabil. Banyaknya cairan yang terdapat dalam tangki dapat diketahui
dengan mendeteksi tinggi dari permukaan cairan dalam tangki proses. Permukaan
cairan dibuat tetap dengan mengendalikan laju arus cairan yang dilakukan dari
dasar tangki menggunakan control valve. Rangkaian kendali permukaan cairan
terdiri atas detektor, controller, converter dan control valve (Mandala, 2013).

Menurut Mandala (2013) Metoda pengukuran tinggi permukaan cairan ada dua
yaitu :
1. Pengukuran dilihat langsung: Tinggi permukaan cairan dapat dilihat
langsung dan diduga kedalamannya dan ditunjukkan dalam satuan
pengukuran panjang (meter). Dengan diketahuinya tinggi permukaan cairan
maka volume dari cairan yang diukur dapat dicari bila dikehendaki.
2. Metoda mekanik: Gaya pada cairan menghasilkan gerak mekanik.
Pergerakan mekanik ini kemudian dikalibrasi kedalam bentuk skala angka-
angka.

Menurut Heryanto (2010), tujuan pengukuran tinggi permukaan cairan pada


proses adalah untuk:
1. Mencegah kerusakan equipment dan kerugian akibat cairan bahan untuk
proses industri terbuang.
2. Pengontrolan jalannya proses.
3. Mendapatkan spesifikasi yang diinginkan seperti pada evaporator-
evaporator hydrocarbon.
5

2.3. Dinamika Proses


Dinamika Proses adalah suatu hal yang terjadi di dalam suatu sistem,
dengan adanya process variable yang cepat berubah dengan berubahnya
manipulated variable (bukaan control valve), ada pula yang lambat berubah. Ada
proses yang sifatnya lamban, ada yang reaktif, ada yang mudah stabil, dan ada
pula yang mudah menjadi tidak stabil. Sehingga, pengendalian prosesnya akan
berbeda-beda.
Dinamika proses selalu dikaitkan dengan unsur kapasitas (capacity) dan
kelambatan (lag). Dalam bahasa ilmu sistem pengendalian, dikatakan kapasitas
proses tergantung pada sumber energi yang bekerja pada proses. Kalau sumber
energi kecil dan kapasitas prosesnya besar, proses akan menjadi lambat. Kalau
sumber energinya besar dan kapasitasnya prosesnya kecil, proses akan menjadi
cepat.
Kata kapasitas dan kelambatan itulah yang kemudian dipakai sebagai
standar (ukuran) untuk menyatakan dinamika proses secara kualitatif. Selain
bentuk kualitatif, dinamika proses juga dinyatakan secara kuantitatif dalam
bentuk transfer function. Secara umum, transfer function suatu elemen proses
ditandai dengan huruf G, dan gambar dalam bentuk diagram kotak seperti pada
Gambar 2.2.

Input Output
G

Output = G x Input
Dimana G = transfer function proses
Gambar 2.1. Diagram Kontak Sebuah Proses

Transfer function (G) mempunyai dua unsur gain, yaitu steady state gain yang
sifatnya statik, dan dynamic gain yang sifatnya dinamik. Unsur dynamic gain
muncul karena elemen proses mengandung unsur kelamabatan. Oleh karena itu,
bentuk transfer function elemen proses hampir pasti berbentuk persamaan
matematik fungsi waktu yang ada dalam wujud persamaan differensial.
6

Persamaan differensial adalah persamaan yang menyatakan adanya


kelambatan antara input-ourput suatu elemen proses. Semakin banyak pangkat
persamaan differensial, semakin lambat dinamika proses. Sebuah elemen proses
kemudian dinamakanproses orde satu (first order process) karena persamaan
differensialnya berbangkat satu. Dinamakan proses orde dua (second order
process) karena differensialnya berpangkat dua. Dinamakan proses orde banyak
(higehr order process) karena differensialnya berorde banyak. Pangkat
persamaan dalam differensial mencerminkan jumlah kapasitas yang ada di
elemen proses.

2.4 Proses Orde Satu Self Regulation


Di dalam ilmu sistem pengendalian, dikenal sebuah elelmen proses yang
mampu mengendalikan dirinya sendiri, walaupun padanya tidak dipasang
instrumentasi pengendalian otomatis. Elemen proses yang mempunyai sifat
seperti itu disebut elemen proses self regulation. Contoh elemen proses self
regulation dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Proses Orde Satu Self Regulation (Gunterus, 1994)

Input proses adalah flow tangki (Fi) dan output proses adalah level (h) pada
tangki, yang dapat dibaca sebagai sinyal output dari LT (level transmitter). Pada
keadaan awal, diandaikan level di 50% tangki dan Fi serta Fo juga sama 50%
skala flow. Pada Keadaan awal itu semua parameter seimbang, sehingga level
tetap di 50% sampai terjadi perubahan pada Fi sebesar fi (Gunterus, 1994).
Andaikan keadaan seimbang terganggu karena Fi naik secara mendadak
sebesar fi 10%. Dengan bertambahnya Fi, level (h) juga akan berubah dan
cenderung naik. Namun, kenaikan level sebesar h akan secara alami diikuti oleh
kenaikan Fo sebesar fo sehingga akan dicapai keseimbangan yang baru dimana Fi
7

sama dengan Fo. Level akan terhenti dikesetimbangan yang baru itu selama tidak
terjadi perubahan Fi maupun Fo. Keseimbangan baru ini pasti ada diatas 50%, dan
Fi maupun Fo juga L Proses fi fi fO h R h Kapasitas = C Sinyal output 6 ada di
atas 50% skala flow. keadaan mencapai keseimbangan sendiri inilah yang disebut
self regulation (Gunterus, 1994).
Andaikan keseimbangan baru terjadi pada level 70%, steady state gain dari
proses itu dikatakan sama dengan dua (Gp = 2). Mengapa demikian, karena untuk
10% pertambahan input (fi) akhirnya dihasilkan 20% pertambahan output (h).
tentu saja keadaan self regulation ini hanya terjadi untuk batas-batas tertentu.
Yang jelas, kalau diandaikan Gp = 2, Fi tidak pernah boleh ditambah lebih dari
25%, air akan tumpah keluar dari tangki (Gunterus, 1994).
Lalu apakah keadaan proses diatas bisa disebut self regulation?. Keadaan
tumpahnya air memang bisa terjadi, bahkan juga pada sistem yang sudah
dilengkapi pengendalian otomatis sekalipun. Hal itu disebabkan karena sistem
pengendalian hanya mampu mengatasi load atau disturbance sampai batas – batas
tertentu saja (Gunterus, 1994).

Gambar 2.3 Diagram Kotak Proses Orde Satu Self Regulation (Gunterus, 1994)

Proses self regulation memerlukan waktu untuk mencapai keseimbangan


yang baru. Sehingga, transfer function proses itu pasti merupakan persamaan
fungsi waktu. Bentuk transfer function seperti pada gambar 2.2 itulah yang
disebut bentuk persamaan differensial pangkat satu. Simbol “s” di persamaan itu
adalah bentuk transformasi laplace. Asal usul proses self regulation dapat
memiliki transfer function dapat dilihat pada persamaan matematika berikut:

Transfer function adalah temperatur τ1, yang disebut sebagai lag time atau
time constant. Jika, kapasitas tangki ditandai dengan C, dan hambatan yang
8

ditimbulkan oleh bukaan control valve ditandai dengan R, maka besar τ1 adalah
R/C (Gunterus, 1994).

Gambar 2.4 Kurva Waktu Proses Orde Satu Self Regulation (Gunterus, 1994).

2.5 Proses Orde Dua Non-Interacting Capacities


Proses orde dua merupakan gabungan dua proses orde satu. Pada proses
orde dua non-interacting capacities, ketinggian level di kedua tangki tidak saling
mempengaruhi. Level di tangki kedua tidak akan mempengaruhi besar kecilnya
laju alir yang keluar dari tangki pertama. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.3

h1

C1 R1

h2 C2 R2

Gambar 2.5 Proses Orde Dua Non-Interacting


9

Seperti pada proses orde satu, transfer function proses orde dua non-
interacting juga merupakan persamaan diferensial fungsi waktu. Bahkan,
persamaan diferensialnya sekarang berpangkat dua karena prosesnya
memangmempunyai dua lag time yaitu τ1 dan τ2 (Gunterus, 1994).

1 1
Input Gp = Gp = Output
1 1 + τ1s 2 1 + τ2 s

Gambar 2.6 Transfer Fungsi dari Persamaan Orde Dua Non Interaksi
(Gunterus, 1994).

2.6 Proses Orde Dua Interacting Capacities


Pada proses orde dua non-interacting, flow yang keluar dari tangki pertama
tidak berpengaruh pada tingginya level di tangki kedua (h2). Sedangkan pada
proses orde dua interacting-capacities, flow yang keluar dari tangki pertama akan
berpengaruh pada tinggi level di tangki kedua (h2). Hal ini disebabkan flow yang
awalnya mengalir karena beda tekanan h2 dengan atmosfir, sekarang mengalir
karena beda tekanan h2 dikurangi h1. Karena keadaan saling mempengaruhi
itulah, proses itu disebut proses orde dua interacting-capacities. Contoh proses
orde dua interacting-capacities dapat dilihat pada Gambar 2.6.

h1
C1 h2 C2 R2

R1

Gambar 2.7 Proses Orde Dua Interacting-Capacities

Adapun transfer function proses orde dua interacting-capacities lebih


kompleks dari transfer function proses orde dua non-interacting.
Perbedaan transfer function proses orde dua non-interacting dengan
transfer functionproses orde dua interacting-capacities ada pada faktor R1C2.
Kalau R1C2 kecil, dapat diharapkan bahwa dinamika proses orde dua interacting
10

akan sama dengan dinamika proses orde dua non- interacting. Transfer function
proses orde dua interacting-capacities dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Input Gp Output
(1 + R1C1s) 1 + R2C2s + R1C2

Gambar 2.8. Transfer Function Proses Orde Dua Interacting-Capacities

Faktor R1C2 akan menjadi kecil jika salah satu di antara R1 dan C2 kecil.
Kesamaan itu jelas bukannya tergantung pada lag time atau time constant
masing-masing elemen, R1C1 dan R2C2, melainkan lebih tergantung pada unsur
kapasitas, C2. Secara kualitatif, suatu proses orde dua interacting dapat
disetarakan dengan proses orde dua non-interacting apabila perbandingan C1 dan
C2 lebih kecil dari 10 : 1 (Gunterus, 1994).
11

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-Alat yang Digunakan


1. Satu set alat dinamika proses tangki
2. Gelas ukur 100 ml

3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan


1. Air

3.3 Metodelogi Percobaan Pratikum


1.3.1 Kalibrasi Luas Penampang Tangki
1. Mula-mula tangki 1 dikosongkan
2. Kemudian diisi dengan sejumlah air yang volumenya sudah diketahui
dengan menggunakan gelas ukur
3. Setelah itu dicatat tinggi permukaan air pada tangki
4. Percobaan diulangi sebanyak 6 kali

1.3.2 Menghitung Laju Alir Input


1. Air pada tangki 1 dikosongkan
2. Kemudian valve output pada (V-2) ditutup dan valve input (V-1) dibuka
dengan bukaan tertentu
3. Kemudian dilakukan pencatatan waktu untuk setiap penambahan ketinggian
4. Diulangi prosedur untuk variasi bukaan valve lainya.

3.3.3 Menghitung Laju Alir Output


1. Mula-mula tangki 1 diisi hingga penuh
2. Kemudian valve output (V-2) dibuka dengan bukaan tertentu
3. Pencatatan waktu dilakukan untuk setiap penurunan ketinggian
4. Diulangi prosedur untuk variasi bukaan valve (V-2) lainya

3.3.4 Simulasi Gangguan


1. Percobaan dengan Model Tangki Non-Interaksi
1. Tutup valve (V-1), buka valve (V-2), dan (V-4)
2. Setelah itu dipastikan tangki reservoar terisi penuh hingga tercapai kondisi
overflow
12

3. Percobaan tangki non-interaksi dimulai dengan membuka (V-1) pada bukaan


tertentu hingga tercapai kondisi tunak
4. Kemudian dicatat data yang dibutuhkan
5. Setelah tercapai kondisi tunak, dilakukan gangguan dengan merubah bukaan
(V-1), kemudian diamati perubahan yang terjadi
6. Dicatat data yang dibutuhkan pada saat kondisi tunak tercapai
7. Kemudian diulangi percobaan untuk variasi bukaan valve (V-1)

2. Percobaan dengan Tangki Interaksi


 Tutup valve (V-1)
 Kemudian ubah arah aliran Q1 ke tangki II
 Setelah itu atur bukaan valve (V-3) dan (V-4)
 Kemudian pastikan tangki reservoar terisi penuh hingga tercapai kondisi
overflow
 Percobaan simulasi tangki interaksi dimulai dengan membuka V-1 hingga
tercapai kondisi tunak
 Kemudian dicatat data yang dibutuh kan
 Pada saat telah tercapai kondisi tunak, kemudian diberikan gangguan
dengan variasi Q1, setelah itu amati perubahan yang terjadi
 Kemudian dicatat data pada saat tercapainya kondisi tunak
 Setelah itu ulangi percobaan untuk variasi bukaan valve.
13

1.3 Rangkaian Alat

6
2

4
3
7

6
5

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Sedimentasi

Keterangan Rangkaian Alat:


1. Tangki Reservoar
2. Tangki 1
3. Tangka 2
4. Tangka 3
5. Pompa
6. Pipa
7. Valve
14

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kalibrasi Luas Penampang Tangki


Data hasil pengamatan yang telah didapat dari percobaan disajikan pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Pengamatan Hubungan Volume terhadap Tinggi Air
Tangki 1
No Vo (cm3) h (cm)
1 150 1.5
2 300 3.2
3 450 4.7
4 600 6.3
5 750 8
6 900 9.5
7 1050 11
8 1200 12.5

Luas penampang tangki dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara
volume dan tinggi air. Pengaluran garis hubungan antara volume dan tinggi air
dari Tabel 4.1 disajikan pada Gambar 4.1.

1400

1200 y = 95.261x
R² = 0.9996
1000
V (cm3)

800

600

400

200

0
0 2 4 6 8 10 12 14
h (cm)

Gambar 4.1. Grafik Hubungan antara Volume terhadap Tinggi Air

Dari Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa luas penampang tangki sama
dengan gradien yaitu 95,261 cm2. Hasil ini menunjukkan bahwa luas penampang
15

pada setiap sisi tangki tidak sama, sehingga harus dilakukan kalibrasi untuk
mendapatkan hasil yang akurat.

4.2. Menghitung Laju Alir Input


Data hasil pengamatan yang telah didapat dari percobaan disajikan pada
Tabel 42.
Tabel 4.2. Hubungan antara Tinggi Air terhadap Waktu dan Perubahan Volume
Valve Bukaan 75o Valve Bukaan 50o
h t t
dh (cm) dv (cm3) h (cm) dh (cm) dv (cm3)
(cm) (detik) (detik)
0 0 0 0 0 0 0 0
2 4.3 2 190.522 2 12.4 2 190.522
4 9.9 4 381.044 4 27.4 4 381.044
6 15.5 6 571.566 6 41.1 6 571.566
8 20.3 8 762.088 8 55.4 8 762.088
10 26.4 10 952.61 10 69.4 10 952.61
12 32.4 12 1143.132 12 84.5 12 1143.132
14 38.4 14 1333.654 14 99 14 1333.654

Laju alir dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu. Pengaluran garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu disajikan pada Gambar 4.2.

1600 y = 35.668x y = 13.612x


1400 R² = 0.9964 R² = 0.9993

1200
1000
∆V (cm3)

800
600
bukaan valve
400 75
bukaan valve
200 50
0
0 20 40 60 80 100 120
t (detik)

Gambar 4.2. Grafik Hubungan antara Perubahan Volume terhadap Selang Waktu
16

Dari Gambar 4.2 dapat kita lihat bahwa laju alir untuk bukaan valve 75o
adalah 35,668 cm3/detik dan bukaan valve 50o adalah 13.612 cm3/detik. Hasil
debit alir (Q) yang telah didapat dari percobaan membuktikan bahwa semakin
besar bukaan valve maka semakin besar pula laju alirnya.

4.3. Menghitung Laju Alir Output Serta Parameter k dan n


Data hasil pengamatan yang didapat dari percobaan disajikan pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hubungan antara Tinggi Air terhadap Waktu dan Perubahan Volume
Bukaan Valve 75o Bukaan Valve 50o
h dh
ln h t dt t dt
(cm) (cm) ln(-dh/dt) ln(-dh/dt)
(detik) (detik) (detik) (detik)
14 0 0 0 0 0
12.5 1.5 2.526 12.4 12.4 -2.112 22.5 22.5 -2.708
11 3 2.398 25.8 25.8 -2.152 43.4 43.4 -2.672
9.5 4.5 2.251 40 40 -2.185 66.7 66.7 -2.696
8 6 2.079 53.8 53.8 -2.194 88.4 88.4 -2.690
6.5 7.5 1.872 68.1 68.1 -2.206 111.6 111.6 -2.700
5 9 1.609 82.7 82.7 -2.218 136.1 136.1 -2.716
3.5 10.5 1.253 99.3 99.3 -2.247 160.3 160.3 -2.726
4.3.1. Menghitung Laju Alir Output
Laju alir dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu. Pengaluran garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu disajikan pada Gambar 4.3.

1200
y = 10.353x y = 6.3299x
1000 R² = 0.9978 R² = 0.9993

800
∆V (cm3)

600
bukaan valve 75
400
bukaan valve 50
200

0
0 50 100 150 200
t (detik)

Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara Perubahan Volume terhadap Selang Waktu
17

Dari Gambar 4.3 dapat kita lihat bahwa laju alir untuk bukaan valve 75o
adalah 10,353 cm3/detik dan bukaan valve 50o adalah 6,330 cm3/detik. Hasil debit
alir (Q) yang telah didapat dari percobaan membuktikan bahwa semakin besar
bukaan valve maka semakin besar pula laju alirnya. Selain dipengaruhi oleh
bukaan valve, laju alir juga dipengaruhi oleh besar tekanan pada tangki baik
tekanan hidrostatis maupun tekanan atmosfer. Membandingkan hasil antara laju
alir output dan laju alir input yang telah kita bahas sebelumnya merupakan
jawaban bahwa ketinggian fluida dalam tangki (h) menjadi salah satu yang
mempengaruhi laju alir. Hal ini diperkuat dengan Teorema Torriceli yang
kemukakan oleh Bernoulli melalui persamaan 𝑣 = √2 × 𝑔 × (ℎ1 − ℎ2). Dimana
g adalah gravitasi, h1 adalah tinggi permukaan air, dan h2 adalah tinggi output
dari dasar tangki.

4.3.2. Menghitung Parameter k dan n


a. Metode Linierisasi
Hubungan antara laju perubahan ketinggian air terhadap ketinggian air
ditunjukkan dengan rumus:
−𝑑ℎ
= 𝑘 × ℎ𝑛
𝑑𝑡

Dengan h adalah ketinggian air (cm), t adalah waktu (detik), k dan n adalah
parameter. Hubungan yang ditunjukkan rumus tersebut dapat dilinierkan menjadi:

−𝑑ℎ
ln ( ) = 𝑛 × ln ℎ + ln 𝑘
𝑑𝑡

Dari hubungan linierisasi tersebut, pengaluran garis hubungan antara ln(-


dh/dt) terhadap ln h menghasilkan gradien bernilai n dan titik potong yang dapat
digunakan untuk menghitung nilai k.
18

0.000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
-0.500
bukaan valve 75
-1.000 bukaan valve 50
ln (-dh/dt)

-1.500
y = 0.0914x - 2.3703
-2.000 R² = 0.874

-2.500 y = 0.0278x - 2.7567


R² = 0.5052
-3.000
ln h

Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara ln(-dh/dt) terhadap ln h


Hasil perhitungan harga parameter n untuk bukaan valve 75o adalah 0,091
dan bukaan valve 50o adalah 0,028. Sedangkan harga parameter k untuk bukaan
valve 75o adalah 0,093 dan bukaan valve 50o adalah 0,064. Perhitungan harga
parameter k didapat dari nilai ln k yaitu -2,3703 dan -2.7567.
Pada percobaan pengukuran laju alir output (pengosongan tangki) diperoleh
hasil percobaan nilai parameter n dan k. Harga k yang didapat dari bukaan valve
75o lebih besar dari bukaan valve 50o, hal ini dikarenakan besarnya debit keluaran.
Semakin besar bukaan valve maka gesekan antara fluida dengan dinding semakin
kecil dan akan menghasilkan harga parameter k yang semakin besar. Laju alir
yang keluar berpengaruh terhadap harga parameter k. Harga n yang didapat dari
hasil pecobaan tidak ideal, karena parameter n yang ideal adalah 0,5 (Anwar,
2002).
b. Metode Integrasi
Dari rumus hubungan antara perubahan ketinggian terhadap ketinggi air,
dapat dicari ketinggian air pada saat tertentu dengan cara integral.
ℎ 𝑡
𝑘
∫ ℎ−𝑛 𝑑ℎ = − ∫ 𝑑𝑡
𝐴
ℎ𝑜 0

1−𝑛 𝑘
ℎ= √ℎ𝑜 − (1 − 𝑛) × ×𝑡
𝐴
19

Dari rumus tersebut harga parameter n dan k ditebak sehingga selisih antara
h hasil integral dan h data percobaan mempunyai selisih minimum. Metode
integrasi ini menggunakan bantuan fitur Solver pada Microsoft Excel.

Tabel 4.4. Perhitungan Selisih h Hasil Integral dengan h Data Percobaan


Bukaan Valve 75o Bukaan Valve 50o
n 0.640 n 0.122
h (cm) k 2.424 k 4.835
t
t (detik) h integral |∆h| (cm) h integral |∆h| (cm)
(detik)
14 0 14 0.000 0 14 0.000
12.5 12.4 12.357 0.143 22.5 12.436 0.064
11 25.8 10.726 0.274 43.4 11.004 0.004
9.5 40 9.156 0.344 66.7 9.434 0.066
8 53.8 7.779 0.221 88.4 8.000 0.000
6.5 68.1 6.500 0.000 111.6 6.501 0.001
5 82.7 5.342 0.342 136.1 4.963 0.037
3.5 99.3 4.197 0.697 160.3 3.500 0.000
Jumlah 2 Jumlah 0

Hasil perhitungan metode integrasi untuk mendapatkan selisih minimum


menggunakan bantuan fitur Solver pada Microsoft Excel disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Perhitungan harga k dan n dengan Metode Integrasi


Bukaan Valve n k ∑|∆h| (cm)
75o 0.640 2.424 2
50o 0.122 4.835 0

4.4. Simulasi Gangguan (disturbance)


Data hasil pengamatan yang telah didapat dari percobaan disajikan pada
Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Hasil Percobaan simulasi gangguan (disturbance) pada tangki interaksi
dan tangki non interaksi

Sebelum Diberi Gangguan Setelah Diberi Gangguan


Bukaan Input 1 75o Bukaan Input 1 75o
Bukaan Input 2 50o Bukaan Input 2 50o
Bukaan Output 90o Bukaan Output 50o
20

Tangki Non Tangki Non


Tangki Interaksi Tangki Interaksi
Interaksi Interaksi
t t t t
h (cm) h (cm) h (cm) h (cm)
(detik) (detik) (detik) (detik)
0 0 0 0 13.5 0 14 0
2 13.5 2 6.6 11.5 12.1 13.8 32.7
4 33.8 4 11.7 9.5 26.6
6 62.6 6 17.6 7.5 42.8
8 91.6 8 23.2 5.5 62.4
10 134.1 10 29.7 3.5 84.3
12 194.2 12 36.4 2.5 115.7
13.5 293.8 14 43.4 1.5 149.5

Pada percobaan simulasi gangguan (disturbance) pada tangki, kondisi awal


air yang ada pada tangki berada pada keadaan unsteady state sesuai dengan
rentang waktu untuk mencapai keadaan steady state. Selanjutnya diberi gangguan
dengan cara merubah bukaan valve aliran input (Q1) sehingga tinggi permukaan
air yang berada dalam tangki sebagai indikator berubah menjadi unsteady state.
Hal ini dikarenakan perubahan bukaan valve yang berarti merubah debit alir input
(Q1) merupakan gangguan yang menyebabkan tinggi permukaan air bertambah
dan menjadikan keadaan unsteady state. Akan tetapi dalam rentang waktu tertentu
air pada tangki kembali menjadi steady state.
Pada percobaan disturbance ini dilakukan pada dua jenis tangki, yaitu
tangki interaksi dan tangki non interaksi. Tangki non interaksi melibatkan tangki 1
dan tangki 2, sedangkan tangki interaksi melibatkan tangki 2 dan tangki 3.
Kemudian untuk bukaan valve pada aliran 3 (Q3) dan aliran 4 (Q4) adalah 50o,
sedangkan pada aliran 1 (Q1) divariasikan dari konsisi awal 75o menjadi 50o.
Waktu yang dibutuhkan tangki non interaksi untuk mencapai kondisi steady state
pada saat awal adalah 293,8 detik yaitu dengan tinggi permukaan air 13,5 cm.
Sedangkan pada tangki interaksi untuk mencapai kondisi steady state dibutuhkan
waktu yang lebih cepat yaitu 43,4 detik dengan tinggi permukaan air 14 cm. Hal
ini dikarenakan pada tangki non interaksi dipengaruhi oleh ketinggian letak tangki
1 terhadap tangki 2. Dimana pada letak ketinggian tangki yang lebih tinggi
menyebabkan perbedaan tekanannya bertambah dibandingkan letak tangki yang
sejajar seperti pada tangki interaksi yaitu antara tangki 2 dan tangki 3. Perbedaan
21

tekanan yang lebih tinggi akan menyebabkan laju alir output juga bertambah
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk tercapai kondisi steady
state.
Percobaan selanjutnya adalah memberikan gangguan (disturbance) terhadap
system yang sedang berjalan dalam kondisi steady state. Gangguan berupa
merubah bukaan valve yang semula 75o dikecilkan menjadi 50 o. Gangguan yang
diberikan menyebabkan menurunnya debit alir input (Q1) sehingga ketinggian air
pada tangki 1 dan tangki 2 juga menurun. Penurunan ketinggian permukaan air ini
menyebabkan kondisi berubah menjadi unsteady state. Kemudian perbedaan
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi steady state kembali antara tangki
non interaksi dan interaksi adalah tergantung pada letak ketinggian tangki.
22

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Laju alir input bukaan valve 75o dan bukaan valve 50o adalah 35.668
cm3/detik dan 13.612 cm3/detik, sedangkan laju alir output bukaan valve 75o
dan bukaan valve 50o adalah 10.353 cm3/detik dan 6.330 cm3/detik.
2. Kelakukan dinamik sistem tangki merupakan sifat suatu sistem yang
berubah dengan berjalannya waktu atau dengan kata lain, tidak konstan.
dalam percobaan, ini dapat dilihat dari perubahan volume air yang masuk ke
dalam tangki ataupun yang keluar dari tangki terhadap waktu.
3. Dari analisis pengaruh parameter n dan k di peroleh hasil dengan metode
linierisasi yaitu pada bukaan 75o, n = 0.091, k = 0.093 dan pada bukaan 50o,
n = 0.028, k = 0.064 sedangkan dengan metode integrasi pada bukaan 75o, n
= 0.640, k = 2.424, dan pada bukaan 50o, n = 0.122, k = 4.835.
4. Perubahan bukaan valve sebagai gangguan yang berarti merubah debit alir
input (Q1) merupakan gangguan yang menyebabkan tinggi permukaan air
berkurang dan menjadikan keadaan unsteady state. Akan tetapi dalam
rentang waktu tertentu air pada tangki kembali menjadi steady state.

5.2. Saran
1. Lebih teliti dalam membaca skala pada saat penurunan maupun kenaikan
cairan dalam tangki agar data yang didapat lebihh akurat.
2. Lebih teliti dalam mengatur bukaan valve.
23

DAFTAR PUSTAKA

Anwar., dan Nadiem., 2002. Dinamika Proses. Universitas Jenderal Achmad


Yani Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia.
Gunterus., dan Frans. 1994. Sistem Pengendali Proses. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Hermawan.Y.D., Suksmono.Y., Narno., Putra.R.M., Puspitasari.M. 2010.
Perancangan Konfigurasi Pengendalian Proses pada Sistem Non-
Interacting-Tank dengan Analisis Kuantitatif Relative Gain Array.
Seminar Nasional Teknologi Simulasi (TEKNOSIM) 2010. Jurusan Teknik
Mesin dan Industri. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada: 75 – 8.
Hermawan Y.D. 2012. Dynamic Simulation and Control in A Non-Interacting-
Tank System. 19th Regional Symposium on Chemical Engineering,
Department of Chemical Engineering, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya, November 27-28. 2012. Bali, Indonesia: B-27-
1 – B-27-6.
Hermawan Y.D., Haryono.G., Agustin.M., Abiad.H. 2012. Dinamika Komposisi
pada Sistem Tangki Pencampur 10 L, Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan” 2012. Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, UPN “Veteran” Yogyakarta: C15-1 – C15-6.
Khristiyanto.T., dan I Made.P.Y.B. 2007, AplikasiOn-Off Control pada
Pengendalian Level Cairan di Dalam Tangki. Laporan Penelitian S1,
Jurusan Teknik Kimia. FTI. UPN “Veteran” Yogyakarta.
Mandala.J. 2013, Pengendalian Level, http://jayamandalapurba.blogspot.co.id/20
13/02/pengukuran-level.html. Diakses pada tanggal 16 Maret 2018.
Putra. A.W.R. 2018. Sistem Kendali Dan Monitoring Level Air Pada Dua Tangki
Menggunakan NI DAQ. Seminar Nasional Teknik Elektro UIN Sunan
Gunung Djati Bandung (SENTER 2017).
Seborg., D.E., Edgar, T.F., and Melichamp, D.A.1998, Process Dynamics and
Control, 2nd ed., John Wiley & Sons, New York.
24

LAMPIRAN
PERHITUNGAN

1. Perhitungan Luas Penampang Tangki


Misalkan data pengamatan yang telah didapat dari percobaan disajikan
pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Pengamatan Hubungan Volume terhadap Tinggi Air


Tangki 1
3
No Vo (cm ) h (cm)
1 150 1.5
2 300 3.2
3 450 4.7
4 600 6.3
5 750 8
6 900 9.5
7 1050 11
8 1200 12.5

Volume dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑉 =𝐴×ℎ
Dengan:
V = volume air (cm3)
A = luas penampang tangki (cm2)
h = tinggi air dalam tangki (cm)

Sehingga luas penampang tangki dapat diketahui dari gradien garis


hubungan antara volume dan tinggi air. Pengaluran garis hubungan antara volume
dan tinggi air dari Tabel 1 disajikan pada Gambar 1.
25

1400

1200 y = 95.261x
R² = 0.9996
V (cm3) 1000

800

600

400

200

0
0 2 4 6 8 10 12 14
h (cm)

Gambar 1. Hubungan antara Volume terhadap Tinggi Air

Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa luas penampang tangki sama dengan
gradien yaitu 95,261 cm2.

2. Perhitungan Laju Alir Input


Misalkan data pengamatan yang telah didapat dari percobaan disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan antara Tinggi Air terhadap Waktu
Valve Bukaan 75o Valve Bukaan 50o
h (cm) t (detik) h (cm) t (detik)
0 0 0 0
2 4.3 2 12.4
4 9.9 4 27.4
6 15.5 6 41.1
8 20.3 8 55.4
10 26.4 10 69.4
12 32.4 12 84.5
14 38.4 14 99

Perlu dihitung perubahan volume terlebih dahulu dengan menggunakan rumus:

∆𝑉 = 𝐴 × ∆ℎ
26

Dengan:
∆V = perubahan volume (cm3)
A = luas penampangtangki (cm2)
∆h = perubahan ketinggian air (cm)

Hasil perhitungan perubahan volume disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Perubahan Volume


Valve Bukaan 75o Valve Bukaan 50o
t t
h (cm) dh (cm) dv (cm3) h (cm) dh (cm) dv (cm3)
(detik) (detik)
0 0 0 0 0 0 0 0
2 4.3 2 190.522 2 12.4 2 190.522
4 9.9 4 381.044 4 27.4 4 381.044
6 15.5 6 571.566 6 41.1 6 571.566
8 20.3 8 762.088 8 55.4 8 762.088
10 26.4 10 952.61 10 69.4 10 952.61
12 32.4 12 1143.132 12 84.5 12 1143.132
14 38.4 14 1333.654 14 99 14 1333.654

Perubahan volume juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


∆𝑉 = 𝑄 × ∆𝑡

Dengan:
∆V = perubahan volume (cm3)
Q = laju alir (cm3/detik)
∆t = selang waktu (detik)

Sehingga laju alir dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu. Pengaluran garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu disajikan pada Gambar 2.
27

1600 y = 35.668x y = 13.612x


1400 R² = 0.9964 R² = 0.9993

1200
1000
∆V (cm3)

800
600
bukaan valve
400 75
bukaan valve
200 50
0
0 20 40 60 80 100 120
t (detik)

Gambar 2. Hubungan antara Perubahan Volume terhadap Selang Waktu

Dari Gambar 2, laju alir tiap bukaan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Laju Alir


Bukaan Valve Q
75o 35.668
50o 13.612

3. Perhitungan Laju Alir Output


Misalkan data pengamatan yang telah didapat dari percobaan disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hubungan antara Tinggi Air terhadap Waktu
Valve Bukaan 75o Valve Bukaan 50o
h (cm) t (detik) h (cm) t (detik)
14 0 14 0
12.5 12.4 12.5 22.5
11 25.8 11 43.4
9.5 40 9.5 66.7
8 53.8 8 88.4
6.5 68.1 6.5 111.6
5 82.7 5 136.1
3.5 99.3 3.5 160.3

Perlu dihitung perubahan volume terlebih dahulu dengan menggunakan rumus:

∆𝑉 = 𝐴 × ∆ℎ
28

Dengan:
∆V = perubahan volume (cm3)
A = luas penampangtangki (cm2)
∆h = perubahan ketinggian air (cm)

Hasil perhitungan perubahan volume disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Perubahan Volume


Valve Bukaan 75o Valve Bukaan 50o
t
t
h (cm) dh (cm) dv (cm3) h (cm) (detik dh (cm) dv (cm3)
(detik)
)
14 0 0 0 14 0 0 0
12.5 12.4 1.5 142.8915 12.5 22.5 1.5 142.8915
11 25.8 3 285.783 11 43.4 3 285.783
9.5 40 4.5 428.6745 9.5 66.7 4.5 428.6745
8 53.8 6 571.566 8 88.4 6 571.566
6.5 68.1 7.5 714.4575 6.5 111.6 7.5 714.4575
5 82.7 9 857.349 5 136.1 9 857.349
3.5 99.3 10.5 1000.241 3.5 160.3 10.5 1000.241

Perubahan volume juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


∆𝑉 = 𝑄 × ∆𝑡

Dengan:
∆V = perubahan volume (cm3)
Q = laju alir (cm3/detik)
∆t = selang waktu (detik)

Sehingga laju alir dapat diketahui dari gradien garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu. Pengaluran garis hubungan antara perubahan
volume terhadap selang waktu disajikan pada Gambar 3.
29

1200
y = 10.353x y = 6.3299x
1000 R² = 0.9978 R² = 0.9993

800
∆V (cm3)

600
bukaan valve 75
400
bukaan valve 50
200

0
0 50 100 150 200
t (detik)

Gambar 3. Hubungan antara Perubahan Volume terhadap Selang Waktu

Dari Gambar 3, laju alir tiap bukaan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Laju Alir


Bukaan Valve Q
75o 10.353
50o 6.330

4. Perhitungan Parameter k dan n


Misalkan data pengamatan yang didapat dari percobaan disajikan pada
Tabel 8.

Tabel 8. Hubungan antara Ketinggian Air terhadap Waktu


Bukaan Valve 75o Bukaan Valve 50o
dh
h (cm) ln h t dt t dt
(cm) ln(-dh/dt) ln(-dh/dt)
(detik) (detik) (detik) (detik)
14 0 0 0 0 0
12.5 1.5 2.526 12.4 12.4 -2.112 22.5 22.5 -2.708
11 3 2.398 25.8 25.8 -2.152 43.4 43.4 -2.672
9.5 4.5 2.251 40 40 -2.185 66.7 66.7 -2.696
8 6 2.079 53.8 53.8 -2.194 88.4 88.4 -2.690
6.5 7.5 1.872 68.1 68.1 -2.206 111.6 111.6 -2.700
5 9 1.609 82.7 82.7 -2.218 136.1 136.1 -2.716
3.5 10.5 1.253 99.3 99.3 -2.247 160.3 160.3 -2.726
30

a. Metode Linierisasi
Hubungan antara laju perubahan ketinggian air terhadap ketinggian air
ditunjukkan dengan rumus:
−𝑑ℎ
= 𝑘 × ℎ𝑛
𝑑𝑡
Dengan:
h = ketinggian air (cm)
t = waktu (detik)
k = parameter
n = parameter

Hubungan yang ditunjukkan rumus tersebut dapat dilinierkan menjadi:

−𝑑ℎ
ln ( ) = 𝑛 × ln ℎ + ln 𝑘
𝑑𝑡

Dari hubungan linierisasi tersebut, pengaluran garis hubungan antara ln(-


dh/dt) terhadap ln h menghasilkan gradien bernilai n dan titik potong yang dapat
digunakan untuk menghitung nilai k.

Dari Tabel 8, pengaluran grafik hubungan antara ln (-dh/dt) terhadap ln h


disajikan pada Gambar 4.

0.000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
-0.500
bukaan valve 75
-1.000 bukaan valve 50
ln (-dh/dt)

-1.500
y = 0.0914x - 2.3703
-2.000 R² = 0.874

-2.500 y = 0.0278x - 2.7567


R² = 0.5052
-3.000
ln h

Gambar 4. Hubungan antara ln(-dh/dt) terhadap ln h


31

Hasil perhitungan k dan n disajikan pada Tabel 9.


Tabel 9. Hasil Perhitungan k dan n Menggunakan Metode Linierisasi
Bukaan Valve n k
75o 0.091 0.093
50o 0.028 0.064

b. Metode Integrasi
Dari rumus hubungan antara perubahan ketinggian terhadap ketinggi air,
dapat dicari ketinggian air pada saat tertentu dengan cara integral.
ℎ 𝑡
𝑘
∫ ℎ−𝑛 𝑑ℎ = − ∫ 𝑑𝑡
𝐴
ℎ𝑜 0

1−𝑛 𝑘
ℎ= √ℎ𝑜 − (1 − 𝑛) × ×𝑡
𝐴

Dari rumus tersebut, k dan n ditebak sehingga selisih antara h hasil integral dan h
data percobaan mempunyai selisih minimum. Metode integrasi ini menggunakan
bantuan fitur Solver pada Microsoft Excel.
Perhitungan selisih h hasil integral dengan h data percobaan disajikan pada
Tabel 10.

Tabel 10. Perhitungan Selisih h Hasil Integral dengan h Data Percobaan


Bukaan Valve 75o Bukaan Valve 50o
n 0.640 n 0.122
h (cm) k 2.424 k 4.835
t
t
h integral |∆h| (cm) (detik h integral |∆h| (cm)
(detik)
)
14 0 14 0.000 0 14 0.000
12.5 12.4 12.357 0.143 22.5 12.436 0.064
11 25.8 10.726 0.274 43.4 11.004 0.004
9.5 40 9.156 0.344 66.7 9.434 0.066
8 53.8 7.779 0.221 88.4 8.000 0.000
6.5 68.1 6.500 0.000 111.6 6.501 0.001
5 82.7 5.342 0.342 136.1 4.963 0.037
3.5 99.3 4.197 0.697 160.3 3.500 0.000
Jumlah 2 Jumlah 0
32

Hasil perhitungan k dan n metode integrasi disajikan pada Tabel 11.


Tabel 11. Hasil Perhitungan k dan n dengan Menggunakan Metode Integrasi
Bukaan Valve n k ∑|∆h| (cm)
75o 0.640 2.424 2
50o 0.122 4.835 0
33

LAMPIRAN B
DOKUMENTASI PRAKTIKUM

Gambar B.1 Sistem Gambar B.2 Simulasi


Tangki Dinamika Proses Tangki Non-interaksi

Gambar B.3 Simulasi


Tangki Interaksi
34

LAMPIRAN C
TUGAS

1) Buatlah contoh penurunan model neraca massa proses dinamika pada


sistem tangki!

Jawaban:
1. First Order Lag

A h

F0

𝑑𝑉
𝐹1 − 𝐹0 =
𝑑𝑡
Dimana:

𝑉 = 𝐴×ℎ

𝑑(𝐴ℎ)
𝐹1 − 𝐹0 =
𝑑𝑡
𝑑ℎ
𝐹1 − 𝐹0 = 𝐴 ×
𝑑𝑡
Neraca massa:

𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 + 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛

𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 = 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛

𝑑(𝜌𝑉)
𝜌𝐹1 − 𝜌𝐹0 −
𝑑𝑡
Dimana:

𝑉 = 𝐴×ℎ

𝜌 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
35

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒


( × )−( × )=( × )
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
× =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑑ℎ
𝐹1 − 𝐹0 = 𝐴 ×
𝑑𝑡
Jika:


𝐹0 =
𝑅
Maka:
ℎ 𝑑ℎ
𝐹1 − 𝑅 = 𝐴 × 𝑑𝑡 ........................................................................................... (1)

Kondisi steady state:


ℎ(𝑠) 𝑑ℎ
𝐹1(𝑠) − = 𝐴 × 𝑑𝑡 .................................................................................. (2)
𝑅

persamaan (1) – persamaan (2):

ℎ−ℎ(𝑠) 𝑑(ℎ−ℎ(𝑠))
(𝐹1 − 𝐹1(𝑠) − =𝐴× ......................................................... (3)
𝑅 𝑑𝑡

Jika:

𝐹1 − 𝐹1(𝑠) = 𝐹

ℎ − ℎ(𝑠) = 𝐻

Maka:

𝐻 𝑑(ℎ−ℎ(𝑠)) 𝑑𝐻
𝐹−𝑅 =𝐴× Atau 𝑅𝐹 − 𝐻 = 𝐴𝑅 ×
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Persamaan dilaplacekan:

𝑑𝐻
𝑅ℒ(𝐹) − ℒ(𝐻) = 𝐴𝑅ℒ ( )
𝑑𝑡

𝑅𝐹(𝑠) − 𝐻(𝑠) = 𝐴𝑅[𝑠𝐻(𝑠) − 𝐻]

𝑅(𝑠) = 𝐴𝑅 𝑠𝐻(𝑠) + 𝐻(𝑠)

Jika:

𝐴×𝑅 =𝜏
36

Maka:

𝑅𝐹(𝑠) = 𝜏𝑠 𝐻(𝑠) + 𝐻(𝑠)

𝐻(𝑠) 𝑅
=
𝐹(𝑠) 𝜏𝑠 + 1

Satuan:

𝐹 = 𝑚3 ⁄𝑠

𝐴 = 𝑚2

𝑅 = 𝑠 ⁄𝑚 2

2. Tangki Non Interaksi

F0

A1 h1 R1
F1

A2
h2

F2

𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 + 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛

𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 = 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛


𝑑ℎ1 ℎ1 𝑑ℎ1
𝐹0 − 𝐹1 = 𝐴1 ---------𝐹0 − 𝑅1 = 𝐴1 ........................................... (1)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑑ℎ2 ℎ2 𝑑ℎ2
𝐹1 − 𝐹2 = 𝐴2 ---------𝐹1 − 𝑅2 = 𝐴2 ........................................... (2)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Untuk persamaan (1) dalam keadaan steady state:


ℎ2(𝑠) 𝑑ℎ2(𝑠)
𝐹0(𝑠) − = 𝐴1 × ......................................................................... (3)
𝑅1 𝑑𝑡
37

Persamaan (1) – persamaan (3):

ℎ1 − ℎ1(𝑠) 𝑑(ℎ1 − ℎ1(𝑠))


(𝐹0 − 𝐹0(𝑠)) − = 𝐴1 ×
𝑅1 𝑑𝑡
Jika:

𝐹1 = 𝐹0 − 𝐹0(𝑠)

𝐻1 = ℎ1 − ℎ1(𝑠)

Maka:
𝐻1 𝑑ℎ1 𝑑𝐻1
𝐹1 − = 𝐴1 × atau 𝑅1𝐹1 − 𝐻1 = 𝑅1𝐴1 ×
𝑅 𝑑𝑡 𝑑𝑡

Dalam bentuk transformasi laplace:

𝑅1𝐹1(𝑠) − 𝐻1(𝑠) = 𝐴1𝑅1 𝑠 𝐻1(𝑠)

Jika:

𝐴1𝑅1 = 𝜏1

Maka:
𝐻1(𝑠) 𝑅1
= 𝜏1 𝑠+1 ................................................................................................. (4)
𝐹1(𝑠)

Untuk persamaan (2) dalam kondisi steady state:


ℎ2(𝑠) 𝑑ℎ2(𝑠)
𝐹1(𝑠) − = 𝐴2 × ......................................................................... (5)
𝑅2 𝑑𝑡

Persamaan (2) – persamaan (5):

ℎ2 − ℎ2(𝑠) 𝑑(ℎ2 − ℎ2(𝑠))


(𝐹1 − 𝐹1(𝑠)) − = 𝐴2 ×
𝑅2 𝑑𝑡
Jika:

𝐹2 = 𝐹1 − 𝐹1(𝑠)

𝐻2 = ℎ2 − ℎ2(𝑠)

Maka:
𝐻2 𝑑𝐻2 𝑑𝐻2
𝐹2 − 𝑅2 = 𝐴2 × atau 𝑅2𝐹2 − 𝐻2 = 𝑅2𝐴2 ×
𝑑𝑡 𝑑𝑡
38

Dalam bentuk transformasi laplace:

𝑅2𝐹2(𝑠) − 𝐻2(𝑠) = 𝐴2𝑅2 𝑠 𝐻2(𝑠)

Jika:

𝐴2𝑅2 = 𝜏2

Maka:
𝐻2(𝑠) 𝑅2
= 𝜏2 𝑠+1 ................................................................................................. (6)
𝐹2(𝑠)

Untuk overall, menggunakan persamaan (4) dan persamaan (6):

𝐻1(𝑠) 𝐻2(𝑠) 𝑅1 𝑅2
× = ×
𝐹1(𝑠) 𝐹2(𝑠) 𝜏1 𝑠 + 1 𝜏2 𝑠 + 1

Jika:

𝐻1(𝑠) − 𝐻2(𝑠) = 𝐻

𝐹1(𝑠) − 𝐹2(𝑠) = 𝐹

Maka:

𝐻 𝑅1 𝑅2
= ×
𝐹 𝜏1 𝑠 + 1 𝜏2 𝑠 + 1

3. Tangki Interaksi

F0
Fs

A1
A2

h1 R1 h2 R2

F4

F1 F2
Tangki 1:
𝑑ℎ1
𝑓0 − 𝑓1 = 𝐴1 × ..................................................................................... (1)
𝑑𝑡
39

Tangki 2:
𝑑ℎ2
𝑓1 − 𝑓2 = 𝐴2 × ..................................................................................... (2)
𝑑𝑡

Untuk mencari flowrate:

The flow-head relationship:


1
Untuk R1  𝑓1 = 𝑅1 × (ℎ1 − ℎ2) .............................................................. (3)

ℎ2
Untuk R2  𝑓2 = 𝑅2 .................................................................................... (4)

Pada keadaan steady state, persamaan (1) dan persamaan (2) menjadi:
𝑑ℎ1(𝑠)
𝑓0(𝑠) − 𝑓1(𝑠) = 𝐴1 × ....................................................................... (5)
𝑑𝑡

𝑑ℎ2(𝑠)
𝑓1(𝑠) − 𝑓2(𝑠) = 𝐴2 × ....................................................................... (6)
𝑑𝑡

Jika:

𝑓0 − 𝑓0(𝑠) = 𝐹0

𝑓1 − 𝑓1(𝑠) = 𝐹1

𝑓2 − 𝑓2(𝑠) = 𝐹2

ℎ1 − ℎ1(𝑠) = 𝐻1

ℎ2 − ℎ2(𝑠) = 𝐻2

Untuk subtitusi persamaan (5) dari persamaan (6), dan persamaan (6) disubtitusi
dari persamaan (2):

Tangki 1:
𝑑𝐻1
𝐹0 − 𝐹1 = 𝐴1 × .................................................................................... (7)
𝑑𝑡

Tangki 2:
𝑑𝐻2
𝐹1 − 𝐹2 = 𝐴2 × .................................................................................... (8)
𝑑𝑡
40

Persamaan (3) dan persamaan (4) dalam kondisi steady state:


1
Untuk R1  𝑓1(𝑠) = 𝑅1 × (ℎ1(𝑠) − ℎ2(𝑠)) .............................................. (9)

ℎ2(𝑠)
Untuk R2  𝑓2(𝑠) = ........................................................................... (10)
𝑅2

Persamaan (9) disubtitusikan ke persamaan (3), dan persamaan (10) disubtitusikan


ke persamaan (4):
𝐻1−𝐻2
𝐹1 = ................................................................................................... (11)
𝑅1

𝐻2
𝐹2 = ......................................................................................................... (12)
𝑅2

Menggabungkan persamaan (7) dan persamaan (8):


𝑑𝐻1
𝐴1𝑅1 + ℎ1 − ℎ2 = 𝑅1𝐹0 ...................................................................... (13a)
𝑑𝑡

𝑑𝐻2 𝑅1 𝑅2
𝐴2𝑅2 + (1 + 𝑅2) ℎ2 − 𝑅1 ℎ1 = 0 .......................................................... (13b)
𝑑𝑡

Ekivalen kondisi steady-state dari persamaan (13a) dan (13b):

ℎ1(𝑠) − ℎ2(𝑠) = 𝑅1𝐹0(𝑠) ........................................................................... (14a)


𝑅1 𝑅2
(1 + 𝑅2) ℎ2(𝑠) − 𝑅1 ℎ1(𝑠) = 0 .................................................................... (14b)

Subtract persamaan (14a) dari persamaan (13a) dan persamaan (14b) dari
persamaan (13b):
𝑑ℎ1′
𝐴1𝑅1 + ℎ1′ − ℎ2′ = 𝑅1𝐹0′ .................................................................. (15a)
𝑑𝑡

𝑑ℎ2′ 𝑅1 𝑅2
𝐴2𝑅2 + (1 + 𝑅2) ℎ2′ − 𝑅1 ℎ1′ = 0 ....................................................... (15b)
𝑑𝑡

Dimana:

ℎ′ = ℎ1 − ℎ1(𝑠)

ℎ2′ = ℎ2 − ℎ2(𝑠)

𝐹0′ = 𝐹0 − 𝐹0(𝑠)

Laplace transform dari persamaan (15a) dan persamaan (15b):

(𝐴1𝑅1𝑠 +)ℎ1′ (𝑠) − ℎ2′ (𝑠) = 𝑅1𝐹0′(𝑠)

𝑅2 ′ 𝑅2
− ℎ1 (𝑠) + [𝐴2𝑅2𝑠 + (1 + )] ℎ2′ (𝑠) = 0
𝑅1 𝑅1
41

Jika:

𝐴1𝑅1 = 𝜏𝑝1

𝐴2𝑅2 = 𝜏𝑝2

Maka:

ℎ1′ (𝑠) (𝜏𝑝2 × 𝑅1)𝑠 + (𝑅1 + 𝑅2)


=
𝐹0′(𝑠) 𝜏𝑝1𝜏𝑝2𝑠 2 + (𝜏𝑝1 + 𝜏𝑝2 + 𝐴1𝑅2)𝑠 + 1

ℎ1′ (𝑠) 𝑅2
= 2
𝐹0′(𝑠) 𝜏𝑝1𝜏𝑝2𝑠 + (𝜏𝑝1 + 𝜏𝑝2 + 𝐴1𝑅2)𝑠 + 1

2. Apakah yang dimaksud dengan kelakuan dinamik?


Jawaban:
Kelakuan dinamik menunjukkan unjuk kerja proses yang profilnya selalu
berubah terhadap waktu, maksudnya adalah kelakuakn dinamik dalam sistem
proses selalu terjadi selama sistem proses belum mencapai kondisi tunak. Keadaan
tidak tunak terjadi karena adanya gangguan terhadap kondisi proses yang tunak.

Anda mungkin juga menyukai