Kelompok XII
Retta Emelda (2007110685)
Wan Al Aidi Syahrouqan (2007125616)
Percobaan V
Oleokimia
Dosen Pengampu:
Drs. Irdoni, HS., MS.
i
LEMBAR PENUGASAN LABTEK I
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2021/2022
No Penugasan
1. Variabel tetap :
Mol CPO Murni : Mol Metanol = 1:4 dan 1:7
Suhu = 60 °C
Waktu = 90 menit
Berat Katalis = 1,25% berat minyak
Kecepatan magnetic stirer = 400 rpm
2. Desnsitas CPO = 0,89 gr/mol
ii
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboraturium Instruksional Teknik Kimia I
Oleokimia
Dosen Pengampu Praktikum dengan ini menyatakan bahwa:
Kelompok XII
Retta Emelda (2007113918)
Wan Al Aidi Syahrouqan (2007113917)
1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh Dosen
Pengampu/Asisten Praktikum
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Oleokimia dari praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia I yang di setujui oleh Dosen
Pengampu/Asisten Praktikum.
Catatan Tambahan:
iii
ABSTRAK
Metil ester merupakan salah satu bahan baku yang sangat penting dalam pembuatan
biodiesel atau sebagai emolien dalam produk kosmetika. Metil eseter merupakan
ester asam lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi dari asam lemak dengan
metanol. Pembuatan metil ester terbagi menjadi empat macam cara, yaitu
pencampuran dan penggunaan langsung, mikroemulsi, pirolisis, dan
transesterifikasi. Transesterifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan ester
dimana salah satu pereaksinya juga merupakan senyawa ester reaksi ini merupakan
reaksi antara minyak atau trigliserida dan alkohol. Pada percobaan ini dilakukan
dengan mereaksikan minyak goreng (CPO) yang mengandung trigliserida dan
metanol dengan bantuan katalis basa kuat KOH. Tujuan dari percobaan ini adalah
mencari perbedaan kadar ALB dengan parameter yang berbeda. Prosedur
percobaan ini berupa reaksi transesterifikasi dengan memanaskan terlebih dahulu
minyak dan campuran metanol dan KOH dengan suhu konstan 60°C dan
dicampurkan keduanya hingga rata dengan suhu konstan 60°C selama 90 menit,
serta memasukkan kedalam corong pisah dan didiamkan hingga terpisah menjadi 2
lapisan. Diperoleh massa metil ester ditambah gelas piala sebesar 225,15 gram pada
nisbah molar 1 : 4 serta 230,37 gram massa metil ester nisbah molar 1:7.
Perhitungan ALB dengan metode titrasi menggunakan KOH sehingga didapatkan
nilai Asam Lemak Bebas sebesar 1,05 gram pada nisbah molar 1 : 4 dan 0,76 gram
pada nisbah molar 1 : 7.
Kata kunci: asam lemak bebas, biodiesel, metil ester, transesterifikasi, trigliserida
ABSTRACT
Methyl ester is one of the raw materials that is very important in the manufacture
of biodiesel or as an emollient in cosmetic products. Methyl esters are fatty acid
esters made by esterification of fatty acids with methanol. The manufacture of
methyl esters is divided into four ways, namely mixing and direct use,
microemulsion, pyrolysis, and transesterification. Transesterification is a reaction
that produces esters where one of the reagents is also an ester compound. This
reaction is a reaction between oil or triglycerides and alcohol. This experiment was
carried out by reacting cooking oil (CPO) containing triglycerides and methanol
with the help of a strong base catalyst KOH. The purpose of the experiment is to
find the differences in Free Fatty Acid levels with different parameters. This
experimental procedure is in the form of a transesterification reaction by
preheating the oil and a mixture of methanol and KOH at a constant temperature
of 60°C and mixing the two together at a constant temperature of 60°C for 90
minutes, and putting it into a separatory funnel and allowed to separate into 2
layers. The mass of methyl ester plus a beaker was 225.15 grams at a molar ratio
of 1: 4 and 230.37 grams of a mass of methyl ester at a molar ratio of 1:7.
Calculation of ALB by titration method using KOH so that the value of Free Fatty
Acids is 1.05 grams at a molar ratio of 1: 4 and 0.76 grams at a molar ratio of 1:
7.
Keywords: biodiesel, free fatty acids, methyl esters, transesterification,
triglycerides.
iv
DAFTAR ISI
Contents
v
4.2.1 Transesterifikasi ........................................................................ 23
4.2.2 Penentuan Kadar ALB .............................................................. 27
BAB V PENUTUP............................................................................................ 29
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 29
5.2 Saran ..................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
LAMPIRAN A LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN B PERHITUNGAN
LAMPIRAN C DOKUMENTASI
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Lapisan Buah Kelapa Sawit ..................................................3
Gambar 2.2 Rumus Struktur Gliserol ...................................................................16
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Proses Transesterifikasi ..........................................21
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Proses Pemanasan CPO ..........................................21
Gambar 3.3 Rangkaian Alat Corong Pisah...........................................................22
Gambar 3.4 Rangkaian Alat Titrasi ......................................................................22
Gambar 4.1 Perbandingan Berat Metil Ester Setelah Proses Transesterifikasi ....25
Gambar 4.2 Perbandingan Rendemen Nisbah Molar Reaktan .............................26
Gambar 4.3 Perbandingan Kadar ALB Setelah Proses Titrasi .............................28
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak yang Terdapat Dalam Minyak Sawit ..............4
Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia Methanol ..........................................................10
Tabel 2.3 Syarat Mutu Biodiesel ...........................................................................14
Tabel 4.1 Data Parameter Penentu dalam Percobaan Transesterifikasi ................23
Tabel 4.2 Hasil Percobaan Transesterifikasi dan Perhitungan Kadar ALB ......... 23
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan populasi penduduk dan peningkatan kebutuhan manusia
seiring dengan berkembangnya zaman, mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
akan energi yang tidak dapat diperbarui. Selama ini sebagian besar sumber energi
menggunakan bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin menipis. Hal ini
mendorong kita mencari berbagai cara untuk menghemat penggunaan minyak bumi
serta menciptakan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil (Hasan dkk,
2012). Perkembangan penelitian dan penggunaan motor diesel pada industri tidak
akan berhenti hanya karena menipisnya bahan bakar fosil. Pencarian bahan bakar
alternatif sebagai pengganti solar terus dilakukan disamping untuk menangani
permasalahan krisis energi dan lingkungan global juga dapat membantu dalam
mengembangkan teknologi otomotif sebagai karya budaya manusia (Alfred, 2006).
Bahan bakar minyak bumi merupakan salah satu kebutuhan utama yang
banyak digunakan di berbagai negara. Saat ini kebutuhan akan bahan bakar semakin
meningkat seiring semakin meningkatnya populasi dan semakin berkembangnya
teknologi, akan tetapi cadangan sumber daya minyak bumi yang berasal dari fosil
semakin menipis karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui. Menurut data
Automotive Diesel Oil, konsumsi bahan bakar Indonesia telah melebihi produksi
sejak tahun 1995, dan diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan habis dalam
waktu 10-15 tahun mendatang. Sedangkan menurut data Energy Information
Administration, bahan bakar minyak global diperkirakan akan meningkat 57% dari
tahun 2002 hingga 2025 (Hambali, 2006).
Salah satu alternatif sumber energi adalah Fatty Acid Methyl Ester
(biodiesel) sebagai produk untuk menggantikan proteleum diesel dari sumber
minyak nabati. Bahan dasar yang biasa digunakan untuk pembuatan biodiesel
diantaranya minyak dari kedelai, minyak sawit, minyak biji jarak, minyak biji
bunga matahari dan lain sebagainya. Bila dibandingkan dengan bahan bakar diesel
atau solar, biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable),
dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap mesin piston
karena termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil), mampu men-
1
2
geliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas ketersediaan bahan baku terjamin.
Biodisel bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh
lebih baik dibandingkan diesel atau solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke
number) rendah, dan angka setana (cetane number) bekisar antara 57-62 sehingga
efisiensi pembakaran lebih baik, terbakar sempurna (clean burning), dan tidak
menghasilakn racun (nontoxic) (Hambali, 2006). Selain itu, alasan pemilihan metil
ester asam lemak sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel dikarenakan dapat
diproduksi dengan energi thermal yang sedikit, mendapatkan produk samping
gliserol, memiliki titik didih yang lebih rendah dari asam lemak lainnnya (Susila
dkk, 2008).
Dengan meningkatnya kebutuhan methyl ester pada pabrik, terjadinya
produksi minyak nabati yang lebih banyak, sehingga diperlukannya perhitungan
antara minyak nabati dan metanol. Maka didapatkan variabel keduanya yang
membawa profit atau keuntungan dalam pabrik. Dengan begitu kita dapat
menghitung variabel dari pembuatan metil ester (Alfred, 2006). Begitu banyak
kelebihan senyawa metil ester sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel, sehingga
diperlukan adanya penelitian lanjutan tentang pengaruh proses agar diperoleh hasil
metil ester yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang seminimal
mungkin. Oleh karena itu, percobaan kali ini dilakukan untuk melihat pengaruh
variabel waktu proses terhadap konversi asam lemak menjadi metil ester asam
lemak.
3
4
dengan sejumlah kecil asam linoleat dan asam stearat (Sugiarti, 2003). Berikut
komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak sawit.
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak yang Terdapat Dalam Minyak Sawit
Asam Lemak %
Asam Laurat (12 : 0) 0
Asam Palmitat (16 : 0) 42,5
Asam Stearat (18 : 0) 4,0
Asam Oleat (18 : 1) 43,0
Asam Linoleat (18 : 2) 9,5
Asam Linoleat (18 : 3) 0
(Sumber : Sugiarti, 2003)
Menurut Basiron (2005), pengolahan buah sawit menjadi CPO dilakukan
dalam beberapa tahap, yaitu penerimaan tandan buah segar (TBS), perebudan,
perontokan, pelumatan, ekstraksi minyak, dan klarifikasi.
1. Penerimaan Tandan Buah Segar
Tandan buah segar (TBS) dikelola dengan baik untuk menghindari
kerusakan pada buah yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas minyak
yang dihasilkan.
2. Perebusan
Perebusan dilakukan menggunakan uap pada tekanan 3 kg/cm2 pada suhu
143°C selama 1 jam. Proses ini dilakukan untuk mencegah naiknya jumlah
asam lemak bebas karena reaksi enzimatik, mempermudah perontokan
buah, dan mengkondisikan inti sawit untuk meminimalkan pecahnya inti
sawit selama pengolahan berikutnya.
3. Perontokan
Tujuan dari perontokan adalah memisahkan buah yang sudah direbus dari
tandannya. Perontokan dilakukan dengan du acara, yaitu penggoyangan
dengan cepat, dan pemukulan.
4. Pelumatan
Pelumatan dilakukan untuk memanaskan buah kembali, memisahkan
perikarp dari inti, dan memecah sel minyak sebelum mengalami ekstraksi.
Kondisi terbaik pelumatan ada pada suhu 95°C–100°C selama 20 menit.
5. Ekstraksi Minyak
Ekstraksi minyak biasanya dilakukan dengan mesin pres akan menghasilkan
kelompok produk, yaitu.
5
4. Minyak dan lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil),
sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter, karbon
disulfida dan pelarut halogen.
5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya panjang
rantai karbon.
6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi
karena asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian
pada kerusakan minyak atau lemak.
7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak
atau minyak dengan pelarut lemak.
8. Titik lunak dari lemak dan minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan
minyak dan lemak.
9. Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari
minyak dan lemak.
10. LiPhenolphthaleining point digunakan untuk pengenalan minyak atau
lemak alam serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
Sedangkan menurut Herlina dan Ginting (2002), sifat kimia minyak dan
lemak yaitu.
1. Esterifikasi. Proses esterifikasi bertujuan untuk merubah asam lemak bebas
dan trigliserida menjadi bentuk ester
2. Hidrolisis. Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis mengakibatkan
kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi karena terdapat terdapat sejumlah
air dalam lemak dan minyak tersebut.
3. Penyabunan. Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan
basa kepada trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang
mengandung gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan
penyulingan.
4. Hidrogenasi. Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari
rantai karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses
hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan
9
2.3 Methanol
Senyawa alkohol yang paling sederhana dan umum digunakan adalah
methanol. Methanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air,
alkohol-alkohol lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik.
Methanol sedikit larut dalam lemak dan minyak. Methanol juga dikenal sebagai
metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus
kimia CH3OH. Methanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada
keadaan atmosfer, methanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak
berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan
daripada etanol). Methanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut,
10
bahan bakar dan sebagai bahan additive bagi etanol industri. Methanol diproduksi
secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah
uap methanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap methanol
tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi
karbon dioksida dan air (Hikmah dan Zuliyana, 2010).
Pada keadaan atmosfer, methanol berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Methanol digunakan sebagai bahan
pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar, dan sebagai bahan additive bagi etanol
industri. Karena sifatnya yang beracun, methanol sering digunakan sebagai bahan
additive bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri (Mittrlbach dan
Remschmidt, 2004).
Methanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu
merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini methanol dihasilkan melului
proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk
membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida, kemudian, gas hidrogen dan
karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk
menghasilkan methanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap
sintesisnya adalah eksotermik (Mittelbach dan Remshmidt, 2004).
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Methanol
Karakteristik Jumlah
Massa molar 32,04 g/mol
Wujud Cairan tak berwarna
Specific gravity 0,7918
Titik leleh -97°C. -142,9°F (176 K)
Titik didih 64,7°C. 148,4°F (337,8 K)
Kelarutan dalam air Sangat larut
Keasaman (pKa) -15,5
(Sumber : Perry, 1984)
Methanol juga digunakan sebagai pelarut, antifreeze, dan fluida pencuci
kaca depan mobil. Penggunaan methanol terbanyak adalah sebagai bahan
pembuat bahan kimia lainnya. Sekitar 40% methanol diubah menjadi
formaldehyde, dan dari sana menjadi berbagai macam produk, seperti plastik,
plywood, cat, peledak, dan tekstil. Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah,
11
sejumlah kecil methanol digunakan ke air limbah sebagai bahan makanan karbon
untuk denitrifikasi bakteri, yang mengubah nitrat menjadi nitrogen. Bahan bakar
direct-methanol unik karena suhunya yang rendah dan beroperasi pada tekanan
atmosfer, ditambah lagi dengan penyimpanan dan penanganan yang mudah dan
aman membuat methanol dapat digunakan dalam perlengkapan elektronik
(Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
Reaksi dapat berlangsung dengan adanya asam mineral seperti H 2SO4 atau HCl.
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi dapat balik. Reaksi transesterifikasi
disebut juga reaksi alkoholisis dari ester karena reaksi tersebut disertai dengan
pertukaran bagian alkohol dari suatu ester. Transesterifikasi merupakan tahap
konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester melalui reaksi dengan
alkohol, sehingga menghasilkan gliserol sebagai produk samping. Alkohol yang
paling umum digunakan adalah methanol, karena harganya murah dan
reaktivitasnya paling tinggi. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam atau basa.
Laju reaksi transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Umumnya reaksi
dilakukan pada suhu yang dekat dengan titik didih methanol (60°C-70°C) pada
tekanan atmosfer (Sastrohamidjojo, 2010).
Menurut (Manurung, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
transesterifikasi adalah.
1. Suhu
Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh temperatur reaksi pada
ummnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih
methanol (65oC) pada tekanan atmosfer. Kecepatan reksi akan meningkat
sejalan dengan kenaikan temperatur semakin tinggi temperatur berarti
semakin banyak yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi
aktivasi.
2. Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak produk yang dihasilkan
karena ini akan memberikan kesempatan rektan untuk bertumbukan satu
sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi
tidak akan mempengaruhi reaksi.
3. Katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis
rekasi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250°C.
Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan
kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, katalis
basa ataupu penukar ion. Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada
13
2.7 Gliserol
Gliserol adalah molekul poliol dengan rumus molekul
HOCH2CHOHCH2OH. Menurut nomenklatur IUPAC, gliserol disebut sebagai
Propan-1, 2, 3-triol. Massa molar adalah 92,09 g mol -1. Memiliki tiga gugus -OH
terikat pada tiga atom karbon terpisah. Ini milik keluarga alkohol dalam kimia
organik. Ini adalah cairan tidak berwarna dan kental. Lebih lanjut, tidak berbau dan
juga dengan rasa manis. Struktur gliserol adalah sebagai berikut (Ketaren, 1986).
Karena gugus tiga hidroksil, molekul gliserol sangat polar. Hal ini membuat
mereka sangat larut dalam air dan pelarut polar lainnya. Gliserol membentuk lipid
dengan kombinasi tiga asam lemak. Gugus -OH dari gliserol dan gugus -COOH
asam lemak membuat ikatan ester, dan menghasilkan trigliserida. Jadi gliserol
adalah tulang punggung trigliserida. Karena trigliserida adalah senyawa dalam
sabun, gliserol berguna dalam membuat sabun. Selain itu, ini banyak digunakan
dalam aplikasi farmasi. Hal ini digunakan sebagai agen pengikat tablet, untuk
memberikan pelumasan dan sebagai pencahar. Gliserol merupakan pengobatan
untuk luka bakar, gigitan, luka, dan psoriasis (Ketaren, 1986).
rendah dibandingkan dengan gula (27 kalori per sendok teh), sehingga merupakan
alternatif yang baik untuk gula. Gliserol digunakan untuk menghasilkan bubuk
senjata dan berbagai bahan peledak. Nitrogliserin merupakan bahan peledak yang
diproduksi menggunakan gliserol (Ketaren, 1986).
asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi
(rantai C lebih tinggi dari rantai G). Asam lemak bebas disebut juga Free Faty Acid
(FFA) yang dapat dijadikan standar mutu dari suatu minyak. Asam lemak bebas
dinyatakan sebagai FFA atau angka asam :
𝑉 𝐾𝑂𝐻 𝑋 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑋 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
% FFA = x 100% .............. (2.2)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
Standar mutu adalah hal yang penting untuk menentukan minyak yang
bermutu baik. Mutu minyak kelapa sawit (kelapa goreng) yang baik adalah
memiliki kandungan asam lemak bebasnya serendah mungkin lebih dari 2% atau
kurang. Menurut standar mutu SPB (Special Primer Bleach), asam lemak yang
boleh terkandung dalam minyak kelapa sawit adalah 1 – 2 %, sedangkan menurut
Ordinary adalah 3 – 5 %. Minyak kelapa sawit yang bermutu rendah mempunyai
ciri-ciri yang tidak dapat berdiri sendiri karena saling terikat satu dengan yang
lainnya, jika kadar air dan kotoran yang tinggi akan dapat menyebabkan kadar ALB
yang tinggi dan jika faktor ALB tinggi juga menyebabkan daya pucat yang buruk
(Damanik, 2008).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
19
20
KOH 0,0819 N.
5. Penggunaan volume KOH yang terpakai selama titrasi dicatat untuk
dihitung nilai kadar ALB dari cairan sampel.
6. Titrasi dihentikan apabila cairan sampel pada Erlenmeyer menunjukan
perubahan warna menjadi merah jambu yang dapat bertahan paling lambat
30 detik.
3.4 Rangkaian Alat
Alat yang dipakai merupakan rangkaian alat sedimentasi yang terdiri dari.
23
24
30
20
10
0
Metil Ester (gram)
Nisbah 1 : 4 Nisbah 1 : 7
Perbandingan Rendemen
40%
30%
20%
10%
0%
Rendemen
Nisbah 1 : 4 Nisbah 1 : 7
dan kandungan asam lemak bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi
(Dalena dkk, 2018).
4.2.2 Penentuan Kadar ALB
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas
tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses
hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. ALB
menggambarkan banyaknya kandungan asam lemak bebas dalam minyak jelantah.
Semakin rendah nilai ALB, maka semakin tinggi kualitas minyak jelantah. Batas
maksimum minyak jelantah yang mempunyai kualitas bagus adalah sekitar 5%.
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang telah lepas dari molekul gliserol.
Seharusnya, asam lemak tersebut berikatan dengan gliserol membentuk trigliserida
dimana gliserol yang mengikat 3 asam lemak. Trigliserida akan bereaksi dengan
alkohol, dibantu katalis basa, menghasilkan biodiesel atau metil ester asam lemak.
Namun jika asam lemak terlepas dari gliserol, asam lemak bebas akan bereaksi
dengan katalis basa membentuk sabun, produk samping yang tidak kita inginkan
(Nakajima dkk, 2014).
Dalam percobaan ini sebanyak 3 gram metil ester dicampur dengan 50 mL
etanol yang masing-masing ditakar dengan menggunakan gelas ukur kemudian
dimasukkan kedalam reaktor. Lalu di panaskan pada suhu 60°C dengan magnetic
stirrer selama 10 menit. Fungsi penambahan etanol adalah untuk melarutkan lemak
atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Fungsi
pemanasan pada saat percobaan ini adalah agar minyak larut seluruhnya dalam
etanol dan reaksi berlangsung lebih cepat (Santos dkk, 2021).
Setelah etanol dan sampel dipanaskan, kemudian ditambahkan indikator
phenolphthalein sebanyak 3 tetes. Indikator phenolphthalein digunakan untuk
menentukan titik akhir titrasi. Kemudian campuran etanol dan sampel metil ester di
titrasi dengan KOH 0,0819 N, hingga terbentuk warna merah muda yang bertahan
selama 30 detik. Volume KOH yang terpakai dicatat dan dilakukan perhitungan
ALB. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari masing-masing perbandingan mol
dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
28
100,00%
80,00%
60,00%
40,00%
20,00%
0,00%
Kadar ALB
Pada Gambar 4.3, perbandingan kadar ALB antara CPO dan nisbah molar
1:4 didapatkan kadar asam lemak bebas pada metil ester sebesar 105 %. Sedangkan
pada perbandingan nisbah molar 1:7 didapatkan kadar asam lemak bebas pada metil
ester yaitu sebesar 76 %. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak jumlah
methanol yang ditambahkan pada proses tranesterifikasi maka kecepatan reaksi
yang dihasilkan semakin meningkat sehingga konversi asam lemak bebas yang
dihasilkan semakin meningkat dan terjadi penurunan kadar asam lemak bebas.
Konversi reaksi dari kedua perbandingan nisbah molar menunjukan persentase
negatif yaitu -150 % untuk 1 : 4 dan -80% untuk 1 : 7. Nilai persentase negatif
tersebut disebabkan oleh pengujian kadar ALB reaktan yang mengalami pemanasan
yang tidak optimal dan tanpa adanya agitasi untuk mempercepat pencampuran
reaktan dengan etanol. Pemanasan reaktan dilakukan pada suhu akhir dibawah 60˚C
dan tidak dibantu oleh proses agitasi sehingga reaktan masih belum bercampur
sempurna. Nilai persentase negatif dalam konversi reaksi juga disebabkan pada saat
titrasi. Volume KOH untuk titrasi yang berlebihan menyebabkan titrat yang pada
saat titik akhir reaksi sudah menunjukan perubahan warna masih dititrasi lebih
lanjut, sehingga volume KOH yang digunakan untuk perhitungan kadar ALB
masing-masing parameter tidak akurat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
1. Transesterifikasi merupakan proses reaksi antara trigliserida (CPO) dengan
methanol untuk menghasilkan metil ester asam lemak dan gliserol dengan
bantuan katalis basa kuat. Perbedaan nisbah molar dapat mempengaruhi
produk metil ester asam lemak yang dihasilkan, dimana semakin banyak
methanol yang digunakan maka akan semakin banyak metil ester yang
dihasilkan.
2. Dalam percobaan ini, variabel yang digunakan adalah perbedaan nisbah molar
yaitu 1 : 4 dan 1 : 7 untuk reaktan CPO dan methanol. Hasil berat metil ester
asam lemak yang didapatkan masing-masing ialah 225,15 gram dan 230,57
gram. Namun, kadar ALB masing-masing ialah 1,05 gram dan 0,76 gram.
Berat metil ester yang didapatkan untuk nisbah 1 : 4 lebih sedikit
dibandingkan 1 : 7 dan memiliki kadar ALB yang lebih besar dibanding
variabel pembandingnya. Presentase konveksi reaksi untuk nisbah 1 : 4
diperoleh sebesar -150% dan untuk nisbah 1 : 7 diperoleh sebesar -80%.
Rendemen untuk nisbah 1 : 4 diperoleh sebesar 30% dan untuk nisbah 1 : 7
diperoleh sebesar 37%.
5.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa
saran sebagai berikut.
1. Praktikan sebaiknya lebih akurat dalam penentuan suhu reaksi sehingga
produk yang dihasilkan akan lebih optimal.
2. Praktikan sebaiknya lebih teliti dalam menimbang berat sampel sehingga
hasil perhitungan yang didapatkan lebih akurat.
29
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, W. 2006. Fatty acids. Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry.
Weinheim. Wiley-VCH.
Arif Budiman, A. (2021) Produksi Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan
Metode Purifikasi Dan Katalisis, 1(1).
Ayustaningwarno, F. 2012. Proses pengolahan dan aplikasi minyak sawit merah
pada industri pangan. VITASPHERE, 2.
Bardhan, P., Deka, A., Bhattacharya, S., Mandal, M. dan Kataki, R. 2022.
Economical aspect in biomass to biofuel production. Value-Chain of
Biofuels, Phenolphthalein.395-427.
Baroutian, S., Aroua, M. K., Raman, A. A. dan Sulaiman, N. M. 2010. Potassium
hydroxide catalyst suPhenolphthaleinorted on palm shell activated carbon
for transesterification of palm oil. Fuel Processing Technology, 91(11),
Phenolphthalein. 1378–1385.
BSN. 2015. SNI 7182:2015 tentang Biodiesel. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Dalena, F. et al. (2018) “Methanol production and applications: An overview,”
Methanol, pp. 3–28. Available at: https://doi.org/10.1016/b978-0-444-
63903-5.00001-7.
Damanik, A. 2008. Analisa kadar asam lemak bebas dari crude palm oil (CPO) pada
tangki timbun di Pt Sarana Agro Nusantara. Tugas Akhir. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Furqon, F., Nugroho, A. dan Anshorulloh, M. 2019. Kajian penggunaan katalis
KOH pada pembuatan biodiesel menggunakan reverse flow biodiesel
reaktor secara batch. Rona Teknik Pertanian, 12(1), Phenolphthalein.22-31.
Hambali, E. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hasan, M.H., Mahlia, T. M. dan Nur, H. 2012. A review on energy scenario and
sustainable energy in Indonesia. Renewable and Sustainable Energy
Reviews. 16, Phenolphthalein. 2316–2328.
Herlina, N. dan Ginting, M. H. 2002. Lemak dan Minyak. Jurnal Universitas
Sumatera Utara, 3(2).
Hikmah, M. N. dan Zuliyana. 2010. Pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak
dedak dan methanol dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi. Skripsi.
Universitas Diponegoro.
Irmawati, E. 2013. Analisis kadar asam lemak bebas (ALB) pada minyak yang
digunakan oleh pedagang gorengan di Seputaran Jalanmanek Roo
Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Skripsi. Universitas
Teuku Umar.
Julianto, T. dan Suratmi. 2017. The effect of concentrations and volumes of
methanol in reducing free fatty acid content of used cooking oil as biodiesel
feedstock. AIP Conference Proceedings, 1823(1).
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Licker dan Mark, D. 2003. Dictionary of Chemistry. New Jersey: McGraw Hill.
Mamuaja, C. F. 2017. Lipida. 1st Ed. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
30
31
Volume = 16.16 mL
b. Nisbah 1 : 7
• CPO
Berat
o 0.1=
Mr CPO
Berat
0.1 =
819 gram
Volume = 28.28 mL
B.3 Perhitungan Kadar ALB
a. Reaktan
mL KOH . N KOH . MR CPO
Kadar ALB = x 100%
Berat Sampel . 1000
19 . 0.0819 . 819
Kadar ALB = x 100%
3 . 1000
Kadar ALB = 𝟏. 𝟎𝟓 %
c. Produk Nisbah 1 : 7
mL KOH . N KOH . MR CPO
Kadar ALB =
Berat Sampel . 1000
x 100%
34 . 0.0819 . 819
Kadar ALB = x 100%
3 . 1000
Kadar ALB = 𝟎. 𝟕𝟔 %
B.4 Perhitungan Konversi Reaksi
a. Nisbah 1 : 4
Kadar ALB Reaktan − Kadar ALB Produk
Konversi reaksi =
Kadar ALB Reaktan
0.42 − 1.05
Konversi reaksi =
0.42
Rendemen = 𝟎. 𝟑 (𝟑𝟎%)
b. Nisbah 1 : 7
Berat Metil Ester
Rendemen = 𝑥 100%
Berat Minyak CPO
30.57
Rendemen =
81.90
Rendemen = 𝟎. 𝟑𝟕 (𝟑𝟕%)
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
Gambar C.3 Lapisan metil ester dan Gambar C.4 Proses titrasi untuk
gliserol pengukuran ALB