PERCOBAAN 4
TANGKI BERPENGADUK
Dosen Pengampu:
Muhammad Iwan Fermi, S.T., M.T.
Oleh:
Kelompok 12
Kelas A
Pertemuan Ke-
Nama Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Retta Emelda
Wan Al Aidi Syahrouqan
No. Penugasan
Variabel Tetap:
3 jenis pengaduk (Propeller, Paddle dan Turbine)
1.
Tangki menggunakan baffle
Tangki tanpa menggunakan baffle
2. Menggunakan air dengan ketinggian 30 cm dari dasar tangki
Kecepatan putaran adalah 225 rpm, 250 rpm, 275 rpm, 300 rpm dan 325
3.
rpm
i
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM INTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA I
TANGKI BERPENGADUK
Dosen pengampu praktikum dengan ini menyatakan bahwa:
Kelompok XII:
1. Retta Emelda (2007110685)
2. Wan Al Aidi Syahrouqan (2007125616)
Catatan Tambahan:
ii
ABSTRAK
Pengadukan merupakan salah satu cara di dalam proses pencampuran komponen
untuk hasil yang diinginkan. Salah satu sistem pengadukan yang banyak ditemui di
industri proses kimia adalah tangki berpengaduk sehingga mahasiswa perlu
melakukan praktikum tangki berpengaduk. Sistem ini terdiri dari tangki penampung
fluida, pengaduk impeller yang terpasang pada batang pengaduk untuk membentuk
pola aliran dan perangkat penggerak. Tujuan percobaan ini membuat mahasiswa
mampu untuk menjelaskan pola-pola aliran yang terjadi di dalam tangki
berpengaduk, menjelaskan pengaruh penggunaan baffle dan tanpa baffle pada pola
aliran yang ditimbulkan, menghitung kebutuhan daya yang diperlukan untuk suatu
operasi pencampuran dan menentukan karakteristik daya pengaduk. Percobaan
dilakukan pada tangki yang berisi air dengan menggunakan tiga jenis pengaduk,
yaitu propeller, turbine, dan paddle disertai adanya baffle dan tanpa adanya baffle
pada variasi kecepatan pengadukan 225 rpm, 250 rpm, 275 rpm, 300 rpm, dan 325
rpm. Berdasarkan hasil praktikum, pola aliran yang terjadi dalam tangki
berpengaduk pada impeller propeller adalah pola aliran aksial, pada impeller
paddle dan turbine adalah pola aliran radial dan tangensial. Penggunaan baffle
dapat meminimalisir terjadinya vortex pada pengadukan. Kebutuhan daya
maksimal pengaduk dengan jenis propeller dengan baffle ialah 0 watt, untuk paddle
dengan baffle adalah 4,14 watt dan turbine dengan baffle adalah 1,36 watt.
Karakteristik daya pengaduk dipengaruhi oleh jenis impeller, kecepatan
pengadukan, dan penggunaan baffle. Daya yang diperlukan jika menggunakan
baffle lebih besar dibandingkan tanpa menggunakan baffle.
Kata Kunci: baffle, daya, impeller, pengadukan, pola aliran
ABSTRACT
Stirring is one way in the process of mixing components for the desired result. One
of the stirring systems that are commonly encountered in the chemical process
industry is the stirred tank so students should do the stirred tank experiment. This
system consists of a fluid holding tank, an impeller stirrer attached to a stirring rod
to form a flow pattern and a driving device. The purpose of this experiment is to
make students able to explain the flow patterns that occur in a stirred tank, explain
the effect of using baffles and without baffles on the resulting flow patterns,
calculate the power requirements needed for a mixing operation and determine the
power characteristics of the stirrer. The experiment was carried out in a tank that
filled with water using three types of stirrer, namely propeller, turbine and paddle
with the presence of baffles and without the presence of baffles at variation stirring
speeds of 225 rpm, 250 rpm, 275 rpm, 300 rpm, and 325 rpm. Based on the results
of the experiment, the flow pattern that occurs in the stirred tank on the propeller
impeller is an axial flow pattern, on the paddle and turbine impeller is a radial and
tangential flow pattern. The use of baffles can minimize the occurrence of vortex in
stirring. The maximum power requirement for a stirrer with a propeller type with
baffles is 0 watts, for paddles with baffles is 4,14 watts and for turbines with baffles
is 1,36 watts. The stirring power characteristics are influenced by the type of
impeller, stirring speed, and the use of baffles. The power required when using
baffles is greater than without using baffles.
Keywords: baffle, flow pattern, impeller, power, stirring
iii
DAFTAR ISI
Contents
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Geometri Tangki Standar ....................................................................4
Gambar 2.2 Sekat di dalam Tangki ........................................................................5
Gambar 2.3 (a) Pengaduk Paddle, (b) Pengaduk Propeller, (c) Penganduk
Turbine ................................................................................................6
Gambar 2.4 Pola Aliran Fluida di dalam Tangki Berpengaduk
(a) Marine Propeller (b) Flat Blade Turbine (c) Inclined Blade
Turbine ................................................................................................8
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Tangki Berpengaduk ...............................................11
Gambar 4.1 Pengaruh Daya Terhadap Jenis Impeller dengan Tangki
Menggunakan Baffle .........................................................................16
Gambar 4.2 Hubungan Daya yang dibutuhkan pada Impeller dengan Tangki
tanpa Menggunakan Baffle ...............................................................17
Gambar 4.3 Pengaruh Reynold Number Terhadap Jenis Impeller........................18
Gambar 4.4 Hubungan Power Number dengan Jenis Impeller pada
Tangki Baffle.....................................................................................19
Gambar 4.5 Hubungan Power Number dengan impeller dengan Tangki
tanpa Baffle .......................................................................................20
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Air.......................................................................3
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Penentuan Pola Aliran ................................................12
Tabel 4.2 Pengukuran Impeller Propeller dengan tangki menggunakan
baffle ......................................................................................................12
Tabel 4.3 Pengukuran Impeller Propeller dengan tangki tanpa menggunakan
baffle ......................................................................................................13
Tabel 4.4 Pengukuran Impeller Paddle dengan tangki menggunakan
baffle ......................................................................................................13
Tabel 4.5 Pengukuran Impeller Paddle dengan tangki tanpa baffle......................13
Tabel 4.6 Pengukuran Impeller Turbine dengan tangki menggunakan
baffle ......................................................................................................13
Tabel 4.7 Pengukuran Impeller Paddle dengan tangki tanpa menggunakan
baffle ......................................................................................................13
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya, di dalam pabrik memiliki berbagai operasi dan proses yang
terjadi untuk menghasilkan suatu produk. Salah satu proses yang paling penting
adalah proses pencampuran karena aplikasinya yang cukup luas dan berhubungan
erat dengan kinerja dari proses lainnya. Pencampuran adalah peristiwa
menyebarkan bahan-bahan secara acak atau bahan yang satu menyebar ke bahan
yang lainnya dan sebaliknya. Sebelum mengalami pencampuran, bahan-bahan
terpisah dalam dua fase atau lebih (Kundari dkk, 2009).
Pencampuran diartikan sebagai suatu proses menghimpun dan membaurkan
bahan-bahan. Proses utama pada pencampuran adalah penyisipan antar partikel
jenis yang satu di antara partikel jenis yang lain. Dalam hal ini diperlukan gaya
mekanik untuk menggerakkan alat pencampur supaya pencampuran dapat
berlangsung dengan baik. Tujuan dari proses pencampuran adalah menghasilkan
campuran bahan dengan komposisi tertentu dan homogen, mempertahankan
kondisi campuran selama proses kimia dan fisika agar tetap homogen, mempunyai
luas permukaan kontak antar komponen yang besar, menghilangkan perbedaan
konsentrasi dan perbedaan suhu, menukar panas, mengeluarkan secara merata gas-
gas dan uap-uap yang timbul, menghasilkan bahan setengah jadi agar mudah diolah
pada proses selanjutnya atau menghasilkan produk akhir yang baik (Geankoplis,
1993). Biasanya pencampuran terjadi diiringi dengan pengadukan (Kundari dkk,
2009).
Pengadukan adalah unit operasi yang sangat penting dalam manufaktur
kimia. Perangkat pengadukan merupakan bagian dasar dari hampir semua mesin
proses unit. Proses pengadukan dengan menggunakan tangki berpengaduk
(mechanically stirred vessel) telah banyak digunakan pada berbagai macam proses
di industri kimia. Tujuan dari proses pengadukan ini bermacam-macam, mulai dari
pencampuran material yang berbeda atau membuat suspensi solid sampai pada
optimasi proses transfer massa dan energi (Walas, 1988).
Alat yang umum digunakan untuk proses pencampuran dan pengadukan
ialah tangki berpengaduk. Biasanya dalam alat tangki berpengaduk yang merupak-
1
2
an satu sistem pencampuran dapat dilengkapi dengan impeller dan baffle. Prinsip
kerja tangki berpengaduk adalah mengubah energi mekanis motor yang memutar
shaft impeller menjadi energi kinetik aliran fluida dalam tangki berpengaduk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengadukan tangki meliputi kecepatan putar
impeller, geometri tangki, jenis fluida, jenis impeller, jumlah impeller, dan letak
atau posisi poros impeller (Cahyani dan Carolina, 2016).
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini sebagai berikut.
1. Dapat menjelaskan pola-pola aliran yang terjadi dalam tangki berpengaduk.
2. Dapat menjelaskan pengaruh penggunaan baffle dan tanpa baffle pada pola
aliran yang ditimbulkan.
3. Dapat menghitung kebutuhan daya yang diperlukan untuk suatu operasi
pencampuran.
4. Dapat menentukan karateristik daya pengaduk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H 2O
yang berikatan secara kovalen. Ikatan ini terbentuk akibat terikatnya elektron secara
bersama. Berdasarkan sifat fisiknya (secara fisika) terdapat tiga macam bentuk air,
yaitu air sebagai benda cair, air sebagai benda padat, dan air sebagai benda gas atau
uap. Air berubah dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya tergantung pada waktu
dan tempat serta temperaturnya (Suryanta, 2012). Sifat fisika dan sifat kimia air
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Air
Sifat Fisika dan Sifat Kimia Keterangan
Bentuk Liquid atau cair
Bau Tidak berbau
Warna Tidak berwarna
pH 7 (netral)
Titik didih 100°C (212°F)
Specific gravity 1
Berat jenis uap 0,62 pada tekanan 1 atm
Tekanan uap 2,3 kPa pada kondisi suhu 20°C
(Sumber : Aziz, 2013)
2.2 Tangki Berpengaduk
Peralatan yang digunakan pada pengadukan dengan reaktor tangki
berpengaduk, yaitu tangki (vessel), pengaduk (impeller), dan sekat atau bilah
(baffle). Tangki (vessel) biasanya berbentuk silinder yang memanjang secara
vertikal. Menurut ukurannya, tangki dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tangki
ideal atau standar, tangki pendek, dan tangki tinggi. Tangki standar adalah tangki
yang memiliki perbandingan ukuran tertentu seperti disajikan pada Gambar 2.1
(Margaretty, 1999).
Pada tangki standar, tinggi cairan di dalam tangki tersebut sama dengan
ukuran diameter tangki. Pada tangki dimana ketinggian cairannya dapat mencapai
tiga kali ukuran diameter tangkinya, maka biasanya digunakan beberapa pengaduk
(multiple impeller) pada satu batang pengaduk (shaft) untuk dapat meratakan
pengadukan atau pencampuran (Mc. Donough, 1992). Pada bagian bawah (dasar)
tangki, konstruksinya dapat berbentuk datar atau cekung (flat, dished atau conical),
3
4
Gambar 2.3 (a) Pengaduk Paddle, (b) Pengaduk Propeller, (c) Pengaduk
Turbine (Tatterson, 1991)
2.5 Pencampuran
Pencampuran (mixing) merupakan proses mencampurkan satu atau lebih
bahan dengan menambahkan satu bahan ke bahan lainnya sehingga membuat suatu
bentuk yang seragam dari beberapa konstituen, baik cair-padat, padat-padat,
maupun cair-gas. Komponen yang jumlahnya lebih banyak disebut fasa kontinyu
dan yang lebih sedikit disebut fasa disperse. Dilihat dari jenis fluidanya,
pencampuran dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pencampuran single-phase dan
pencampuran multi-phase. Pencampuran single-phase meliputi fasa cair-cair,
padat-padat, atau gas-gas. Untuk pencampuran multi-phase meliputi fasa cair-
padat, cair-gas, cair-gas-solid ataupun cair-gas-gas (Fellows, 1988).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pencampuran adalah adanya aliran
turbulen dan laju alir bahan yang tinggi biasanya menguntungkan proses
pencampuran. Sebaliknya, aliran laminar dapat menggagalkan pencampuran.
7
Kemudian, ukuran partikel atau luas permukaan, dimana semakin luas permukaan
kontak bahan-bahan yang dicampur berarti semakin kecil partikel dan semakin
mudah geraknya dalam campuran, maka proses pencampuran semakin baik. Faktor
yang terakhir adalah kelarutan, dimana semakin besar kelarutan bahan-bahan yang
akan dicampur maka semakin baik pula pencampurannya (Muhammad dan Abie,
2017).
Menurut Muhammad dan Abie (2017), pencampuran terjadi pada tiga
tingkatan yang berbeda, yaitu.
1. Mekanisme konvektif
Pencampuran yang disebabkan oleh aliran cairan secara keseluruhan (bulk
flow).
2. Eddy Diffusion
Pencampuran karena adanya gumpalan-gumpalan fluida yang terbentuk dan
tercampakan dalam medan aliran.
3. Diffusion
Pencampuran karena gerakan molekuler.
2.6 Pengadukan
Pengadukan merupakan operasi yang menciptakan terjadinya gerakan di
dalam bahan yang diaduk. Tujuan utama dari operasi pengadukan adalah terjadinya
pencampuran yang homogen. Pada dasarnya ada dua faktor yang perlu diperhatikan
pada operasi pengadukan, yaitu sifat bahan (fluida) yang akan diaduk, dan peralatan
(Sailah, 1994). Pengadukan yang baik ditandai oleh homogenitas fluida yang tinggi,
waktu pengadukan yang singkat, dan konsumsi energi yang rendah. Faktor-faktor
yang harus diperhatikan untuk menghasilkan kinerja pengadukan yang baik adalah
sifat fisik, kimia, biologis, dan sifat reologi bahan yang akan diaduk. Hal ini
dikarenakan tidak terdapat satu pun peralatan yang tepat dan optimum yang dapat
digunakan untuk mengaduk semua jenis bahan (Tatterson, 1991).
2.7 Pola Aliran
Pada tangki berpengaduk, pola aliran yang dihasilkan bergantung pada
beberapa faktor antara lain geometri tangki, sifat fisik fluida, dan jenis pengaduk
itu sendiri. Pengaduk jenis flat blade turbine akan cenderung membentuk pola
aliran radial sedangkan inclined blade turbine dan propeller cenderung membentuk
8
aliran aksial. Pola aliran yang dihasilkan oleh tiap tiap pengaduk tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.4 (Cahyani dan Carolina, 2016).
Gambar 2.4 Pola Aliran Fluida di dalam Tangki Berpengaduk (a) Marine
Propeller (b) Flat Blade Turbine (c) Inclined Blade Turbine
(Cahyani dan Carolina, 2016)
Pada dasarnya terdapat tiga komponen yang hadir dalam tangki berpengaduk, yaitu.
1. Komponen radial pada arah tegak lurus terhadap tangki berpengaduk.
2. Komponen aksial pada arah sejajar (parallel) terhadap tangki pengaduk.
3. Komponen tangensial atau rotasional pada arah melingkar mengikuti
putaran sekitar tangki pengaduk.
(Cahyani dan Carolina, 2016)
Komponen radial dan tangensial terletak pada daerah horizontal dan
komponen longitudinal pada daerah vertikal untuk kasus tangki tegak (vertical
shaft). Komponen radial dan longitudinal sangat berguna untuk penentuan pula
aliran yang diperlukan untuk aksi pencampuran. Pengadukan pada kecepatan tinggi
ada kalanya mengakibatkan pola aliran melingkar di sekitar pengaduk. Gerakan
melingkar tersebut dinamakan vortex (Muhammad dan Abie, 2017).
Vortex dapat terbentuk disekitar pengaduk ataupun di pusat tangki yang
tidak menggunakan baffle. Fenomena ini tidak diinginkan dalam industri karena
berbagai alasan. Pertama kualitas pencampuran buruk meski fluida berputar dalam
tangki. Hal ini disebabkan oleh kecepatan sudut pengaduk dan fluida sama. Kedua,
udara dapat masuk dengan mudahnya ke dalam fluida karena tinggi fluida dipusat
tangki jatuh hingga mencapai bagian atas pengaduk. Ketiga, adanya vortex akan
mengakibatkan naiknya permukaan fluida pada tepi tangki secara signifikan
sehingga fluida tumpah (Cahyani dan Carolina, 2016).
Menurut Cahyani dan Carolina (2016), upaya berikut ini dapat dilakukan
untuk menghindari vortex, yaitu.
1. Menempatkan pengaduk tangki lebih ke tepi (off-center).
9
10
11
Propeller
Paddle
Turbine
12
13
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penentuan Pola Aliran
a. Impeller Propeller
Impeller Propeller merupakan impeller yang memiliki baling-baling yang
mirip dengan baling-baling tipe marine. Impeller ini memiliki bilah yang
meruncing ke arah poros untuk meminimalkan gaya sentrifugal dan untuk
meningkatkan aliran aksial. Ketika agitator ini beroperasi maka gerakan fluida
sedemikian rupa sehingga aliran masuk sejajar dengan poros aliran keluar juga
sejajar dengan poros.
Aliran ideal yang ditimbulkan impeller propeller bersifat aksial. Pola aliran
aksial dominan disebabkan oleh bentuk rancangan blade pengaduk yang memiliki
kemiringan 45˚ (Junuansyah dkk, 2015). Impeller propeller sangat cocok untuk
digunakan dalam aplikasi untuk mengaduk cairan viskositas rendah. Impeller ini
sering digunakan dalam industri farmasi dan juga industri lain yang menggunakan
suspensi sebagai agitator agar partikel padat tidak mengendap. Impeller ini
memiliki kecepatan pengadukan tinggi pada rentang 400-1750 rpm dan digunakan
pada fluida yang mempunyai viskositas rendah.
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan pola aliran fluida dengan
menggunakan fluida air dan lembaran plastik berwarna. Penggunaan lembaran
plastik berwarna ini bertujuan untuk melihat pola aliran yang terbentuk dengan
lebih jelas, sehingga perbedaan kontras antara pola aliran dan air semakin tinggi.
Praktikum dimulai dengan memasukkan fluida berupa air ke dalam tangki setinggi
30 cm dari dasar tangki, kemudian ditambahkan kertas berwarna ke dalam tangki.
Impeller propeller dipasang pada poros yang telah disediakan, selanjutnya
motor pengaduk dihidupkan dan kecepatan pengadukan diatur pada 225-325 rpm
dengan interval kenaikan sebesar 25 rpm. Pola aliran yang terbentuk pada
praktikum ini baik jika menggunakan baffle ataupun tidak menggunakan baffle
adalah pola aliran aksial, yaitu pola aliran yang sejajar dengan sumbu impeller. Hal
ini sesuai dengan teori mengenai pola aliran fluida yang terbentuk jika
menggunakan impeller propeller menggunakan baffle maupun tidak menggunakan
baffle adalah aksial (Geankoplis, 1993). Aliran aksial dihasilkan oleh impeler
dengan bilah miring atau pitched yang membuat sudut kurang dari 90˚ dengan
15
bidang rotasi. Aliran aksial sangat berguna ketika arus vertikal yang kuat diperlukan
(Doran, 2013).
b. Impeller Paddle
Impeller paddle merupakan impeller yang digunakan untuk mengaduk
liquid yang kental dengan pencampuran sedikit bahan yang memiliki granul tebal.
Aplikasi dari impeller ini dipakai untuk pengadukan liquid, bahan perekat,
kosmetik dan yang mengandung minyak atau sejenisnya. Jenis dari impeller ini
dapat menyapu dan mengeruk dinding tangki sampai dengan dasar tangki dengan
diameter 150 mm dan kecepatan maksimal 800 rpm. Impeller paddle berbentuk
seperti dayung dimana pengaduk ini minimum memiliki dua sudut yaitu horizontal
dan vertikal. Pola sirkulasi yang dominan adalah pola radial atau pola tangensial.
Penggunaan impeller paddle pada kecepatan tinggi dapat menyebabkan terjadinya
vortex, sehingga biasanya digunakan sekat atau baffle untuk menghindari terjadinya
vortex (Brodkey dan Hersey,1998).
Pola aliran yang terbentuk dari praktikum pada impeller paddle jika
menggunakan baffle ialah pola aliran radial dan tidak menggunakan baffle adalah
pola aliran tangensial, yaitu pola aliran yang tegak lurus dengan sumbu impeller.
Pola aliran tangensial merupakan pola aliran yang dimana ketika cairan bergerak
secara horizontal di sekitar tangki dengan menggunakan impeller paddle. Impeller
dengan tipe aliran seperti ini paling cocok untuk mencampur bahan dengan
viskositas tinggi. Shear bernilai rendah dan ada sedikit aliran vertikal.
Pada tangki yang menggunakan baffle tidak terbentuk vortex, dikarenakan
baffle dapat memecah aliran fluida sehingga dapat meminimalisir terbentuknya
vortex, sedangkan pada tangki yang tidak menggunakan baffle terbentuk vortex di
sekitar sumbu pengaduk. Ketika cairan dengan viskositas rendah diaduk dalam
tangki yang tidak disekat oleh agitator yang dipasang di tengah, ada kecenderungan
untuk mengembangkan pola aliran berputar yang disebut vortex, untuk cairan yang
lebih ringan ditarik ke dalam untuk membentuk pusaran di permukaan cairan
sehingga mengurangi tingkat agitasi dan pencampuran.
c. Impeller Turbine
Impeller turbine merupakan agitator yang memiliki input aksial dan output
radial. Impeller ini sangat serbaguna karena mampu menangani berbagai macam
16
3,5
3
Daya (Watt)
2,5
Propeller
2
Paddle
1,5 Turbine
1
0,5
0
225 245 265 285 305 325
Putaran (rpm)
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat pada impeller jenis turbine dan
paddle mengalami kenaikan penggunaan daya seiring dengan bertambahnya
kecepatan putaran yang digunakan. Pada impeller propeller daya yang digunakan
sama dengan nol, karena tidak adanya daya yang terkonsumsi saat motor pengaduk
dihidupkan. Diameter propeller lebih kecil dibandingkan dengan paddle dan
turbine, sehingga daya yang dibutuhkan sangat kecil dan tidak mampu menarik
dinamometer untuk bergerak. Pada impeller paddle dan turbine daya yang
digunakan perlahan naik seiiring dengan bertambahnya kecepatan pengaduk,
dikarenakan terdapatnya baffle di dalam tangki sehingga terjadinya tabrakan antara
fluida dan baffle yang mengakibatkan terjadinya hambatan sehingga daya yang
dibutuhkan lebih besar. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa daya
yang terkonsumsi dipengaruhi oleh laju putaran pengaduk, densitas fluida,
viskositas fluida dan diameter pengaduk (Geankoplis, 1993).
b. Hubungan daya yang dibutuhkan pada berbagai jenis impeller tanpa Baffle
Hubungan daya yang dibutuhkan dengan berbagai jenis impeller tanpa
baffle dapat dilihat pada Gambar 4.2 dibawah ini.
2,5
2
Daya (Watt)
1,5
Propeller
1 Paddle
Turbine
0,5
0
225 245 265 285 305 325
Putaran (rpm)
dengan daya yang dibutuhkan pada tangki yang menggunakan baffle. Karena pada
tangki tanpa baffle fluida bebas bergerak sehingga tidak adanya hambatan yang
menyebabkan daya yang diperlukan motor pengaduk lebih kecil. Pada percobaan
tanpa menggunakan baffle tidak terjadi kenaikan daya pada impeller jenis propeller.
Hal ini disebabkan karena diameter propeller lebih kecil dibandingkan dengan
paddle dan turbine, sehingga daya yang dibutuhkan sangat kecil dan tidak mampu
menarik dinamometer untuk bergerak. Akan tetapi asumsi ini tidak sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa sedikit peningkatan kecepatan putaran dan diameter
pengaduk akan menyebabkan sebuah penambahan kebutuhan daya (Irma, 2003).
c. Hubungan Reynold Number pada berbagai jenis impeller
Hubungan reynold Number pada berbagai jenis impeller dapat dilihat pada
Gambar 4.3 dibawah ini.
1200000
1000000
Reynold Number
800000
600000 Propeller
Paddle
400000 Turbine
200000
0
225 245 265 285 305 325
Putaran (rpm)
Hal ini dikarenakan nilai reynold number yang diperoleh untuk ketiga jenis impeller
lebih besar dari 4000.
Aliran turbulen terjadi karena banyaknya gerakan acak pada fluida.
Kecepatan aliran yang relatif besar akan menghasilkan aliran yang tidak laminar
melainkan kompleks. Lintasan gerak partikel saling tidak teratur antara satu dengan
yang lain, sehingga didapatkan ciri dari aliran turbulen yaitu tidak adanya
keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran banyak bercampur, kecepatan fluida
tinggi, panjang skala aliran besar dan viskositasnya rendah (Geankoplis, 1993).
d. Hubungan Power Number dengan berbagai jenis impeller dengan
Menggunakan Baffle
Hubungan Power Number dengan berbagai jenis impeller dengan
menggunakan baffle dapat dilihat pada Gambar 4.4 dibawah ini.
0,014
0,012
0,01
Power Number
0,008
Propeller
0,006 Paddle
Turbine
0,004
0,002
0
225 245 265 285 305 325
Putaran (rpm)
dikarenakan gaya yang dihasilkan oleh impeller pada percobaan sama dengan nol.
Diameter propeller lebih kecil dibandingkan dengan paddle dan turbine, sehingga
daya yang dibutuhkan sangat kecil dan tidak mampu menarik dinamometer untuk
bergerak.
0,005
0,004
Power Nuumber
0,003 Propeller
Paddle
0,002 Turbine
0,001
0
225 245 265 285 305 325
Putaran (rpm)
21
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, T 2013, ‘Pengaruh penambahan tawas Al 2(SO2)3 dan kaporit Ca(OCl)2
terhadap karakteristik fisik dan kimia air Sungai Lambidaro’, Jurnal Teknik
Kimia, pp. 6-11.
Brodkey, R, S, dan Hersey, H, C 1988, Transport Phenomena Unifield Approach,
Butterwoth-Heinneman, USA.
Cahyani, A, B, dan Carolina 2016, ‘Simulasi pencampuran molasses dan air pada
tangki konis’, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Doran, P 2013, Mixing. Bioprocess Engineering Principles, pp. 255-332.
Edwards, M, F, dan Baker, M, R 1992, A Review of Liquid Mixing Equipment
Mixing in The Process Industreies, Butterworth Heineman, Oxford.
Fellows, P, J 1988, Food Processing Technology Principles and Practice, Ellis
Horwood Ltd., United Kingdom.
Geankoplis, C, J 1993, Transport Process and Unit Operation, 3rd edition,
Prentice Hall Inc, Englewood Cliff, New Jersey.
Irma 2003, Modul Tangki Berpengaduk: Panduan Pelaksanaan Laboratorium
Instruksional I/II, Departemen Teknik Kimia ITB, Bandung.
Junuansyah, Wawan, M., Chairul, dan Drastinawati 2015, 'Pengaruh Jenis
Pengaduk dan Waktu Fermentasi pada Pembuatan Bioetanol dari Sari Nenas
Reject', JOM FTEKNIK, 2(2).
Kundari, N, A, Marjanto, D, dan Dyah W, A 2009, ‘Evaluasi Unjuk Kerja Reaktor
Alir Tangki Berpengaduk Menggunakan Perunut Radioisotop’, Jurnal
Forum Nuklir, 3(1), pp. 49.
Margaretty, E 1999, ‘Karakteristik aliran fluida newtonian dan non-newtonian
dalam tangki berpengaduk (tipe jangkar dan turbin)’, Tesis, Institut
Pertanian Bogor.
Mc. Donough, R, J 1992, Mixing for the Process Industry, Van Nostrand, Reinhold,
New York.
Muhammad, E, M, dan Abie, N 2017, ‘Studi pengaruh kecepatan impeller terhadap
aliran fluida dalam fermentator bioethanol secara visualisai’, Skripsi,
Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Qiu, J., Li, N., Yang, C., Cai, Y, dan Meng, K 2022, ‘Numerical study on a coupled
viscous and potential flow design method of axial-flow pump impeller’,
Ocean Engineering, 266, pp.112720.
Sailah, I 1994, ‘Mixing and mass transfer of highly viscous, simulated, fermentation
broths in aerated agitated vessel’, Thesis, FATETA, IPB, Bogor.
Suparni, S dan Sari, P 2009, Kimia Industri, Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.
Suprana, Y, A, dan Latif, A 2015, ‘Pengaruh Pengadukan Pada Pembentukan Sol-
Silika dari Sodium Silikat’, Skripsi, Surabaya: ITS.
Suryanta 2012, ‘Pengolahan air sumur untuk bahan baku air minum’, Water
Treatment, pp.1-12.
Tatterson, G, B 1991, Fluid Mixing and Gas Dispersion in Agitated Tanks, New
York: Mcgraw-Hill.
Walas, S, M 1988, Chemical Process Equipment: Selection and Design,
Butterworth-Heinemann, USA.
22
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN