PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Naskah Akademik ini disusun berkaitan dengan disahkannya UU Cipta Kerja oleh
Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 November 2020, sehingga terdapat perubahan
dalam proses perizinan bangunan gedung yang tertuang pada pasal 36 ayat (1) Undang-
Undang Banugnan Gedung bahwa pelaksanaan kontruksi bangunan gedung dilakukan
setelah mendapatkan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Dengan pasal tersebut
perizinan IMB dihapuskan digantikan dengan perizinan PBG (Persetujuan Bangunan
Gedung), yang mana tertuang pada PP no 16 Tahun 2021
PP no 16 Tahun 2021 disahkan pada tanggal 2 Februari 2021 tentang “ Peraturan
Pelaksanaan Undang – Undang no 28 tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Pada PP
no 16 Tahun 2021 pasal 1 angka 17 meyebutkan bahwa PBG adalah perizinan yang
diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/ atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar
teknis bangunan gedung.
Standar teknis yang dimaksud antara lain standar perencanaan dan perancangan
bangunan gedung, standar pelaksanaan dan pengawasan kontruksi bangunan gedung,
dan standar Pemanfaatan banguan gedung.
B. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, terdapat permasalahan yang
dapat diidentifikasi untuk kebutuhan penyusunan Naskah Akademik ini, yaitu :
1. Bagaimana proses pengurusan PBG terhadap bangunan baru dan bangunan
eksisting?
2. Apa yang menjadi pemenuhan standar teknis sebagai syarat perizinan PBG?
3. Bagaimana bila bangunan yang diajukan izin PBG tidak memenuhi standar teknis?
4. Bagaimana perubahan retribusi dengan dihilangkannya IMB menjadi PBG?
C. Tujuan dan Kegunaan
Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan
Naskah Akademik adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui proses perizinan PBG terhadap bangunan baru maupun bangunan
eksisting.
2. Mengetahui standar – standar teknis yang harus dipenuhi dalam pengurusan izin
PBG.
3. Mengetahui tindak lanjut/ solusi dari bangunan yang diajukan PBG belum
memenuhi standar teknis.
4. Mengetahui perhitungan retribusi PBG dengan hilangnya IMB dalam perizinan
bangunan gedung.
D. Metode
Penyusunan Naskah Akademik tentang PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)
dilakukan melalui studi kepustakaan/ literature dengan menelaah berbagai data sekunder
seperti peraturan perundang-undangan terkait, baik di tingkat undang-undang maupn
peraturan pelaksanaannya dan berbagai dokumen hokum terkait.
Guna melengkapi studi kepustakaan dan literature, dilakukan pula diskusi (focus
group discussion) dan wawancara serta kenyataan uji konsep denganberbagai pihak
berkepentingan atau stakeholders terkait penyelenggaraan PBG.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teoritis
1. Pengurusan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)
PBG merupakan perizinan baru dengan disahkannya PP no 16 tahun 2021,
sehingga dalam pengurusannya akan terdapat perbedaan antara bangunan baru
dengan bangunan yang sudah terbangun. Berdasarkan PP no 16 tahun 2021 untuk
pengurusan PBG bangunan baru yaitu sbb :
a. Diajukan sebelum pelaksanaan konstruksi
b. Pemeriksaan pemenuhan standar teknis terhadap dokumen sbb:
Dokumen Perencanaan
Dokumen Manajemen Konstruksi
c. Pernyataan pemenuhan standar teknis oleh Tim Penilai Ahli
d. Pendaftaran melalui SIMBG untuk pemeriksaan dokumen
e. Penerbitan PBG
Sesuai dengan PP no 16 tahun 2021 pasal 346 ayat 3 yaitu bangunan gedung
yang sudah berdiri dan belum memiliki PBG, maka untuk memperoleh PBG harus
mengurus SLF. Sehingga pengurusan bangunan yang sudah berdiri sbb :
a. Diajukan pengurusan SLF
b. Pemeriksaan pemenuhan standar teknis terhadap dokumen sbb:
Dokumen Kajian Teknis
Dokumen Daftar Simak
Dokumen Administrasi Kelengkapan pengajuan SLF
c. Pernyataan pemenuhan standar teknis oleh Tim Penilai Ahli
d. Penerbitan SLF dengan dilanjutkan untuk pendaftaran PBG
Pada PP no 16 tahun 2021 pasal 11 ayat 2 dalam hal terdapat perubahan fungsi
dan / atau klasifikasi bangunan gedung, pemilik diwajibkan untuk mengurus PBG
perubahan.
2. Pemenuhan Standar Teknis
Pemenuhan standar teknis menjadi persyaratan utama untuk memperoleh PBG,
menurut PP no 16 tahun 2021 pasal 1 ayat 50 standar teknis adalah acuan yang
memuat ketentuan, kriteria, mutu, metode, dan / atau tata cara yang harus dipenuhi
dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung. Dalam pemenuhan standar teknis terdapat beberapa
aspek yaitu sbb:
a. Arsitektur
b. Struktur
c. Mekanikal
d. Elektrikal
3. PBG Tidak Memenuhi Standar Teknis
Pada PP no 16 tahun 2021 pada saat proses pemeriksaan dokumen dan kondisi
bangunan tidak memenuhi standar teknis. Sehingga pengkaji teknis menyusun hasil
pemeriksaan dan rekomendasi penyesuaian Bangunan Gedung.
2. Bidang Struktur
Tabel 2. 2 Standar Evaluasi Bidang Struktur
3. SNI 2836 Tahun 2008 Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
pondasi untuk konstruksi bangunan gedung
dan perumahan
3. Bidang Mekanikal
Tabel 2. 3 Standar Evaluasi Bidang Mekanikal
PBG
Dok. As Built Drawing Dok. Pemanfaatan Bangunan
Arsitektur Gedung
OBSERVASI LAPANGAN
Pengecekan IMB dengan kondisi eksisting
Pengecekan As Built Drawing dengna kondisi eksisting
Pengecekan dengan regulasi/ aturan Kabupaten/ Kota terkait tata ruang
Pengecekan Kondisi fisik bangunan gedung
Pengecekan akses sirkulasi dan evakuasi (sirkulasi kendaraan, sirkulasi manusia
dan sirkulasi evakuasi)
Pengecekan kenyaman bangunan (pencahayaan, penghawaan, kebisingan,
pandangan dan ruang gerak)
OUTPUT
Daftar Simak
Kajian Teknis
Rekomendasi
Diagram 3. 2 Proses PBG Bangunan Eksisting (sudah terbangun)
2. Pemenuhan Standar Evaluasi
Standar evaluasi bidang arsitektur dalam pelaksanaan PBG berkaitan dengan
kepadatan dan ketinggian bangunan gedung menurut PP no 16 tahun 2021 Pasal 22
yaitu, KDB (Koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan), KBG
(Ketinggian Bangunan Gedung), KDH (Koefisien Dasar Hijau) dan KTB
(Koefisisen Tapak Basement)
Dan berkaitan dengan jarak bebas bangunan gedung menurut PP no 16 tahun
2021 pasal 23, yaitu GSB (Garis Sempadan Bangunan), Jarak Gedung dengan Batas
Persil dan Jarak Antar Bangunan Gedung. Didalam pasal 23 terdapat aspek –aspek
didalamnya. Aspek – aspek tersebut yaitu,
- Aspek keselamatan terkait proteksi kebakaran,
- Aspek kesehatan terkait sirkulasi udara dan pencahayaan,
- Aspek kenyamanan terkait kebisingan,
- Aspek kemudahan eksesbilitas dan akses evakuasi,
- Aspek ketinggian bangunan gedung yang ditetapkan dalam ketentuan intensitas
bangunan gedung
Garis Sempadan Bangunan
GSB (Garis Sempadan Bangunan) berdasarkan PP no 16 tahun 2021 Pasal 1
Ayat 9 adalah garis yang mengatur batasan lahan yang tidak boleh dilewati
dengan bangunan yang membatasi fisik bangunan kea rah depan, belakang.
Maupun samping. Berikut contoh gambar gambar sempadan bangunan :
Gambar 3. 3 Langkah Pertama Perhitungan Kebutuhan Bukaan Eksit dan Tangga Eksit
Gambar 3. 4 Langkah Kedua Perhitungan Kebutuhan Bukaan Eksit dan Tangga Eksit
Gambar 3. 5 Langkah Ketiga Perhitungan Kebutuhan Bukaan Eksit dan Tangga Eksit
SNI 03-1746-2000
SNI 03-1746-2000 adalah sni yang mengatur tata cara perencanaan dan
pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran
pada bangunan gedung. Dalam SNI 03-1746-2000 terdapat beberapa aspek yaitu
sbb:
a) Tata cara pemasangan signage evakuasi
SNI 03-1735-2000
SNI 03-1735-2000 mengatur tentang tata cara perencanaan akses bangunan
dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan. Yang
berisikan sbb :
SNI 03-6575-2001
SNI 03-6575-2001 merupakan acuan yang digunakan dalam tata cara
perancangan system pencahayaan buatan pada bangunan gedung, dengan standar
sbb :
SNI 03-6572-2001
SNI 03-6572-2001 sebagai acuan tata cara perancangan sistem ventilasi dan
pengkondisian udara pada bangunan gedung.
Gambar 3. 13 Standar Kenyamanan Penghawaan Ruang
OUTPUT
Daftar Simak
Kajian Teknis
Rekomendasi
- Plat
Plat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung
pada balok. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati dan beban
hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja di
atasnya.
- Rangka Atap
Struktur atap adalah bagian bangunan yang menahan/mengalirkan
beban-beban dari atap yang kemudian diteruskan ke pondasi melalui
kolom dan balok. Rangka atap yang digunakan pada bangunan eksisting.
Observasi Visual
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Repuplik Indonesia Nomor 27/PRT/M/2018: Pemeriksaan visual / observasi
visual secara lengkap dapat dilihat pada daftar simak : “K.2.1. Pemeriksaan
system struktur bangunan” berikut k obsevasi visual pada daftar simak
pemeriksaan system struktur bangunan :
LAMPIRAN
MENERANGKAN BAHWA KONDISI
FOTO KONDISI
KUDA-KUDA BAIK TIDAK
EKSISTING
MENGALAMI KERUSAKAN
STRUKTUR
Pengujian Mutu
1. Non Destruktif
Pengujian struktur bangunan yang bersifat tidak merusak pada kondisi visual
pada eksisting.
a) Pengujian Hammer Test (ASTM C 805-02)
Pada evaluasi / pemeriksaan ke laikan Gedung kali ini juga
dilakukan pengujian non destruktif atau tidak merusak dengan
pengambilan sample acak pada semua bangunan dan diuji
menggunakan hammer test.
Tabel 4. 1 Pengujian Hammer Test
1) Persiapan.
- Menyusun rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan-
peralatan serta perlengkapan- perlengkapan yang diperlukan.
- Mencari data dan informasi termasuk diantaranya data tentang
letak detail konstruksi, tata ruang dan mutu bahan konstruksi
selama pelaksanaan bangunan berlangsung.
- Menentukan titik test.
- Titik test untuk kolom diambil sebanyak minimum 5 (lima) titik,
masing-masing titik test terdiri dari 7 (tujuh) titik tembak, begitu
juga untuk elemen konstruksi yang lain.
2) Tata Cara Pengujian.
- Sentuhan ujung plunger yang terdapat pada ujung alat hammer
test pada titik-titik yang akan ditembak dengan memegang
hammer sedemikian rupa dengan arah tegak lurus atau miring
bidang permukaan beton yang akan ditest.
- Plunger ditekan secara periahan-lahan pada titik tembak dengan
tetap menjaga kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung
plunger akan lenyap masuk kesarangnya akan terjadi tembakan
oleh plunger terhadap beton, dan tekan tombol yang terdapat
dekat pangkal hammer.
- Lakukan pengetesan terhadap masing-masing titik tembak yang
telah ditetapkan semula dengan cara yang sama.
- Tarik garis vertikal dari nilai pantul yang dibaca pada grafik 1
yaitu hubungan antara nilai pantul dengan kekuatan tekan beton
yang terdapat pada alat hammer sehingga memotong kurva yang
sesuai dengan sudut tembak hammer.
- Besar kekuatan tekan beton yang ditest dapat dibaca pada sumbu
vertikal yaitu hasil perpotongan garis horizontal dengan sumbu
vertikal. Oleh karena itu mutu beton yang dinyatakan dengan
kekuatan karakteristik α bk didasarkan atas kekuatan tekan
beton yang diperoleh pada saat pengetesandilaksanakan perlu
dikonversi menjadi kekuatan tekan beton umur 28 hari.
Tabel 4. 2 Rebound hammer test
Procedure
1) Sambungkan perangka terhubung ke indicator dan instrument lalu
nyalakan alat.
2) Tumbukan dan tekan secara berlahan dengan benda uji dengan satu
tangangan kemudian tangan lain menekan tombol power.
3) Nilai kekerasan leeb akan terbaca pada indicator alat
4) Untuk mencegah kesalahan cincin penyangga dasar alat harus
dipegang pas dan tegak lurus ke permukaan benda uji.
5) Jarak Antara dua titik tumbukan tidak boleh kurang dari dua
diameter tepi alat.
6) Titik test untuk kolom diambil sebanyak minimum 5 (lima) titik,
masing-masing titik test terdiri dari 9 (Sembilan) titik tembak, begitu
juga untuk elemen konstruksi yang lain.
Gambar 3. 16 Impact Device
Sumber (https://ronymedia.wordpress.com/2010/05/27/core-drill-test/ )
Gambar 3. 20 Pemodelan
c. Kriteria Pembebanan
Kombinasi dan faktor beban yang digunakan dalam perencanaan ini
mengacu pada standar yang berlaku di atas yaitu:
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D:
U = 1,4 D
2. Kuat perlu U utuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban
atap A atau beban hujan R, yaitu:
U = 1,2.D + 1,6.L + 0,5 ( A atau R )
3. Kuat perlu U yang diambil dalam memperhitungkan perencanaan
ketahanan struktur terhadap beban gempa adalah:
U = 1,2.D + 1,0.L ± 1,0.E
4. Atau
U = 0,9.D ± 1,0.E
5. dimana :
D = Beban mati,
L = Beban hidup,
W = Beban angin,
E = Beban gempa
6. Beban hidup yang bekerja pada struktur :
- Beban mati
- Berat sendiri konstruksi
7. Beban dinding (pasangan bata) ½ batu : 2.50 kg/m2
PEMBEBANAN STRUKTUR
Faktor Reduksi dan kombinasi pembebanan menurut SNI Faktor reduksi kekuatan
yang dimaksud adalah:
a. Phi_bending = 0,8
b. Phi_tension = 0,8
c. Phi_compression(Tied) = 0,65
d. Phi_compression(Spiral) = 0,7
e. Phi_shear = 0,75 Kombinasi Pembebanan (Pasal 11.2)
Didapatkan Nilai
Gambar 3. 21 Program Respons Spektra Peta Gempa Indonesia 2019
4. Hasil Evaluasi
Dalam hasil evaluasi dilakukan kajian struktur bangunan yang berisi kajian
struktur bawah bangunan yang terdiri dari pemeriksaan pondasi dan sloof dan
kajian struktur atas bangunan yang terdiri pemeriksaan dari kolom, balok, plat dan
rangka kuda-kuda.:
1. Struktur Bawah
Pemeriksaan Pondasi
Dari data uji tanah / soil test dan data joint reaction pemodelan ulang
dilakukan sample pemeriksaan dari pondasi adalah membandingkan kondisi
eksiting dengan data asbuilt drawing dengan perhitungan ulang yang
dilakukan dengan data pengujian.
2. Struktur Atas
a. Pemeriksaan Kolom
Pemeriksaan kolom juga dilakukan dengan membandingkan
tulangan kolom yang ada dengan data as built drawing.
Pemeriksaan Balok
Perbandingan kolom dengan pengujian dan as Built drawing. Dari
pengujian yang dilakukaan dan data as built drawing pada bangunan
kemudian tulangan dicek apakah tulangan yang digunakan sudah
memenuhi.
OBSERVASI VISUAL
PENGUJIAN
Pengecekan Terhadap Seluruh Sisem
Pengujian Terhadap Suhu dan
Mekanikal.
Kelembaban.
Pengecekan Terhadap Sistem Proteksi
Pengujian Terhadap Sistem Proteksi
Kebakaran.
Kebakaran.
Dokumentasi
OUTPUT
Daftar Simak
Kajian Teknis
Rekomendasi
Permen PU No. 26 Tahun 2008 Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung & Lingkungan. Pasal 2 (1)Peraturan Menteri ini dimaksudkan untuk
menjadi acuan bagi penyelenggara bangunan gedung dalam mewujudkan penyelenggaraan
bangunan gedung yang aman terhadap bahaya kebakaran. (2) Peraturan Menteri ini
bertujuan untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung dan lingkungan yang aman bagi
manusia, harta benda, khususnya dari bahaya kebakaran, sehingga tidak mengakibatkan
terjadinya gangguan kesejahteraan sosial. (3) Lingkup peraturan menteri ini meliputi
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan pembangunan sampai pada tahap pemanfaatan, sehingga
bangunan gedung senantiasa andal dan berkualitas sesuai dengan fungsinya.
Jarak minimum antar bangunan tersebut tidak dimaksudkan untuk menentukan garis
sepadan bangunan.
Permenaker No. 04 Tahun 1980 Syarat – Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan. Pemasangan dan perawatan APAR harus dilakukan dengan benar
untuk memudahkan penggunaan dan menjamin keandalan APAR tersebut pada saat
digunakan.
4 Poin Standar Penempatan APAR yang benar.
• Mudah diakses dan tidak terhalang oleh benda atau gangguan lainya.
• Diberi tanda APAR yang jelas dan sesuai standar
• Minimal 15 cm dari lantai atau idealnya adalah 125 cm dari lantai.
Jarak antara APAR satu dengan lainnya adalah 15 meter, atau bisa disesuaikan
dengan saran ahli
SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Pada bangunan bukan hunian,
seperti pabrik dan gudang serta bangunan hunian dengan ketinggian lantai hunian di atas
10 m, harus disediakan jalur akses dan ruang lapis perkerasan yang berdekatan dengan
bangunan untuk peralatan pemadam kebakaran. Jalurakses tersebut harus mempunyai lebar
minimal 6 m dan posisinya minimal 2 m dari bangunan dan dibuat minimal pada 2 sisi
bangunan. Ketentuan jalur masuk harus diperhitungkan berdasarkan volume kubikasi
bangunan seperti ditunjukkan dalam table
NFPA-10, Standar untuk Portable Fire Extinguisher. Sistem proteksi kebakaran aktif
adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian
kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti
sprinkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan
kimia, seperti APAR dan pemadam khusus. Menurut Health and Safety Executive Inggris,
fungsi dari sistem proteksi aktif adalah untuk memadamkan api, mengendalikan kebakaran
atau menyediakan pengendalian paparan sehingga efek domino bisa dikendalikan.
(2) Kapasitas angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan
kapasitas angkut yang dinyatakan dalam ijin pemakaian lift.
(3) Penetapan jumlah orang yang dapat diangkut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang berlaku.
Sistem Penghawaan
Sistem penghawaan pada bangunan gedung berfungsi untuk menjaga
kelembaban dan suhu pada suatu ruangan. Kelembaban dan suhu pada ruangan
sudah atur sedimikian rupa sesuai dengan fungsi ruang tersebut. Aturan
mengenai sistem penghawaan sebagai berikut :
a) SNI 6390-2020 Tentang Tata Udara. Standar ini disusun sebagai pedoman bagi
semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pengelolaan bangunan gedung, khususnya pada sistem tata udara, untuk mencapai
penggunaan energi yang efisien.
HASIL TANGGAL
SESUAI /
NO RUANGAN PENGUKUR STANDART PENGAMBILAN KETERANGAN
TIDAK SESUAI
AN (ºC) UJI
1.
2.
3.
HASIL TANGGAL
SESUAI/TIDAK
NO RUANGAN PENGUKURAN STANDART PENGAMBILAN KETERANGAN
SESUAI
(%RH) UJI
1.
2.
3.
Instalasi Air Bersih, Air Kotor, & Air Bekas
Instalasi air atau plumbing pada bangunan merupakan bagian dari instalasi
plumbing yang terdapat pada bangunan gedung. Kajian pada instalasi plumbing
meliputi jenis pipa yang digunakan, ukuran pipa yang digunakan, dan keandalan
pada sistem tersebut. Beberapa aturan yang menjadi dasar kajian sistem
plumbing pada bangunan gedung. Instalsai plumbing wajib di kaji sesuai
dengan:
a) SNI 8135 – 2015 Sistem Plumbing Pada Bangunan Gedung adalah jaringan
pemipaan meliputi penyediaan air minum, penanganan air limbah, bangunan
penunjang, perpipaan distribusi dan drainase, termasuk semua sambungan.
Alat – alat dan perlengkapan yang terpasang di dalam persil dan bangunan
gedung dan pemanas air dan ventilasi untuk tujuan yang sama. Berikut contoh
yang diatur pada SNI 8135 – 2015 tentang penandaan pipa.
Pada pengecekan visual terhadap instalasi air bersih, kotor, & bekas
biasanya meliputi kebocoran instalasi, pemasangan yang tidak sesuai, pemilihan
bahan material yang tidak sesuai. Jika hal tersebut ditemukan pada bangunan
yang dikaji maka akan dilakukan perbaikan terhadap kerusakan atau temuan
tersebut.
OBSERVASI VISUAL
PENGUJIAN
Pengecekan Terhadap Seluruh bangunan
Pengujian beban RST
dengan kesesuaian SNI
Pengujian Infrared Thermografi
Pengecekan semua item ME
Pengujian Lux
Dokumentasi
Pengujian Grounding
Wawancara
OUTPUT
Daftar Simak
Kajian Teknis
Rekomendasi
Diagram 3. 8 Proses PBG Bangunan Eksisting (sudah terbangun)
2. Pemenuhan Standar Evaluasi
SNI 04-0225-2000/ SNI 04-0225-2011
SNI 04-0225-2000 adalah SNI tentang Persyaratan umum instalasi listrik
(PUIL 2000), kini sudah di perbarui/ di revisi menjadi SNI 04-0225-2011
tentang persyaratan umum instalasi listrik (PUIL 2011) dimana SNI ini
mengatur proteksi bahaya kelistrikan seperti yang tertera pada PP Nomor 16
Tahun 2021, dimana sumber listrik, instalasi listrik, panel listrik dan system
pembumian harus aman dari bahaya tersebut. Berikut contoh gambar pada
peraturan SNI 04-0225-2011
SNI 03-7015-2004
SNI 03-7015-2004 adalah sni yang mengatur tata cara perencanaan dan
pemasangan proteksi petir konvensional maupun Elektrostatic. Peraturan ini
mengatur juga tentang penempatan posisi kepala proteksi petir. Berikut
gambar dibawah ini menunjukan tabel penempatan terminasi udara sesuai
dengan tingkat proteksi.
SNI 04-7018-2004
SNI 04-7018-2004 adalah sni yang mengatur system pasokan daya listrik
berupa Sumber energi (generator), konverter dan perlengkapan komponen
sebagai cadangan listrik lainnya. Berikut gambar di bawah ini sebagai acuan
ketentuan system pasokan daya listrik darurat dan siaga.
Gambar 3. 37 Ketentuan sakelar pemindah sumber energi cadangan
SNI 03-6197-2020
SNI 03-6197-2020 adalah sni untuk mengacu standar terkait tata cara
perencanaan cahaya buatan dan standart penerangan LUX. Berikut gambar di
bawah menunjukan standart LUX.
Gambar 3.12 Standart LUX Bangunan Gedung
Permen PU No.26/PRT/M/2008
Permen PU No.26/PRT/M/2008 ini adalah persyaratan teknis system proteksi
kebakaran pada bangunan Gedung dan lingkungan. Di dalamnya terdapat
beberapa persyaratan ketentutan pemasangan deteksi kebakaran. Berikut
gambar contoh ketentuan Permen PU No.26/PRT/M/2008.
Gambar 3. 38 Ketentuan Alarm Asap