Anda di halaman 1dari 2

KERESAHAN NADIEM MAKARIM YANG MELAHIRKAN KARYA HINGGA

MENJADI MENTERI

Nadiem Anwar Makarim, lahir di Singapura, 4 Juli 1984. Ayah Nadiem bernama
Nono Anwar Makarim lahir di Pekalongan, Jawa Tengah dan memiliki profesi sebagai
pengacara yang cukup terkenal. Sang Ibu, Atika Agadrie, berasal dari Pasuruan, Jawa Timur
yang bekerja sebagai penulis lepas di bidang non-profit. Kakaknya yang bernama Rayya
Makarim lebih memilih dunia film sebagai jalan karirnya. Nadiem adalah keturunan Arab,
ayahnya keturunan Minang-Arab, sedangkan ibunya keturunan Pasuruan (Jawa)-Arab.

Nadiem menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar (SD) Al-Izhar, Pondok


Labu, Jakarta Selatan. Sekolah Menengah Pertama (SMP) juga ditempuh Nadiem di Jakarta.
Nadiem sempat menempuh pendidikan menengah atas di Jakarta, tetapi pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) dia rampungkan di negeri tetangga, di United World Collage South
East Asia (UWC SEA), Singapura. Dia tercatat menyelesaikan pendidikan mengenah atas di
Singapura pada 2002.

Nadiem tidak secara mendadak membangun Gojek, setelah menyelesaikan kuliah di


Brown University, Amerika Serikat. Mengikuti pesan dari kedua orang tua untuk berkarya di
tanah air, sama seperti kebanyakan fresh graduate lainnya, Nadiem juga mencoba
peruntungan bekerja di Jakarta, kota yang memang tidak asing baginya. Nadiem bekerja
sebagai konsultan di Mckinsey selama tiga tahun. Selama itu juga dia menggunakan jasa ojek
untuk transportasi pulang pergi dari rumah ke kantor. Nadiem banyak terinspirasi dari para
ojek yang sering kali mengantarnya. Pada 2011 Nadiem mulai bekerja di Zalora yang
membuka kantor di Indonesia. Ketika itu Nadiem sudah mulai merintis Gojek. Hengkang dari
Zalora, Nadiem yang masih membangun Gojek, kembali bekerja di perusahaan berbasis
teknologi lainnya. Pilihan Nadiem selanjutnya adalah Kartuku, perusahaan yang bergerak di
bidang financial technology.

Gojek lahir dari rasa frustasi yang dialami Nadiem ketika menggunakan jasa
transportasi ojek di Jakarta. Nadiem pun berpikir, masalah ojek ini sepertinya sepele, tetapi
dialami banyak orang. Terlintas di benak Nadiem bagaimana jika tukang ojek itu lebih
terorganisir dan dikelola secara professional. Empat tahun pertama adalah masa sulit Nadiem
membesarkan Gojek. Kendala utama adalah biaya. Setelah empat tahun baru Nadiem
mendapatkan investor untuk mengembangkan Gojek menjadi sebuah aplikasi. Sampai
sekarang, aplikasi Gojek sudah diunduh lebih dari 50 juta kali, ada di 50 kota dan sudah
mulai merambah ke negara tetangga di wilayah Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam,
dan Singapura.

Gojek yang dirintisnya dari nol sampai sekarang tersebut menjadi alasan bagi
Presiden Jokowi untuk menyerahkan ranah pendidikan Indonesia yang cukup rumit kepada
Nadiem. Menurut Presiden Jokowi, latar belakang Nadiem mendirikan perusahaan rintisan
Gojek dari nol sampai sekarang adalah bekal yang cukup untuk menjadi Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan. Ada lebih kurang 300.000 sekolah dari tingkat TK sampai perguruan tinggi
di Indonesia. Jumlah siswanya pun tidak sedikit, terdapat lebih dari 50 juta pelajar se-
Indonesia. Hal itu belum termasuk juga jumlah guru dan pengelola sekolah. Jumlah yang
tidak sedikit tersebut dituntut memiliki standar yang sama. Teknologi, menurut Presiden
Jokowi, adalah peluang yang ada untuk bisa mempermudah masalah rumit yang dihadapi
dunia pendidikan.

Pekerjaan Nadiem saat ini tidak hanya mengurus Gojek, melainkan juga mengurus
masalah pendidikan masyarakat Indonesia, terlebih pendidik yang mulai resah dengan
kondisi pendidikan di Indonesia. Nadiem memang bukanlah berasal dari kalangan akademisi,
akan tetapi dia menunjukan perubahan dapat terjadi dari siapa saja, hal ini dapat dijadikan
motivasi maupun teladan bagi para pelajar di Indonesia untuk turut berkarya dan memberikan
perubahan yang baik, terlebih perubahan tersebut dapat bermanfaat untuk orang banyak.

Anda mungkin juga menyukai