Anda di halaman 1dari 12

Kanker Payudara

Kanker payudara adalah proliferasi ganas sel epitel yang melapisi duktus atau lobules payudara. Pada
tahun 2010, terjadi sekitar 180.000 kasus kanker payudara invasif dan diperkirakan akan terjadi 40.000
kematian di Amerika Serikat (AS). Selain itu, diperkirakan sekitar 2.000 laki-laki akan terdiagnosis
mengalami kanker payudara. Keganasan epitel payudara merupakan kanker tersering pada wanita (tidak
termasuk kanker kulit), jumlahnya sekitar sepertiga dari semua kanker pada wanita. Seiring dengan
berkembangnya pengobatan dan deteksi dini, laju mortalitas kanker payudara ini semakin berkurang di
AS.

Kanker payudara merupakan penyakit klonal, transformasi sel tunggal sebagai hasil dari rangkaian
mutasi somatik atau germinal, yang pada akhirnya dapat mengekspresikan potensi keganasaannya
secara penuh. Oleh karena itu, kanker payudara dapat menetap dalam waktu yang lama baik sebagai
penyakit non-invasif atau sebagai penyakit invasif namun tidak bermetastasis. Hal tersebut memiliki
konsekuensi klinis yang signifikan.

Genetik

Tidak lebih dari 10% pasien kanker payudara yang dapat dihubungkan secara langsung dengan mutasi
germinal. Beberapa gen memiliki keterlibatan pada kasus-kasus familial. Sindrom Li-Fraumeni ditandai
dengan pewarisan mutasi gen penekan tumor p53, yang menyebabkan peningkatan insiden kanker
payudara, sarcoma osteogenik, dan keganasan lainnya. Pewarisan mutasi PTEN juga dilaporkan pada
kanker payudara.

Gen penekan tumor lain, BRCA-1, telah teridentifikasi pada kromosom lokus 17q21. Gen tersebut
mengkode protein pengikat zink dan oleh karenanya produk dapat berfungsi sebagai faktor transkripsi.
Gen tersebut tampaknya juga terlibat dalam perbaikan gen. Wanita yang mewarisi alel mutan dari gen
tersebut dari kedua orang tuanya setidaknya memiliki peluang 60-80% sepanjang hidupnya untuk
mengalami kanker payudara dan memiliki peluang sekitar 33% untuk mengalami kanker ovarium. Laki-
laki yang mebawa alel mutan dari gen tersebut memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami
kanker prostat dan kanker payudara. Gen lainnya, BRCA-2, yang berlokasi di kromosom lokus 13q12
juga memiliki hubungan dengan peningkatan insiden kanker payudara baik pada laki-laki maupun
wannita.

Mutasi germinal pada BRCA-1 dan BRCA-2 dapat dengan mudah dideteksi sehingga pasien dengan
mutasi tersebut dapat diberikan konseling segera dengan tepat. Semua wanita yang memiliki riwayat
kuat adanya kanker payudara pada keluarganya sebaiknya dirujuk untuk melakukan skinning genetic,
khususnya wanita keturunan Yahudi Ashkenazi yang memiliki kecurigaan tinggi mengalami mutasi BRCA-
1 spesifik (penggantian adenine oleh guanine pada posisi 185).

Mutasi p53 ditemukan pada hampir 40% pasien kanker payudara sebagai defek yang didapat.
Sementara itu, mutasi PTEN yang didapat terjadi pada 10% kasus. Mutasi BRCA-1 pada kanker
payudara primer sporadis belum pernah dilaporkan. Namun, penurunan ekspresi mRNA BRCA-
1 (mungkin melalui metilasi gen) dan lokasi protein BRCA-1 selular abnormal telah ditemukan
pada beberapa kasus kanker payudara. Hilangnya heterozigositas BRCA-1 dan BRCA-2
menunjukkan bahwa aktivitas penekan tumor mungkin telah diinaktivasi pada kasus sporadis
kanker payudara. Akhirnya, peningkatan ekspresi onkogen dominan berperan pada sekitar
seperempat kasus kanker payudara. Produk dari gen tersebut adalah salah satu jenis dari
superfamili reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) yang disebut sebagai erbB2 (HER/2
neu) yang diekspresikan secara berlebihan pada kanker peyudara akibat amplifikasi gen.
Ekspresi yang berlebihan tersebut berkontribusi dalam transformasi epitel payudara dan
merupakan target terapi sistemik yang efektif dalam kondisi metastasis atau sebagai terapi
ajuvan.

Epidemiologi

Kanker payudara merupakan penyakit yang berkaitan dengan hormon. Wanita dengan ovarium
yang tidak berfungsi yang tidak menerima terapi pengganti hormone tidak akan mengalami
kanker payudara. Rasio wanita dan pria dalam mengalami kanker payudara adalah 150:1. Untuk
semua keganasan epitel, plot kejadian dengan usia menunjukkan komponen tunggal garis lurus
yang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada kanker payudara terdapat dua
komponen, peningkatan garis lurus yang sebanding dengan usia, namun dengan penurunan
kemiringan mulai saat usia menopause. Terdapat tiga waktu penting pada wanita yang memiliki
pengaruh besar terhadap insiden kanker payudara, yaitu usia saat menarche, usia saat pertama
melahirkan aterm, dan usia saat menopause. Wanita yang memiliki riwayat menarche saat usia
16 tahun hanya memiliki 50-60% risiko kanker payudara pada wanita yang menarche saat usia
12 tahun, risiko yang lebih rendah tersebut bertahan sepanjang kehidupan. Selain itu, menopause
yang terjadi 10 tahun sebelum rata-rata usia menopause (52 tahun), baik itu terjadi secara alami
atau dinduksi dengan operasi, mengurangi risiko kanker payudara sekitar 35%. Wanita yang
hamil aterm saat usia 18 tahun memiliki 30-40% risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
wanita nullipara. Oleh karena itu, panjang siklus menstruasi, khususnya fraksi yang terajdi
sebelum kehamilan pertama aterm, merupakan komponen substansial dari risiko total kanker
payudara. Ketiga faktor tersebut (usia saat menarche, usia saat hamil pertama aterm, dan usia
saat menopause) dapat menjelaskan 70-80% variasi frekuensi kanker payudara di berbagai
negara. Sebuah studi meta analisis menunjukkan bahwa durasi menyusui berhubungan dengan
penurunan risiko terlepas dari jumlah paritas atau usia saat hamil pertama aterm.

Variasi insiden kanker payudara secara internasional memberikan beberapa petunjuk palin
penting dalam karsinogenesis hormonal. Wanita yang hidup sampai usia 80 tahun di Amerika
Utara memiliki peluang 1 banding sembilan untuk mengalami kanker payudara. Wanita asien
memiliki risiko seperlima sampai sepersepuluh risiko kanker payudara wanita di Amerika utara
atau Eropa Barat. Wanita Asia secara substansial memiliki kadar konsentrasi estrogen dan
progesteron yang lebih rendah. Perbedaan tersebut tidak dapat dijelaskan secara genetik karena
wanita Asia yang hidup di lingkungan barat memiliki konsentrasi hormon seks steroid dan risiko
yang identik dengan orang-orang barat di sana. Wanita Asia migran dan lebih khususnya anak
perempuan mereka, juga sangat berbeda dalam tinggi dan berat badan dari wanita Asia yang
tinggal di Asia. Tinggi dan berat badan merupakan regulator yang penting dalam menentukan
usia menarche dan memiliki efek substansial pada konsentrasi plasma estrogen.
Peran diet dalam etiologi kanker payudara masih controversial. Meskipun terdapat hubungan antara
total kalori dan asupan lemak dengan risiko kanker payudara, peranan yang pasti dari lemak dalam diet
tidak terbukti. Peningkatan asupan kalori berkontribusi terhadap risiko kanker payudara dalam
beberapa cara, yaitu membuat menarche lebih dini, menunda menopause, dan meningkatkan
konsentrasi estrogen pasca-menopause yang mencerminkan peningkatan aktivitas aromatase di jaringan
lemak. Asupan alkohol juga meningkatkan risiko kanker payudara dengan mekanisme yang tidak jelas.
Suplemen asam folat nampaknya memodifikasi risiko pada wanita yang mengkonsumsi alkohol namun
tidak menambah efek protektif pada yang tidak mengkonsumsi alkohol. Penggunaan aspirin dosis
rendah jangka panjang nampaknya juga berkaitan dengan penurunan insiden kanker payudara.

Memahami peran potensial hormon eksogen dalam menyebabkan kanker payudara merupakan
hal yang sangat penting karena jutaan wanita AS secara rutin menggunakan kontrasepsi oral dan
terapi pengganti hormon (hormone replacement therapy/ HRT) pasca-menopause. Studi meta
analisis yang paling kredibel menunjukkan bahwa agen kontrasepsi oral menyebabkan sedikit
peningkatan risiko kanker payudara. Sebaliknya, kontrasepsi oral memberikan efek protektif
substansial terhadap tumor epitel ovarium dan kanker endometrium. HRT memiliki pengaruh
kuat pada risiko kanker payudara. Data dari penelitian Women’s Helath Initiative (WHI)
menunjukkan bahwa estrogen kuda terkonjugasi dan progestin meningkatkan risiko kanker
payudara dan efek samping yang merugikan pada sistem kardiovaskular, tetapi penurunan risiko
patah tulang dan kanker kolorektal. Selain itu, pada subjek yang menerima HRT selama 6 sampai
7 tahun akan memiliki risiko dua kali lipat mengalami kanker payudara. Sebuah penelitian
parallel WHI yang melibatkan lebih dari 12.000 wanita yang menerima estrogen saja
menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan dari insiden kanker payudara. Sebuah studi meta
analisis penelitian HRT yang tidak terandomisasi menunjukkan bahwa kebanyakan manfaat yang
didapat dari HRT dikaitkan dengan pengguna HRT yang berstatus sosio-ekonomi tinggi, yang
diduga berkaitan dengan akses kesehatan yang lebih baik dan perilaku hidup yang lebih sehat.
Potensi manfaat khusus HRT tidak dinilai pada WHI. Pada wanita yang sebelumnya pernah
mengalami kanker payudara dan saat ini menerima HRT akan mengalami peningkatan laju
rekurensi. Penurunan wanita yang menggunakan HRT ternyata diketahui bersamaan dengan
penurunan insiden kanker payudara juga.

Faktor lain yang menjadi risiko munculnya kanker payudara pada wanita muda adalah radiasi.
Wanita yang pernah terpajan radiasi sebelum usia 30 tahun dalam bentuk flouroskopi multipel
(200-300 cGy) atau terapi radiasi penyakit Hodgkin(>3600 cGy) memiliki peningkatan risiko
kanker payudara. Sementara itu, pajanan radiasi setelah usia 30 tahun nampaknya memiliki efek
karsonogenik minimal pada payudara.

Evaluasi massa payudara pada pria dan wanita

Karena payudara merupakan tempat utama yang berpotensi menjadi keganasan yang fatal pada wanita,
pemeriksaan payudara merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan saat pemeriksaan fisik.
Meskipun demikian, internis seringkali tidak melakukan pemeriksaan payudara pada pria maupun
wanita, internis cenderung menyerahkan pemeriksaan kepada ginekologis. Karena adanya hubungan
yang kuat antara deteksi dini dan peningkatan outcome, pemeriksaan awal tersebut merupakan tugas
setiap dokter untuk mengidentifikasi kelainan payudara pada stadium sedini mungkin. Wanita sebaiknya
diajari untuk memeriksa payudara secara mandiri. Meskipun kanker payudara pada pria adalah hal yang
tidak umum, lesi unilateral sebaiknya dievaluasi dengan cara yang sama pada wanita, dengan mengenali
bahwa ginekomastia pada pria kadang-kadang dimulai secara unilateral dan seringkali asimetris.

Hampir semua kanker payudara didiagnosis melalui biopsy nodul yang terdeteksi baik melalui
mamografi atau melalui palpasi. Algoritma telah berkembang untuk meningkatkan kemungkinan
mendiagnosis kanker payudara dan mengurangi frekuensi biposi yang tidak perlu. Algoritma palpasi
massa payudara dapat dilihat pada gambar 90-1.

Massa Payudara yang Terpalpasi

Wanita sebaiknya didorong untuk memeriksakan payudaranya setiap bulan. Studi yang diduga cacat
mengatakan bahwa pemeriksaan payudara sendiri tidak mengubah prognosis, tetapi agar lebih aman,
prosedur pemeriksaan payudara sendiri tersebut tetap dilakukan. Pemeriksaan payudara sendiri
meningkatkan kemungkinan untuk mendeteksi massa saat ukurannya masih kecil sehingga dapat diobati
dengan pembedahan yang lebih terbatas. Pemeriksaan payudara oleh dokter sebaiknya dilakukan di
tempat dengan cahaya yang terang sehingga dapat melihat retraksi atau perubahan kulit lainnya.
Putting dan aerola sebaiknya diinspeksi dan sebaiknya dilakukan upaya untuk mengetahui apakah ada
cairan puting atau tidak. Semua kelompok nodus limfa regional sebaiknya diperiksa dan lesi apa pun
sebaiknya diukur. Pemeriksaan fisik saja tidak dapat menyingkirkan keganasan. Lesi dengan gambaran
tertentu, seperti lesi yang keras, ireguler, terfiksasi, atau tidak nyeri, lebih cenderung ke arah lesi kanker.
Hasil mamografi yang negative dengan adanya benjolan yang persisten tidak menyingkirkan keganasan.
Lesi yang terpalpaso membutuhkan prosedur diagnosis tambahan, termasuk biopsi.

Pada wanita premenopause, lesi yang samar-samar atau tidak mencurigakan pada pemeriksaan fisik
tetap harus dievaluasi dalam 2-4 minggu, selama fase folikular siklus menstruasi. Hari kelima sampai hari
ketujuh merupakan waktu terbaik untuk melakukan evaluasi pemeriksaan payudara. Massa dominan
pada wanita post-menopause atau massa dominan yang menetap sepanjang siklus menstruasi pada
wanita pramenopause sebaiknya diaspirasi menggunakan biopsy jarum halus (Fine Needle Aspiration
Biopsy/ FNAB) atau dirujuk ke dokter bedah. Jika saat diaspirasi didapatkan cairan yang bukan darah
maka diagnosisnya adalah kista dan terapinya dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan
diagnosis berupa penyedotan cairan. Lesi padat yang persisten, rekuren, kompleks, atau kista berdarah
membutuhkan mamografi dan biopsy. Meskipun demikian, pada pasien tertentu biopsy dapat dihindari
dengan teknik diagnostik triple, yaitu palpasi, mamografi, dan aspirasi (Gambar 90-1, 90-2, dan 90-3).
Ultrasonografi (USG) dapat digunakan di tempat aspirasi jarum halus untuk membedakan lesi kistik atau
lesi padat. Tidak semua massa padat dapat terdeteksi oleh USG, oleh karena itu, massa yang terpalpasi
yang tidak terlihat pada USG harus diasumsikan sebagai massa padat.
Terdapat beberapa poin penting dalam menelusuri keputusan/ tujuan bagan tersebut. Pertama,
analisis faktor risiko bukan bagian dari struktur keputusan. Tidak ada kumpulan faktor risiko
yang dengan atau tidak adanya faktor risiko tersebut dapat digunakaan untuk mengeksklusi
biopsi. Kedua, aspirasi jarum halus sebaiknya digunakan hanya di pusat-pusat pelayanan
kesehatan yang memiliki keterampilan yang diakui dalam mengambil dan menganalisis
specimen tersebut. Kemungkinan kanker kecil dalam kondisi “triple negative”, yaitu dari palpasi
benjolan diduga jinak, mamografi negatif, dan aspirasi negative, tetapi kemungkinan kanker
tidak nol. Pasien dan dokter harus menyadari adanya risiko 1 % negatif palsu. Ketiga, teknologi
tambahan lainnya seperti MRI, USG, dan gambaran sestamibi tidak dapat digunakan untuk
mengeksklusi indikasi biopsi.

Kelainan pada Pemeriksaan Mamografi

Mamografi diagnostik seharusnya tidak dicampur adukkan dengan mamografi skrining, yang
mana mamografi diagnostik dilakukan setelah terdeteksinya massa yang abnormal dari
pemeriksaan palpasi. Mamografi diagnostik bertujuan untuk mengevaluasi payudara secara
keseluruhan sebelum dilakukan biopsi atau terkadang dilakukan sebagai bagian dari strategi
triple-test untuk menghindari biopsi yang terlalu dini.

Sedikit kelainan yang terdeteksi pertama kali oleh mammogram sebaiknya dievaluasi dengan
teliti melalui pemfokusan dan pembesaran gambar. Kelainan yang dapat ditemukan, antara lain
mikrokalsifikasi yang berkelompok, adanya densitas, dan menculnya struktur baru yang
abnormal atau pembesaran struktur baru tersebut. Pada beberapa lesi yang tidak terpalpasi, USG
bisa membantu untuk mengidentifikasi kista atau sebagai alat pemandu untuk melakukan biopsi.
Jika tidak terdapat massa yang terpalpasi dan hasil mamografi telah jelas menunjukkan massa
jinak, pasien sebaiknya dievaluasi rutin sesuai dengan usia pasien.

Jika lesi mamografi yang tidak terpalpasi memiliki indeks kecurigaan ganas yang rendah,
pemantauan dapat dilakukan setiap 3-6 bulan. Tindak lanjut lesi yang intermediet dilakukan
dengan lebih kompleks menggunakan biopsi stereotaktik. Jika lesi diduga ganas, biopsi terbuka
sebaiknya dilakukan dengan teknik jarum terlokalisir. Beberapa peneliti menganjurkan
penggunaan biopsi inti stereotaktik yang lebih luas untuk lesi yang tidak terpalpasi karena alasan
ekonomi dan diagnosis dapat ditegakkan sedini mungkin sehingga tatalaksana dapat dilakukan
dengan segera. Meskipun demikian, diagnosis stereotaktik lesi keganasan tidak bisa
menghilangkan tindakan bedah definitif.
Massa Payudara pada Wanita Hamil dan Menyusui

Selama kehamilan, payudara tumbuh dan berkembang dibawah pengaruh estrogen, progesterone,
prolaktin, dan laktogen plasenta. Progesteron menekan laktasi dengan cara memblok efek prolaktin.
Setelah melahirkan, laktasi dipicu oleh turunnya kadar progesteron. Pertumbuhan dan perkembangan
massa payudara yang dominan selama kehamilan dan menyusui sebaiknya jangan dikaitkan dengan
perubahan hormonal. Perkembangan dan pertumbuhan massa payudara yang dominan pada wanita
hamil harus dievaluasi sama dengan massa payudara pada wanita yang tidak hamil. Kanker payudara
berkembang pada 1 per 3000-4000 wanita hamil. Kanker payudara pada wanita hamil tidak berbeda
dengan kanker payudara pada wanita pre-menopause. Meskipun demikian, wanita hamil seringkali
memiliki penyakit pada stadium yang lebih lanjut karena massa payudara yang signifikan kadang tidak
diperhatikan dan disebabkan karena stimulasi hormone endogen. Benjolan yang menetapa pada wanita
hamil atau menyusui biasanya tidak mengarah ke lesi jinak sehingga harus segera dirujuk untuk evaluasi
lebih lanjut.

Massa Jinak Payudara

Hanya sekitar 1 dari 5-10 biopsi jaringan payudara yang terbukti merupakan lesi kanker. Meskipun
demikian, rata-rata nilai positif biopsi di beberapa negara mungkin berbeda-beda. Perbedaan tersebut
diduga berkaitan dengan kemampuan interpretasi, pertimbangan medikolegal, serta ketersediaan
mammogram. Kebanyakan massa payudara jinak adalah penyakit fibrokistik yang merupakan kista kecil
berisi cairan yang dilapisi oleh sel epitel sederhana dengan hiperplasia jaringan fibrosa. Penyakit
fibrokistik ditegakkan secara histology melalui biopsi bukan secara klinis. Wanita yang memiliki riwayat
dibiopsi dengan lesi jinak memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami kanker payudara dibandingkan
dengan mereka yang tidak. Sekelompok wanita dengan proliferasi duktal atau lobular (sekitar 30%
pasien), khususnya sekelompok kecil (3%) wanita dengan hiperplasi atipikal memiliki risiko empat kali
lipat dibandingkan dengan mereka yang tidak memilikinya dan risiko meningkat sembilan kali lipat jika
memiliki riwayat keluarga yang juga memiliki riawayat kanker payudara. Oleh karena itu, tindakan
evaluasi dibutuhkan pada pasien-pasien tersebut. Sebaliknya, pasien dengan hasil biopsi yang mengarah
ke jinak tanpa adanya hiperplasi atipikal memiliki risiko yang cukup kecil untuk memiliki kanker payudara
dan sebaiknya tetap dipantau secara rutin.

Skrining

Kanker payudara merupakan tumor epithelial dewasa yang cukup unik karena dengan adanya skrining
(mamografi tahunan) dapat meningkatkan peluang kesembuhan. Sebuah studi meta-analisis
menunjukkan bahwa terjadi penurunan sekitar 25-30% kematian akibat kanker payudara untuk mereka
yang rutin melakukan skrining mamografi payudara setelah usia 50 tahun. Sebagian besar ahli, termasuk
American Society of Clinical Oncology (ASCO) dan American Cancer Society (ACS) juga berpendapat
bahwa skrining menggunakan mamografi memiliki manfaat yang substansial. Selain itu, penurunan
angka kematian akibat kanker payudara pada dekade terakhir ini tidak sepenuhnya dikarenakan
perkembangan dalam hal terapi saja, namun terdapat peran dari faktor skrining. Tampaknya
pemeriksaan mamografi tahunan atau setiap 2 tahun pada wanita usia di atas 40 tahun memberikan
manfaat. Meskipun belum ada bukti yang shahih bahwa BSE dapat meningkatkan laju survival pasien
kanker payudara, BSE tetap memberikan manfaat dalam mengidentifikasi tumor secara dini. Teknologi
mamografi saat ini sudah lebih baik, yaitu dengan adanya mamografi digital, penggunaan rutin gambar
yang dapat diperbesar dan diperjelas, kemampuan yang lebih baik dalam menginterpretasi mamografi,
dan kombinasi dengan teknik pemeriksaan lainnya, seperti MRI, spektroskopi resonansi magnetik, PET,
dan lain-lain dapat mengidentifikasi kanker payudara lebih dini dan lebih akurat. Skrining menggunakan
teknik selain mamografi tidak diindikasikan. Meskipun demikian, ACS merekomendasikan MRI yang
memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk pasien wanita muda dengan karier BRCA-1 dan BRCA-2 atau
yang mereka yang belum di tes tetapi memiliki riwayat keluarga dengan karier BRCA-1 dan BRCA-2,
riwayat terapi radiasi dada saat usia 10-30 tahun, memiliki risiko kanker payudara minimal 20%, atau
memiliki riwayat sindrom Li-Fraumeni, Cowden, atau Bannayan-Riley-Ruvalcaba.

Penentuan Stadium Kanker

Penentuan stadium yang benar pada kanker payudara merupakan hal yang sangat penting. Penetuan
stadium bertujuan untuk memperkirakan prognosis dan menentukan terapi berdasarkan stadium yang
didasarkan pada klasifikasi TNM (ukuran tumor primer, penyebaran ke kelenjar getah bening regional,
dan metastasis).

Penentuan Stadium Kanker Payudara

Ukuran Tumor Primer (T)

T0 Tidak ditemukan tumor primer

TIS Karsinoma in situ

T1 Tumor ≤2 cm

T1a >0,1 cm tetapi ≤0,5 cm

T1b >0,5 cm tetapi ≤1 cm

T1c >1 cm tetapi ≤2 cm

T2 >2 cm tetapi ≤5 cm

T3 >5 cm

T4 Ekstensi ke dinding dada, inflamasi, lesi satelit,


ulserasi

Nodus Limfa Regional (N)

N0 (i-) Tidak ada metastasis ke nodus limfatikus regional


secara histologi, pemeriksaan imunohistokimia
negatif

N0 (i+) Tidak ada metastasis ke nodus limfatikus regional


secara histologi, pemeriksaan imunohistokimia
positif, kluster imunohistokimia ≤0,2 mm

N0 (mol-) Tidak ada metastasis ke nodus limfatikus regional


secara histologi, pemeriksaan RT-PCR negatif

N0 (mol+) Tidak ada metastasis ke nodus limfatikus regional


secara histologi, pemeriksaan RT-PCR positif

N1 Metastasis ke salah satu dari tiga nodus limfatikus


aksila atau nodus limfatikus mammaria interna
dengan penyakit mikroskopik yang terdeteksi
dengan diseksi nodus limfatikus sentinel tetapi
secara klinis tidak terlihat

N1mi Mikrometastasis (≥0,2 mm, tetapi ≤2 mm)

N1a Metastasis ke salah satu dari tiga nodus limfatikus


aksila

N1b Metastasis ke nodus limfatikus mammaria interna


dengan penyakit mikroskopik yang terdeteksi
dengan diseksi nodus limfatikus sentinel tetapi
secara klinis tidak terlihat

N1c
Metastasis ke salah satu dari tiga nodus limfatikus
aksila dan nodus limfatikus mammaria interna
dengan penyakit mikroskopik yang terdeteksi
dengan diseksi nodus limfatikus sentinel tetapi
secara klinis tidak terlihat (Jika terdapat lebih dari
tiga nodus limfatikus aksila yang positif, nodus
limfatikus mamaria interna diklasifikasikan sebagai
N3b untuk mencerminkan stadium tumor yang
lebih tinggi)
N2 Metastasis ke empat sampai sembilan nodus
limfatikus aksila, atau secara klinis tampak
metastasis ke nodus limfatikus mammaria interna
meskipun tidak terdapat metastasis ke nodus
limfatikus aksila

N3 Metastasis ke 10 atau lebih nodus limfatikus aksila,


atau ke nodus limfatikus infraklavikula, atau secara
klinis terdapat metastasis ke nodus limfatikus
mammaria interna dengan metastasis ke 1 atau
lebih nodus limfatikus aksila,atau lebih dari 3
nodus limfatikus aksila dengan metastasis
mikroskopis ke nodus limfatikus mammaria interna
yang secara klinis tidak terlihat, atau metastasis ke
nodus limfatikus subkarina ipsilateral

Metastasis (M)

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh (termasuk penyebaran ke nodus


limfa supraklavikula ipsilateral)

Penggolongan Stadium Kanker Payudara

Stadium 0 TIS N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T0 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N0 M0

Stadium IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stadium IIIA T0 N2 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0
T3 N1, N2 M0

Stadium IIIB T4 Any N M0

Any T N3 M0

Stadium IIIC Any T N3 M0

Stadium IV Any T Any N3 M1

Anda mungkin juga menyukai