Kanker Payudara
1. Definisi
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang
dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya (Kemenkes, 2015). Kanker
payudara bisa berawal dari bagian berbeda pada payudara, antara lain (American
Cancer Society, 2017a):
b. Invasif karsinoma
1) Karsinoma duktal infiltrat
Merupakan tipe yang umum terjadi berdasarkan tipe histologis
sebanyak 80% dari kanker payudara. Tumor ini teraba karena keras pada
saat palpasi, biasanya bermetastase ke nodus aksila. Prognosis kanker
jenis ini jelek dibandingkan yang lain
2) Karsinoma lobular infiltrat
Terjadi pada 10 – 15% kanker payudara. Tumor jenis ini terjadi
sebagai penebalan pada payudara. Lebihsering multicentric dengan area
penebalan terjadi pada beberapa titik di satu atau dua mammae.
3) Karsinoma medular
Terjadi pada 5 – 7 % kanker payudara dan tubbuh dalam kapsul di
duktus. Tipe tumor ini bisa membesar, tapi prognosisnya pada umumnya
bagus, sering terjadi pada waita yang lebih muda dibawah 50 tahun.
c. Kanker mucinous
Terjadi pada 3 % kanker payudara, dan biasanya pada wanita berusia
60 – 70 tahun. Memproduksi mukus dan biasanya pertumbuhannya lambat
dan memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan yang lain.
d. Kanker duktus tubulas
Terjadi pada 2 % kanker payudara dan pada wanita berusia55 tahun
ke atas. Adanya mikrokalsifikasi merupakan kekhasan dari tumor ini.
Prognosis biasanya baik karena metastase axillari sangat jarnag terjadi pada
tipe ini.
e. Karsinoma inflamasi
Merupakan tipe yang jarang pada kanker payudara dengan gejala
yang berbeda dari yang lain. Tumor terlokalisir lembut dan sangat sakit serta
kulit diatasnya merah dan kehitaman. Penyakit ini juga bisa menyebar ke
bagian tbuh lain dengan cepat, kemoterapi memiliki peran penting untuk
mengontrol perkembangan penyakit ini. Prognosis jelek.
f. Penyakit paget
Kanker payudara yang dimulai di duktus dan melibatkan puting,
areola, dan kulit sekitar. Lesi dengan rasa gatal dan terbakar merupakan gejala
khas dari tipe ini.
(Smeltzer & Bare, 2017)
Ada empat subtipe kanker payudara, seperti tabel berikut (Watkins, 2019):
3. Fakator Resiko
a. Usia
Resiko kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia. Probabilitas
wanita di Amerika Serikat terkena kanker payudara sepanjang hidup sebanyak
1 dari 8 orang, 1 dari 202 orang dari lahir sampai usia 39 tahun, 1 dari 26
orang pada usia 40-59 tahun, dan 1 dari 28 orang pada usia 60 – 69 tahun.
b. Riwayat personal
Kebanyakan kanker pada penyintas kanker payudara adalah kanker
metakronus kontralateral payudara. Faktor yang berhubungan dengan
peningkatan resiko kanker payudara kali kedua termasuk diagnosa sebelumnya
DCIS, stadium IIB, reseptor hormon kanker negatif dan usia muda.
c. Patologi payudara
Penyakit proliferasi payudara berhubungan dengan peningkatan resiko
kanker payudara
d. Riwayat keluarga
Resiko wanita terkena kanker payudara lebih tinggi apabila memiliki
rwayat keluarga dengan penyakit ini. Wanita yang ibunya terdiagnosis
sebelum usia 50 tahun memiliki resiko 1,69, wanita dengan ibu terdiagnosis
kanker ayudara pada usia 50 tahun atau lebih 1,37 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat keluarga kanker payudara. Riwayat
saudara perempuan yang terdiagnosis kanker payudara pada usia sebelum 50
tahun memiliki resiko 1,66 kali lebih besar, dan 1,52 kali apabila terdiagnosa
pada usia setelah 50 tahun dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
e. Predisposisi genetik
20 – 25 % pasien kanker payudara memiliki riwayat keluarga yang
terdiagnosa penyakit sama tapi hanya 5 – 10 % yang menunjukkan autosomal
dominan. Predisposisi alel berperan dalam 40 – 85 % resiko sepanjang hidup
termasuk mutasi BRCA1 dan BRCA2, mutasi gen TP53 yang mengakibatkan
sindrome Li-Fraumeni, PTEN mengakibatkan sinfrom cowden. Setengah dari
sindrom predisposisi kanker payudara berhubungan dengan mutasi BRCA1
dan BRCA2. Resiko kanker payudara sepanjang hidup berkisar antara 65 – 81
% pada carier mutasi BRCA1 dan 45 – 85 % pada mutasi BRCA2.
f. Hormonal
1) Menarche awal
Menarche pada usia yang lebih muda merupakan faktor resiko di antara
wanita pre post menopaus berkembang menjadi kanker payudara.
Menarche yang lebih lambat 2 tahun berhubungan dengan pengurangan
resiko 10 %, wanita yang menarche pada usia muda (13 tahun)
menunjukkan peningkatan resiko dua kali pada resiko hormon reseptor
positif tumor.
2) Kelahiran dan usia saat kehamilan pertama
Wannita nulipara meningkatkan resiko kanker payudara dibandingkan
ddengan wanita melahirkan. Dibandingkan denngan wanita yang nulipara,
angka kejadian kumulatif kanker payudara pada wanita yang melahirkan
pertama di usia 20, 25, dan 35 tahun 20 % lebih rendah, 10 % lebih rendah
dan 5 % lebih tinggi.
3) Menyusui
Penelitian membuktikan bahwa menyusui memiliki efek protektif kanker
payudara. Menyusui memperlambat kembalinya siklus ovulari reguler dan
menurunkan level endogenus sex.
4) Testosteron
Level hormon sex endogen yang tinggi meningkatkan resiko kanker
payudara pada wanita pre post menopaus. Level testosteron beredar yang
tinggi meningkatkan resiko kanekr payudara
5) Usia saat menopaus
Menopaus pada usia yaang lebih tua berhubungan dengan peningkatan
resiko kanker payudara. Setiap satu tahun keterlambatan menopaus
berkontribusi dalam peningkatan resiko sebanyak 3%, dan setiap 5 tahun
keterlambatan menopaus berkontribusi dalam peningkatan resiko kanker
payudara sebanyak 17%.
g. Paparan hormon eksogen
Penelitian menngungkapkan bahwa terdapat hubungan antara
penggunaan terapi penggantian hormon (HRT) dengan kanker payudara.
Kanker payudara yang berhhubngan dengan penggunaan HRT adalah reseptor
hormon positif
h. Faktor gaya hidup
1) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan resiko kanker
payudara walaupun dengan level konsumsi yang rendah (5.0 – 9.9 g /hari)
2) Aktifitas fisik
Aktifitas fisik yang kosnsiten berhubungan dengan penurunan resiko
kanker payudara. Aktivitas sedang berkontribusi menurunkan resiko 2 %,
dan aktifitas berat menurunkan resiko 5%.
3) Obesitas
Obesitas khususnya pada wanita postmenopaus meningkatkan resiko
kanker payudara. Insulin resisten dan hiperinsulinemia merupakan faktor
resiko komoribid yang berhubungan dengan besitas termasuk penyaikt
kardiovaskuler dan diabetes. Insulin memiliki efek anabolisme pada
metabolisme seluler. Hiperinsulinemia merupakan faktor resiko bagi
kanker payudara pada wanita non diabetes post menopaus.
4) Radiasi
Paparan radiasi dari berbagai sumber termasuk penatalaksanaan medis dan
leddakan nuklir meingkatkan resiko kanker payudara.
(Shah, Rosso, & David Nathanson, 2014)
4. Manifestasi Klinis
a. Benjolan
Adanya benjolan pada payudara dan ketiak merupakan gejala yang umum
dirasakan, 80 % pasien melaporkan gejala ini.
5. Penyebaran
Kanker payudara bisa menyebar ketika sel kanker masuk kedalam aliran darah atau
sistem limfe dan dibawa ke bagian lain tubuh. Sistem limfe merupakan
2. Etiologi
Penyebab pasti dari kanker kolorektal belum diketahui, mungkin berhubungan
dengan residu rendah, diet tinggi lemak dan masukan buah dan sayur yang tidak
adekuat (Black & Hawks, 2014). Kanker kolorektal bisa terjadi dalam bentuk sporadis
maupun herediter. Bentuk sporadis biasanya terjadi pada lanjut usia tanpa adanya
riwayat keluarga dan herediter biasanya terjadi pada individu yang lebih muda dengan
riwayat keluarga positif seperti familial adenomatus poliposis (FAP) dan kanker
kolon nonpoliposis herediter (HNPC atau Lynch Syndrome) (Mishra, 2016). HNPC
adalah penyakit autosomal dominan biasanya pada kolon kanan dan berhubungan
dengan kanker pada organ lain (khususnya endometrium, saluran kemih, ovarium, dan
intestinal). Dasar genetis HNPC telah diklarifikasi dengan teridentifikasinya mutasi
gen melibatkan kesalahan pasangan DNA. FAP merupakan penyakit autosomal
dominan ditandai dengan kehadiran ratusan bahkan ribuan polip yang tersebar
disepanjang kolon dan beberapa dengan manifestasi ekstra kolon temasuk adenoma
pada intestinal, tumor desmoid, osteoma, gen yang bertanggung jawab ketika
bermutasi pada penyakit ini telah diketahui (kromosom 5q21) (Leon & Percesepe,
2014).
Beberapa faktor resiko yang berperan dalam pencetus terjadinya kanker kolon.
Interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan merupakan dasar terjadinya
kanker kolon. Usia merupakan faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi (Mishra,
komponen diet seperti lemakhewani, daging sapi dan konsumsi alkohol, kurangnya
aktivitas fisik, berat badan berlebih, dan merokok berhubungan dengan peningkatan
resiko kanker kolorektal. Sedangkan buah, sayuran, serat tidak mudah larut, vitamin
antioksidan ( khususnya A,C E), kalsium, folat, latihan fisik dan obat anti inflamasi
3. Manifestasi Klinis
Kanker kolorektal merupakan penyakit dnegan onset yang tiba – tiba, dimana
tanda dan gejala tidak akan muncul sampai pada saat tahap lanjut. Manifestasi klinis
paling umum yaitu anemia defisiensi besi, pendarahan rektal, nyeri perut, dan
obstruksi intestinal (Lewis, Dirkensen, Heitkemper, Li, & Bucher, 2014). Gejala yang
ditimbulkan akibat kanker kolon beragam tergantung dari beberapa faktor antara lain,
tumor pada kolon kanan berploriferasi dengan membentuk ulserasi mukosa sehingga
terjadi pendarahan dan anemia bahkan bisa menyebabkan melena. Gejala obstruktif
lebih sering terjadi pada tumor di kolon kiri sehingga mengakibatkan perubahan
kebiasaan fekal serta kemungkinan terjadinya hematokezia atau feses bercampur
darah. Pasien awalnya akan mengalami episode sub akut obstruksi (kolik abdomen,
obstipasi, dan distensi abdomen yang lepas setelah flatus atau gerakan). Pada saat
obstruksi meningkat pada level kritis akan terjadi penumpukan fekal dan dilatasi
kolon proksimal. Obstruksi menetap mengakibatkan iskemia dan perforasi caecum
dengan kontaminasi fekal pada peritoneal sehingga terjadi peritonitis, shock septik
dan kegagalan multi organ. Gejala paling umum yang terjadi pada kanker rektum
adalah pendarahan per rektum yang sering disalah artikan sebagai hemoroid atau
fisura in ano sehingga mengakibatkan terlambatnya penegakkan diagnosis. Kanker
rektum bagian atas dimanifestasikan dengan pendarahan per rektum, lesi obstruktif
mengakibatkan nyeri suprapubik dengan distensi abdomen. Kanker rektum bagian
tengah memiliki karakteristik perasaan tidak puas setelah defekasi akibat distensi
ampula rektal. Akumulasi mukus dengan darah pada rektum menyebabkan pasien
diare pada pagi hari yang hanya terdiri dari darah dan mukus. Banyaknya produksi
mukus pada aadenoma vilus rektum mengakibatkan malnutrisi karena kehilangan
elektrolit yang mengikuti diselektrolitemia. Pasien akan mengalami tenesmus yaitu
adanya keinginan yang kuat untuk defekasi namun tidak ada feses. (Mishra, 2016).
4. Patofisiologi
phenotype (CIMP) dan microsatellite instability (MSI). Meknisme klasik CIN dimulai
dengan akuisisi mutasi pada PAC yang diikuti dengan utasi onkogen KRAS dan
(LOH) merupakan penyebab utama pada tumor CIN yang tidak hanya berkontribusi
terhadap kebanyakan tumor sporadik tapi juga pada kasus polip adenomatosus
familial yag berhubungan dengan mutasi germline pada gen APC (Hamza, Aglan, &
Hanaa, 2017).
Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi gen ini menyebabkan perubahan
menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor tumor p53. Dalam
keadaan normal protein dari gen p53 menghambat proliferasi se yang mengalami
kerusakan DN. Mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA teta dapat
melakukan replikasi yang menghsilkan sel – sel dengan kerusakan DNA yang lebih
parah. Replikasi sel – sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromoson yang
berisi beberaa alele, hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supressor tumor yang
lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan transformasi akhir
N1b Metastase 2-3 nodus M1b Metastase pada lebih dari 1 organ
limfe regional
N2 Metastase ≥ 4 nodus
limfe
5. Pemeriksaan Diagnostik
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bedah pada kanker kolorektal beragam tergantung
pada lokasi dan luasnya kanker, antara lain prosedur lokal seperti polipektomi,
transisi lokal transanal, serta transanal endoscopic microsurgery (TEM) dan
prosedur yang lebih invasif yang melibatkan reseksi transabdominal seperti
low anterior resection (LAR), protektomi dengan eksisi mesorektal total
(TME) dan koloanal anastomosis, reseksi abdominoperineal (APR) (Benson
et al., 2018).
3. Patofisiologis
4. Maniefetasi
A. Gejala Klinis
Gejala-gejala dari karsinoma nasofaring dapat dibagi
atas 2 macam berdasarkan metastasenya, yaitu (Roezin,
2001):
1. Gejala dini/gejala setempat, adalah gejala-gejala
yang dapat timbul di waktu tumor masih tumbuh
dalam batas-batas nasofaring, dapat berupa:
a. Gejala hidung: pilek lama yang tidak kunjung
sembuh; epistaksis berulang, jumlahnya sedikit dan
seringkali bercampur dengan lendir hidung sehinga
berwarna merah jambu; lendir hidung seperti nanah,
encer/kental, berbau.
b. Gejala telinga: tinnitus (penekanan muara tuba
eustachii oleh tumor, sehingga terjadi tuba oklusi,
menyebabkan penurunan tekanan dalam kavum
timpani), penurunan pendengaran (tuli), rasa tidak
nyaman di telinga sampai otalgia.
2. Gejala lanjut/gejala pertumbuhan atau penyebaran tumor, dapat
berupa:
a. Gejala mata: diplopia (penglihatan ganda) akibat
perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan
menimbulkan gangguan N. IV (N. Trochlearis) dan N.
VI (N. Abducens). Bila terkena chiasma opticus akan
menimbulkan kebutaan.
6. Penatalaksanaan
2.1.6.1 Radioterapi
Radioterapi merupakan pengobatan terpilih dalam
tatalaksana kanker nasofaring yang telah diakui sejak lama
dan dilakukan di berbagai sentra dunia. Radioterapi dalam
tatalaksana kanker nasofaring dapat diberikan sebagai terapi
kuratif definitif dan paliatif.
a. Radoterapi Kuratf Definitif
Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas
terapi tunggal dapat diberikan pada kanker
nasofaring T1N0M0 (NCCN Kategori 2A), konkuren
bersama kemoterapi (kemoradiasi) pada T1N1-3,T2-
T4 N0-3 (NCCN kategori 2A). Radiasi diberikan
dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher
dan supraklavikula kepada seluruh stadium (I, II, III,
IV lokal).
• Carboplatin
• Cisplatin/gemcitabine
• Gemcitabine
• Taxans + Patinum +5FU
b. Terapi Tunggal
• Cisplatin
• Carboplatin
• Paclitaxel
• Docetaxel
• 5-FU
• Methotrexate
• Gemcitabin
2.1.6.3 Dukungan Nutrisi
Pasien karsinoma nasofaring (KNF) sering
mengalami malnutrisi dengan prevalensi 35% dan
sekitar 6,7% mengalami malnutrisi berat. Prevalensi
kaheksia pada kanker kepala-leher (termasuk KNF)
dapat mencapai 67%. Malnutrisi dan kaheksia dapat
mempengaruhi respons terapi, kualitas hidup, dan
survival pasien. Pasien KNF juga sering mengalami
efek samping terapi, berupa mukositis, xerostomia,
mual, muntah, diare, disgeusia, dan lain-lain.
Berbagai kondisi tersebut dapat meningkatkan
meningkatkan stres metabolisme, sehingga pasien
perlu mendapatkan tatalaksana nutrisi secara
optimal. Tatalaksana nutrisi dimulai dari skrining,
diagnosis, serta tatalaksana, baik umum maupun
khusus, sesuai dengan kondisi dan terapi yang
dijalani pasien. Selain itu, pasien KNF memiliki
angka harapan hidup yang cukup baik, sehingga para
penyintas tetap perlu mendapatkan edukasi dan
terapi gizi untuk meningkatkan keluaran klinis dan
kualitas hidup pasien.
2.1.6.4 Farmakoterapi
Pasien kanker yang mengalami anoreksia memerlukan
terapi multimodal, yang meliputi pemberian obat-
obatan sesuai dengan kondisi pasien di lapangan:
a. Progestin
Menurut studi meta-analisis MA bermanfaat dalam
meningkatkan selera makan dan meningkatkan BB
pada kanker kaheksia, namun tidak memberikan efek
dalam peningkatan massa otot dan kualitas hidup
pasien. Dosis optimal penggunaan MA adalah sebesar
480–800 mg/hari. Penggunaan dimulai dengan dosis
kecil, dan ditingkatkan bertahap apabila selama dua
minggu tidak memberikan efek optimal.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan zat oreksigenik yang paling
banyak digunakan. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa pemberian kortikosteroid pada pasien kaheksia
dapat meningkatkan selera makan dan kualitas hidup
pasien.
c. Siproheptadin
Siproheptadin merupakan antagonis reseptor 5-HT3,
yang dapat memperbaiki selera makan dan
meningkatkan BB pasien dengan tumor karsinoid.
Efek samping yang sering timbul adalah mengantuk
dan pusing. Umumnya digunakan pada pasien anak
dengan kaheksia kanker, dan tidak direkomendasikan
pada pasien dewasa.
7. Komplikasi
F. Limfoma
G. Carcinoma Prostat
H. Carcinoma Lidah
Pengertian Kanker Lidah
Kanker rongga mulut adalah keganasan yang terjadi di dalam rongga mulut yang
dibatasi vermilion bibir dibagian depan dan arkus faringeus anterior di bagian belakang.
Kanker rongga mulut meliputi kanker bibir, lidah, bukal, dasar mulut, palatum, dan
arkus faringeus anterior (Muttaqin, 2011).
Kanker lidah adalah suatu tumor yang terjadi didasar mulut, kadang- kadang meluas
kearah lidah dan menyebabkan gangguan mobilitas lidah. Kanker lidah (2/3 anterior).
Sebagian besar (40%) dari kanker rongga mulut adalah kanker lidah. Lokasi tumor
paling sering adalah tepi lateral pada perbatasan antara bagian tengah dengan 1/3
belakang lidah.
2.1.2 Etiologi
Beberapa faktor yang berperan terhadap timbulnya karsinoma lidah adalah sebagai
berikut :
a. Tembakau
Penggunaan tembakau dalam waktu lama merupakan faktor utama yang penting dan
berhubungan erat dengan timbulnya karsinoma lidah. Beberapa penelitian menunjukkan
36
bahwa hampir 90% penderita karsinoma lidah mempunyai riwayat penggunan
tembakau dan meningkat dengan kebiasaan merokok. Insiden karsinoma lidah pada
penderita yang merokok diperkirakan 6 kali lebih sering terjadi dibandingkan pada
penderita yang tidak merokok. Tembakau digunakan dengan cara dikunyah atau
dihisap. Efek penggunaan tembakau yang tidak dibakar ini erat hubungannya dengan
timbulnya leukoplakia dan lesi mulut lainnya termasuk lidah.
Tembakau mengandung banyak molekul karsinogenik seperti hidrokarbon polisiklik,
nitrosamin, nitrosodicthanolamine, nitrosoproline dan polonium. Paparan tembakau
menyebabkan perubahan yang progresif dari mukosa mulut dan penggunaan dalam
waktu lama menyebabkan transformasi keganasan terutama perubahan dalam ekspresi
mutasi p53.
Efek karsinogenik dari tembakau sebagian besar dirangsang oleh zat kimia yang
terdapat pada asap rokok. Asap rokok merangsang perubahan genetik termasuk mutasi
gen, gangguan kromosom, mikronuklei, perubahan kromatin, rusaknya rantai DNA.
Mutasi gen menyebabkan hiperaktif onkogen, gangguan proliferasi, mencegah
apoptosis dan gangguan kelangsungan hidup sel. Selain itu juga mutasi gen akan
menginaktifkan tumor supresor yang secara normal berperan untuk mencegah
perubahan sel-sel menjadi ganas.
Nitrosamin merupakan zat kimia utama yang bersifat mutagen dalam asap rokok. Zat
kimia yang lain adalah tobacco-specific nitrosamines (TSNAs) yang berasal dari
alkaloid utama tembakau, nikotin, nornikotin, anabasin dan anatabin. Nitrosonomikotin
dan 4-(N-methyl-N-nitrosamino)-I-(3-pyridyl)- I-butanone berasal dari nikotin dan
karsinogen poten. Asap rokok mengandung berbagai mutagenik dan karsinogenik
termasuk nitroso-compounds, hidrokarbon aromatik polisiklik heterosiklik amin.
Sebagian besar karsinogen dan mutagen dimetabolisme menjadi bentuk yang lebih aktif
dalam tubuh manusia dan menyebabkan gangguan kromosom.
b. Alkohol
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara konsumsi alkohol yang tinggi
terhadap terjadinya karsinoma sel skuamosa lidah. Minuman alkohol mengandung
bahan karsinogen seperti etanol, nitrosamin, urethane contaminant. Alkohol merupakan
zat pelarut yang dapat meningkatkan permeabilitas sel terhadap bahan karsinogen dari
37
tembakau. Alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya
leukoplakia karena penggunaan alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.
Selain itu penggunaan alkohol dalam waktu lama dapat meningkatkan respon enzim
sitokrom p450 yang berfungsi untuk mengaktivasi protokarsinogen menjadi karsinogen.
Kombinasi kebiasaan merokok dan minum alkohol menyebabkan efek sinergis sehingga
mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya karsinoma lidah. Alkohol
menyebabkan dehidrasi dan rasa panas yang mempengaruhi selaput lendir mulut.
Peningkatan permeabilitas mukosa ini menimbulkan rangsangan menahun dimana
timbul proses kerusakan dan pemulihan jaringan yang berulangulang sehingga
mengganggu keseimbangan sel dan sel mengalami displasia.
c. Infeksi virus
Virus dapat menyebabkan keganasan dengan mengubah struktur DNA dan kromosom
sel yang diinfeksinya. Virus human papilloma (HPV) berhubungan dengan timbulnya
karsinoma lidah. HPV subtipe 16, 18, 31 dan 33 merupakan jenis yang dilaporkan
paling sering berhubungan dengan timbulnya displasia dan karsinoma sel skuamosa.
Virus human papilloma merupakan virus DNA rantai ganda yang menyerang sel pitel.
38
Gambar 2.1
Ulkus Pada Lidah
b. Infiltrasi ke otot-otot ini mengakibatkan gerakan lidah terbatas sehingga proses menelan
bolus makanan dan bicara terganggu. Kanker ini dapat menginfiltrasi jaringan
sekitarnya seperti dasar mulut (floor of mouth, FOM), dasar lidah dan tonsil (Suyatno,
2010).
c. Sejalan dengan kemajuan kanker pasien dapat mengeluhkan nyeri tekan, kesulitan
mengunyah, menelan, dan berbicara, batuk dengan sputum bersemu darah atau terjadi
pembesaran nodus limfe servikal.
2.1.4 Patofisiologi
Dasar lidah memainkan peran penting dalam berbicara dan menelan. Selama fase faring
menelan, makanan dan cairan yang mendorong ke arah oropharing dari rongga mulut
oleh lidah dan otot-otot pengunyahan. Laring terangkat, efektif menekan katup
tenggorok dan memaksa makanan, cair, dan air liur ke dalam kerongkongan
hypopharynx dan leher rahim.
Meskipun laring menghasilkan suara, lidah dan faring adalah organ utama yang
membentuk suara. Kerugian jaringan dari dasar daerah lidah mencegah penutupan yang
kedap air dengan laring selama tindakan menelan. Ketidaksesuaian ini memungkinkan
makanan dan cairan untuk melarikan diri ke dalam faring dan laring, koreografer
dengan hati-hati mengubah refleks menelan dan sering mengakibatkan aspirasi. Baik
neurologis penurunan dan perubahan dalam tindakan terkoordinasi menelan dari
penyakit berbahaya di daerah ini dapat merusak mempengaruhi pada kemampuan
berbicara dan menelan.
39
Squamous sel karsinoma pada lidah sering timbul pada daerah epithelium yang tidak
normal, tetapi selain keadaan tersebut dan mudahnya dilakukan pemeriksaan mulut, lesi
sering tumbuh menjadi lesi yang besar sebelum pasien akhirnya datang ke dokter gigi.
Secara histologis tumor terdiri dari lapisan atau kelompok sel-sel eosinopilik yang
sering disertai dengan kumparan keratinasi. Menurut tanda histology, tumor termasuk
dalam derajat I – IV (Broder). Lesi yang agak jinak adalah kelompok pertama yang
disebut carcinoma verukcus oleh Ackerman. Pada kelompok ini, sel tumor masuk,
membentuk massa papileferus pada permukaan. Tumor bersifat pasif pada daerah
permukaannya, tetapi jarang meluas ke tulang dan tidak mempunyai anak sebar. Lidah
mempunyai susunan pembuluh limfe yang kaya, hal ini akan mempercepat metastase
kelenjar getah bening dan dimungkinkan oleh susunan pembuluh limfe yang saling
berhubungan kanan dan kiri.
Tumor yang agak jinak cenderung membentuk massa papiliferus dengan penyebaran
ringan kejaringan didekatnya. Tumor paling ganas menyebar cukup dalam serta cepat
ke jaringan didekatnya dengan penyebaran permukaan yang kecil, terlihat sebagai ulser
nekrotik yang dalam. Sebagian besar lesi yang terlihat terletak diantara kedua batas
tersebut dengan daerah nekrose yang dangkal pada bagian tengah lesi tepi yang terlipat
serta sedikit menonjol. Walaupun terdapat penyebaran lokal yang besar, tetapi anak
sebar tetap berjalan. Metastase haematogenus terjadi pada tahap selanjutnya.
a. CT-scan atau MRI dilakukan untuk menilai detail lokasi tumor, luas ekstensi tumor
primer.
b. USG hepar, Foto thorax dan bone scan untuk evaluasi adanya metastasis jauh.
c. Biopsi
d. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy), dilakukan pada tumor primer yang metastasis
ke kelenjar getah bening leher.
e. Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch) dilakukan bila tumor besar (>1 cm).
f. Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang kecil (1 cm atau kurang) (Suyatno, 2010).
2.1.6 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan Perawatan pemulihan setelah operasi :
40
1) Setelah operasi pasien kanker rongga mulut diberikan makanan cair, setelah satu
minggu kemudian berubah menjadi semi cair.
2) Setelah operasi perhatikan warna, suhu dan elastisitas flap pasien kanker rongga
mulut, apabila suhu flap menurun, menunjukkan warna hijau keunguaan dan
semakin memburuk, segera laporkan ke dokter.
3) Apabila pasien kanker rongga mulut setelah operasi tidak dapat berbicara, tidak
dapat mengatakan gejala tidak enak yang dirasakan, perlu secara teliti mengamati
ada tidaknya gejala dysphoria (cemas, gelisah, tidak tenang), nasal inflamasi dan
gejala penyumbatan saluran pernafasan lainnya pada kanker rongga mulut dan
segera melaporkan kepada dokter.
b. Penatalaksanaan Medis
1) Lesi kecil (T1, T2) terapi utama adalah pembedahan dan radioterapi.
Radioterapi mungkin dapat memberiikan hasil kuratif pada lesi T1 dan T2 dengan
preservasi struktur anatomi dan fungsi yang normal. Namun radioterapi sering
menimbulkan kompllikasi berupa edema lidah yang memerlukan trakeostomi,
xerostomia, disgeusia dan osteoradionekrosis, hal ini mengakibatkan tindakan
kurang diminati (Suyatno, 2010).
2) Terapi pembedahan pada kanker lidah adalah eksisi luas dengan batas sayatan
bebas tumor (konfirmasi potong beku).
Tindakan ini memerlukan partial glosectomy dan umumnya pasca operasi fungsi
baik. Lokal kontrol untuk 5 tahun pada T1 adalah 85% dan T2 adalah 80%. Pada
T3 dan T4 terapi utama adalah pembedahan. Hasil kuratif hanya bisa dicapai
dengan reseksi en bloc yang komplet daris emua tumor dan jaringan sekitar dengan
sayatan secara mikroskopis bebas tumor. RND (Radical Neck Dissection) harus
dilakukan pada klinis N positif, RND adalah pengangkatan kelenjar getah bening
leher level I sampai V, musculus sternokleidomastoid, vena jugularis interna, dan
nervus assesoris (en bloc). Batas diseksi, superior adalah musculus trapezius,
anterior adalah tepi lateral musculus sternohiod dan batas bagian dalam adalah
fasia servikal yang menutupi musculus levator scapulae dan scalenus. SND
(selective neck dissection) level 1-3 dilakukan pada N0 SND harus dilakukan oleh
tingginya insiden occult metastasis kelenjar getah bening leher.
41
SND adalah pengangkatan kelenjar getah bening pada level tertentu yang
mempunyai risiko tinggi metastasis dengan mempertahankan nervus assesorius,
vena jugularis interna dan musculus sternokleidomastoid. Pembedahan
memberikan kuratifitas yang lebih baik dibandigkan radioterapi dan
memungkinkan untuk evaluasi patologi dari faktor prognositik. Terkadang
dibutuhkan rekonstruksi langsung (myocutaneous flap atau vacular free flap) untuk
mempertahankan fungsi dan kosmetik (Suyatno, 2010).
2.1.7 Komplikasi
1. Komplikasi akut yang mungkin terjadi :
a. Muskositis oral
Merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa eritema dan adanya ulser.
b. Kandidiasis oral
Disebabkan oleh jamur candida albicansdan ditemukan pada pasien yang menerima
radioterapi.
c. Dysgeusia
Merupakan respon awal hilangnya rasa pengecapan, dimana salah satunya dapat
disebabkan oleh terapi radiasi.
d. Xerostomia atau mulut kering
Ditemukan pada pasien yang menerima radioterapi tergantung pada dosis yang
diterima kelenjar salifa dan volume jaringan kelenjar yang menerima radiasi.
2. Komplikasi kronis yang dapat terjadi :
a. Karies gigi atau radiasi
Disebabkan oleh paparan radiasi dimana mempunyai onset dan progresi yang cepat
sampai mengalami kerusakan yang lengkap pada semua gigi.
b. Osteordionekrosis atau ORN
Merupakan nekroseiskemik tulang yang disebabkan oleh radiasi yang menyebabkan
rasa sakit karna kehilangan banyak struktur tulang.
c. Necrose pada jaringan lunak
Merupakan ulser yang terdapat pada jaringan yang teradiasi, tanpa adanya proses keganasan.
Timbulnya nekrose pada jaringan lunak ini berhubungan dengan dosis, waktu, dan volume
kelenjar yang teratasi
42
I. Carcinoma Paru
J. Carcinoma Gaster
pengertian kanker lambung
Kanker lambung atau kanker perut atau disebut juga kanker gaster adalah kanker yang
terjadi ketika sel-sel abnormal (kanker) tumbuh pada lapisan lambung. Sebagian besar kanker
lambung merupakan jenis adenokarsinoma (sel kanker yang mengeluarkan lendir serta cairan
lainnya). Jenis kanker lambung lainnya adalah tumor karsinoid gastrointestinal, tumor stroma
gastrointestinal, dan limfoma. Infeksi bakteri H. pylori adalah penyebab utama kanker
lambung. Faktor risiko lain untuk kanker lambung antara lain gastritis kronis, usia tua, jenis
kelamin laki-laki, banyak mengonsumsi makanan asin, diasapi, atau makanan yang
diawetkan dan jarang mengonsumsi buah dan sayuran, merokok, anemia pernisiosa,
mempunyai riwayat operasi perut, serta mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita
kanker lambung (National Cancer Institute, 2006).
Perkembangan kanker lambung cenderung lambat, sebelum sel kanker berkembang,
perubahan pra-kanker sering terjadi pada lapisan dalam (mukosa) lambung. Perubahan awal
ini jarang menimbulkan gejala sehingga sering tidak terdeteksi (American Cancer Society,
2017).
Kanker lambung paling sering ditemukan pada stadium lanjut, kecuali di Asia Timur yang
sudah melakukan deteksi menggunakan program screening. Deteksi dini kanker lambung
sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah penderita kanker lambung. Oleh karena itu di era
sekarang ini sangat diperlukan peogram screening dan perawatan multimodalitas
menggunakan kemoterapi, radioterapi yang canggih (Tsunehiro Takahashi, 2013).
2.3 Faktor risiko kanker lambung
Seperti kanker pada umumnya, belum diketahui secara pasti apa penyebab utama
munculnya sel abnormal yang lantas berkembang menjadi kanker pada dinding lambung.
Namun, infeksi bakteri penyebab luka dinding lambung yaitu H.pylori diketahui dapat
memicu timbulnya kanker melalui berbagai proses peradangan seperti gastritis. Kondisi
kesehatan seperti mengalami penyakit anemia pernisiosa dan memiliki polip pada dinding
lambung juga meningkatkan risiko terjadinya kanker lambung. Hal lainnya yang juga
meningkatkan risiko kanker lambung sebagai berikut (Czyzewska, 2013):
a. usia
Jumlah penderita kanker lambung meningkat secara progresif seiring
bertambahnya usia. Dari kasus yang didiagnosis antara tahun 2005 dan 2009 di
43
Amerika Serikat, sekitar 1% kasus terjadi antara usia 20 dan 34 tahun, sedangkan
29% terjadi antara 75 dan 84 tahun (25). Selama periode ini, usia rata-rata saat
diagnosis kanker lambung adalah 70 tahun.
b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko terkena kanker lambung lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Sekitar 1,8 sampai dengan 2 kali lebih tinggi laki-laki terkena kanker
lambung dibandingkan dengan perempuan. Secara umum persentase menunjukkan
68% kasus lambung terjadi pada laki-laki dan hanya 32% terjadi pada perempuan.
c. Obesitas
Hasil penelitian menunjukkan 2,3 kali lipat peningkatan risiko tertular kanker
lambung di kardiomi pada orang yang terkena obesitas. Telah ditunjukkan bahwa
obesitas pada pria adalah faktor risiko perkembangan kanker lambung sekaligus
perkembangan kanker colorectal, kanker hati dan kantong empedu. Pada
gilirannya, obesitas pada wanita dikaitkan dengan peningkatan risiko
pengembangan tumor hati, pankreas dan payudara.
d. Diet
Asupan makanan yang mengandung garam, asap ataupun yang diasinkan,
misalnya daging panggang atau ikan asap diketahui meningkatkan faktor risiko
terjadinya kanker lambung. Sedangkan makanan yang diawetkan, makanan yang
kaya akan daging merah, serta kekurangan vitamin dan antioksidan diketahui
mengurangi kemungkinan terjadinya kanker. Garam dan konsumsi makanan asin
menyebabkan kenaikan risiko terjadinya kanker lambung 50% sampai dengan
100%. Hal ini terjadi karena natrium klorida merusak selaput lendir perut yang
menyebabkan infeksi dan akibatnya memudahkan kolonisasi dan pertumbuhan
helicobacter pylori. Mengurangi jumlah sayuran dan buah yang dikonsumsi dalam
setiap hari juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker lambung sekitar 30%.
sampai dengan 50%. Hal ini terkait dengan efek antioksi dan zat yang
terkandung dalam sayuran seperti asam askorbat (vitamin C), karotenoid dan ta-
copherol. Mengurangi jumlah produk yang diawetkan secara kimiawi dalam
makanan yang tertelan juga berkontribusi untuk mengurangi risiko terjadinya
kanker lambung. Antioksidan seperti vitamin C dan E, beta-karoten, atau zat
mikro seperti selenium,
seng atau magnesium memiliki pelindung efek.
44
e. Penggunaan alcohol dan rokok
Penggunaan alkohol dan rokok diperkirakan meningkatkan risiko terkena kanker
lambung, penderita kanker lambung di Indonesia naik sekitar lima kali lipat
karena mengonsumsi rokok, hal ini disebabkan oleh efek karsinogenik yang
terkandung di dalam rokok. Karsinogen adalah zat yang mampu membentuk
ikatan kovalen dengan DNA, yang mengubah fungsi DNA yang benar dan dapat
menyebabkan perkembangan kanker lambung. Demikian pula seseorang yang
mengonsumsi alkohol memiliki risiko tinggi terkena kanker lambung dan tumor
pada saluran pencernaan lainnya (kanker mulut, tenggorokan, laring dan
kerongkongan). Etanol bukan merupakan zat yang mengandung karsinogen,
namun zat nitrosamin terdapat pada minuman beralkohol, terutama di vodka, zat
tersebut dapat meningkatkan risiko terkena kanker lambung.
f. Mengkonsumsi obat – obatan
Aspirin adalah salah satu obat yang meningkatkan risiko terkena kanker
lambung. Seseorang yang secara teratur mengonsumsi aspirin berisiko terjangkit
kanker lambung meningkat hingga 30%. Aspirin meningkatkan permeabilitas
membran bakteri luar yang menyebabkan faktor risiko terkena kanker lambung
meningkat.
45
h. Infeksi virus Epstein bar
Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus herpes gamma, yang menyebabkan
limfonitis oportubistik. Prosentase seseorang yang terkena kanker lambung yang
disebabkan oleh EBV berbeda-beda disetiap negara, berkisar antara 1,3% sampai
dengan 20,1%, rata-rata sekitar 10%.
i. Status social ekonomi
Diseluruh dunia pada tahun 2002, tercatat sekitar 2/3 kasus kanker lambung
berkembang di negara-negara yang kurang berkembang. Negara-negara di Afrika
memiliki risiko tinggi terkena kanker lambung. Hal ini disebabkan karena
diagnosis dan status perawatan medis yang tidak mencukupi di negara tersebut.
Faktor status sosial lain juga tergantung dari jenis pekerjaannya, misalnya
pekerjaan sebagai penjual daging, petani atau nelayan memiliki risiko terkena
kanker lambung karena terpapar zat herbisida atau zat nitrat selama bekerja yang
dapat meningkatkan risiko terkena kanker lambung.
j. Migrasi
Penelitian mengenai penurunan jumlah penderita kanker lambung diketahui
karena migrasi dari suatu daerah yang memiliki risiko tinggi terkena kanker
lambung ke daerah yang memiliki risiko rendah terkena kanker lambung.
Penelitian yang dilakukan terhadap imigran Amerika Serikat dari negara-negara
dengan risiko tinggi terkena kanker lambung seperti Jepang atau Polandia telah
menunjukkan bahwa jumlah generasi warga Jepang atau Polandia yang terkena
kanker lambung semakin menurun.
k. Penyakit ulkus peptic
Seseorang yang terkena kanker lambung sering disebabkan karena mempunyai
penyakit ulkus peptik yang terdapat di perut atau duodenum.
l. Riwayat keluarga penderita lambung
46
Sebagian besar penderita kanker lambung memilik gejala-gejala sebagai berikut
(American Cancer Society, 2017):
a. Nafsu makan menurun
b. Penurunan berat badan
c. Cepat Kenyang saat makan
d. Mulas atau gangguan pencernaan
e. Mual
f. Muntah
Kanker lambung pada stadium awal atau belum parah hanya mengalami muntah
tanpa darah, namun apabila kanker lambung yang sudah pada tahap yang lebih
parah, umumnya mengalami muntah darah
g. Pembengkakan pada perut karena penumpukan cairan
h. anemia
Gejala kanker lambung pada tahap awal biasanya sulit dikenali karena gejalanya
hampir sama dengan masalah lambung lainnya, misalnya tukak lambung. Karena
itu diperlukan pemeriksaan dokter untuk memastikan diagnosis. Apabila
seseorang merasakan gejala-gejala tersebut, seharusnya segera memeriksakan diri
ke dokter agar dapat ditangani sedini mungkin.
2.5 deteksi dini kanker lambung
Menurut National Cancer Institute (2006), deteksi dini kanker lambung dapat
dilakukan dengan metode sebagai berikut:
a. Pemeriksaan fisik dan riwayat
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk memeriksa tanda-tanda umum kesehatan,
termasuk memeriksa tanda-tanda yang tidak biasa seperti benjolan atau hal
lain. Selain itu pemeriksaan riwayat penyakit seseorang juga diperlukan untuk
mendeteksi adanya penyakit kanker lambung.
b. Tes darah
Tes darah merupakan prosedur dimana sampel darah diambil untuk mengukur
jumlah zat tertentu yang dilepaskan ke dalam darah oleh organ dan jaringan di
tubuh. Jumlah zat yang tidak biasa (lebih tinggi atau lebih rendah dari
normal) bias menjadi tanda-tanda seseorang mengidap penyakit tertentu.
c. Complete blood count (CBC)
Prosedur di mana sampel darah ditarik dan diperiksa sebagai berikut:
a) Jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
47
b) Jumlah hemoglobin (protein yang membawa oksigen) di dalam sel darah.
c) Bagian sampel terdiri dari sel darah merah.
d. Upper endoscopy
Upper Endoscopy merupakan proses untuk melihat bagian kerongkongan,
perut, dan duodenum untuk memeriksa area abnormal. Endoskopi (tabung
tipis dan ringan) dilewatkan melalui mulut ke tenggorokan kemudian ke
kerongkongan.
Gambar 2.2 merupakan proses deteksi dini kanker lambung menggunakan
proses upper endoscopy.
48
Gambar 2. 3 Proses Barium Swallow
f. CT-Scan
CT-Scan adalah sinar-X yang menghasilkan gambar penampang rinci tubuh.
Jika pada tes sinar-X, gambar yang diambil hanya dari satu arah. Pada CT-
Scan, terdapat banyak gambar yang dapat diambil dari berbagai arah. Lalu
gambargambar irisan bagian tubuh ini akan digabungkan untuk dipelajari
kembali oleh dokter.
g. Biopsy
Biopsy adalah proses pengangkatan sel atau jaringan sehingga bisa dilihat
dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa tanda-tanda kanker.
Biopsy perut biasanya dilakukan selama proses endoscopy.
2.7 Klasifikasi
Menurut National Cancer Institute (2006), klasifikasi stadium kanker lambung
adalah sebagai berikut:
1) Stadium 0
Sel kanker hanya terdapat pada lapisan sel dinding lambung. Gejala-gejala pada
kanker lambung stadium 0 sulit dikenali, sehingga apabila sudah diketahui lebih
awal bahwa seseorang sudah terkena kanker lambung maka dapat melakukan
penanggulangan lebih awal juga. Sehingga penyebaran sel sel kanker pun dapat
dicegah untuk tidak mengganggu organ lainnya.
2) Stadium I
49
Apabila kanker pada stadium 0 tidak ditemukan penanggulangan secara
tepat, maka sel kanker akan terus berkembang. Perkembangan sel kanker ini
menyebabkan stadium 0 akan meningkat menjadi stadium I. Stadium I dibagi
menjadi dua bagian. Bagian yang pertama menunjukkan penyebaran sel kanker
masih di organ lambung, sedangkan bagian kedua telah menjangkiti kelenjar di
sekitar organ.
3) Stadium II
Pada peningkatan stadium I ke stadium II, pertumbuhan sel kanker sudah mulai
tidak dapat ditanggulangi. Kanker biasanya telah menyebar ke seluruh dinding
lambung dan seluruh kelenjar di sekitarnya.
4) Stadium III
Stadium III merupakan salah satu jenis stadium yang paling
mengkhawatirkan. Sel kanker pada stadium III ini menyebar ke seluruh bagian
mulai dari organ, kelenjar, bahkan otot telah merasakan akibat dari penyebaran
kanker tersebut, Biasanya penyebaran sel kanker pada tahap ini pun kemudian
menjadi sangat agresif dan penuh efek membahayakan.
5) Stadium IV
Pada tahapan kanker ini, biasanya penderita telah mulai tidak bisa melakukan
banyak hal. Aktivitas telah sangat terbatas dan proses pengobatan juga sudah
semakin sulit dilakukan. Beberapa operasi mungkin juga dilakukan dengan
resiko
tinggi seperti kegagalan dan meninggal.
2.8 Penatalaksanaan Kanker Prostat
Beberapa panduan penatalaksanaan kanker prostat yang umum digunakan adalah
L. Carcinoma Ginjal
50