Anda di halaman 1dari 2

Hidup non-nomaden ala zaman Paleolitikum

Hari ku dimulai dari terbangnya si burung besi dari Jogja ke danau Toba, dimana pengalaman baru pun
dimulai dari hal yang tidak terbayangkan hingga hal yang sangat superioritas keluarga. Satu, dua,dan
tiga begitulah hitungan hari-hariku di rumah , dimana setiap harinya dimulai dari pemeriksaan dari
seorang bidan desa pakai pengukur tensi tubuh dan suhu tubuh terasa geli jika selalu dibayangkan
lumayan jika bidan nya cantik dan masih jomblo , ehhhhh ini sudah punya dua anak dan sangat-sangat
cerewet menambah suasana hati yang kosong oleh waktu dan suasana. Tidak ada hal yang spesial ketika
saya pulang dari jogja ke kampung halaman saya di danau Toba walaupun saya orang yang tinggal
dipinggiran danau toba tetapi saya hanya bisa melihat keindahannya melalui jendela kaca yang tersusun
rapi dibawah langit yang biru menawan.

First day until to fourteen day's itu semua hanya momok waktu yang sangat tidak berguna, hari
pertama hingga hari kedua bisa terlalui dengan santai dan nyaman namun hari ketiga sampai hari ke-10
mulai seperti ayam betina ingin bertelur. Hari-hari ku setiap saat dimulai dengan kegiatan bangun pagi ,
check up kesehatan, serapan pagi, ujian kuliah , mengoreng Ubi,tidur siang, nge haluuu, begitulah alur
dari kegiatan ku setiap harinya tidak ada yang spesial dan tidak ada yang support dalam hari-hari ku
selain main gadget melulu. Selama masa karantina banyak orang yang mengucilkan saya karena
Yogyakarta merupakan daerah zona merah yang ditakuti oleh masyarakat bahkan saya harus di
karantina dirumah paman saya yang kosong sehingga setiap harinya saya hanya seorang diri di dalam
rumah yang cukup luas berbagai hal yang tidak terpikirkan pun kadang-kadang terjadi seperti senar gitar
yang berbunyi sendirinya langkah kaki yang terdengar dari lantai hingga piring yang berbunyi seakan-
akan ada seseorang di dapur yang melakukan sesuatu, namun saya tersenyum pilu dari kejadian
tersebut karena hal begitu sudah menjadi lumrah bagi saya.

Setelah selesai masa 14 hari di penjara tanpa jeruji pun selesai yang membuat orang-orang terheran-
heran ternyata saya bebas dari sahabat baru kelompok mahluk astral "COVID-19" Babak baru pun
dimulai , ujian kuliah pun sudah menanti namun yang saya kwatirkan adalah jaringan telepon yang
susah diakses karena tempat tinggal saya jauh dari tower-tower pemancar jaringan yang membuat saya
harus memanjat pohon dengan ketinggian 10-15 meter untuk mendapatkan jaringan 4G satu garis
bahkan saya harus membawa perlengkapan belajar saya ke atas pohon dan tidak ketinggalan juga
laptopku yang membuat orang-orang sekitar menganggap saya adalah monyet diatas pohon yang
sedang belajar. Ketika selesai ujian saya harus kembali membantu orang tua saya keladang karena
profesi dari orang tua saya adalah seorang Farmer ya saya juga harus melakukan nya dari situlah kami
bisa makan dan bersekolah

Perputaran hari terasa semakin cepat akibat dari padatnya aktifitas pekerjaan di ladang dan tidak ada
pernah habisnya yang membuat kulit saya pun harus berubah warna dan hampir menyerupai warna
kulit Zebra yang berbelang-belang,namun ia don't care about it saya hanya ingin membantu orang tua
saya dengan waktu yang saya miliki selama saya masih berada di kampung. Saya berharap semoga
bencana alam tanpa kerusakan ini cepat berlalu dan pemerintah juga lebih peduli lagi terhadap orang-
orang yang kurang mampu dan bukan malah mencukupi orang yang memiliki taraf hidup yang lebih
baik. Seharusnya Indonesia harus mampu meniru negara-negara lain saling membantu sesama
masyarakat bukan mengambil hak orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Sekian dan terimakasih.....

Tunggu episode selanjutnya..... 😂😂

By:Ricky Sitohang

NIM:19440410017

Prodi:Teknik industri

Anda mungkin juga menyukai