Anda di halaman 1dari 19

Referat II

MODEL HEWAN DALAM PENELITIAN PSIKIATRI

Penyaji : dr. Syaifuddin Nasution


Pembimbing : dr. M. Surya Husada, M.Ked, Sp.KJ
Moderator : dr. M. Surya Husada, M.Ked, Sp.KJ
Hari/Tanggal : Rabu / 07 Juli 2021
Pukul : 07.30 WIB
Tempat : Daring

BAB I Pendahuluan
Penelitian yang dilakukan dengan model hewan memungkinkan penelitian untuk
memanipulasi dan mengukur perubahan prilaku dan biologis secara relevan dalam
penelitian psikiatri. Penelitian dengan mengunkan model hewan dalam psikiatri
terbagi dalam dua kategori besar yaitu penelitian dasar dan penelitian terapan. Ada
beberapa alasan untuk menggunakan model hewan mengetahui gangguan yang
mempengaruhi otak. Pemahaman yang buruk tentang etiologi, pathogenesis, dan
patofisiologi pada gangguan psikiatri terlihat jelas dari penatalaksanaan farmakologis
yang kurang baik. Obat-obatan yang saat ini yang digunakan dalam pengobatan
skizofrenia dan psikotik lainnya ditemukan secara kebetulan, atau "coba-coba",
sehingga penelitian selanjutnya diupayakan berfokus pada tindakan neurobiologis
dari pengobatan yang sudah ditemukan, dengan tujuan mengembangkan pengobatan
yang lebih efektif dan selektif. Metode ini mungkin terus berkembang karena
kemampuan para ahli untuk mengeksplorasi tatalaksana mengunakan obat sudah
berkembang dari reseptor membran ke proses intraseluler. Bagaimanapun, strategi
memahami penyakit melalui neurobiologi pada a prototypical therapeutic drug
sangat sulit dilakukan. 1-2
Penelitian dengan mengunakan model hewan dipandang sebagai paradigma
eksperimental yang dikembangkan untuk tujuan mempelajari fenomena tertentu yang

1
terjadi pada manusia. Dalam penelitian psikiatri yang mengunakan model hewan
dilakukan untuk mengetahui sindrom-sindrom pada gangguan kejiwaan secara
lengkap yang tidak mungkin dilakukan baik secara konseptual. Meskipun penelitian
dengan mengunakan hewan tidak begitu jelas digunakan untuk meneliti kecanduan
obat, kecemasan, atau depresi, tetapi penelitian model ini sering digunakan pada
gangguan tersebut.3 Penelitian menggunakan model hewan paling baik digunakan
pada gangguan saraf tertentu untuk mengetahui sindrom penyakit seperti, penyakit
Alzheimer atau untuk mengetahui patofisiologi suatu penyakit, seperti mutasi gen
yang terjadi pada penyakit Huntington atau sindrom Rett.2
Adanya perbedaan secara biologis antara manusia dan hewan peneltian yaitu
terdapat perbedaan perkembangan pada korteks prefrontal manusia dibandingkan
dengan hewan penelitian dan terdapat perbedaan substansial pada tingkat regulasi gen
yang mungkin menjelaskan perbedaan kompleksitas organisme tetapi sebagian besar
gen manusia juga memiliki kesamaan dengan hewan penelitian. Selain itu banyak
kesamaan antara manusia dan hewan penelitian baik dari segi fungsional maupun
biologis. Dengan demikian, proses psikologis dasar seperti stres, panik, kecemasan,
motivasi, dan perhatian sering terdapat pada tikus. 1Singkatnya terdapat tiga faktor
dominan etiologi yang ditemukan penelitian dengan model hewan yaitu "genetik /
epigenetik", " faktor lingkungan","experience" yang berhubungan dengan resiko
ganguan kejiwaan, sehingga faktor-faktor ini yang mempengaruhi fungsi saraf, proses
psikologis, dan perilaku.2
Pada refarat ini akan dibahas tentang animal model, Peranan Model Hewan
dalam penelitian psikiatri, Negative Valence, Positive Valence, Cognition, Social
Functioning, dan Sleep and Aurosal dalam model hewan dalam penlitian psikiatri.

2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Model Hewan
Model hewan banyak digunakan dalam penelitian biomedis karena
kemampuannya untuk meniru beberapa proses fisiologis dan patologis manusia.
Model-model ini dapat memberikan wawasan yang signifikan ke dalam dasar
molekuler dan seluler penyakit manusia, berkontribusi pada pengembangan terapi
baru dan mengintegrasikan studi farmakologi praklinis.4
Manusia dan hewan penelitian seperti monyet, dan tikus merupakan salah satu
contoh penelitian untuk mengetahui efek pemberian obat dengan cara memberikan
obat yang berbeda-beda, baik secara oral maupun intravena seperti memberikan
heroin atau kokain secara intravena, hewan penelitian dapat dengan mudah
mengalami overdosis yang menyebabkan kematian dan ini juga tercerminkan pada
manusia.5
Penelitian genetika psikiatri bersifat dua arah, dengan penelitian pada manusia
dan hewan menjadi lebih terintegrasi karena teknik untuk memanipulasi genetik
memungkinkan eksplorasi yang lebih baik dari fenotipe suatu penyakit. Secara
khusus, pembagian nosologis gangguan kejiwaan secara klinis dapat diketahui secara
relevan tetapi tidak dapat langsung dijelaskan dalam model hewan. Contohnya , tikus
tidak akan dapat pernah sepenuhnya digunakan dengan baik untuk mengetahui
gangguan psikiatri secara keseluruhan seperti tikus tidak akan pernah merasa
bersalah, berpikiran ingin bunuh diri, atau dapat bicara cepat. Sebaliknya, model
hewan telah dan terus digunakan dalan penelitian genetik dari gangguan kejiwaan
yang menghasilkan pengetahuan yang lebih baik untuk mengetahu fenotipe yang
valid secara biologis.. 6

2.2 Peranan Model Hewan dalam penelitian psikiatri


Secara umum, fungsi dari model hewan dalam aspek dari gangguan psikiatri pada
manusia dapat dinilai dengan tiga kriteria yaitu:
 Face validity
 Predictive validity

3
 Construct validity

Pada pedoman terbaru dari NMH (National Institute of Mental Health) disusun
untuk mendeskripsi model hewan dalam 5 kelas gejals yang dapat diamati pada
gangguan psikiatri.1
 Negative Valence
 Positive Valence
 Cognition
 Social Function
 Sleep and Aurosal
Strategi yang lebih inklusif menggunakan temuan klinis dan epidemiologi untuk
mengembangkan model hewan yang memberikan titik masuk untuk menyelidiki
dasar neurobiologis dari gangguan kejiwaan. Tujuan dari model hewan dalam
penelitian psikiatri adalah untuk menyederhanakan masalah yang sulit diselesaikan
karena banyak faktor yang perlu diselidiki untuk memahami gangguan tersebut.
Etiologi gangguan seperti skizofrenia, depresi, dan kecemasan bersifat kompleks.
Namun, model komponen spesifik dari masing-masing gangguan ini dapat ditetapkan
pada hewan percobaan dan dapat mencapai empat tujuan.2

4
2.3 Negative Valence
2.3.1 Prilaku defensif (Defensive Behaviors)
Di alam liar, hewan hidup dengan ancaman terus-menerus diserang, dilukai, dan
dibunuh oleh pemangsa dan spesies sejenis. Hewan yang mampu menanggapi
ancaman potensial atau aktual telah meningkat kemungkinan bertahan hidup. respon
perilaku yang mengurangi kemungkinan hewan untuk diserang, terluka atau terbunuh
telah diklasifikasikan dalam hal fungsional sebagai perilaku defensif. perilaku
defensif adalah filogenetis tua dan ditunjukkan oleh organisme di seluruh kerajaan
hewan. Persepsi bahaya yang potensial atau aktual mengaktifkan jalur khusus di otak
yang menimbulkan perilaku defensif. Pada tingkat yang lebih konseptual, telah
diketahui bahwa aktivitas sirkuit saraf berhubungan dengan kondisi emosional seperti
ketakutan dan kecemasan. 5
Salah satu contoh perilaku defensif pada tikus telah
menunjukkan bahwa situasi yang mengancam dapat menyebabkan perilaku defensif
yang bergantung pada jarak dari suatu ancaman. Ketika ancaman sangat dekat dan
dating tiba-tiba, respons panik yang akan muncul seperti lari atau melakukan
serangan untuk bertahan, sedangkan respons ketakutan seperti bersembunyi dan
berdiam diri terjadi ketika ada ancaman dengan jarah yang jauh, sehingga
menimbulkan kecemasan.1
2.3.2 Prilaku Panik (Panic-Like Behavior)
Pengembangan model hewan untuk prilaku panik diperlukan untuk menetapkan
dasar psikologis dan biologis dari gangguan ini, serta memungkinkan pengembangan
terapi baru. Berbeda dari model untuk kecemasan umum yang menghadirkan
berbagai format dan mengeksploitasi keragaman perilaku yang berbeda, beberapa
paradigma secara eksplisit memodelkan prilaku panik. Perbedaan antara model untuk
prilaku panik dan model untuk kecemasan umum didasarkan terutama pada referensi
ke konstruksi teoretis yang mendukung model: sementara tes untuk kecemasan umum
menggunakan situasi yang memaksakan konflik pendekatan/penghindaran pada
hewan menghasilkan penghambatan perilaku dan tanggapan penilaian risiko, model
yang relevan untuk prilaku panik didasarkan pada respons defensif yang ditimbulkan
oleh rangsangan permusuhan atau oleh stimulasi daerah otak tertentu.7

5
Terdapat bukti bahwa adanya rangsangan insting yang menandakan adanya suatu
bahaya sehingga menyebabkan reaksi defensif dan aktifnya encephalic circuits
merupakan respon yang didapati pada penelitian menggunakan hewan sehingga dapat
diinterprestasikan timbulnya rasa panik pada manusia.8 Respon panik dapat dilakukan
pada tikus dalam konteks penyebabnya yang dilakukan pada tes pertahanan dengan
cara mendekatkan predator tikus dengan tikus. Apabila tikus didekatkan dengan
predatornya maka akan timbul sistem pertahanan dan respon terhadap serangan.
Respon panik juga dapat ditimbulkan pada tikus dengan electricalstimulation dari
Dorsal Periaqueductal Grey Matter (dPAG). dPAG merupakan tempat sistem alarm
terhadap keadaan hipoksia yang sensitif, model ini paling relevan digunakan pada
subtipe pernafasan yang diduga dari gangguan panik.1 Menurut Perna G dkk (2014),
mereka memilih studi dengan menggunakan hewan penelitian untuk melihat serangan
panik dengan mengunakan tiga model yang sudah divalidasi untuk menguji sifat dari
anti-panik dilihat dari beberapa model percobaan yaitu Chronic disinhibition of the
dorsomedial/ perifornical hypothalamus: the panic-prone rats, The elevated T-maze,
The electrical stimulation of the DPAG.9
2.3.3 Prilaku ketakutan (Fear-Like Behavior)
Respon ketakutan juga dapat diukur melalui tes defensif pada tikus dengan cara
mendekatkan predator dengan tikus di suatu tempat. Apabila predator mulai
mendekati tikus di titik tertentu maka respon tikus adalah berdiam diri dan apabila
predator semakin mendekat maka respon serangan untuk mempertahankan diri akan
dilakukan. Secara umum kondisi ketakutan adalah pembelajaran terhadap suatu
fenomena dimana terjadinya respon ketakutan yang jelas akibat adanya stimulus yang
tepat sehingga dapat memprediksi terjadinya suatu rangsangan permusuhan yang
akan terjadi. Kondisi ketakutan merupakan penjelasan yang menarik untuk
menjelaskan respon defensif dalam gangguan panik dan post traumatic stress
disorder (PTSD). Secara operasional hewan penelitian dan manusia dapat diuji untuk
melihat kondisi ketakutan secara umum sebab respon yang dihasilkan setelah
diberikan rangsangan tertentu kurang lebih mirip dengan kondisi aslinya.1

6
Menurut Yechiel Levkovitz dkk (2014). menilai efek minocycline, tetrasiklin
dengan kapasitas anti-inflamasi, anti-apoptosis dan pelindung saraf, pada model
hewan untuk mencegah PTSD. Dalam studi ini mereka melaporkan pemberian
minocycline 1 jam setelah paparan stres efektif dalam mencegah perilaku seperti
PTSD pada model hewan. Pemeriksaan perilaku 7 hari pasca paparan stres
menunjukkan pengobatan minocycline melemahkan perilaku cemas. Tikus yang
terpapar stres yang diberikan dengan minocycline menunjukkan perilaku yang lebih
baik dilihat dengan metode The Elevated Plus-Maze (EPM) dan Acoustic Startle
Response (ASR) dibandingkan dengan yang diobati dengan saline.10
2.3.4 Prilaku Kecamasan (Anxiety-Like Behavior)
Pengalaman ketakutan pada manusia mencakup respon emosional, fisiologis, dan
perilaku terhadap suatu ancaman, baik itu nyata maupun yang dipersepsikan,
termasuk respons "serang atau lari", pikiran tentang bahaya yang akan segera terjadi,
dan keinginan untuk melarikan diri. Sebaliknya, pengalaman emosional dari
kecemasan lebih berkaitan dengan antisipasi kemungkinan bahaya, dan biasanya
dikaitkan dengan ketegangan otot, kekhawatiran, kewaspadaan yang meningkat, dan
perilaku yang waspada. Tentu saja, ketakutan dan kecemasan adalah normal dan
adaptif selama keadaan tertentu dalam konteks perkembangan yang terbatas, tetapi
ketika mereka menjadi kronis atau dibesar-besarkan, atau bertahan di luar tahap
perkembangan maka ekspresi khas yang terjadi adalah gangguan kecemasan. 3 Tes
yang biasa digunakan dalam penelitian mengunakan hewan penelitian untuk
mengetahui kecemasan yaitu : open-field test, novelty suppressed feeding, elevated
plus maze, light/dark box, stress induced hyperthermia.11 Pada gangguan kecemasan
yang biasa terjadi respon terhadap ketakutan secara konseptual menghubungkan
gejala dengan dua proses otak input dan output yang berbeda : (1) proses yang
mendasari persepsi, interpretasi, dan penilaian rangsangan yang mungkin dapat
memprediksi bahaya atau ancaman, dan (2) mekanisme yang mendasari respon
ketakutan emosional dan fisiologis.12
Studi model hewan juga digunakan pada penelitian obat anxiolytic, contohnya
penelitian dengan obat buspirone yang diberikan pada tikus dengan meletakkan tikus

7
diatas papan yang sudah dilubangi dan diletakkan beberapa sampel urin betina seperti
sampel urin betina tikus, sampel urin karnivora, sampel urin omnivora dan sampel
urin herbivora. Ketika diamati, lubang yang berisi sampel urin karnivora benar-benar
dihindari dan setelah diberikan obat buspirone, tikus tersebut tidak lagi menghindari
sampel urin karnivora.13
2.3.5 Prilaku Kecemasan Sosial (Social Anxiety-Like Behavior)
Seseorang dengan gangguan kecemasan sosial yaitu takut dipermalukan atau
dalam situasi kondisi sosial, terutama situasi yang melibatkan banyak orang, atau di
mana seseorang dengan gangguan kecemasan sosial sangat susah untuk tampil di
depan umum. Gangguan kecemasan sosial sering sering kali menghindari kondisi
tersebut. Beberapa penelitian kecemasan sosial dengan menggunakan model hewan
seperti tikus contohnya dengan membuat tikus berada satu ruangan dengan jenis
hewan lainnya kemudian dilihat bagaimana interaksi sosial diantara kedua hewan
tersebut. Dalam tes ini terlihat adanya asumsi bahwa motivasi yang mendasari
hubungan sosial yaitu rasa ingin tahu dan rasa ingin untuk berinteraksi dengan
dengan hewan lainnya.12
2.3.6 Prilaku Depresi (Depressive Behaviors)
Menurut Jefferson dkk ada beberapa metode pada model hewan yang dapat
digunakan untuk meneliti depresi seperti learned helplessness (LH) , early life stress,
and social defeat stress. Akan tetapi masing-masing metode ini memiliki beberapa
kekurangan dan dalam beberapa dekade belakangan ini protokol Unpredictable
Chronic Mild Stress (UCMS) telah muncul sebagi salah satu model yang paling
relevan untuk mempelajari patofisiologi depresi pada tikus.14
a. Learned Helplessness (LH)
Learned Helplessness adalah fenomena yang ditemukan dan dieksplorasi oleh
Seligman pada tahun 1972 dengan cara menggunakan anjing sebagai spesimen untuk
menilai prilaku depresi yang terdapat rasa tanpa harapan, rasa tidak bisa menghindari
dan rasa tidak dapat saat berada ruangan yang sekeliling anjing diberikan aliran
listrik. Seligman mengusulkan metode ini adalah motode yang sangat baik untuk

8
menilai reaksi depresi, Berdasarkan penelitian ini membuat para penelitian lain
meneliti dengan hewan yang berbeda jenis untuk mempelajari prilaku depresi. 15
b. Early Life Stress Model
Prinsip dari early life stress model adalah trauma psikis pada awal kehidupan
secara substansial mempengaruhi perkembangan penyakit kejiwaan di usia lanjut,
seperti depresi dan psikosis.Maternal Separation (MS) pada model hewan merupakan
salah satu motode stres yang dilakukan pada awal kehidupan, memiliki efek jangka
panjang terhadap emosi dan timbulnya stres. Prosedur MS dengan cara memisahkan
anak dari induknya selama periode postnatal dan dilakukan pada beberapa penelitian
dengan menggunakan durasi waktu pemisahan yang berbeda dan bervariasi dari
beberapa jam hingga beberapa hari. Model MS secara langsung mempengaruhi
interaksi induk-anak dan merusak daya tanggap pada syaraf Hypothalamic-Pituitary-
Adrenal Axis (HPA).15,16
c. Social Defeat Model
Social defeat model dilakukan pada tikus jantan muda yang dimasukkan ke dalam
kandang tikus jantan lebih tua yang agresif dan dominan menyebabkan tikus jantan
muda diserang dan terjadilah perlawanan kemudian hal ini diamati setelah dilakukan
pemisahan terhadap kedua tikus tersebut. Tikus yang kalah menunjukkan anhedonia
serta serangkaian perubahan fisiologis termasuk penurunan perilaku seksual dan
peningkatan perilaku defensif, peningkatan kecemasan, perubahan pola makan dan
berat badan serta gangguan tidur.16,17
d. Unpredictable Chronic Mild Stress (UCMS)
Model UCMS pertama dikembangkan oleh Katz pada tahun 1981. Selanjutnya,
diperbaharui oleh Willner (1991), yang didasarkan pada dua strategi yaitu pertama
adalah memberikan stresor dan yang kedua adalah menilai anhedonia sebagai standar
penilaian. Umumnya, tikus menerima serangkaian proses yang menyebabkan tikus
menjadi stres yang berlangsung selama beberapa minggu. Proses yang menyebabkan
stres antara lain mengurangi makanan dan air, lampu di hidupkan semalaman,
kandang dibuat miring, dan stresor serupa lainnya. Menurut Jefferson dkk ada
beberapa protokol dilakukan sebelum melakukan motode ini yaitu: melakukan seleksi

9
pada hewan,membuat protokol UCMS,melakukan monitoring/grooming scores,
Behavioral Testing and Outcome Measurements, melakukan Perluasan/variasi
Protokol dalam metode UCMS,mengukur hasil akhir.14,15

2.4 Positive Valence


2.4.1 Manik
Penelitian menggunakan model hewan untuk penelitian gangguan bipolar episode
manik harus mencakup unsur-unsur dari 3 pokok validitas yaitu: validitas wajah,
prediktif, dan konstruk.18Gangguan tidur seringkali memicu episode manik pada
pasien bipolar, dan kurang tidur pada tikus dapat menghasilkan efek jangka pendek
yang menyerupai beberapa aspek manik, seperti menjadi hiperaktif, insomnia,
perilaku agresif, dan hiperseksualitas. Metode yang dilakukan biasanya, tikus
ditempatkan di platform kecil yang dikelilingi oleh air yang tidak memungkinkan
untuk tidur tanpa jatuh ke dalam air, dan kurang tidur selama 72 jam sudah cukup
untuk menghasilkan keadaan seperti manik singkat. Menariknya, perilaku ini sensitif
terhadap pengobatan yang membuat stabil suasana mood seperti lithium. Selain itu,
suntikan amfetamin akut pada tikus telah digunakan untuk menginduksi hiperaktif..1,19
2.4.2 Impulsif
Perilaku impulsif adalah endofenotipe inti dari banyak gangguan kejiwaan,
termasuk gangguan kepribadian, gangguan penggunaan zat, gangguan perjudian, dan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Prevalensi rata-rata dari gangguan
kontrol impuls adalah 17% pada populasi umum orang Amerika dan ganguan kontrol
impuls dikaitkan dengan banyak efek negatif, termasuk perilaku lalai, bunuh diri,
melakukan tindakan ilegal, dan perilaku kekerasan. Menurut Jon E. Grant dan Samuel
R. Chamberlain (2014),Impulsif secara umum dapat dibagi impulsive action dan
impulsive choice.12
2.4.3 kompulsif
Perilaku berulang-ulang tanpa fungsi atau tujuan yang jelas dapat dengan mudah
diukur dalam konteks alaminya. Misalnya, mencukur rambut pada tikus, perilaku
berputar-putar dan menggaruk pada anjing, atau membenturkan kepala pada monyet

10
dapat terjadi secara alami dalam situasi stres. Bentuk eksperimen diinduksi dari
perilaku kompulsif termasuk mengubur benda-benda asing seperti kelereng, dan
perilaku minum berlebihan yang diamati pada tikus saat terlambat makan. Perilaku
kompulsif diatas merespon dengan baik saat diberikan pengobatan SSRI ini
membuktikan dapat di gunakan dalam pengobatan obsessive compulsive disorder
(OCD).
2.4.4 Abnormal Eating
Anorexia nervosa (AN) ditandai dengan berat badan kurang, melakukan
pembatasan makanan dan melakukan peningkatan aktivitas fisik, perubahan endokrin,
dan gangguan citra terhadap tubuh yang mempengaruhi sebagian besar wanita muda
di antara remaja dan dewasa muda dapat dilakukan penelitian dengan mengunakan
tikus. Penurunan berat badan yang mengakibatkan nilai indeks massa tubuh (BMI) di
bawah 17,5 kg / m2 menyebabkan berbagai gejala somatik yang mempengaruhi
pensinyalan humoral dan saraf pusat serta fungsi kardiovaskular dan
gastrointestinal.1,20Ketika tikus dengan diberikan beban berjalan di roda yang berputar
yang disediakan dan dilakukan pembatasan makanan akibatmya Tikus tersebut
menjadi hiperaktif tetapi berdasarkan beberapa penelitian tidak semua hewan
dilakukan dengan percobaan tersebut menjadi hiperaktif dan model hewan ini
menimbulkan gejala AN berupa penurunan berat badan, pembatasan makanan secara
sukarela dengan memilih untuk berlari selama akses makanan terbatas.21
2.4.5 Substance Abuse
Masa remaja adalah periode kehidupan yang signifikan terkait dengan
perkembangan substance use disorders (SUD) dan sebagian besar penyalahgunaan
zat dimulai pada masa remaja. 22 SUD sering ditandai dengan sering kambuh dan
kronik serta tingkat kekambuhan sering terjadi pada periode 5 tahun pemakaian 70%
untuk ketergantungan alkohol, 78% untuk ketergantungan kokain dan 97% untuk
ketergantungan opioid. Menurut M Belgers dkk (2016) Berbagai penelitian pada
hewan tampaknya mendukung bahwa ibogaine dapat memiliki efek anti-kecanduan.
Penggunaan ibogaine dosis tunggal tampaknya efektif dalam berbagai model hewan
yang tervalidasi dengan baik untuk SUD.23

11
2.5. COGNITION
Evaluasi validitas dengan model hewan bergantung pada teori tentang biologis
dari psikopatologi yang dimodelkan. Willner (1991) berpendapat bahwa teori biologi
psikopatologi memerlukan penjelasan tentang bagaimana perubahan biokimia di otak
mempengaruhi fungsi tertentu, bagaimana perubahan fungsional ini mempengaruhi
pemrosesan informasi, dan bagaimana perubahan kognitif ini mempengaruhi
pengalaman subjektif tiap-tiap individu. Karena pengalaman subjektif hewan tidak
dapat diketahui, tujuan dari model hewan haruslah untuk mensimulasikan perubahan
perilaku dan kognitif yang dihasilkan dari perubahan spesifik pada tingkat biokimia
dan saraf.12
a. Pre-attentive Processing
Pre-attentive atau proses otomatis, mengacu pada aspek yang sangat awal dari
pemrosesan informasi, sebelum perhatian sadar masuk. Pemrosesan Pre-attentive
dapat diukur pada tikus, dan manusia dalam uji tahanan prepuls. Dalam tes ini
diberikan suara yang keras secara tiba-tiba dan diawali dengan memberikan suara
yang pelan dengan latensi tertentu. Sehingga hasil pemberian suara yang tidak terlalu
keras dapat menyebabkan penghambatan respon kejut terhadap pemberian suara yang
keras, sehingga menghasilkan tahanan prepuls. Tahanan prepuls tidak hanya
terganggu pada pasien psikotik tetapi juga pada pasien psikiatri lainnya.1
b. Attention
Menguji attention dapat dilakukan pada tikus dan tes yang sering dilakukan adalah in
a five-choice serial reaction time task (5-CSRTT) dengan cara melatih terlebih
dahulu tikus untuk mengenal cahaya. Tikus diletakkan tempat yang terdapat 5
ruangan didalamnya kemudian ada ruangan yang diberikan cahaya apabila tikus
memilih dengan benar akan diberikan makanan. Dalam tes ini ada aspek untuk
membagi perhatian terutama bunyi dapat mempengaruhi perhatian.1

c. Working Memory

12
Kapasitas untuk mempertahankan dan memproses informasi baru dan yang sudah
disimpan dalam otak secara sementara dapat diuji pada tikus dan manusia. Pada
model tikus dapat memberikan informasi yanb baik bagi saraf untuk memori kerja
dan dapat berfungsi sebagai skrining obat baru yang potensial.1
d. Declarative Memory
Model hewan dari Declarative Memory telah dikembangkan untuk tikus. Uji The
Morris water maze untuk tikus menguji pembelajaran spasial dan memori. Tikus
diperkenalkan di berbagai lokasi awal di kolam renang besar dengan air buram
dengan platform terendam tersembunyi.1

2.6 Social functioning


Ada banyak tes fungsi sosial pada model hewan. Selain perilaku seperti
kecemasan sosial yang dijelaskan di atas, ada model tertentu dari keterikatan sosial,
dominasi, dan agresi.1
a. Social Attachment
Perasaan sedih dan depresi dialami hampir seseluruh orang atas kehilangan orang
yang dicintainya. Teori ini ada keterikatannya dengan depresi yang menekankan
pentingnya ikatan emosional anatara induk dan anak , di mana anak bergantung pada
induknya untuk bertahan hidup . tes dilakukan dengan memisahkan anak dan
induknya setelah itu diamati, pada awal proses pemisahan tampak adanya kecemasan
yang dilihat pada anak tersebut lama-kelamaan terjadi gejala depresi pada anak
tersebut.12
b. Social Hierarchy and Aggression
Tikus yang ada dialam cenderung membentuk hirarki dan berprilaku agresif dalam
keadaan tertentu. Contohnya agresif pada tikus jantan cenderung terjadi antar tikus
jantan yang mendominasi terhadap penyusup untuk melindungi tempat kekuasaan
dan keberhasilan reproduksinya. Sedangkan pada betina berprilaku agresif untuk
melindungi anaknya. Domonasi dan agresif dapat lihat melalui uji tabung dan the
resident intruder test.1

13
2.7 Sleep and Arousal
2.7.1 Arousal
Aurosal dan hiperaktif dapat diukur pada tikus, biasanya melalui analisis otomatis
dari perilaku lokomotor di kandang rumah atau dalam peralatan pengujian seperti uji
lapangan terbuka. Tes tersebut dapat mengukur gerakan secara keseluruhan dan
terjadinya relatif istirahat dan aktivitas.
2.7.2 Sleep
a. Natural Sleep
Natural sleeping paling sering dipelajari pada tikus. Model tidur tikus telah informatif
untuk pengaturan tidur manusia; tetapi, tidak seperti manusia, tikus cenderung tidur
selama fase gelap dan menunjukkan sangat terfragmentasi episode tidur. Dengan
demikian, hasil dari percobaan tikus harus ditafsirkan dengan hati-hati. Tidur dapat
diukur atas dasar pengamatan perilaku atau electroencephalographic (EEG) langkah-
langkah. analisis yang lebih rinci fokus pada jumlah tidur per hari dan distribusi
temporal tidur.1
b. Natural Sleep
Ketidakmampuan untuk tidur telah dimodelkan pada tikus dan tikus melalui efek
manipulasi stres pada arsitektur tidur. Stresor mungkin termasuk imobilisasi, stres
sosial, atau pengkondisian rasa takut, dan manipulasi ini umumnya memperpanjang
latensi untuk tertidur, mengurangi durasi tidur, dan meningkatkan fragmentasi tidur.
Sebagian besar perubahan ini dapat dibalikkan oleh obat tidur.1
c. Narcolepsy
Mengantuk selama jam bangun normal dan serangan tidur mendadak telah berhasil
dimodelkan pada anjing dan hewan pengerat. Ada beberapa jenis anjing yang
mengalami narkolepsi alami, dan penyelidikan determinan genetik narkolepsi pada
anjing mengarah pada identifikasi reseptor orexin 2 dan ligan peptida alami orexinas
yang penting untuk gairah normal dan terjaga. Berhentinya gerakan secara tiba-tiba,
atau cataplexy, adalah ciri khas narkolepsi dan dapat diukur pada anjing dalam tes
cataplexy yang ditimbulkan oleh makanan, di mana potongan-potongan makanan
ditempatkan di sepanjang setengah lingkaran dan penghentian gerakan yang tiba-tiba

14
dianggap sebagai katapleksi parsial atau lengkap.1

BAB III Kesimpulan

15
Model hewan dalam psikiatri memungkinkan penelitian untuk memanipulasi dan
mengukur perubahan prilaku dan biologis secara relevan dalam penelitian psikiatri.
Penelitian menggunakan model hewan membuat peneliti dapat meneliti berbagai hal
yang tidak dapat di teliti dengan manusia seperti: mengetahui patofisiologi, etilogi,
serta penelitian untuk mengetahui keefetifan penggunaan obat dalam suatu
penatalaksanaan di bidang psikiatri. Model hewan dalam psikiatri banyak digunakan
dalam penelitian meneliti kecanduan obat, kecemasan, depresi, bipolar dan gangguan
psikiatri lainnya sehingga model hewan dapat menjadi solusi bagi peneliti untu
melakukan penelitian yang tidak dapat digunakan langsung kepada manusia.

16
Daftar Pustaka

1. Sadock Benjamin J. SVA. Testing in Psychiatry in Kaplan & Sadock


Comprehensive Textbook of Psychiatry. 2017. 774–790 p.
2. Tasman A, Kay J, Liberman JA, First M, Riba M. FOURTH EDITION
PSYCHIATRY. Fourth. 2015. 276–289 p.
3. Koob GF. Animal models of psychiatric disorders [Internet]. 1st ed. Vol. 106,
Handbook of Clinical Neurology. Elsevier B.V.; 2012. 137–166 p. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-444-52002-9.00009-7
4. Teixeira AL, Quevedo J. Animal models in psychiatry. Rev Bras Psiquiatr.
2013;35(SUPPL.2):73–4.
5. Wiedenmayer CP. Plasticity of defensive behavior and fear in early development
Christoph. Neurosci Biobehav Rev. 2009;33:432–441.
6. Donaldson ZR, Hen R. From psychiatric disorders to animal models: A
bidirectional and dimensional approach. Biol Psychiatry [Internet]. 2015;77(1):15–
21. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.biopsych.2014.02.004
7. do Carmo Silva RX, Rocha SP, Herculano AM, Lima-Maximino MG, Maximino
C. Animal models for panic disorder. Psychol Neurosci. 2018;13(1):1–25.
8. Paschoalin-Maurin T, dos Anjos-Garcia T, Falconi-Sobrinho LL, de Freitas RL,
Coimbra JPC, Laure CJ, et al. The Rodent-versus-wild Snake Paradigm as a
Model for Studying Anxiety- and Panic-like Behaviors: Face, Construct and
Predictive Validities. Neuroscience. 2018;369(November):336–49.
9. Perna G, Schruers K, Alciati A, Caldirola D. Novel investigational therapeutics for
panic disorder. Expert Opin Investig Drugs. 2015;24(4):491–505.
10. Levkovitz Y, Fenchel D, Kaplan Z, Zohar J, Cohen H. Early post-stressor
intervention with minocycline, a second-generation tetracycline, attenuates post-
traumatic stress response in an animal model of PTSD. Eur
Neuropsychopharmacol [Internet]. 2015;25(1):124–32. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.euroneuro.2014.11.012

17
11. Belovicova K, Bogi E, Csatlosova K, Dubovicky M. Animal tests for anxiety-
like and depression-like behavior in rats. Interdiscip Toxicol. 2017;10(1):40–3.
12. Hoffman KL. Modeling Neuropsychiatric Disorders in Laboratory Animals.
Modeling Neuropsychiatric Disorders in Laboratory Animals. 2015. 1–310 p.
13. Himanshu, Dharmila, Sarkar D, Nutan. A review of behavioral tests to evaluate
different types of anxiety and anti-anxiety effects. Clin Psychopharmacol
Neurosci. 2020;18(3):341–51.
14. Frisbee JC, Brooks SD, Stanley SC, D’Audiffret AC. An unpredictable chronic
mild stress protocol for instigating depressive symptoms, behavioral changes and
negative health outcomes in rodents. J Vis Exp. 2015;2015(106):1–8.
15. Wang Q, Timberlake MA, Prall K, Dwivedi Y. The recent progress in animal
models of depression. Prog Neuro-Psychopharmacology Biol Psychiatry
[Internet]. 2017;77(April):99–109. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.pnpbp.2017.04.008
16. Chen Y, Baram TZ. Toward understanding how early-life stress reprograms
cognitive and emotional brain networks. Neuropsychopharmacology.
2016;41(1):197–206.
17. Henriques-Alves AM, Queiroz CM. Ethological Evaluation of the Effects of
Social Defeat Stress in Mice: Beyond the Social Interaction Ratio. Front Behav
Neurosci. 2016;9(February).
18. Ryan W. Logan, Ph.D. and Colleen A. McClung PD. Animal Models of Bipolar
Mania: The Past, Present and Future. Neuroscience. 2016;176(3):163–188.
19. Valvassori SS, Tonin PT, Varela RB, Carvalho AF, Mariot E, Amboni RT, et al.
Lithium modulates the production of peripheral and cerebral cytokines in an
animal model of mania induced by dextroamphetamine. Bipolar Disord.
2015;17(5):507–17.
20. Schalla MA, Stengel A. Activity based anorexia as an animal model for anorexia
nervosa–a systematic review. Front Nutr. 2019;6(May).
21. Chowdhury TG, Chen YW, Aoki C. Using the activity-based anorexia rodent
model to study the neurobiological basis of anorexia nervosa. J Vis Exp.

18
2015;2015(104):13–5.
22. Turton R, Chami R, Treasure J. Emotional Eating, Binge Eating and Animal
Models of Binge-Type Eating Disorders. Curr Obes Rep. 2017;6(2):217–28.
23. Belgers M, Leenaars M, Homberg JR, Ritskes-Hoitinga M, Schellekens AFA,
Hooijmans CR. Ibogaine and addiction in the animal model, a systematic review
and meta-analysis. Transl Psychiatry. 2016;6(5):e826.

19

Anda mungkin juga menyukai