SEMESTER GANJIL
PENYUSUN:
TIM PSIKOLOGI
TIM IKGA
DESKRIPSI MODUL
Dalam modul ini dipelajari definisi dan teori persepsi sakit yang menjelaskan spesifisitas, pola
dan teori gate control. Selain itu juga mempelajari efek susunan saraf pusat serta elemen
kognitif dan emosi terhadap persepsi dan kontrol sakit serta pemahaman takut. Dijelaskan asal
dan value takut serta tipe-tipe takut.
KEGIATAN
1. Tutorial
2. Presentasi kelompok
3. Penyusunan makalah
4. Kuliah/ pleno
CPMK
Menjelaskan perilaku anak pada perawatan gigi
CPL
I. Sakit
A. Definisi Sakit
Sakit berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti ‘penalti’ dan bahasa Latin yang berarti
‘hukuman’. Dalam pengertian medis sakit sinonim dengan ketidaknyamanan yang besar/ kuat.
Meskipun menimbulkan stress namun sakit memiliki fungsi penting dan tujuan unik. Sakit
memberikan sinyal adanya kerusakan jaringan dan oleh karenanya memicu organisma
mengambil sikap untuk menghilangkan/ membebaskan dari sakit itu.
Dalam kondisi normal, sakit menunjukkan adanya aktivitas simultan kognitif, emosional
dan perilaku yang mengarahkan pada motivasi atau tindakan terhadap sakit itu. Sakit dapat
berfluktuasi dalam intensitas maupun kualitasnya.
2. Pola
Berasal dari teori bahwa stimulus sakit yang dirasakan oleh individu berdasarkan pola
aktivitas neuron yang memasuki Susunan Saraf Pusat (SSP). Sebagai contoh adalah
adanya aktivitas potensial aksi neuron yang berbeda pada sentuhan ringan atau terkena
benda panas.
C. Efek Susunan Saraf Pusat (SSP) terhadap Persepsi dan Kontrol Sakit
Opioid endogenous adalah peptide yang disintesis dalam tubuh dan menimbulkan efek
serupa dengan opiates (morfin). Salah satu peptide yang paling poten adalah beta-endorphine.
Proses persepsi dan kontrol sakit berhubungan dengan mekanisme peptide yang di-inaktivasi
oleh naloxone (narkotik antagonist). Sedikitnya terdapat tiga reseptor opioid pada SSP
meskipun kontribusi dalam menghasilkan analgesia belum diketahui dengan jelas.
II. Takut
A. Asal Takut
Takut menjadi problem pada kedokteran gigi dan alasan untuk enggan mendapatkan
perawatan dental. Takut merupakan emosi primer dan respon primitive yang didapat segera
setelah kelahiran. Bayi tidak mengetahui asal stimulus yang menyebabkan takut namun ketika
kemudian bertambah besar dan kapasitas mental meningkat maka mulai mampu waspada
terhadap stimulus yang menimbulkan takut.
Stimulus emosi dikendalikan oleh sistem nervus otonom melalui hypothalamus dan
tidak banyak memerlukan integrasi kortikal. Namun kemudian proses pada hypothalamus
dapat dimodifikasi oleh interferensi kortikal sehingga seseorang dengan perkembangan
korteks yang baik dapat lebih mampu mengontrol emosi melalui rasionalisasi dan determinasi.
B. Value Takut
Takut memberikan value besar apabila diarahkan dan dikontrol dengan tepat. Stimulus
yang menimbulkan takut merupakan mekanisme proteksi terhadap keselamatan diri. Emosi
alami ini dapat menjaga dari situasi bahaya social atau fisik. Jika misal seseorang tidak
diajarkan untuk takut terhadap api maka hal ini dapat membuka peluang untuk terbakar. Oleh
karenanya ‘training’ yang tepat adalah bukan menghilangkan takut tetapi mengarahkan
terhadap adanya ancaman bahaya dan menjauhi situasi yang membahayakan. Hal ini
memberikan mekanisme proteksi terhadap bahaya nyata dan pencegah perilaku antisosial.
Anak perlu diajarkan bahwa klinik gigi bukanlah tempat yang harus ditakuti. Orangtua
tidak boleh menggunakan hal-hal yang berhubungan dengan kedokteran gigi sebagai
ancaman. Hal ini tidak diragukan lagi dapat menciptakan takut terhadap dokter gigi.
C. Tipe-tipe Takut
Pada umumnya takut pada anak merupakan takut yang ‘didapat’ baik objektif maupun
subjektif.
1. Takut objektif
Takut objektif dihasilkan oleh stimulus fisik langsung terhadap organ dan bukan
berasal dari ‘parental’. Takut objektif merupakan respon terhadap stimulus yang dapat
dirasakan, dilihat, didengar, dicium atau dikecap dan berasal dari sesuatu yang tidak
menyenangkan atau tidak dapat diterima.
Anak yang telah memiliki kontak dengan dokter gigi dan mendapatkan perlakuan
‘yang tidak menyenangkan’ sehingga menimbulkan sakit dapat menumbuhkan takut
terhadap perawatan dental berikutnya. Tidak mudah mengajak anak kembali ke dokter gigi
setelah hal ini. Oleh karenanya pada anak yang dipaksa kembali ke dokter gigi, perlu bagi
dokter gigi dan team-nya untuk menyadari kondisi emosi anak dan mengembalikan
kepercayaan anak secara perlahan.
Takut objektif juga dapat berasal dari sesuatu yang ‘diasosiasikan’. Seorang anak yang
merasakan sakit atas perawatan di Rumah Sakit oleh seseorang yang memakai ‘baju putih’
dapat menjadi takut terhadap dokter gigi atau dental hygienist yang berpakaian sama.
Bahkan takut dapat dipicu oleh bau dari obat atau bahan kimia tertentu yang dapat
diasosiasikan dengan pengalaman yang tidak menyenangkan sebelumnya. Takut dapat
menurunkan ambang sakit sehingga ‘sakit’ pada tindakan perawatan gigi menjadi lebih
besar dan menimbulkan kekhawatiran berlebih.
2. Takut subjektif
Takut subjektif diperoleh dari orang lain yang mengajarkan anak untuk merasakan dan
bersikap, sementara anak tersebut belum pernah merasakan sendiri pengalaman tersebut.
Anak rentan terhadap suggesti. Seorang anak kecil dapat mengembangkan takut pada
sebuah pengalaman dari mendengarkan situasi tidak menyenangkan atau menimbulkan
sakit pada orangtuanya atau orang lain. Takut pada dokter gigi/ perawatan gigi seringkali
berasal dari mendengarkan pengalaman orangtua atau temannya.
Takut ini akan menetap hingga anak membuktikan bahwa tidak ada ancaman pada
keselamatannya dari hal tersebut. Orangtua harus menjelaskan mengenai situasi klinik
gigi dengan jujur tanpa emosi berlebihan. Orangtua tidak menyampaikan pada anak
bahwa tindakan perawatan gigi menimbulkan sakit yang hebat ataupun juga sebaliknya
menyampaikan sesuatu yang tidak benar tentang ketidaknyamanan perawatan gigi.
Sakit sugestif dapat timbul dari meniru. Orangtua yang menunjukkan kecemasan dan
takut dapat menyebabkan anak meniru kecemasan dan takut yang sama. Biasanya
semakin lama takut subjektif ini ditekankan, maka akan semakin besar takut tersebut.
Konsekuensinya adalah takut ini lebih intens, tidak proporsional dan tidak rasional
daripada takut objektif yang jelas penyebabnya.
Namun kapasitas mental anak berbeda-beda. Anak yang sehat fisik dengan fungsi
endokrin normal akan merespon lebih aktif daripada anak dengan hipofungsi glandular.
Anak dengan mental yang baik akan merespon dengan lebih pintar dan cepat. Dua orang
anak yang dihadapkan pada stimulus yang sama dapat menimbulkan reaksi yang
berlawanan. Salah seorang dapat menunjukkan rasa percaya diri dan mau mencoba
melawan ‘hal yang menimbulkan takut’ sementara anak yang lain akan gentar dan lari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Finn SB. Clinical Pedodontics. Philadelphia: WB Saunders Co; 1973. p. 16-20
2. McDonald RE, Avery DR, Jean DA. Dentistry For The Child And Adolescent. 9th ed.
St.Louis: Mosby; 2011. p.
3. Pinkham, Casamassimo. Pediatric Dentistry, Infancy through Adolescent. 2nd ed.
Philadelphia: WB Saunders Co; 1994. p.
TEST
1. Berasal dari teori sakit manakah yang menyatakan bahwa level input fiber kecil dapat
dimodulasi oleh fiber lain yang lebih besar?
a. Teori spesifisitas
b. Teori intensitas
c. Teori pola
d. Teori gate control
e. Teori sensorik interaksi
2. Termasuk tipe takut manakah yang menyatakan bahwa takut tersebut diperoleh dari
stimulus langsung terhadap organ?
a. Objective fears
b. Subjective fears
c. Native fears
d. Innate fears
e. Suggestive fears
5. Manakah yang termasuk strategi coping untuk mengatasi persepsi sakit dikaitkan dengan
kemampuan kognitif?
a. Obat-obatan analgesic
b. Olah raga dan olah rasa
c. Hipnosis, relaksasi, berkhayal
d. Mengunjungi dokter gigi
e. Berperilaku negatif