Anda di halaman 1dari 14

PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER FAZLURRAHMAN

Makalah ini dibuat Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pemikiran Tafsir Kontemporer

Disusun oleh Kelompok 7:

Maharani Puspa Suci (19211227)


Nadra (19211240)
Nafa Awalia Zulfahreza (19211241)

Dosen Pengampu: Mujiburohman, S.Th.I., M.A

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1443 H/2022 M
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Fazlur Rahman ....................................................................................... 2
B. Teori Double Movement ....................................................................................... 6
C. Contoh Penerapan Teori Double Movement ......................................................... 8
D. Analisis dan Kritik Teori Double Movement ....................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 12

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci agama umat Islam, secara langsung atau tidak langsung
seluruh umat Islam selalu membaca dan menelaah kandungannya. Telaah terhadap
kandungannya ini dalam perjalanan sejarahnya telah menghasilkan rumusan-rumusan
metode untuk memahami Al-Qur’an atau dikenal dengan metode penafsiran Al-Qur’an,
mulai dari metode-metode penafsiran di masa klasik, yakni: metode tahlili, metode
maudhui, metode ijmali, dan metode muqaran sampai trend metode penafsiran sekarang ini
yakni metode penafsiran yang memanfaatkan filsafat, ilmu-ilmu sosial, dan humaniora.
Fazlur Rahman (1919-1988 M), seorang intelektual berkebangsaan Pakistan dan
besar di Amerika, adalah salah seorang reformer yang memberikan kontribusi orisinal pada
munculnya gebrakan besar pemikian Islam khususnya bidang Al-Qur’an di abad 20. Agenda
reformasinya berpusat pada pengkajian ulang atau reinterpretasi atas Al-Qur’an, yang ini
akan berimplikasi merevolusi wajah hukum Islam secara keseluruhan. Makalah ini akan
mengupas pemikiran Fazlur Rahman, yakni teori double movement dan contoh
penerapannya, serta analitis dan kritik mengenai teori tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dari Fazlurrahman?
2. Bagaimana teori Double Movement yang dikemukakan oleh Fazlurrahman?
3. Bagaimana contoh penerapan teori Double Movement?
4. Bagaimana Analisa dan kritik terhadap Double Movement?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi singkat Fazlurrahman.
2. Untuk memahami teori Double Movement.
3. Untuk memahami contoh penerapannya.
4. Untuk menganalisa dan mengkrtitik teori Double Movement.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Fazlur Rahman

Fazlur Rahman dilahirkan pada 1919 Masehi bertepatan dengan 1338 Hijrah di daerah
yang bernama Hazara, Barat Laut Pakistan. la dibesarkan dan dididik dalam sebuah keluarga
yang taat beragama dengan menganut madzhab Hanafi, sebuah madzhab Sunni yang lebih
bercorak rasionalistis dibanding dengan tiga madzhab Sunni lainnya (Syafi'i, Maliki, dan
Hanbali). Sejak kecil Fazlur Rahman tergolong anak yang cerdas, bahkan pada usia 10 tahun
ia telah mampu menghafal Al-Qur'an. Ayahnya bernama Maulana Sahab al-Din, merupakan
ulama tradisional yang terkenal dengan lulusan Dar al-Ulum, Deoband, India. 1 Berbeda
dengan kalangan tradisional pada umumnya, ayahnya adalah seorang kyai tradisional yang
memandang modernitas sebagai tantangan yang perlu disikapi, dan bukan dihindari. Ia
apresiatif terhadap pendidikan modern. Oleh karena itu, keluarga Rahman selain kondusif
bagi perkenalannya dengan ilmu-ilmu dasar tradisional, juga bagi pembentukan kepribadian
dan intelektualitas Rahman pada masa selanjutnya.2

Dengan ayahnya sendiri ia belajar banyak disiplin tinggi seperti ilmu tafsir, fiqih, hadis,
falsafah, kalam, dan lainnya, sehingga atas bimbingan ayahnya ia mampu menghadapi
berbagai macam peradaban dan tantangan alam modern, di samping itu juga ia mendapat
pengajaran dari ibunya tentang kasih sayang, kejujuran, serta kecintaan sepenuh hati
darinya. Fazlur Rahman juga dikenal sebagai tokoh pembaharu yang sangat kritis dan
pemikir Islam kontemporer. Kecerdasannya dalam bidang pendidikan diakui dunia
internasional, terutama oleh kalangan akademik Barat. Disamping itu, di negerinya sendiri
yaitu Pakistan, pikiran-pikiranya yang sangat rasional banyak ditentang oleh masyarakat
dunia Islam. Namun di Indonesia, para kalangan akademis pikiran Fazlur Rahman dapat
diterima dan dikembangkan. Beberapa pemikir kawakan Indonesia seperti Nurcholish
Madjid dan Ahmad Syafi'i Ma'arif yang merupakan murid dari Fazlur Rahman.3

Pada tahun 1933 saat Rahman berusia 14 tahun, ia bersama orang tuanya pindah dari
tempat tinggal leluhurnya ke Lahore yang saat itu disebut “Kota Taman dan Perguruan
Tinggi”. Disamping Rahman belajar secara formal di sebuah sekolah modern di kota ini, ia

1
Ahmad Suryadi, Pemikiran Pendidikan Islam Fazlur Rahman, (Sukabumi: CV Jejak, 2020), h. 5
2
M. Adib Hamzawi, “Elastisitas Hukum Islam; Kajian Teori Double Movement Fazlur Rahman”, Inovatif:
2, No. 2, (September, 2016), h. 3
3
Ahmad Suryadi, Pemikiran Pendidikan Islam Fazlur Rahman, h. 6-7

2
juga menerima pelajaran-pelajaran tradisional dalam kajian kajian keislaman. Setelah
menyelesaikan sekolah menengahnya, Rahman melanjutkan belajarnya ke Universitas
Punjab dengan mengambil studi bidang sastra Arab di Departeman Ketimuran. Dua tahun
kemudian pada tahun 1940 M, Rahman berhasil menyelesaikan studinya dengan baik dan
menyandang gelar Bachelor of Art. Dan pada tahun 1942 M, Rahman mendapat gelar
Master untuk jurusan ketimuran yang diraihnya di universitas yang sama. Rendahnya mutu
pendidikan di India menyebabkan Rahman memutuskan untuk melanjutkan studinya di
Barat. Pada tahun 1946 M, ia melanjutkan studi pada program doctor (Ph.D Program) di
Universitas Oxford, Inggris. Pada program ini Rahman berkonsentrasi pada kajian Filsafat
Islam. Ia menyelesaikan studi Doktornya dalam waktu 3 tahun (1946-1949) dengan
desertasinya yaitu tentang Ibnu Sina. 4 Ia juga menggunakan kesempatan ini untuk
mempelajari bahasa asing, seperti bahasa Arab, Latin, Yunani, Persia, Inggris, Turki,
Jerman, dan Urdu.

Setelah selesai menempuh pendidikan di Oxford, ia memilih mengajar di Eropa dan


menjadi dosen bahasa Persia di Universitas Durham Inggris pada 1950 hingga 1958.
Selanjutnya pada 1958 ia pindah ke Kanada, ia diangkat sebagai associate professor di
Institute of Islamic Studies Universitas Mc. Gill, di Montreal, Kanada. Pada tahun 1961
Fazlur Rahman kembali ke Pakistan untuk membantu proses pembaharuan di Pakistan yang
kemudian ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Riset Islam pada tahun 1962. Selain itu juga
Rahman juga menjadi salah satu anggota Dewan Penasihat Ideologi Islam Pemerintah
Pakistan.5

Saat itu Fazlur Rahman sangat gencar mengeluarkan gagasan-gagasan kritis tentang
keIslaman, namun hal tersebut bertentangan dengan pemikir tradisionalis sehingga
menimbulkan kontroversi yang tidak berkesudahan. Puncak meletusnya ketika ia
mengatakan bahwa secara keseluruhanya Al-Qur’an adalah perkataan Allah serta dalam
pengertiannya bisa pula sebagai ucapan Nabi yang beliau tulis dalam artikelnya yang
diterbitkan dalam bahasa Urdu mendapat protes dari banyak pihak, sehingga beliau dituduh
sebagai munkir Al-Qur’an (pengingkar Al-Qur’an). Pada tahun 1968 Fazlur Rahman
akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Lembaga Riset Islam dan juga

4
Anas Rohman, “Pemikiran Fazlur Rahman Dalam Kajian Qur’an-Hadis (Telaah Kritis)” Progress 8, No.
1, (Juni, 2020), h. 126
5
Nicolas J. Woly, Perjumpaan di Serambi Iman, (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), h. 141

3
keanggotaannya dalam Dewan Penasihat Ideologi Islam Pemerintah Pakistan setahun
kemudian. Lalu meninggalkan Pakistan6

Setelah mengakhiri jabatannya, Rahman hijrah ke Amerika dan mengabdi sebagai Guru
Besar dalam Kajian Islam dalam berbagai aspeknya di Department of Near Eastern
Languages and Civilizations di Universitas Chicago sejak tahun 1970. Selain mengajar di
Universitas Chicago, Rahman juga sering diminta oleh berbagai pusat studi terkemuka di
Barat untuk memberi kuliah-kuliah atau berpartisipasi dalam seminar-seminar internasional
yang berkaitan dengan kajian-kajian keislaman. Tidak kurang dari delapan belas tahun
Rahman menetap di Chicago dan mendedikasikan hidupnya untuk Islam, sampai akhirnya
Tuhan memanggilnya pulang pada 26 Juli 1988.7

Fazlur Rahman merupakan seorang pemikir dalam berbagai kajian ilmu dan seorang
penulis yang produktif, dia menulis beberapa buku penting dan lebih dari 90 artikel dalam
berbagai jurnal akademis dan ensiklopedia.8 Beberapa buku yang telah ia tulis di antaranya:
Avicenna’s Psychology (1952), Prophecy in Islam (1958), Islamic Methodology in History
(1965), Islam (1966), Philosophy of Mulla Sadra Shirazi (1975), Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition (1982), Health and Medicine in Islamic
Tradition (1987), dan lainnya.9

Pemikiran Fazlur Rahman

Fazlur Rahman memiliki biografi intelektual yang menunjukkan bahwa ia berada pada
dua pola pemikiran yang berbeda yakni corak pemikiran barat dan tradisional. Pertama,
latar belakang pendidikan tradisional di bagian timur Pakistan dan latar belakang pendidikan
modern di Barat Inggris. Kedua, kombinasi latar belakang karir intelektual bersama pihak
konservatif di Pakistan dan latar belakang intelektual bersama pihak liberal di Chicago. Dari
kedua latar belakang yang berbeda tersebut melahirkan pemikiran Rahman yang moderat,
sintesis dan metodis.

Bagi Rahman mengartikan wahyu dalam kajian sejarah sangatlah penting, sebab jika
sejarah berpengaruh dalam memahami wahyu yang transenden, maka penting untuk

6
Beta Firmansyah, “Aplikasi Teori Double Movement Fazlu Rahman Terhadap Hukum Memilih Pemimpin
Non-Muslim”, Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin 5, No. 1, (Juni, 2019), h. 54
7
Nailis Sa’adah, “Tabarruj Dalam Perspekif Teori Double Movement Fazlur Rahman” (Skripsi Sarjana
Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo, Semarang, 2019), h. 52
8
Nicolas J. Woly, Perjumpaan di Serambi Iman, h. 142
9
Anas Rohman, “Pemikiran Fazlur Rahman Dalam Kajian Qur’an-Hadis (Telaah Kritis)”, h. 128

4
menyelidiki keberadaan wahyu. Kemudian ia menunjukkan bagaimana otoritas Al-Qur’an
dan Hadis hadir di tengah-tengah realitas sejarah dan budaya di masyarakat. Rahman dalam
memahami Al-Qur’an, lebih mendahulukan prinsip moral Al-Qur’an dari pada lahiriyah
teks meskipun ia tidak meninggalkan teks sama sekali. Berdasarkan warisan intelektual
Islam pada masa awal, Rahman berusaha memberikan teori kompleks yang menghubungkan
wahyu dengan alasan-alasan filosofis, psikologis, sosisologis, dan antropologis.10

Adib Hamzawi menyebutkan, Secara garis besar Taufik Adnan Amal membagi
perkembangan pemikiran keagamaan Rahman dalam tiga periode utama. Periodesasi
tersebut berdasarkan pada perbedaan karakteristik karya-karya yang dihasilkannya.
Pertama, periode awal (dekade 50-an). Periode ini, secara umum Rahman belum banyak
menghasilkan karya-karya normatif. Hasil Karya-karya yang ditulisnya lebih bersifat
historis, seperti ”Avicenna’s Psychology” (1952). Kedua, periode Pakistan (dekade 60-an),
yakni ketika Rahman baru mulai menekuni kajian Islam normatif dan terlibat arus pemikiran
Islam meski belum ditopang basis metodologi yang sistematis. Pada periode ini, Rahman
menghasilkan buku yang berjudul “Islamic Methodology in History” (1965). Ketiga,
periode Chicago (dekade 70-an dan seterusnya). Dinamakan periode Chicago karena
periode ini dimulai ketika Rahman memutuskan untuk kembali ke Chicago. Pada masa ini
keterlibatan Rahman dalam kajian Islam normatif yang didukung basis metodologi yang
sistematik terlihat. Melalui karyanya, ia mengakui terlibat langsung dalam arus pembaruan
pemikiran Islam dan mendeklarasikan dirinya sebagai juru bicara neomodernis. Buku yang
dihasilkan Rahman pada masa ini seperti “The Philosophy of Mulla Sadra” (1975), dan
lainnya.11

Fazlur Rahman menduduki tempat tersendiri dalam pemikiran Islam kontemporer. Ia


menguasai pendekatan-pendekatan ilmiah modern dalam universitas-universitas Barat.
Kritiknya terhadap pengetahuan tradisional sangatlah kuat serta memiliki fondasi
fundamental yang kuat. Fazlur Rahman memiliki pemahaman bahwa hermeneutika
merupakan suatu alat metodologis yang sangat unggul. Ia pun mendalami teori-teori
hermeneutika ketika sebagian besar pemikir-pemikir Muslim lainnya belum begitu
mengenalnya. Karenanya dalam pemikiran Islam, Fazlur Rahman dipandang sebagai tokoh
yang merintis penerapan hermeneutika untuk dapat memahami teks Al-Qur’an. Kontribusi
Fazlur Rahman dalam mengenalkan hermenutika memperoleh sambutan yang besar di

10
Anas Rohman, “Pemikiran Fazlur Rahman Dalam Kajian Qur’an-Hadis (Telaah Kritis)”, h. 128-129
11
M. Adib Hamzawi, “Elastisitas Hukum Islam; Kajian Teori Double Movement Fazlur Rahman”, h. 6-7

5
lingkungan akademisi Islam. Sebagian menerima dan sebagian lain menolaknya. Alasan
sederhana yang menolak adalah bahwa hermeneutika berasal dari Barat-Kristen, sehingga
tidak menutup kemungkinan nilai-nilai yang berasal dari Barat-Kristen tersebut dapat
dimasukkan (infiltrasi) kedalam Islam.

Posisi Al-Qur’an bagi Fazlur Rahman sangat tinggi kedudukannya. Al-Qur’an


ditunjukkan tidak hanya sebagai sumber doktrin penjelasan bagi agama, melainkan juga
sebagai suatu alat analisis yang bahkan lebih luas dapat menjadi alat kritis. Metodologi
tafsir Al-Qur’an Fazlur Rahman diakui dengan hermeneutika, bukan dengan tafsir atau
takwil dalam definisi umum sebagaimana yang biasa digunakan oleh para penafsir Al-
Qur’an. Banyak peninggalan keilmuan yang bersifat klasik yang dirumuskan oleh para
ulama tradisional dikritisi kembali oleh Fazlur Rahman dengan murni menggunakan
perspektif pandangan Qur’ani. Dalam hal ini Fazlur Rahman, mengidentifikasi ajaran-ajaran
asing yang telah mengakar dalam batang tubuh keilmuan Islam. Hal tersebut dilakukan
dalam rangka suatu upaya yang dilakukan dalam purifikasi ajaran Islam dari unsur-unsur
asing yang akan merusak pesan orisinalitas Al-Qur’an.12

B. Teori Double Movement

Teori ini merupakan pola kombinasi penalaran, yaitu induksi dan deduksi. Penalaran
pertama, berangkat dari hal khusus (partikular) menuju hal umum (general), kemudian
penalaran kedua, berangkat dari hal umum menuju hal khusus, sehingga dikenalah dua
gerakan yang disebut double movement. 13
Dari Samsul Ma’rifat, Fazlur Rahman
menyebutkan dalam bukunya “a double movement, from the present situation to the
Qur’anic times, then back to the present”. metode double movement ialah Suatu gerakan
ganda, gerakan dari situasi sekarang ke masa Al-Qur’an diturunkan, kemudian gerakan
kembali ke masa sekarang.14 Dengan kata lain, metode double movement adalah metode
yang menawarkan gerakan bolak- balik. Di dalamnya memuat 2 (dua) gerakan, gerakan
pertama berangkat dari situasi sekarang menuju ke situasi masa al-Qur’an diturunkan dan
gerakan kedua kembali lagi, yakni dari situasi masa al-Qur’an diturunkan menuju ke masa
kini, yang ini akan mengandaikan progresivitas pewahyuan.15

12
Moh. Agus Sifa dan Muhammad Aziz, “Telaah Kritis Pemikiran Hermeneutika “Double Movement”
Fazlur Rahman (1919-1988)”, Jurnal Studi KeIslaman 8, No 1, (Maret 2018), h. 117-118
13
Casrameko, Pengantar Ilmu Kalam, (Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management, 2019), h. 246
14
M. Samsul Ma’rifat, “Epistemologi Fazlur Rahman Dalam Memahami Al-Qur’an Dan Hadis”, Manthiq
1, No. 1, (Mei, 2016), h. 8
15
Anas Rohman, “Pemikiran Fazlur Rahman Dalam Kajian Qur’an-Hadis (Telaah Kritis)”, h. 131

6
Mekanisme gerakan pertama yaitu dengan cara memahami arti dan makna dari teks
sekaligus memahami situasi dan kondisi atau problem historis yang menyebabkan teks itu
muncul. Dengan kata lain, gerakan pertama ini menuntut pemahaman teks Al-Qur’an secara
keseluruhan sekaligus memahami konteks yang khusus tersebut dan kemudian
menggeneralisasikan dari kasus tersebut yang dianggap sebagai pesan moralnya. Artinya
dalam gerakan ini memahami teks yang mempunyai pesan universal dan mengkaji konteks
sejarah atau penyebab teks itu diturunkan serta menarik hukum umum dari kejadian
tersebut. Sedangkan mekanisme gerakan kedua, setelah mencari pesan inti atau tujuan-
tujuan (pesan moral) yang mendasari teks itu diturunkan, selanjutnya menarik pesan-pesan
tersenbut ke konteks kekinian. Sehingga maksud Al-Qur’an yang global tersebut dapat
diterapkan kepada konteks kekinian.16

Menurut Fazlur Rahman, sampai sekarang sedikit sekali usaha yang dilakukan untuk
memahami Al-Qur'an secara keseluruhan. Bila gerakan yang pertama mulai dari hal-hal
yang spesifik lalu ditarik menjadi prinsip-prinsip umum dan nilai-nilai moral jangka
panjang, maka gerakan kedua ditempuh dari prinsip umum ke pandangan spesifik yang
harus dirumuskan dan direalisasikan ke dalam kehidupan sekarang. Dapat dikatakan bahwa
bahwa gerakan pertama merupakan kerja ahli sejarah, sedangkan gerakan kedua merupakan
kerja ahli etika. Jika berhasil mencapai kedua gerakan tersebut dengan benar, maka pesan
Al-Qur’an akan efektif kembali dan selalu hidup.17

Dalam teori ini, Fazlur Rahman mencoba mendialektikakan text, author, dan reader.
Sebagai author, Fazlur Rahman tidak memaksa text berbicara sesuai dengan keinginan
author, melainkan membiarkan text berbicara sendiri, yaitu dengan cara menelaah
historisitas text tersebut. Historis yang dimaksudkan di sini bukanlah semata-mata asbab al-
nuzul sebagaimana yang dipahami oleh ulama konvensional, melainkan lebih luas lagi yaitu
setting sosial masyarakat Arab. Historisitas ini ditelaah guna mencari nilai-nilai universal,
atau yang disebut dengan ideal moral. Sebab, ideal moral berlaku sepanjang masa dan tidak
berubah-ubah. Berbeda dengan legal spesifik yang berlaku pada saat itu. Ideal moral adalah
tujuan dasar yang dipesankan oleh Al-Qur’an, sedangkan legal spesifik adalah ketentuan
hukum yang diterapkan khusus pada saat itu untuk merespon situasi dan kondisi pada masa
itu. Al-Qur’an dipandang elastis dan fleksibel. Ideal moral bersifat universal, sedangkan

16
Beta Firmansyah, “Aplikasi Teori Double Movement Fazlu Rahman Terhadap Hukum Memilih Pemimpin
Non-Muslim”, h. 54-55
17
Casrameko, Pengantar Ilmu Kalam, h. 247

7
legal spesifik bersifat partikular. 18 Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan teori
Fazlur Rahman adalah untuk menangkap kembali pesan moral universal Al-Qur’an yang
objektif itu, dengan cara membiarkan Al-Qur’an berbicara sendiri tanpa ada paksaan dari
luar dirinya, yang kemudian dapat diterapkan pada realitas masa kini. sesuai dengan al-
Qur’an yang shalih fi kulli zamān wa makān.19

C. Contoh Penerapan Teori Double Movement

Beberapa contoh pemahaman Al-Qur’an yang sedikit banyak mencerminkan bentuk


kongkrit penerapan teori gerak ganda dapat ditemukan dalam beberapa tulisan rahman.

1. Hukuman potong tangan bagi pencuri.


Sebagaimana biasa ia mengkritik pemahaman yang sempit dan tidak kontekstual
dari para ulama (fukaha) klasik. Usaha sebagian kalangan modernis untuk menafsirkan
qat’al-yad secara metafor dimana ia menjadi berarti “menutup peluang bagi orang
untuk mencuri” atau “memotong jangkauan tangannya melalui perbaikan ekonomi”.
Juga dinilainya tidak sesuai dengan fakta historis (yang menjadikan makna literal
sebagai pengertian yang digunakan dan dipraktekkan). Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, ia selalu menekankan pemahaman qur’an menurut konteks sosio-
historisnya agar terhindar dari penafsiran yang subyektif (berlebih-lebihan dan
artifisial).
2. Tentang khamr (minuman beralkohol).20
Sebagaimana diketahui pada mulanya Al-Qur’an memandang khamr sebagai
karunia Tuhan seperti juga susu dan madu (QS 16: 66-69). Setelah umat islam hijrah
ke Madinah beberapa orang sahabat menyarankan agar Nabi melarang khamr. Untuk
menanggapinya, diwahyukanlah QS. 2:219: “Mereka bertanya kepadamu tentang
khamr dan judi; katakanlah dalam keduanya itu terdapat bahaya yang besar dan
beberapa manfaat tertentu bagi manusia, tetapi bahayanya lebih besar daripada
manfaatnya”. Berikutnya Ketika sekelompok orang Ansar minum khamr hingga mabuk
dan oleh karenanya salah seorang di antara mereka keliru dalam membaca al-Qur’an,
maka segera diikuti dengan turunnya QS. 4:43 yang isinya melarang umat islam
mendekasi solat dalam kondisi mabuk hingga mereka mengerti apa yang mereka
ucapkan. Belakangan dalam sebuah pesta minum-minum, terjadi percekcokan yang

18
Nailis Sa’adah, “Tabarruj Dalam Perspekif Teori Double Movement Fazlur Rahman”, h. 55-56
19
Casrameko, Pengantar Ilmu Kalam, h. 240
20
Hallaq, A History, hal.242-243

8
menyebabkan perselisihan sengit di antara para sahabat. Segera sesudah itu
diwahyukanlah QS. 5: 90-91: bawa khamr, judi adalah kotor dan termasuk perbuatan
setan, setan hanya ingin membangkitkan permusuhan dan kebencian di antara kalian
melalui khamr dan judi, dan mencegah kalian dari mengingat Allah dan beribadalah
kepada-Nya”. Dari larangan secara bertahap terhadap khamr ini, para fukaha
menyimpulkan bahwa ayat yang terakhir diturunkan me-nasakh ayat yang diwahyukan
lebih dulu.
3. Tentang poligami.
Dalam QS. 4:2 mengkritik pengambilalihan hak pemilikan secara tidak sah terhadap
harta anak yatim yang dilakukan oleh pengasuhnya (orang tua asuhnya). QS. 4:126
menyatakan bahwa para orangtua asuh ini hendaknya menikahi anak-anak yatim
(perempuan) tersebut Ketika menikah telah cukup umur daripada mengembalikan harta
kepada mereka. Berikutnya, QS. 4: 3 menyatakan jika para orang tua asuh tersebut tidak
dapat berlaku adil terhadap harta anak-anak asuhnya itu, maka mereka boleh menikahi
hingga empat orang dari mereka, hanya saja mereka ini harus diperlakukan secara adil.
Jika para orang tua asuh tidak dapat berlaku adil terhadap mereka maka mereka cukup
menikahi satu orang saja. Di lain pihak QS. 4:127 menegaskan bahwa tidak mungkin
dapat berlaku adil terhadap istri yang lebih dari satu.

D. Analisis dan Kritik Teori Double Movement


Menurut Fazlur Rahman problem studi Qur’an adalah problem pemahaman, bukan
problem keaslian. Berbeda dengan para orientalis, seperti Ricarl Bell yang mencari unsur
kristen dalam Al-Qur’an. Menurutnya yang terpenting adalah bagaimana bisa memahami
Al-Qur’an dengan metode yang tepat untuk mengungkapkan isi kandungan Al-Qur’an.
Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa di samping wahyu internal untuk menerangkan
hakekat dan proses pewahyuan Al-Qur’an, terdapat pula pemahaman lain yang menyalahi
keyakinan mayoritas umat Islam. Pemahaman yang kontroversial ini menyatakan bahwa
yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril
adalah makna-makna Al-Qur'an semata, yang kemudian Nabi mengungkapkannya dengan
kata-kata Arab yang sesuai dan sejalan dengan makna-makna tersebut. Keinginan dan
kemauan keras beliau mendorongnya untuk segera mengulang-ulang pembacaan firman-
firman tersebut sebelum Jibril selesai membacakannya.
Dalam sudut pandang Fazlur Rahman, Qur’an muncul untuk merespon terhadap
berbagai problematika, terkadang juga menjelaskan hukum-hukum yang bersifat umum, dan

9
juga menjawab permasalahan umum dan khusus. Untuk membuat Islam selalu relevan
dengan situasi lingkungan sekarang, orang muslim dalam mengatasi penafsiran Qur’an dan
tradisional dan harfiyah beralih kepemahaman spirit Qur’an dan mengkaji lingkungan
spesifik di mana ayat itu diturunkan sehingga mereka dapat menerapkan prinsip-prinsip
umum yang bersumber dari wahyu pada masa sekarang.
Al-Qur’an memiliki sebuah latar belakang historis, sehingga walaupun ada orang yang
menemukan Al-Qur’an di Kutub Utara dan ia memahaminya bahkan walaupun dia
mengetahui bahasa Arab, maka dia tidak akan bisa memahami Al-Qur’an secara utuh.
Dalam Islam and Modernity, Rahman menawarkan dua langkah untuk memahami Al-
Qur’an. Yang pertama, memahami Al-Qur’an dengan makna dengan mengkaji latar
belakang historis sebuat ayat diturunkan. Langkah kedua, menggeneralisasikan respon-
respon khusus serta menyatakannyaa sebagai pernyataan umum yang dapat disajikan dari
ayat-ayat spesifik.21

21
Sa’dullah Assa’idi, Pemahaman Tematik Al-Qur’an Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013) hal. 7.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fazlur Rahman memiliki biografi intelektual yang menunjukkan bahwa ia berada pada
dua pola pemikiran yang berbeda yakni corak pemikiran barat dan tradisional. Pertama,
latar belakang pendidikan tradisional di bagian timur Pakistan dan latar belakang pendidikan
modern di Barat Inggris. Kedua, kombinasi latar belakang karir intelektual bersama pihak
konservatif di Pakistan dan latar belakang intelektual bersama pihak liberal di Chicago. Dari
kedua latar belakang yang berbeda tersebut melahirkan pemikiran Rahman yang moderat,
sintesis dan metodis.
Fazlur Rahman menyebutkan dalam bukunya “a double movement, from the present
situation to the Qur’anic times, then back to the present”. metode double movement ialah
Suatu gerakan ganda, gerakan dari situasi sekarang ke masa Al-Qur’an diturunkan,
kemudian gerakan kembali ke masa sekarang. Dengan kata lain, metode double movement
adalah metode yang menawarkan gerakan bolak- balik. Di dalamnya memuat 2 (dua)
gerakan, gerakan pertama berangkat dari situasi sekarang menuju ke situasi masa al-Qur’an
diturunkan dan gerakan kedua kembali lagi, yakni dari situasi masa al-Qur’an diturunkan
menuju ke masa kini, yang ini akan mengandaikan progresivitas pewahyuan.
Dalam sudut pandang Fazlur Rahman, Qur’an muncul untuk merespon terhadap
berbagai problematika, terkadang juga menjelaskan hukum-hukum yang bersifat umum, dan
juga menjawab permasalahan umum dan khusus. Untuk membuat Islam selalu relevan
dengan situasi lingkungan sekarang, orang muslim dalam mengatasi penafsiran Qur’an dan
tradisional dan harfiyah beralih kepemahaman spirit Qur’an dan mengkaji lingkungan
spesifik di mana ayat itu diturunkan sehingga mereka dapat menerapkan prinsip-prinsip
umum yang bersumber dari wahyu pada masa sekarang.
B. Saran
Demikianlah makalah yang sudah diuraikan dengan seksama ini. pemakalah menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan tidak sempurna. Oleh
sebab itu kami sangat membuka seluas-luasnya ruang kritik dan saran dari pembaca supaya
bisa memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makah ini dapat bermanfaat dan menjadi
pelajaran dan pengetahuan bagi kita yang kelak diharapkan bisa diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari kita.

11
DAFTAR PUSTAKA

Assa’idi, Sa’dullah. Pemahaman Tematik Al-Qur’an Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2013.

Casrameko, Pengantar Ilmu Kalam, Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management, 2019).

Firmansyah, Beta. “Aplikasi Teori Double Movement Fazlu Rahman Terhadap Hukum
Memilih Pemimpin Non-Muslim”, Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin 5, No. 1, 2019.

Hamzawi, M. Adib. “Elastisitas Hukum Islam; Kajian Teori Double Movement Fazlur
Rahman”, Inovatif: 2, No. 2, 2016.

Ma’rifat, M. Samsul. “Epistemologi Fazlur Rahman Dalam Memahami Al-Qur’an Dan Hadis”,
Manthiq 1, No. 1, Mei, 2016.

Rohman, Anas. “Pemikiran Fazlur Rahman Dalam Kajian Qur’an-Hadis (Telaah Kritis)”
Progress 8, No. 1, 2020.

Sa’adah, Nailis. “Tabarruj Dalam Perspekif Teori Double Movement Fazlur Rahman”, Skripsi
Sarjana Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo, Semarang, 2019.

Sifa, Moh. Agus dan Muhammad Aziz, “Telaah Kritis Pemikiran Hermeneutika “Double
Movement” Fazlur Rahman (1919-1988)”, Jurnal Studi KeIslaman 8, No 1, Maret
2018.

Suryadi, Ahmad. Pemikiran Pendidikan Islam Fazlur Rahman, Sukabumi: CV Jejak, 2020.

WolY , Nicolas J. Perjumpaan di Serambi Iman, Jakarta: Gunung Mulia, 2008.

12

Anda mungkin juga menyukai