Anda di halaman 1dari 15

0

PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN DAN MUHAMMAD


ARKOUN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi
Islam

Disusun Oleh :
Binti Muarifatul Maulidia
6122004

PROGRAM STUDI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
TAHUN 2022
1

Nama Binti Muarifatul Maulidia


NIM 6122004
Semester/ Kelas I-A
Metodologi Studi Islam : Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad Arkoun

A. Biografi Fazlur Rahman


Fazlur Rahman lahir pada tanggal 21 September 1919 di Hazara,
sebelum pembagian India, sekarang menjadi bagian dari Pakistan. Fazlur
Rahman dibesarkan di mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi adalah mazhab
yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah, namun cara berpikirnya lebih
rasional. Dengan demikian, tidak dapat disangkal bahwa Fazlur Rahman
juga rasional dalam pemikirannya, meskipun mendasarkan pemikirannya
pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Fazlur Rahman lahir dari keluarga miskin yang taat akan agama.
Ketika berusia sekitar 10 tahun, ia sudah hafal Al-Qur'an meskipun
dibesarkan dalam keluarga pemikir tradisional, namun ia tidak seperti
pemikir tradisional yang menolak pemikiran modern, bahkan ayahnya
menganggap modernitas dalam Islam sebagai tantangan dan
kesempurnaan. harus dilihat.
Ayahnya Maulana Shihabudin adalah alumni dari sekolah menengah
terkemuka di India, Darul Ulum Deoband. Meskipun Fazlur Rahman tidak
belajar di Daril Ulum, ia menguasai kurikulum Dares Nijami yang di
tawarkan di lembaga tersebut dalam kajian privat dengan Ayahnya, ini
melengkapi latar belakangnya dalam memahami islam tradisional dengan
perhatian khusus pada fikih, Ilmu kalam, Hadits, Tafsir, Mantiq, dan
Filsafat. Setelah mempelajari ilmu-ilmu dasar ini, ia melanjutkan ke
Punjab University di Lahore dimana ia lulus dengan penghargaan untuk
bahasa Arabnya pada tahun 1940 dan di sana juga ia mendapatkan gelar
MA-nya dalam bidang Sastra Arab pada Tahun 1942. Pada tahun 1946 ia
pergi ke Oxford dengan mempersiapkan disertasi dengan Psikologi Ibnu
Sina di bawah pengawasan professor Simon Van Den Berg. Disertasi itu
2

merupakan terjemah kritikan dan kritikan pada bagian dari 5 kitab An-
Najt, milik filosof muslim kenamaan abad ke-7, setelah 1951 mendapat
gelar Ph.D Fazlur Rahman di Oxford ia mengajar bahasa Persia dan
Filsafat Islam di Durham University Kanada dari tahun 1950-1958. ia
meninggalkan Inggris untuk menjadi Associate Professor pada kajian
Islam di Institute Of Islamic Studies Mc. Gill University Kanada di
Montreal. Dimana dia menjabat sebagai Associate Professor Of
Philosophy.
Pada awal tahun 60 an Fazlur Rahman kembali ke Pakistan. Pada
bulan Agustus 1960 Fazlur Rahman di tunjuk sebagai Direktur Riset
Islam, setelah sebelumnya menjabat sebagai staf lembaga tersebut. Selain
menjabat sebagai Direktur Lembaga Riset Islam, pada tahun 1964 ia di
tunjuk sebagai anggota dewan penasehat Ideologi Pemerintah Pakistan.
Namun usaha Fazlur Rahman sebagai seorang pemikir modern di tentang
keras oleh para ulama tradisional fundamentalis. Puncak dari segala
kontroversialnya memuncak ketika 2 bab karya momumentalnya, Islam
( 1966 ) di tentang keras karena pernyataan Fazlur Rahman dalam buku
tesebut “ Bahwa Al-Qur’an itu secara keseluruhan adalah kalam Allah dan
dalam pengertian biasa juga seluruhnya merupakan perkataan
Muhammad” sehingga Fazlur Rahman di anggap orang yang memungkiri
AlQur’an.
Pandangannya membuat heboh selama satu tahun di media massa
Pakistan. Kalangan ulama menunduhnya sebagai orang yang telah
mengingkari al-Qur'an. Protes massa ditumpahkan di jalan-jalan sampai
terjadi mogok massal secara besar-besaran. Sadar dirinya tanpa dukungan,
akhirnya ia melepaskan seluruh jabatannya di Pakistan dan kemudian
hijrah ke Chicago, Amerika. Setelah melepas jabatannya di Pakistan,
Rahman Hijrah ke Barat, ia diterima sebagai tenaga pengajar di
Universitas California, Los Angeles, Amerika. Kemudian pada tahun
1969, ia mulai menjabat sebagai Guru Besar Kajian Islam dalam berbagai
aspeknya di Departement of Near Eastern Languages and Civilation,
3

University of Chicago, Setelah Fazlur Rahman pindah ke Barat, dia


merasa telah mencapai kebebasan spiritual dan di sana dia
mempertimbangkan gagasan reformasi Islam dan banyak siswa Muslim
belajar di bawahnya. Selain kuliah dan penelitian keislaman, beliau juga
aktif dalam berbagai kegiatan intelektual, proyek penelitian, mengikuti
seminar internasional dan kuliah di berbagai pusat kajian terkemuka. Ia
juga aktif menulis berbagai buku Islami dan menjadi kontributor artikel di
beberapa majalah internasional. Karya-karyanya mencakup hampir semua
studi Islam, normatif, historis, dan ia mulai mengidentifikasi dirinya
sebagai seorang neo-modernis sehubungan dengan upaya reformasi yang
dilancarkan, maka pada tanggal 5 September 1986 ia mengundurkan diri
dari jabatan pemimpin Islam. Sebuah lembaga penelitian, dimana izin
diberikan oleh Ayyub Khan.
Fazlur Rahman tinggal di Chicago setidaknya selama 18 tahun dan
membagikan pemikirannya secara lisan dan tertulis hingga akhir tahun,
beliau meninggal pada 26 Juli 1988, jauh sebelum dia menderita diabetes
kronis dan serangan jantung, yang memerlukan pembedahan. Operasi ini
berhasil setidaknya selama beberapa minggu sampai kematian
menyusulnya. Kepergiannya merupakan kerugian bagi dunia intelektual
muslim.1

B. Pemikiran Fazlur Rahman


Dengan segala kehebatan intelektualnya, Fazlur Rahman tentu bukan
tanpa kekurangan dan kelemahan. Jadi kita berhak menerima, menerima
atau menolak semua atau sebagian hasil pemikirannya dalam posisi
penerimaan atau penolakan semua. Seorang intelektual pencari kebenaran
dengan sendirinya mengumpulkan berbagai informasi terkait pendapat dan
pemikiran yang diungkapkannya. Untuk menilai pendapat Fazlur Rahman,
Al-Qur'an harus dipahami terlebih dahulu sebagai ajaran yang lengkap

1
Muhammad Ari Fahrizal, Pemikiran Fazlur Rahman, (Banten : UIN Sultan Maulana
Hasanudin, 2020), 6
4

bersama-sama dengan As-Sunnah, sejarah Islam dan lain-lain. Di antara


pemikiran Fazlur Rahman antara lain : Ia menegaskan bahwa al-Qur’an
bukanlah suatu karya misterius atau karya sulit yang memerlukan manusia
berlatih secara teknis untuk memahami dan menafsirkan perintah-
perintahnya, di sini di jelaskan pula prosedur yang benar untuk memahami
al-Qur’an. Seseorang harus mempelajari al-Qur’an dalam Ordo Histories
untuk mengapresiasikan tema-tema dan gagasan-gagasannya.
Hal ini harus dilihat dari latar belakang sosio-historisnya, hal ini
berlaku tidak hanya pada ayat-ayat individual tetapi pada Al-Qur'an secara
keseluruhan. Tanpa cukup memahami mikro dan makro. Menurut Fazlur
Rahman, sangat mungkin seseorang salah memahami makna Al-Qur'an
tentang perjuangan Nabi baik di Mekkah maupun Madinah. Fazlur
Rahman, dalam karyanya Islam and Modernity 1982, menegaskan bahwa
sistematisasi materi ajar Alquran mutlak diperlukan. Tanpa upaya ini,
penerapan ayat-ayat secara terpisah dan individual pada berbagai situasi
mungkin menyesatkan.2
Fazlur Rahman bisa dikatakan sebagai pemikir yang Kompleks. Ia
bukan saja pemikir peradaban Islam, tetapi juga seorang filosof, pemikir
pendidikan, komentator bahkan pemikir sufi. Semua tulisan Rahman telah
mengalir, mengungkap isi Al Qur’an. Karya-karya tersebut dapat
dikatakan sebagai inti dari kesimpulan yang ditariknya berdasarkan
pengetahuannya yang mendalam dan komprehensif tentang pemikiran
Islam serta wawasan dan pengalamannya sebagai manusia yang hidup di
dunia dan saat ini.3
Rahman berpendapat bahwa perangkat keilmuan perlu
dikembangkan untuk mengontrol kemajuan keilmuan tafsir Al-Qur'an.
Menurutnya, ada tiga alat yang harus dikuasai oleh para penafsir Al-
Qur'an. Pertama, memahami Alquran secara akurat tidak hanya

2
Muhammad Ari Fahrizal, Pemikiran Fazlur Rahman … 7
3
Hadi Prayitno, Aminul Qodat, “Konsep Pemikiran Fazlur Rahman tentang Modernisasi
Pendidikan Islam dan Relevansinya terhadap Pendidikan Islam di Indonesia”, Al Fikri 2 No.2
(2019):40
5

membutuhkan keterampilan bahasa, tetapi juga pengetahuan tentang idiom


bahasa Arab. Dari sinilah tata bahasa Arab, leksikografi dan sastra Arab
berkembang. Kedua, latar belakang turunnya teks Alquran (Asbabun
Nuzul). Ketiga, tradisi sejarah, termasuk catatan tentang bagaimana orang-
orang di sekitar Nabi memahami perintah Al-Qur'an. Setelah persyaratan
tersebut terpenuhi, kita diberi tempat untuk menggunakan akal manusia.
Ia memberi beberapa persyaratan metodologis dalam memahami dan
menafsirkan al-Qur'an yaitu sebagai berikut : Dalam menemukan makna
teks al-Qur’an, harus digunakan pendekatan historis yang menempatkan
al-Qur'an dalam tatanan kronologis sejarah. Harus dibedakan antara
ketetapan-ketetapan legal al-Qur'an dan sasaran-sasaran serta tujuan-tujuan
dari ayat yang diturunkan. Harus dipertimbangkan faktor-faktor yang
menjadi latar belakang sosiologis sehingga dapat dihindarkan penafsiran-
penafsiran yang subyektif. Pemahaman dan penafsiran al-Qur'an harus
dilakukan dengan penyajian yang padu, dan merupakan satu-satunya cara
bagai para pembaca untuk memperoleh apresiasi yang tepat mengenai al-
qur'an, perintah Tuhan kepada manusia. Disamping menganggap perlunya
metodologi tafsir yang sistimatis, Fazlur Rahman menekankan perlunya
pemahaman kembali tentang sumber-sumber hukum Islam, yaitu al-
Qur'an, Sunnah dan Hadis Nabi, Ijtihad dan Ijma. Dengan demikian akan
menjadi jelas relevansinya dengan kehidupan zaman sekarang, khususnya
dalam menetapkan masalah-masalah hukum Islam.4
Pemikiran Fazlur Rahman baik dalam bidang pendidikan maupun
lainya dibangun atas dasar pemahamannya yang mendalam tentang
khazanah intelektual Islam di zaman klasik, hal ini terlihat dari spiritnya
dalam memecahkan berbagai masalah kehidupan di era modern. misalnya
analisisnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam
mulai dari zaman Rasulullah SAW. sampai dengan zaman Bani
Abbasiyyah. Melalui kajiannya terhadap berbagai literatur klasik, Fazlur

4
Ajahari, “ Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad Arkoun” Jurnal Studi Agama dan
Masyarakat 12 No.2 (2016): 247
6

Rahman memperkenalkan gagasan dan pemikiran tentang pembaruan


pendidikan Islam.
Menurutnya, pembaruan pendidikan Islam dapat dilakukan dengan
menerima pendidikan sekuler-modern, kemudian memasukanya konsep-
konsep Islam. Upaya ini dapat ditempuh dengan cara: Pertama,
membangkitkan ideologi umat Islam tentang pentingnya belajar dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Kedua, berusaha mengikis dualisme
sistem pendidikan umat Islam, dimana pada satu sisi ada pendidikan
tradisional (agama), dan pada sisi lain, ada pendidikan modern (sekuler).
Oleh kerena itu perlu adanya upaya untuk mengintegrasikan antara
keduanya. Ketiga, menyadari betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan
dan sebagai alat untuk mengeluarkan pendapat, bahkan ia mengatakan
bahwa umat Islam adalah masyarakat tanpa bahasa. Keempat, perlu
adanya pembaharuan di bidang metode pendidikan Islam. 5
Menurut Fazlur Rahman, pendidikan Islam bukan hanya peralatan
atau fasilitas fisik, atau instruksi fisik (seperti buku-buku yang diajarkan
atau struktur eksternal pendidikan), tetapi juga intelektualisme Islam.
Tempat tumbuhnya pemikiran Islam yang orisinil dan relevan, dan yang
paling penting, dapat memberikan kriteria untuk mengukur keberhasilan
atau kegagalan pendidikan Islam.
Menurut Rahman, pendidikan Islam mencakup dua bidang utama.
Pertama, pendidikan Islam dalam arti praktis, yakni pendidikan di negara-
negara Islam atau mayoritas Muslim seperti Pakistan, Mesir, Sudan, Arab
Saudi, Iran, Turki, Maroko, dan Indonesia. dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Dalam konteks Indonesia, ini termasuk pesantren,
madrasah (dari Ibtidaya hingga Aliyah), pendidikan di perguruan tinggi
Islam, pendidikan agama Islam di sekolah umum (SD hingga SMA), dan
pendidikan agama Islam di perguruan tinggi. Kedua, pendidikan Islam,
yang disebut intelektualisme Islam, adalah proses menghasilkan manusia

5
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta : Rajawali Press, 2013),
319
7

yang memiliki sifat-sifat integratif (ilmiah), berpikir kritis, kreatif,


inovatif, dinamis, progresif, adil, jujur, dan lain-lain yang terangkum
dalam satu corak. kualitas positif. Mampu memberikan alternatif (solusi)
terhadap permasalahan manusia
Pemikiran Fazlur Rahman yang berorientasi pada Al-Quran
mengembangkan tiga kata kunci etika Al-Quran: Iman, Islam dan Taqwa.
Ketiga kata ini mengandung arti amanah, taqwa, taat pada segala perintah
Allah, dan meninggalkan segala larangan. Pendidikan Islam yang berakar
dan berlandaskan pada etika al-Qur’an memungkinkan peserta didik
mengembangkan potensinya untuk mengatur segala sesuatu yang ada di
alam untuk kemaslahatan seluruh kehidupan manusia.6
Berdasarkan masa lalu, khususnya pendidikan yang dimulai pada
Abad Pertengahan menurut Fazler Rahman dilakukan secara mekanis.
Menuju sisi kognitif sebagai sisi emosional dan psikomotor. Menurut
Rahman, strategi pendidikan Islam yang ada cenderung bersifat defensif,
yakni didorong oleh pengaruh pemikiran Barat yang mengancam moral
Islam tradisional dan menggerogoti norma-norma dalam berbagai disiplin
ilmu, apalagi dimaksudkan hanya untuk melindungi akal umat Islam dari
pencemaran dan kerusakan. Karena itu Fazrah Rahman ingin mereformasi
cara pengajaran Islam, dari menghafal pelajaran berulang-ulang hingga
memahami dan menganalisisnya.

C. Biografi Muhammad Arkoun


Muhammad Arkaoun lahir pada 1 Februari 1928 di Tourirt Mimoun,
Kabyliah, Aljazair. Kabila merpakan daerah pegunungan berpenduduk
Berber, terletak disebelah timur Aljir. Berber adalah penduduk yang
tersebar di Afrika bagian utara. Bahasa yang dipakai adalah bahasa non-
Arab. Secara historis Aljazair terislamkan karena ditaklukkan oleh bangsa
Arab dibawah komando ‟Uqbah bin Nafi‟ pada 683 M. Mayoritas bangsa

6
Hadi Prayitno, Aminul Qodat, “Konsep Pemikiran Fazlur Rahman tentang Modernisasi
Pendidikan Islam dan Relevansinya terhadap Pendidikan Islam di Indonesia”… 37
8

Berber memeluk Islam bersama uqbah. Adapun corak keislaman yang


berkembang pada masyarakat Berber dan sebagian besar masyarakat
Afrika Utara adalah model sufisme. 7
orang tua Arkoun merupakan tokoh warga pada wilayahnya & masih
memakai bahasa aslinya, Kabilia. Walaupun demikian Arkoun sendiri
menguasai menggunakan baik bahasa Arab, bahasa nasional Aljazair yg
dia pelajari semenjak muda. Namun pada menyampaikan gagasannya dia
menulis pada bahasa Prancis. Sebagai anak seseorang pedagang, Arkoun
tumbuh sebagai sarjana & pemikir internasional yang sangat sukses.
Arkoun berasal dari keluarga sederhana yangg tergolong dalam tingkatan
sosial yang rendah. Dalam warga Kabyliah, islam berkembang melalui
tradisi verbal sebagai akibatnya taktek hafalan komunal cenderung
mengabaikan study literet. Ketika Arkoun lahir & dibesarkan, Aljazair
berada dibawah kekuasaan Prancis. Prancis melakukan kolonisasi &
menguasai Negara itu semenjak 1830.
Pendidikan dasar Arkoun dimulai dari desa asalnya Kabilia dan
kemudian melanjutkan sekolah menengah di kota pelabuhan Oran, sebuah
kota utama di Aljazair bagian barat yang jauh dari Kabilia. kemudian
Arkoun melanjutkan studi bahasa dan sastra di Universitas Aljir (1950-
1954), sambil mengajar bahasa Arab pada sebuah sekolah menengah atas
di Al-Harach yang berlokasi didaerah pinggiran ibu kota Aljazair.
Pada saat perang kemerdekaan Aljazair dari Prancis (1954-1962).
Arkoun melanjutkan studi tentang bahasa dan sastra Arab di Universitas
Sorbonne, paris. Ketika itu, dia sempat bekerja sebagai agrege bahasa dan
kesusastraan Arab di Paris serta mengajar SMA (Lyce) di Strasbourg
(daerah Prancis sebelah timur laut) dan diminta memberikan kuliah di
Fakultas sastra Universitas Strasbourg (1956-1959).
Di Universitas Sarbonne inilah Arkoun memperoleh gelar Doktor
sastra pada 1659 dengan disertasinya mengenai humanisme salam

7
Fidia Adana, Meta Ratna Sari, Pembaruan Pemikiran Muhammad Arkoun, (Riau : UIN
Sultan Syarif Kasim, 2003), 5
9

pemikiran etika Ibnu Miskawayh seorang pemikir Arab abad X Masehi


yang menekuni antara lain bidang kedokteran dan filsafat. Judul disertasi
tersebutadalah L‟Humanisme Arabe au IVe/ Xe sience: Miskawayh
philosope et historian.8
Pada tahun 1961, Arkoun dipercaya menjadi dosen Universitas
tempat ia belajar sampai 1969. Dari tahun 1970-1972, Arkoun mengajar di
Universitas Lyon, kemudian kembali ke Paris sebagai guru besar sejarah
pemikiran islam di Universitas Sarbonne. Nouvelle. Arkoun juga menjadi
guru bahasa Arab dan peradaban Islam di Universitas Paris VIII (1972-
1977).
Selain mengajar, Arkoun juga mengikuti berbagai kegiatan ilmiah
dan menduduki jabatan penting di dunia akademis dan masyarakat. Dia
menjabat sebagai direktur ilmiah jurnal Arabica, anggota Panitia Nasional
Perancis untuk Etika dan Ilmu Pengetahuan Kehidupan dan Kedokteran,
anggota Majelis Nasional Perancis untuk AIDS dan anggota Legiun
Kehormatan Perancis (chevalier de la Legion d‟honneur). Dia pernah
mendapat gelar kehormatan, diangkat sebagai Officer des Palmes
Academiques, sebuah gelar kehormatan Perancis untuk tokoh terkemuka di
dunia universitas dan pernah menjabat sebagai direktur Lembaga Kajian
Islam dan Timur Tengah pada Universitas Sorbonne Neuvelle (Paris).
Sosok Arkoun yang demikian ini, dapat dinilai sebagai cendekiawan yang
engage, melibatkan diri dalam berbagai kegiatan dan aksi yang
menurutnya penting bagi kemanusiaan, sebab baginya pemikiran dan aksi
harus saling berkaitan.
Penjelajahan Arkoun meliputi fisik dan intelektual. Setelah pensiun
dari universitas Sarbonne pada awal 1990-an, dia mengajar di London dan
Amsterdam, dan terus menyebarkan pesan-pesannya ke seluruh benua ini
tanpa berharap akan mendapat sambutan. Di Barat, Arkoun masih
berperan sebagai penentang kecenderungan Orientalisme. Dan di Timur
Tengah dia merasa tak nyaman (atau tak diterima) di negeri-negeri di

8
Fidia Adana, Meta Ratna Sari, Pembaruan Pemikiran Muhammad Arkoun … 7
10

mana Islam versi resmi atau gerakan fundamentalis mencegah digelarnya


diskusi tentang isu-isu yang dilontarkannya.
Arkoun sering diundang dan menjadi dosen tamu di sejumlah
universitas di luar Perancis, seperti university of California di Los
Angeles, Princeton University, Temple University di Philadelphia,
Lembaga Kepausan untuk studi arab dan Islam di Roma dan Universitas
Katolik Louvain-La-Neuve di Belgia.9
Dalam konteks Indonesia, pemikiran Arkoun pertama kali dikenal
pada tahun 1987 dalam sebuah diskusi di Yayasan Empati. Adalah
Muhammad Nasir Tamara yang memperkenalkannya pertama kali dengan
menulis artikel yang berjudul Mohammed Arkoun dan Islamologi
Terapan. Arkoun sendiri sudah dua kali mengunjungi Indonesia pada acara
seminar tentang “contemporary expressing of Islam in Building”
(Yogyakarta, November 1992) dan dalam rangka pemberian Aga Khan
untuk arsitektur (Yogyakarta dan Solo, November 1995).33 Di dalam
reverensi yang lain disebutkan bahwa Arkoun juga pernah hadir di Jakarta
menjadi pembicara dalam seminar “konsep Islam dan modern tentang
pemerintahan dan demokrasi” pada tahun 2000 (senin, 10/4) kehadirannya
atas undangan yayasan 2020 yang bekerja sama dengan Geothe Institute,
Friendrich Nauman Stiftung, British Council dan Depertemen Agama.
Ramainya peserta yang hadir dalam seminar tersebut menjadi bukti
besarnya pengaruh Arkoun ini di Indonesia.10
Dalam menjalani profesinya sebagai pengajar, Arkoun selalu
menyampaikan pendapatnya secara logis berdasarkan analisis yang
memiliki bukti dan interaksi falsafati- religius sehingga dapat
membangkitkan kebebasan berbicara dan berekspresi secara intelektual,
serta tentu saja membuka peluang terhadap kritik.

9
Fidia Adana, Meta Ratna Sari, Pembaruan Pemikiran Muhammad Arkoun … 8
10
Fidia Adana, Meta Ratna Sari, Pembaruan Pemikiran Muhammad Arkoun … 9
11

D. Pemikiran Muhammad Arkoun


Kegelisahan Arkoun yang mewarnai hampir seluruh pemikirannya
merupakan kenyataan adanya dikotomi-dikotomi di dalam masyarakat,
khususnya masyarakat muslim. Dikotomi tersebut secara garis besar
banyak bersentuhan dengan persoalan-persoalan particularity versus (vs)
universality, dan marginality vs centrality.
Problem ini tercermin dari adanya pembagian dunia secara
berhadap-hadapan, seperti Sunni dengan Syi’ah, kaum mistik dengan
kaum tradisionalis, muslim dengan nonmuslim, Berber (non-Arab) dengan
Arab, Afrika (Asia) dengan Eropa dan sebagainya. Oleh karena itu, dunia
yang di tuju oleh Arkoun adalah dunia yang tidak ada pusat, tidak ada
pinggiran, tidak ada kelompok yang mendominasi, tidak ada kelompok
yang terpinggirkan, tidak ada kelompok yang superior, dan tidak ada
kelompok yang inferior di dalam menghasilkan sebuah kebenaran. Arkoun
berusaha mengajukan pertanyaan yang kritis kepada kita, yaitu
“Bagaimana seluruh manusia bisa menjadi dirinya sendiri dengan identitas
sendiri tanpa menyendiri dari pada tetangga dan sesama manusia lainnya?”
Bagi orang Islam, Arkoun bertanya-tanya,”Dapatkah identitas muslim
didamaikan dengan identitas non muslim?”11
Arkoun memiliki pandangan modern tentang Islam. Baginya, Islam
bukanlah agama yang terorganisir secara ketat dan dogmatis. Islam berarti
pengabdian pribadi kepada perintah-perintah Tuhan Yang Maha Esa
sebagai upaya untuk memenuhi perjanjian suci antara Dia dan manusia.
Dalam pengertian ini, Islam menawarkan dan membuka ruang bagi
interpretasi baru. Tidak ada satu kelompok atau golongan yang berhak
menuntut dan penafsirannya lebih benar dari yang lain.
Tetapi dalam perjalanan sejarahnya, Islam telah sedemikian rupa
dipaksa sehingga menjadi semata dogma-dogma mati yang – melalui jalur
kekuasaan – menjadi alat legitimasi untuk mengabsahkan kekuasaan itu
sendiri. Dari sinilah kemudian muncul klaim-klaim kebenaran dari satu

11
Fidia Adana, Meta Ratna Sari, Pembaruan Pemikiran Muhammad Arkoun … 10
12

kelompok atas kelompok yang lain. Tak heran jika pemikiran yang muncul
pada saat itu adalah pemikiran yang terkotak-kotak, sempit, logosentris,
dan tertutup. 12
Ironisnya, sementara dikatakan bahwa – komodernan – yang muncul
pertama kalinya – di dunia Barat adalah berkat kemajuan yang dicapai
kaum Muslim di masa lalu, ternyata hingga sekarang kaum Muslim hanya
bernostalgia dengan kenangankenangan lama itu, dan yang lebih
menyedihkan mereka kini hanya penonton dari perkembangan modern
yang demikian pesat. Dalam situasi seperti ini, kaum Muslim hanya akan
mengalami ketertinggalam demi ketertinggalan.
Di antara ciri-ciri komodernan adalah terjadinya perubahan yang
demikian cepat dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Lebih dari itu,
kemajuan ilmu pengetahuan mengarahkan orang untuk mempertanyakan
kembali berbagai kebenaran yang ada (baik berupa hukum, sumber asas
[ushul], Kalam Allah, Wahyu. Ketika ditanya, apakah musuh utama Islam
saat ini, Arkoun dengan tegas menjawab: ketidakmampuan masyarakat
Islam menguasai perjalanan sejarahnya yang selama ini tidak tentu arah.
Inilah, katanya, arti dari ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa
“Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka
mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
Sejak abad ke-19 sejumlah intelektual dan negarawan Muslim
sebenarnya sudah menyadari problem-problem yang muncul di lingkungan
masyarakat muslim. Menghadapi tantangan ini, mereka kemudian
menyuarakan perlunya “pembukaan kembali pintu ijtihad”. Ijtihad adalah
penyimpulan (istinbat) hukum dengan bantuan berbagai teknik penafsiran
terhadap al-Qur’an dan Hadits. Sebagai sebuah upaya peradaban, ijtihad
telah berhasil mengguncang dan merevisi berbagai keyakinan yang selama
ini dianggap benar.

12
Sri Tuti Rahmawati, Para Pembaharu Akhir Abad XX: Hasan Hanafi dan Muhammad
Arkoun, (Jakarta : Institut Ilmu Al-Qur’an, 2016), 26
13

Menurut arkoun, ada beberapa tugas bagi intelektual Muslim saat


ini, di antaranya: 13
1. Melakukan klarifikasi historis (al-ida‟ah at-tasikhiyyah)
dengan memikirkan ulang pengamalan kesejarahan Islam
selama 14 abad, serta membaca alQur’an secara dan baru.
2. Menyusun kembali secara menyeluruh Syari’ah, bukan hanya
sebagai norma-norma untuk menyusun tatanan sosial-politik
yang ideal, tetapi lebih-lebih sebagai suatu sistem semiologis
untuk merelevansikan wacana al-Qur’an dengan perjalanan
sejarah manusia dan masyarakat.
3. Meniadakan dikotomi tradisional antara iman dan nalar, wahyu
dan sejarah, jiwa dan materi, ortodoksi dan heterodoksi, dan
sebagainya demi keserasian antara teori dan praktik.
4. Memperjuangkan suasana berpikir bebas dalam mencari
kebenaran. Dengan demikiran gagasan-gagasan yang muncul
tidak akan terkungkung dalam ketertutupan baru atau Dalam
peniruan-peniruan buta terhadap nilai-nilai yang ada.
Akhirnya perlu dicatat, bahwa Arkoun telah demikian jauh
melangkah kedepan, sementara itu pemikiran di kalangan kaum muslim
pada umumnya masih sangat terbatas. Hal ini juga diakui oleh Espositi,
dan menjaid catatan Meuleman. Mereka sepakat bahwa pemikiran rule
dikemukakan Arkoun telah melangkah jauh, sementara pemikiran umat
islam pada umumnya masih sangat terbatas.
Namun yang jelas, Arkoun telah memberikan sumbangan
pemikiran bagi generasi baru Islam guna meraih pembebasan kedua
setelah pembebasan pertama (pemulihan kedaulatan negara secara politis
pada tahun 50 dan 60-an). Pembebasan kedua, di samping kemerdekaan
politik dan pertumbuhan ekonomi, adalah memindahkan umat manusia
dari kancah perebutan hegemoni antarnegara menuju tahap saling

13
Sri Tuti Rahmawati, Para Pembaharu Akhir Abad XX: Hasan Hanafi dan Muhammad
Arkoun, … 27
14

menghargai dan kerjasama demi terwujudnya sejarah bersama seluruh


umat manusia.

E. Kesimpulan
Fazlur Rahman adalah seorang intelektual yang tinggi, ia banyak
memberikan warisan yang bermanfaat bagi manusia dari zaman ke zaman.
Ia juga meninggalkan sejarah kehidupan pribadinya yang dapat menjadi
suatu dokumen penting bagi kita. Segala bentuk pemikiran filsafat Fazlur
Rahman sangatlah penting dan menjadi suatu arahan pengetahuan yang
mengajarkan tentang islam dan sebagainya yang bermanfaat bagi kita
semua.
Muhammad Arqoun merupakan salah satu tokoh pemikir Islam
kontemporer yang berasal dari Aljazair. Umat Islam menurut M. Arkoun
perlu memperdalam Islam melalui pendekatan ilmu social, antroologi, dan
kesusanteraan agar memperoleh pemahaman yang komperhensif tentang
Islam. Islamologi klasik nampaknya perlu dikaji dan dipahami secara
mendalam lagi agar mampu berisnteraksi dengan perubahan zaman.

DAFTAR PUSTAKA
Adana, Fidia. Meta Ratna Sari. Pembaruan Pemikiran Muhammad Arkoun.
(Riau : UIN Sultan Syarif Kasim). 2003.
Ajahari. “ Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad Arkoun” Jurnal Studi
Agama dan Masyarakat 12 No.2 (2016): 247
Fahrizal, Muhammad Ari. Pemikiran Fazlur Rahman. (Banten : UIN Sultan
Maulana Hasanudin) 2020.
Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. (Jakarta : Rajawali Press).
2013.
Prayitno, Hadi. Aminul Qodat, “Konsep Pemikiran Fazlur Rahman tentang
Modernisasi Pendidikan Islam dan Relevansinya terhadap Pendidikan Islam
di Indonesia”, Al Fikri 2 No.2 (2019):40
Rahmawati,Sri Tuti. Para Pembaharu Akhir Abad XX: Hasan Hanafi dan
Muhammad Arkoun, (Jakarta : Institut Ilmu Al-Qur’an). 2016.

Anda mungkin juga menyukai