Anda di halaman 1dari 3

Di dalam perencanaan pekerjaan lapangan, keputusan harus diambil

terhadap macam–macam instrumen yang akan digunakan untuk tiap


pengukuran. Paling baik keputusan diletakkan kepada seperangkat standar
instrumen-instrumen dan mengharuskan semua pengukuran lapangan
dibuat dengan instrumen-instrumen standar itu. Penggunaan beberapa
macam instrumen untuk pengukuran yang sama harus dihindari . Sebagai
contoh untuk pengukuran – pengukuran diameter . Seorang pekerja harus
tidak menggunakan peta diameter, yang lain kaliper dan yang lain lagi suatu
garpu (Husch, 1987).
Hagameter adalah alat untuk mengukur tinggi pohon. Sebenarnya alat ini
dapat pula difungsikan untuk mengukur tinggi apa saja, termasuk
kelerengan. Kecenderungan pengukuran tinggi pohon dengan Hagameter
selama ini pada posisi relatif datar (Karim, 2012).

Prinsip pengukuran tinggi, instrumen yang digunakan untuk pengukuran


tinggi pohon yang paling sering dipilih adalah hypsometer. Banyak tipe
pengukuran alat tinggi dan instrumen yang telah dikembangkan, tetapi
hanya sedikit yang telah memperoleh penerimaan yang luas dan praktisi
rimbawan (Rahlan, 2004). Pariadi (1978) mengemukan bahwa, tinggi adalah
jarak terpendek antara suatu titik dengan titik proyeksinya pada bidang
datar atau pada bidang horisontal. Sebagai komponen untuk menentukan
volume kayu, tinggi pohon dibedakan atas dua macam notasi, yaitu:
1. Tinggi pohon seluruhnya, yaitu jarak antara titik puncak pohon dengan
proyeksinya pada bidang datar atau horisontal.
2. Tinggi lepas dahan atau lepas cabang atau sampai batas permulaan tajuk
yaitu jarak antara titik lepas cabang atau permulaan tajuk dengan
proyeksinya pada bidang datar atau horisontal.

Tinggi pohon dikatan sama panjang pohon itu jika dan hanya jika pohon itu
berdiri tegak lurus bentuk terhadap bidang datar (Banyard, 1973). Prinsip
dasar trigonometris kebanyakan sering dijelmakan didalam hypsometer dan
kompas klino pengukuran menggunakan haga hypsometer dan kompas klino
lebih tinggi, teliti dan lebih cermat tetapi pengukuran lebih memerlukan
banyak waktu dan kadang-kadang memerlukan jarak yang jauh antara
pengamat dan pohon (Rahlan, 2004).
Dalam kebanyakan inventore hutan kayu keras tropika campuran telah
ditemukan bahwa adalah lebih efisien menggunakan “tabel volume total”
menurut spesies dengan pengukuran dbh dan tinggi pada semua pohon dari
sampel peningkatan dalam kecermatan adalah kecil dalam kaitannya dengan
konsikuensi tambahan biaya. Pengukuran tinggi pohon berdiri dapat
dilakukan secara langsung dapat dikerjakan dengan tongkat teleskopik
(Nyysonen, 1961).
Pengukuran tinggi sperti pengukuran diameter atas batang adalah
pengukuran tak langsung yang dilakukan dengan alat-alat optik (berlawanan
dengan dbh yang pada umumnya merupakan pengukuran langsung dan
cepat) dan konsikuensinya memerlukan banyak waktu. Pada waktu memilih
metoda penaksiran volume dalam inventore hutan harus dicek dengan hati-
hati apakah pengukuran tambahan ini pada semua sampel(atau pada bagian
yang signifikan darinya) dapat dipeertanggung jawabkan (Murdawa, 1994).

Pengukuran tinggi dari pohon-pohon terdiri dari jarak vertikal sedang


pengukuiran panjang dapat dibuat pada bagian-bagian yang sumbunya
terpangkal dari bagian vertikal. Dapat ditambahkan, tinggi kayu yang dapat
dijual dapat termasuk beberapa bagian yang cacat dibawah titk yang
ditentukan sebagai batas atas dari kayu yang dapat dijual. Untuk hasil yang
akurat pepohonan tidak boleh lurus dari 5 vertikal dan jarak horizontal harus
ditentukan oleh pita ukur atau langkah yang hati-hati (Odum, 1959).
Pengukuran tinngi pohon pada umumnya menggunakan salah satu dari dua
prinsip berikut ini, yaitu:
1. Prinsip geometri atau prinsip segitiga bangun.
Alat-alat yang menggunakan prisip geometri adalah walkin stick dan
christenmeter. Adapun dalm perhitungan dengan menggunakan
christenmeter adalah nilai pengukuran tinggi pohon merupakan nilai yang
tertera pada christenmeter yang dilihat sejajar dengan gala (alat Bantu),
sedangkan pada walking stick nilai pengukuran tinggi pohon didapat denga
rumus:Tinngi = Fe x 0,1 meter, diman Fe merupakan tinggi pengukuran
walking stick.
2. Prinsip trigonometri atau prinsip pengukuran sudut.

Alat ukur tinggi yang mrnggunakan prinsip trigonometri adalah clinometern


dan haga hypsometer (Simon, 1987).
Jika kemiringan pohon cukup berat, dalam prakteknya sering dihindari
pengukurannya dan memilih model lain. Suatu kesalahn yang hampir sama
bisa terjadinya pada jenis pohon bertajuk datar diatas (bentuk payung).
Dalam hal ini pengamat akan sulit melihat puncak-puncak pohon (Osting,
1965).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesalah-kesalahan dalam
pengukuran, antara lain kesalah dalam melihat puncak pohon, pohon yang
diukur tingginya dalam keadaan tidak tegak, jarak antara pengukuran dan
pohon tidak diatas ataupun karena jarak ukur tidak tepat (Suwardi, 2002).
Pengukuran tinggi dapat diklasifikasikan kedalam :
A. Tinggi total adalah jarak vertikal antara pangkal pohon denga puncak
pohon
B. Tinggi batang adalah jarak antara pangkal pohon dan permukaan tajuk
yang menyatakan tinggi dari batang utama dari suatu pohon yang bersih
C. Tinggi kayu perdagangan adalah jarak antara pangkal pohon dan ujung
bagian pohon terbatas yang dapat digunakan
D. Tnggi tunggak adalah jarak antar pangkal pohon dan posisi dasar batang
utama dimana pohon yang dipotong dan digunaka (Soegiarto,1994).

Banyard. 1973.Pengukuran Hutan.Yogyakarta: Pustaka Belajar.


Husch,B. 1987. Perencanaan Inventore Hutan. Jakrata: Universitas
Indonesia.
Karim, A. 2012. Hagameter; Penggunaannya.
http://a2karim99.wordpress.com/2012/06/17/hagameter-penggunannya.
Tanggal akses 19 Mei 2014.
Murdawa,B. 1994. Pengenalan dan Pengukuran Karakteristik Pohon. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Nyysonen,A. 1961. Survey Metode of Thropical Forest. Romanian Press,
Rome.
Odum, E.P. 1959. Fundamentals of Ecology. WB Souders Co., Philadelphia.
Oosting. 1965. The Study of Plant Communities: an Introduction to Plant
Ecology. WH Freeman & Co, SanFransisco.
Rahlan, E.N. 2004. Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. IPB
Press, Bogor.
Simon, H. 1987. Manual Inventore Hutan. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Soegiarto,A. 1994. Ekologi Kuantatif M Analisis Populasi. Usaha Nasional,
Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai