PERCOBAAN I
STUDI ALIRAN DAYA SISTEM TRANSMISI
B. Teori Dasar
B.1 Sistem Transmisi Tenaga Listrik
Saluran transmisi merupakan salah satu bagian dari komponen
sistem transmisi tenaga listrik yang berfungsi untuk mengalirkan atau
mengirim tenaga listrik dari suatu tempat ke tempat lain, misalnya dari
pembangkit ke sistem distribusi pada sistem tenaga listrik.
V s =V R + IZ =V R + RI + J X L I
V S =V R−RI −J X L I
V nl −V fl
V R= x 100 %
V fl
Daya Aktif 3-phase yang mengalir dari sisi sumber pada saluran
transmisi dapat dihitung dengan:
P¿ =3 V s I s cos θ s
Q¿ =3 V S I S sinθ
Qout =3V R I R θ R
sin=3 V S I S
Sout =3V R I R
Pout
ɳ= x 100 %
P¿
Y
I C 2=V R
2
Y
I seri =V R +I
2 R
V S= ( YZ2 +1) V + Z IR R
Tetapi
(
I S=Y V R + 1+
ZY
I
2 R )
(
V S = 1+
ZY
2 ) (
V R + Z+
Z2 Y
4
IR )
Misalkan;
Z = R + j ω L = impedansi seri persatuan panjang (ohm /
mile),
Y = G + j ω C = admintansi parallel persatuan panjang
(mho / mile),
Z = z L = impedansi seri total (ohm),
Y = y L = admintansi parallel total (mho).
Tegangan dan arus ujung pengirim pada dapat dibuat dalam bentuk
fungsi hiperbolis.
V S =( cosh γ 1 ) V R + ¿
I S= ( sin h γ 1 ) V R +(cos h γ 1) I R
[ ][ ][
cosh γ 1
VS
IS
= 1
ZC
Z C sin γ 1 V R
sin γ 1 cosh γ 1 I R ]
B.3 Perhitungan Parameter Saluran Transmisi
Berikut merupakan perhitungan parameter saluran transmisi
a. Resistansi
Tahanan dc dari suatu konduktor (kawat penghantar) dinyatakan
dengan:
l
Rdc = ῤ (Ω)
A
Dengan:
ῤ = tahanan jenis bahan penghantar
l = panjang penghantar (km)
A = luas penampang penghantar (Circular Mile)
CM = 1973 x penampang dalam mm2
A mm2 = 5,067 x 10-4 dlm CM
b. Induktor
GMD
L = 2 . 10-7 ln
GMRL
Pada sirkuit tunggal
GMD = √3 Dab. Dbc . Dca
GMRL = Ds dari konduktor berkas
2 berkas : Dsb = √ Ds .d
3 berkas : Dsb = √3 Ds .d 2
4 berkas : Dsb = 1,094 √4 Ds .d 3
c. Kapasitansi
qa
C=
v an
2π ε0
¿
GMD
ln
GMR C
Di mana:
qa = muatan (Coulumb)
van = Tegangan (V)
3 berkas : Dsb = √ r s . d 2
3
D. Prosedur Percobaan
1. Buatlah rangkian sistem seperti Gambar 1.1. dengan data saluran pada Tabel
1.1.,
2. Langkah-langkah untuk membuat rangkaian Gambar 1.1. adalah sebagai
berikut:
E. Hasil Pengamatan
Ubahlah nilai beban dari contoh Gambar 1.1 amati hasil perubahan pada tabel
berikut.
Tabel 1.1. Daya aktif dari pembangkit diubah-ubah
P Slack Bus Bus Beban
(W) MW Mvar PU deg MW MVar PU deg
50 1.01 35.96 1 0 50 20 0.9842 -0.34
75 -22.98 51.12 1 0 50 20 0.9834 -0.02
80 -27.73 54.53 1 0 50 20 0.9831 0.05
Tabel 1.2. Daya aktif dari beban diubah-ubah
P Slack Bus Bus pembangkit
(W) MW Mvar PU deg MW MVar PU deg
50 0.97 35.56 1 0 50 -13.83 1 1.28
60 11.11 34.53 1 0 50 -12.61 1 1.15
70 21.25 33.19 1 0 50 -10.95 1 1.01
Tabel 1.3. Daya reaktif dari beban diubah-ubah
Q Slack Bus Bus pembangkit
(Mvar) MW MVar PU Deg MW MVar PU deg
40 1.19 49.10 1 0 50 -6.94 1 1.25
50 1.31 55.73 1 0 50 -3.25 1 1.23
60 1.48 62.04 1 0 50 0.47 1 1.21
dikarenakan bus beban yang mengatur besar kecilnya daya aktif dan daya
reaktif pada bus pembangkit dan bus slack.
3. Saat daya reaktif dari bus beban diubah-ubah
Saat daya reaktif pada bus beban diatur semakin meningkat,
menyebabkan daya aktif pada bus slack semakin besar dan daya aktif
pada bus pembangkit bernilai konstan. Sehingga membuat daya reaktif
pada bus slack dan bus pembangkit semakin meningkat, hal tersebut
dikarenakan bus beban yang mengatur besar kecil daya aktif dan reaktif
pada bus pembangkit dan bus slack.
Pada saat daya aktif pada bus pembangkit diatur 80 MW maka daya aktif
pada bus slack -27.73 MW karena terdapat rugi-rugi saat pengiriman daya,
maka bus slack menyuplai daya sebesar -27.73 MW untuk membantu
memenuhi kebutuhan daya akibat rugi rugi. Pada bus beban diatur konstan
yaitu 50 MW, hal ini disebabkan karena bus beban diatur menerima daya aktif
50MW namun yang dibangkitkan oleh bus pembangkit lebih besar sehingga
bus slack sebagai pengatur daya yang masuk ke bus beban menyerap daya yang
berlebih yang dibangkitkan bus pembangkit sehingga nilai daya aktif pada bus
slack berpolaritas negatif. Sedangkan, daya reaktif yang didapatkan pada slack
bus 54.53 Mvar atau semakin meningkat dan pada bus beban bernilai konstan
yaitu 20 Mvar. Untuk nilai tegangan per unit yang didapatkan pada slack bus
bernilai 1 dan pada bus beban bernilai 0.9834 atau semakin menurun dan untuk
nilai sudut yang didapatkan pada bus beban 0.05 dan slack bus bernilai 0,
karena bus slack merupakan bus referensi.
30
20
Daya Aktif
10 Bus Beban
1.01
Bus Slack
0
-10
-22.98
-20 -27.73
-30
-40
50 75 80
Daya Aktif
Bus Pembangkit
Berdasarkan grafik di atas, dapat dianalisa bahwa semakin besar daya aktif
pada bus pembangkit diatur maka daya aktif pada bus beban akan bernilai
konstan, ini disebabkan daya aktif pada bus beban telah diatur pada nilai yang
telah di tentukan. Dan untuk daya aktif pada bus slack yang di dapatkan akan
semakin kecil, ini disebabkan daya aktif pada bus pembangkit lebih besar dari
daya aktif pada bus beban sehingga bus slack akan menyerap daya aktif yang
menuju bus beban, sehingga didapatkan daya aktif pada bus slack berpolaritas
negatif.
40 35.96
Daya Reaktif
Bus Beban
30
Bus Slack
20 20 20
20
10
0
50 75 80
Daya Aktif
Bus Pembangkit
0.995
0.98
0.975
0.97
50 75 80
Daya Aktif
Bus Pembangkit
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa semakin besar nilai daya
aktif yang di berikan pda bus pembangkit maka didapatkan tegangan perunit pada
bus beban semakin kecil,hal ini disebabkan bus slack merupakan bus referensi.
Dan untuk tegangan perunit pada bus slack sebagai bus referensi memiliki
tegangan perunit 1.
-0.05
-0.1
Sudut (deg)
Daya Aktif
Bus Pembangkit
Berdasarkan dari grafik di atas dapat dianalisa bahwa semakin besar daya
aktif pada bus pembangkit yang di berikan maka sudut pada bus beban akan
semakin meningkat dan untuk bus slack akan bernilai konstan, hal tersebut
disebabkan bus slack merupakan bus referensi. dan untuk bus slack akan bernilai
konstan.
Dari tabel hasl pengamatan di atas dapat dianalisa bahwa ketika daya aktif
dari beban diatur 50 MW sehingga didapatkan nilai daya aktif pada bus slack
sebesar 0.97 MW karena terdapat rugi-rugi saat pengiriman daya, maka bus
slack menyuplai daya sebesar 0.97 MW untuk membantu memenuhi kebutuhan
daya akibat rugi rugi. Daya aktif pada bus pembangkit diatur bernilai konstan,
karena daya aktif pada bus pembangkit diatur konstan yaitu 50MW sehingga
bus slack yang digunakan sebagai pengatur daya menuju bus beban, digunakan
sebagai penambah daya aktif yang kurang dari bus pembangkit menuju ke bus
beban. Sedangkan daya reaktif pada bus slack 35.56 Mvar dan untuk daya
reaktif pada bus pembangkit yang didapatkan -13.83 Mvar, hal tersebut
dikarenakan bus beban yang mengatur besar kecil daya aktif dan reaktif pada
bus pembangkit dan bus slack. Dan untuk tegangan perunit pada bus
pembangkit didapatkan 1 dan bus slack sebesar 1 atau bernilai konstan. Untuk
nilai sudut pada bus slack konstan bernilai 0 sedangkan sudut pada bus
pembangkit sebesar 1.28. Hal ini dikarenakan karena bus slack merupakan bus
referensi.
Dari tabel hasl pengamatan di atas dapat dianalisa bahwa ketika daya aktif
dari beban diatur 60 MW sehingga didapatkan nilai daya aktif pada bus slack
sebesar 11.11 MW karena terdapat rugi-rugi saat pengiriman daya, maka bus
slack menyuplai daya sebesar 1.01 MW untuk membantu memenuhi kebutuhan
daya akibat rugi rugi. Daya aktif pada bus pembangkit diatur bernilai konstan,
karena daya aktif pada bus pembangkit diatur konstan yaitu 50MW sehingga
bus slack yang digunakan sebagai pengatur daya menuju bus beban, digunakan
sebagai penambah daya aktif yang kurang dari bus pembangkit menuju ke bus
beban. Sedangkan daya reaktif pada bus slack 34.53 Mvar atau semakin
menurun dan untuk daya reaktif pada bus pembangkit yang didapatkan -12.61
Mvar atau semakin meningkat, hal tersebut dikarenakan bus beban yang
mengatur besar kecil daya aktif dan reaktif pada bus pembangkit dan bus slack.
Dan untuk tegangan perunit pada bus pembangkit didapatkan 1 dan bus slack
sebesar 1 atau bernilai konstan. Untuk nilai sudut pada bus slack konstan
bernilai 0 sedangkan sudut pada bus pembangkit sebesar 1.15. Hal ini
dikarenakan karena bus slack merupakan bus referensi.
Dari tabel hasl pengamatan di atas dapat dianalisa bahwa ketika daya aktif
dari beban diatur 70 MW sehingga didapatkan nilai daya aktif pada bus slack
sebesar 21.25 MW karena terdapat rugi-rugi saat pengiriman daya, maka bus
slack menyuplai daya sebesar 1.01 MW untuk membantu memenuhi kebutuhan
daya akibat rugi rugi. Daya aktif pada bus pembangkit diatur bernilai konstan,
karena daya aktif pada bus pembangkit diatur konstan yaitu 50MW sehingga
bus slack yang digunakan sebagai pengatur daya menuju bus beban, digunakan
sebagai penambah daya aktif yang kurang dari bus pembangkit menuju ke bus
beban. Sedangkan daya reaktif pada bus slack 33.19 Mvar atau semakin
menurun dan untuk daya reaktif pada bus pembangkit yang didapatkan -10.95
Mvar atau semakin meningkat, hal tersebut dikarenakan bus beban yang
mengatur besar kecil daya aktif dan reaktif pada bus pembangkit dan bus slack.
Dan untuk tegangan perunit pada bus pembangkit didapatkan 1 dan bus slack
sebesar 1 atau bernilai konstan. Untuk nilai sudut pada bus slack konstan
bernilai 0 sedangkan sudut pada bus pembangkit sebesar 1.01. Hal ini
dikarenakan karena bus slack merupakan bus referensi.
40
Daya Aktif
30
21.25
20
11.11
10
0.97
0
50 75 80
Daya Aktif
Bus Beban
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa daya aktif pada bus
beban diatur semakin meningkat maka didapatkan daya aktif pada bus pembangkit
bernilai konstan, ini disebabkan karena daya aktif pada bus pembangkit telah
diatur dengan nilai yang telah ditentukan. Dan untuk daya aktif pada bus slack
menyuplai kekurangan daya aktif dari beban, karena daya aktif pada bus beban
lebih besar dari daya aktif pada bus pembangkit mengalir dari bus slack.
F.3.1.2 Grafik Perubahan Daya Aktif Beban Terhadap Daya Reaktif Bus
Slack dan Bus Pembangkit
20
Daya Reaktif
10
0
-12.61 -10.95
-10 -13.83
-20
50 75 80
Daya Aktif
Bus Beban
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa daya aktif pada bus
beban diatur semakin meningkat maka daya reaktif pada bus slack akan semakin
kecil dan daya reaktif pada bus pembangkit akan semakin meningkat. Hal tersebut
dikarenakan daya reaktif yang disuplai oleh bus slack bernilai semakin kecil.
F.3.1.3 Grafik Perubahan Daya Aktif Beban Terhadap PU Bus Slack dan
Bus Pembangkit
0.8
0.6
PU
0.4
0.2
0
50 75 80
Daya Aktif
Bus Beban
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa daya aktif pada bus
beban diatur semakin meningkat maka tegangan perunit pada bus pembangkit dan
bus slack bernilai konstan.
F.3.1.4 Grafik Perubahan Daya Aktif Beban Terhadap Sudut (Deg) Bus
Slack dan Bus Pembangkit
1.01
1
Sudut (deg)
0.8
0.6
0.4
0.2
0 0 0
0
50 75 80
Daya Aktif
Bus Beban
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa daya aktif pada bus
beban semakin meningkat sehingga sudut pada bus slack bernilai konstan dan
sudut pada bus pembangkit semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh bus slack yang
merupakan bus referensi.
Dari tabel di atas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus beban diatur
40 Mvar sehingga didapatkan daya aktif slack bus sebesar 1.19 MW sedangkan
bus pembangkit sebesar 50 MW atau diatur konstan, sehingga bus slack yang
digunakan sebagai pengatur daya menuju bus beban digunakan sebagai bus
referensi maka tegangan daya aktifnya tetap 1 atau konstan yang kurang dari bus
pembangkit menuju ke bus beban. Untuk daya reaktif pada bus slack didapatkan
sebesar 49.1 Mvar dan bus pembangkit sebesar -6.94 Mvar, dimana bus beban
yang mengatur besar kecil daya aktif dan reaktif pada bus pembangkit dan bus
slack. Dan untuk tegangan perunit pada bus slack dan bus pembangkit yang
bernilai konstan yaitu 1. Hal ini terjadi karena bus slack merupakan bus yang
berfungsi sebagai bus refrensi dan untuk bus pembangkit akan mengalir arus yang
dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai tegangan sehingga tegangan pada
bus pembangkit akan tetap. Untuk nilai sudut pada bus slack konstan bernilai 0
dan untuk sudut pada bus pembangkit bernilai 1.25 Hal ini disebabkan oleh bus
slack yang merupakan bus referensi.
Dari tabel di atas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus beban diatur
50 Mvar sehingga didapatkan daya aktif slack bus sebesar 1.31 MW atau semakin
meningkat sedangkan bus pembangkit sebesar 50 MW atau diatur konstan,
sehingga bus slack yang digunakan sebagai pengatur daya menuju bus beban
digunakan sebagai bus referensi maka tegangan daya aktifnya tetap 1 atau konstan
yang kurang dari bus pembangkit menuju ke bus beban. Untuk daya reaktif pada
bus slack didapatkan sebesar 55.73 Mvar atau semakin meningkat dan bus
pembangkit sebesar -3.25 Mvar atau semakin meningkat, dimana bus beban yang
mengatur besar kecil daya aktif dan reaktif pada bus pembangkit dan bus slack.
Dan untuk tegangan perunit pada bus slack dan bus pembangkit yang bernilai
konstan yaitu 1. Hal ini terjadi karena bus slack merupakan bus yang berfungsi
sebagai bus refrensi dan untuk bus pembangkit akan mengalir arus yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan nilai tegangan sehingga tegangan pada bus
pembangkit akan tetap. Untuk nilai sudut pada bus slack konstan bernilai 0 dan
untuk sudut pada bus pembangkit bernilai 1.23 atau semakin menurun. Hal ini
disebabkan oleh bus slack yang merupakan bus referensi.
Dari tabel di atas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus beban diatur
60 Mvar sehingga didapatkan daya aktif slack bus sebesar 1.31 MW atau semakin
meningkat sedangkan bus pembangkit sebesar 50 MW atau diatur konstan,
sehingga bus slack yang digunakan sebagai pengatur daya menuju bus beban
digunakan sebagai bus referensi maka tegangan daya aktifnya tetap 1 atau konstan
yang kurang dari bus pembangkit menuju ke bus beban. Untuk daya reaktif pada
bus slack didapatkan sebesar 62.04 Mvar atau semakin meningkat dan bus
pembangkit sebesar 0.47 Mvar atau semakin meningkat, dimana bus beban yang
mengatur besar kecil daya aktif dan reaktif pada bus pembangkit dan bus slack.
Dan untuk tegangan perunit pada bus slack dan bus pembangkit yang bernilai
konstan yaitu 1. Hal ini terjadi karena bus slack merupakan bus yang berfungsi
sebagai bus refrensi dan untuk bus pembangkit akan mengalir arus yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan nilai tegangan sehingga tegangan pada bus
pembangkit akan tetap. Untuk nilai sudut pada bus slack konstan bernilai 0 dan
untuk sudut pada bus pembangkit bernilai 1.21 atau semakin menurun. Hal ini
disebabkan oleh bus slack yang merupakan bus referensi.
40
Daya Aktif
30
20
10
1.19 1.31 1.48
0
40 50 60
Daya Reaktif
Bus Beban
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus
beban diatur semakin meningkat sehingga didapatkan daya aktif pada bus
pembangkit bernilai konstan, ini disebabkan karena nilai daya aktif pada bus
pembangkit telah diatur dengan nilai yang telah ditentukan. Dan untuk daya aktif
pada bus slack didapatkan semakin meningkat, bus slack digunakan sebagai bus
referensi.
F.4.1.2 Grafik Perubahan Daya Reaktif Beban Terhadap Daya Reaktif Bus
Slack dan Bus Pembangkit
50
40
Daya Reaktif
30
20
10 0.47
-3.25
0 -6.94
40 50 60
-10
-20
Daya Reaktif
Bus Beban
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus
beban semakin meningkat sehingga didapatkan daya reaktif pada bus slack dan
bus pembangkit semakin meningkat. Hal ini disebabkan bus pembangkit berfungsi
sebagai penyuplai kebutuhan daya reaktif yang dibutuhkan oleh bus beban
sehingga daya reaktif yang diterima oleh bus slack semakin besar.
F.4.1.3 Grafik Perubahan Daya Reaktif Beban Terhadap PU Bus Slack dan
Bus Pembangkit
0.8
0.6
PU
0.4
0.2
0
40 50 60
Daya Reaktif
Bus Beban
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus
beban semakin meningkat sehingga didapatkan tegangan perunit pada bus slack
dan bus pembangkit yang bernilai konstan. Hal ini terjadi karena bus slack
merupakan bus yang berfungsi sebagai bus refrensi dan untuk bus pembangkit
akan mengalir arus yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai tegangan
sehingga tegangan pada bus pembangkit akan tetap.
F.4.1.4 Grafik Perubahan Daya Reaktif Beban Terhadap Sudut (Deg) Bus
Slack dan Bus Pembangkit
1
Sudut (deg)
0.8
0.6
0.4
0.2
0 0 0
0
40 50 60
Daya Reaktif
Bus Beban
Berdasarkan grafik di atas dapat dianalisa bahwa daya reaktif pada bus
beban semakin meningkat sehingga didapatkan nilai sudut pada bus slack konstan
bernilai 0 dan untuk sudur pada bus pembangkit semakin kecil. Hal ini disebabkan
oleh bus slack yang merupakan bus referensi.
G. Kesimpulan
1. Bus pembangkit dan bus slack berfungsi sebagai penyuplai daya yang
dibutuhkan oleh bus beban, dimana bus slack berfungsi sebagai bus
referensi dalam artian bus slack akan menanggung kurang atau lebihnya
daya yang dibutuhkan oleh bus beban
Bus beban merupakan sebagai bus yang dapat mempengaruhi daya yang
disuplai dari bus pembangkit dan bus slack, dengan mengatur nilai daya
yang akan di butuhkan oleh bus beban
2. Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa bus slack
selain berfungsi sebagai bus referensi juga berfungsi sebagai bus yang
menanggung rugi-rugi daya yang ada pada saluran transmisi oleh sebab itu
daya yang disuplay oleh bus slack selalu lebih daripada daya yang
dibutuhkan oleh bus beban.
3. Untuk percobaan saat daya aktif bus pembangkit diubah-ubah yakni 50 W,
75 W dan 80 W. Didapatkan nilai daya aktif slack bus semakin menurun
1,01 MW, - 22,98 MW dan -27.73 MW sedangkan daya reaktif yang
didapatkan semakin meningkat 35.96 Mvar, 51.12 Mvar dan 54.53 Mvar.
Adapun pada Bus beban Didapatkan nilai daya aktif dan daya reaktif
yang konstan yakni 50 MW dan 20 Mvar.
4. Untuk percobaan saat daya aktif bus beban diubah-ubah yakni 50 W, 60 W
dan 80 W. Didapatkan nilai daya aktif slack bus semakin meningkat 0.97
MW, 11.11 MW dan 21.25 MW sedangkan daya reaktif yang didapatkan
semakin menurun 35.56 Mvar, 34.53 Mvar dan 33.11 Mvar. Adapun pada
Bus pembangkit didapatkan nilai daya aktif yang konstan yakni 50 MW,
sedangkan daya reaktif semakin menurun -13.83 Mvar, -12.61 Mvar dan -
10.95 Mvar.
5. Untuk percobaan saat daya reaktif bus beban diubah-ubah yakni 40 Mvar,
50 Mvar dan 60 Mvar. Didapatkan nilai daya aktif slack bus 1.19 MW,
1.31 MW dan 1.48 MW sedangkan daya reaktif yang didapatkan 49.10
Mvar, 55.73 Mvar dan 62.04 Mvar. Adapun pada Bus pembangkit
didapatkan nilai daya aktif yang konstan yakni 50 MW, sedangkan daya
reaktif -6.94 Mvar, -3.25 Mvar dan 0.47 Mvar.
H. Tugas Tambahan
Buatlah sebuah sistem transmisi dengan parameter dan jumlah bus
tertentu, tugas dapat diperoleh dari asisten percobaan dengan syarat, setiap
praktikan tidak boleh mempunyai tugas yang sama, perbedaan dapat berupa:
Jumlah bus yang digunakan.
Jumlah pembangkit yang di gunakan.
Jenis kabel atau saluran yang digunakan.
Konfigurasi jaringan.
B. Teori Dasar
B.1 Metode Newton Raphson
Persamaan dengan peubah tunggal. Misalkan sebuah
persamaan nonlinier dengan peubah tunggal p(x) = 0 dan mencari
solusinya dengan cara iterasi. Ruas kiri persamaan ini dapat pandang
sebagai sebuah fungsi, dan misalkan fungsi ini adalah kontinyu
dalam domain yang ditinjau. Dapat menggambarkan kurva fungsi ini
di bidang px; nilai x sebagai solusi adalah titik potong kurva dengan
sumbu-x, yaituxsol, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Indeks
atas digunakan untuk menunjukkan langkah iterasi; misalnya x0
adalah iterasai ke-0 yaitu dugaan awal, x1 adalah iterasi ke-1, dan
seterusnya.
Gambar B.1
0
∆x0 = ∆ px( X )
¿¿
p(x) = P
Gambar B.2
kecil dari ∆p0 yang berarti nilai fungsi mendekati P. Koreksi peubah
kita lakukan lagi untuk lebih mendekati lagi ke P; langkah koreksi
ini merupakan iterasi pertama. Pada iterasi pertama ini kita akan
memperoleh perbedaan ∆px2 = P - p(x2 ) yang mungkin masih harus
di koreksilagi pada itersi ke-dua. Demikian seterusnya sampai kita
peroleh (P - p(xn)) ≈0. Dalam perjalanan menuju P tersebut alur yang
kita lewati adalah kurva p(x). Secara umum, pada iterasi ke-k kita
akan mempunyai persamaan yang memberikan perbedaan nilai
fungsi dengan nilai seharusnya, yaitu
[ ∆∆ qp] k¿ =[ P− P− p( y) ] ¿
p(x ) k
(1)
[ ∆∆ qp] k¿ =J [ ∆∆ xy ] k¿ (2)
k
J =[ ∂ p /∂ x ] k
k
(3)
∂ p /∂ y ¿
gagasan metode iterasi pada solusi persamaan tak linier. Tipe bus
pada sistem tenaga listrik dapat dilihat pada gambar B.3
Vi
V1
Yi1
V2
Ii Yi2
Vn
Yin
Yi0
n n
I i=V i ∑ y ij −∑ y ij V jj ≠i
j=0 j =1
¿
Pi + j Qi=V i I i
¿ Pi + j Q i
Ii= ¿
Vi
P i− j Qi
I i=
V ¿i
Mensubtitusikan persamaan (9) dengan persamaan (10) hasilnya:
P i− j Qi n n
¿ =V i ∑ y ij−∑ y ij V j
Vi j=0 j=1
1
V [ik+1] = ¿)
Y ii
Yij = - y ij,
Y ij =∑ y ij [2-3].
P sci h − jQ sci h
−∑ Y ij V j❑
(k)
¿(k )
Vi j≠i
V (k+1)
i = ii
Y
(k+1) ¿[k ]
Pi =R \{ V i ¿
(k+1) ¿[ k]
Qi =−lm \{ V i ¿
Untuk generator bus (bus P-V) dimana Psci h dan |V i|adalah
(k+1)
ditentukan, persamaan di atas ditentukan untuk Qi . Untuk
(k+1)
mendapatkan V i ditentukan dengan menggunakan persamaan
dibawah ini.
atau
√
e (ik +1)= |V i| −( f i
2 (k +1) 2
)
(k +1) (k +1)
Dimana e i dan f i adalah komponen real dan imajiner
tegangan V (k+1)
i pada iterasi berikutnya, Kecepatan konvergensi dapat
ditambahkan oleh aplikasi faktor ketelitian pada iterasi berikutnya
yaitu.
V (ik+1) = V i +∝ ( V ical −V i )
( k) (k ) (k )
∝= Faktor kecepatan
V cal = Tegangan yang dihitung
|e (k+1)
i −ei |≤∈
(k)
ΔP J1 0 Δδ
ΔQ 0 J4 ΔV
ΔP=J 1 Δδ=
[ ] ∂P
∂Q
∆∂
Δδ=J 4 ∆ IVI = [ ]
∂Q
∂ IVI
∆ IVI
∂ Pi
H ij = =−|V i V j Y ij|sin ( δ j −δ i +θ ij )
∂δj
¿−|V i V j|sin ( δ j−δ i ) Bij
∂ Pi n
H ii = =−|V i V i Y ii|sin θ ij +¿ ∑ |V i V j Y ij|sin ( δ j−δi +θij ) ¿
∂ δi j=1
Untuk J2 N ij =0 ; N ii =0
Untuk J3 : j ij =0; j ii =0
Untuk J4 :
∂Qi
Lij = =−|V i V j V ij|sin ( ∂ j−∂i +θ ij )
∂|V j|
¿−|V i V j|sin ( δ j−δ i ) Bij
∂ Qi n
Lii = =−|V i V i Y ii|sin θii −∑ |V i V j Y ij| sin ( δ i−δ i +θij )
∂|V i| j=1
∂ Qi ∂Qi
¿ =−|V i V i Y ij|sin Qii +Qi = =−|V 2i |B ii +Qi
∂|V i| ∂|V i|
D. Prosedur Percobaan
Langkah-langkah studi aliran daya menggunakan program MATPOWER
adalah sebagai berikut:
1. Persiapkan program MATPOWER yang sudah siap di jalankan pada
MATLAB,
2. Buka file ”case 14.m”,
3. File ”case14.m” adalah file dari sistem tenaga listrik yang tediri dari 14 bus, 5
pembangkit, dengan bus 1 sebagai bus slack,
4. Tentukan metoda aliran daya yang akan digunakan dengan mengganti option
yang ada pada file ”mpoption.m”,
5. Untuk memilih metoda aliran daya yang digunakan melalui option pada file
”mpoption.m”, adalah dengan mengetikkan ”help mpoption” pada command
window MATLAB,
6. Sebagai contoh untuk studi aliran daya diselesaikan dengan menggunakan
metoda Newton Raphson:
>> mp=mpoption;
>> mp(1,:) = 1;
>> runpf('case14', mp, 'hasil_case14.m');
Hasil aliran daya dapat dilihat pada layar monitor dan tersimpan pada file
“hasil_case14.m”.
E. Hasil Pengamatan
Tabel 1.4. File ”case14.m” untuk Beban pada Bus 8 Diubah-ubah.
Beban Konvergensi (detik) Jumlah Iterasi
bus 2 NR FDXB GS NR FDXB GS
1.2 1.44 0.17 0.16 2 P=7;Q=6 205
1.5 0.08 0.01 0.12 2 P=7;Q=6 206
1.7 0.01 0.01 0.13 2 P=7;Q=6 206
2 0.01 0.01 0.12 2 P=7;Q=6 207
Tabel 1.5. File ”case14.m” untuk Jumlah Saluran dikurangi.
Saluran Jumlah Konvergensi (detik) Jumlah Iterasi
yang saluran NR FDXB GS NR FDXB GS
Dikurangi
2-4&2-5 2 0 0.01 0.05 4 P=10;Q=9 405
6-11&6-12 4 0 0.01 0.04 4 P=10;Q=9 367
9-14 5 0 0.01 0.05 4 P=10;Q=9 353
Tabel 1.6. Perbandingan Untuk Sistem Transmisi yang Berbeda.
Jumlah Konvergensi (detik) Jumlah Iterasi
case NR FDXB GS NR FDXB GS
Case 9 0.09 0.12 0.16 4 P=8;Q=7 212
Case 14 0.01 0.01 0.14 2 P=7;Q=6 203
Case 30 0 0.04 0.46 3 P=11;Q=10 670
Case 39 0 0.01 0.12 1 P=4;Q=3 66
Case 57 0.01 0.01 0.63 3 P=7;Q=7 518
Case 118 0.03 0.01 3 P=8;Q=7
1.6
1.44
1.4
1.2
NR
1 FDXB
0.8 GS
0.6
0.4
0.2 0.16 0.17 0.08
0.12 0.13
0.01 0.12
0.01
0 0.01 0.01 0.01
1.2 1.5 1.7 2
50
6 6 6 6
0 72 72 72 72
1 2 3 4
Berdasarkan grafik di atas, dapat diamati bahwa pada saat beban yang
diberikan pada bus 2 semakin besar, dapat dibandingkan jumlah iterasi yang
dibutuhkan ketiga metode yakni metode Newton Rhapson (NR), Fast
Decouple (FDxb), dan Gauss Seidel (GS) untuk mencapai konvergensi.
Metode Gauss Seidel (GS) membutuhkan jumlah iterasi yang jauh lebih
banyak dibandingkan metode Newton Rhapson(NR) dan metode Fast
Decouple (FDxb).
yang saluran
Dikurangi NR FDXB GS NR FDXB GS
2-4 & 2-5 2 0 0.01 0.05 4 P=10;Q=9 405
6-11 & 6-12 4 0 0.01 0.04 4 P=10;Q=9 367
9-14 5 0 0.01 0.05 4 P=10;Q=9 353
Dari table diatas dapat dianalisa bahwa ketika jumlah saluran
semakin sedikit maka dapat dibandingkan dari ketiga metode yaitu Newton
Rhapson (NR), Fast Decouple (FDxb), dan Gauss Siedel (GS). Didapatkan
bahwa pada metode Gauss Siedel (GS) lebih banyak membutuhkan waktu
dalam konvergensi dibandingkan dengan metode lainnya, ini dikarenakan
metode GS lebih banyak membutuhkan iterasi daripada pada metode Newton
Rhapson (NR) dan Fast Decouple (FDxb). Dan didapatkan iterasi pada
metode Gauss Siedel semakin menurun dengan jumlah saluran yang semakin
sedikit.
0.06
0.04 0.04
NR
FDXB
0.03 GS
0.02
0 0 0
0
2 4 5
300 NR
FDXB P
250 FDXB Q
GS
200
150
100
50
9 9 9
0 104 104 104
2 4 5
0.7
0.630000000000001
0.6
0.5
0.46
0.4 NR
FDXB
0.3 GS
0.2
0.16
0.14
0.12
0.09 0.12
0.1
0.03
0.01
0.01 0 0.04 0 0.01 0.01
0.01 0.01
0
9 14 30 39 57 118
Case
800
700 670
600
518
500
NR
400 FDXB P
FDXB Q
300 GS
212 203
200
100 66
0 7
4 6
2 10
3 3
1 7
3 7
3
8 7 11 4 7 8
9 14 30 39 57 118
Case
E. Kesimpulan
1. Metode Newton Rhapson(NR) rata-rata membutuhkan waktu dan jumlah
iterasi yang lebih sedikit untuk mencapai konvergen dibandingkan metode
Fast Decouple (FDxb) dan Gauss Seidel (GS) baik itu pada percobaan
dengan beban, jumlah saluran berubah-ubah, maupun pada percobaan pada
system transmisi yang berbeda-beda.
2. Dari percobaan yang dilakukan, yakni pada percobaan dengan beban pada
bus 8 di ubah-ubah untuk nilai beban bus 8 yakni 1.2 didapatkan nilai
konvergensi dengan metode gaus siedel yakni 0.16 detik dengan iterasi
sebanyak 205 kali. Dengan metode Fast De Couple waktu konvergensi
0.17 detik dengan iterasi P=7; Q=6. Sedangkan dengan metode Newton
Rhapson waktu konvergensi 1.44 detik dengan iterasi sebanyak 2 kali.
3. Dari percobaan yang dilakukan, yakni pada percobaan dengan jumlah
saluran dikurangi untuk saluran yang dikurangi yakni 2-4 & 2-5
didapatkan nilai konvergensi dengan metode gaus siedel yakni 0.5 detik
dengan iterasi sebanyak 405. Dengan metode Fast De Couple waktu
konvergensi 0.01 detik dengan iterasi P=10; Q=9. Sedangkan dengan
metode Newton Rhapson waktu konvergensi 0 detik dengan iterasi
sebanyak 4 kali.
4. Dari percobaan yang dilakukan, yakni pada percobaan dengan sistem
transmisi yang berbeda beda yakni pada kasus 9, didapatkan nilai
konvergensi dengan metode gaus siedel yakni 0.16 detik dengan iterasi
sebanyak 212. Dengan metode Fast De Couple waktu konvergensi 0.12
detik dengan iterasi P=8; Q=7. Sedangkan dengan metode Newton
Rhapson waktu konvergensi 0.9 detik dengan iterasi sebanyak 2 kali.
G.
DAFTAR PUSTAKA
Bowo, Hari Surya Satma, Surya Darma Dan Pikri Hidayat. 2018. “Perencanaan
Saluran Transmisi Tenaga Lisrik”. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Mataram.
Samosir, Ken Kevin Dan Masykur Sj. 2015. ‘‘Perbandingan Metode Fast-
Decouple Dan Metode Gauss-Seidel Dalam Solusi Aliran Daya
Sistem Distribusi 20 KV Dengan Menggunakan Etap Power Station
Dan Matlab‘‘. Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
LEMBAR ABSEN
PRAKTIKUM ANALISIS SISTEM TENAGA
PERCOBAAN :1
SHIFT :1
KELOMPOK :2
NO
NIM Nama TTD
.
Alfan juninsyah
4 F1B017011
Mataram,
Mengetahui, Percobaan RABU 18 MARET 2020
Koordinator Asisten Asisten,
LEMBAR ASISTENSI
Kamis 26
Maret 2020 - Rapikan laporan