Anda di halaman 1dari 2

Refleksi dari fenomena berbohong: Murka yang mendidik

(Rajiman Andrianus Sirait)

“Akulah orang yang melihat sengsara disebabkan cambuk murka-Nya. Ia menghalau dan
membawa aku ke dalam kegelapan yang tidak ada terangnya. Sesungguhnya, aku dipukul-Nya
berulang-ulang dengan tangan-Nya sepanjang hari. Ia menyusutkan dagingku dan kulitku,
tulang-tulangku dipatahkan-Nya. Ia mendirikan tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan
kesedihan dan kesusahan. Ia menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama
mati. Ia menutup segala jalan ke luar bagiku, Ia mengikat aku dengan rantai yang berat.”
Ratapan 3:1-7 (TB)

Kebohongan itu seperti bangkai, serapat apapun seseorang menutupi kebohongan bau
busuknya pasti akan tercium juga. Pepatah lama juga mengatakan, ‘sepandai-pandainya
menyimpan bangkai, suatu saat baunya akan tercium juga’. Serapih apapun bangkai ditutupi,
tetap saja bau busuknya akan menyebar kemana-mana.

Dalam Galatia 6:7-8 TB, dituliskan; “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya
dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab
barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi
barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.”

Berbohong adalah cara menyelesaikan masalah dengan instan. Demi menjaga citra diri
di hadapan publik dan dengan dalih gengsi, seringkali banyak orang tak jujur kepada dirinya
sendiri apalagi kepada orang lain. Mereka lebih senang memakai topeng, daripada
menunjukkan wajah aslinya. Namun terkadang manusia lupa bahwa semuanya itu ada
masanya, seperti kutipan pendahuluan di atas, sepintar apapun, secanggih apapun Tuhan tidak
bisa dipermainkan. Mungkin kita berpikir, bisakah Tuhan marah? Kira-kira seperti apa jika
Tuhan marah?Bukankah Ia adalah Pribadi yang penuh kasih?

Secara sederhana, mungkin kita akan berkata "ah, tidak mungkin Tuhan marah" atau
"untuk apa sih Tuhan mau marah? Bila melihat dalam Ratapan 3:1-7, Yeremia dalam
menjalankan tugas dan panggilannya melihat apa yang mampu Allah lakukan ketika Ia menjadi
murka. Ia mampu membuat setiap orang masuk dalam kegelapan layaknya orang mati (kubur).

Sebagaimana kita tahu bahwa dunia orang mati yang ada dalam liang kubur yang
sempit dan gelap (ayat 2&6); bukan hanya itu, Ia juga mampu membuat setiap orang yang
melawan-Nya hidup dalam ruang yang dikelilingi kesedihan dan kesusahan (ayat 5). Meskipun
ia menutupi dengan bermacam hal tapi kenyataannya ia tidak mampu lepas. Apakah Tuhan
kejam? Mungkin itu pertanyaan yang muncul, tentu saja TIDAK. Dari murka-Nya kita
sebenarnya diajarkan dan disapa dalam kasih-Nya, dengan tujuan untuk kembali hidup dalam
kebenaran. Murka-Nya adalah proses yang mendidik dan mendewasakan, selama masih ada
kesempatan untuk berubah maka berubahlah. Jangan keraskan hati, dan berakhir teragis
seperti Firaun (Kel. 7:22-23; 8:15,19,32; 9:7;15), ataupun juga Saul (1 Samuel 31).

Note: Artikel telah dimuat dalam Kompasiana


https://www.kompasiana.com/rajiman78444/6310179785349c262b3d4902/refleksi-dari-
fenomena-berbohong-murka-yang-mendidik

Anda mungkin juga menyukai