Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PENERAPAN ROM (Range Of Motion) PADA

PASIEN OSTEOARTHRITIS DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK


DESA PANDIRI PROVINSI SULAWESI TENGAH

ASMIN NUSRIAN BUNGGO

190009

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BALA KESELAMATAN PALU

2022

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari ‘Arthron’ yang

berarti sendi, dan ‘Itis’ yang berarti inflamasi. Osteoarthritis yang juga dikenal

sebagai penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertrofi atau juga disebut

osteoarthritis. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi sinovial yang

berhubungan dengan usia dan paling sering ditemukan. Penyakit ini

mempengaruhi seluruh komponen sendi dan memiliki karakteristik hilang

serta rusaknya tulang rawan sendi yang terlokalisasi inflamasi, pembentukkan

tulang baru pada pinggir sendi (osteofitosis). Osteoarthritis dapat muncul pada

seluruh sendi sinovial, tetapi umumnya ditemukan pada lutut, tangan, panggul

dan tulang belakang (Huether & McCance, 2019). Osteoarthritis merupakan

yang paling umum terjadi pada semua bentuk artritis dan menyebabkan nyeri

dan disabilitas pada lansia (LeMone et al., 2017).

Angka kejadian Osteoarthritis di Indonesia hampir 80% pada usia diatas

60 tahun adalah osteoarthritis genu (lutut). Di RS Cipto Mangunkusumo,

kekerapannya mencapai 56,7%. Kasus pada usia kurang dari 20 tahun hanya

sekitar 10%, dan meningkat menjadi lebih dari 80% pada usia diatas 55 tahun.

Prevalensi osteoarthritis lutut di Indonesia cukup besar. Diperkirakan satu

sampai dua juta orang di Indonesia menderita cacat/ketidakmampuan karena

osteoarthritis. Pada masa yang akan datang tantangan terhadap dampak

osteoarthritis akan lebih besar karena semakin banyak populasi yang berumur

tua (Riskesdas, 2018).


Belum ada penyebab yang pasti dari penyakit osteoarthritis, namun

berdasarkan sejumlah penelitian faktor risiko utama pada penderita

osteoarthritis adalah usia, jenis kelamin perempuan, obesitas, aktivitas fisik,

faktor genetik, ras, trauma sendi (Huether & McCance, 2019). Selain itu ada

beberapa hal yang dapat memperparah osteoarthritis, seperti kurang bergerak,

penyakit diabetes dan kelompok perempuan usia pre-menopause. Aktivitas

yang berat, sering berjongkok, berlutut, dan berjalan jauh dengan membawa

beban berat dapat meningkatkan kejadian osteoarthritis. Dengan berlanjutnya

osteoarthritis pada ekstremitas bawah, pasien akan mulai tampak pincang.

Berjalan dengan pincang merupakan sesuatu yang bersifat mengganggu bagi

pasien karena mempengaruhi kegiatan sehari-hari pasien dan kemandirian

pasien dalam beraktivitas. Gejala pada sendi yang terpengaruh juga akan

bertambah setelah aktivitas berat (Huether & McCance, 2019).

Walaupun tidak menimbulkan kematian tetapi osteoarthritis dapat

mengganggu aktivitas penderitanya dan menyebabkan gangguan dalam

produktivitas oleh karena terjadinya nyeri pada sendi lutut, menimbulkan

kekakuan, bengkak dan seringkali menyebabkan terjadinya keterbatasan gerak

sendi atau gangguan mobilitas fisik, yang pada akhirnya akan berdampak pada

kualitas hidup penderitanya, khususnya pada yang lanjut usia (Kushariyadi,

2010). Terapi non farmakologis dapat mencakup latihan Range Of Motion,

latihan penguatan otot, latihan aerobik, berjalan, yoga, tai chi, dan latihan

berbasis air direkomendasikan, panas dan es, keseimbangan antara latihan dan

istirahat, penggunaan tongkat, kruk, atau walker jika diperlukan, penurunan


berat badan jika diindikasikan, terapi herbal, terapi masase, terapi vitamin dan

yoga (LeMone et al., 2017).

Bagian dari latihan dalam penatalaksanaan osteoarthritis salah satunya

adalah latihan rentang gerak sendi (ROM). Rentang pergerakan sendi adalah

pergerakan maksimum yang mungkin dilakukan oleh sendi. Rentang

pergerakan sendi bervariasi pada setiap individu dan ditentukan secara genetis,

pola perkembangan, ada atau tidaknya penyakit, dan banyaknya aktivitas fisik

yang biasanya dilakukan seseorang. Agar seseorang dapat mempertahankan

kekuatan otot dan mobilitas sendinya, maka harus diberikan latihan rentang

gerak. Latihan rentang pergerakan sendi diberikan ketika seseorang sedang

mengalami gangguan pada sistem muskuloskeletalnya termasuk gangguan

oleh karena osteoarthritis, perlu melakukan latihan pergerakan sendi hingga

sembuh dan pada akhirnya dapat melakukan tingkat aktivitas yang normal

kembali (Kozier et al., 2009).

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit DHQ Abbott didapatkan hasil

bahwa program latihan dirumah (Range Of Motion) efektif mengurangi gejala

osteoarthritis pada wanita dan menghemat biaya serta menghemat waktu

(Hameed et al., 2017).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

Asuhan keperawatan penerapan ROM (Range Of Motion) pada pasien

osteoarthritis dengan gangguan mobilitas fisik di Desa Pandiri, Provinsi

Sulawesi Tengah dengan tujuan untuk mengaplikasikan bidang keilmuwan

keperawatan.
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah dalam proposal studi kasus ini adalah : “Bagaimana Penerapan

Latihan Range Of Motion Aktif Pada Pasien Osteoarthritis Dengan Masalah

Gangguan Mobilitas Fisik di Desa Pandiri Provinsi Sulawesi Tengah?”

1.3 Tujuan Studi Kasus

Menganalisis pengaruh Latihan Range Of Motion Aktif Terhadap masalah

gangguan mobilitas fisik Pada Pasien Osteoarthritis di Desa Pandiri Sulawesi

Tengah

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai osteoarthritis dan

cara penanganan non farmakologi untuk meningkatkan rentang gerak

sendi lutut melalui latihan Range Of Motion aktif sehingga masyarakat

dapat menerapkan latihan ini dalam kehidupan sehari-hari.

1.4.2 Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Keperawatan

Hasil studi kasus ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan

pengetahuan dalam penerapan Range Of Motion pada pasien

osteoarthritis

1.4.3 Bagi Penulis


Dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan studi kasus dan

kemampuan mengembangkan keterampilan latihan Range Of Motion

aktif pada pasien osteoarthritis dengan masalah gangguan mobilitas

fisik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Osteoarthritis Dengan Gangguan

Mobilitas Fisik

2.1.1 Pengkajian

Sumber data pengkajian yang dilakukan pada pasien osteoarthritis

dengan gangguan mobilitas fisik meliputi :

1. Identitas pasien dan keluarga

2. Aktifitas / Istirahat

3. Riwayat keperawatan

Dalam pengkajian riwayat keperawatan, yang perlu

diidentifikasi adanya :

a. Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,

pinggang sendi lutut dan sendi kaki terdapat nyeri tekan

atau nyeri pergerakan

a. Biasanya di atas 45 tahun

b. Pola latihan dan aktivitas

Seperti yang kita lihat, biasanya individu tidak mampu

melakukan aktivitas dan perawatan diri secara mandiri

karena kelemahan anggota gerak, kekuatan otot berkurang,

mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan

mudah lelah

c. Pola nutrisi (mis. Kurang vitamin D dan C, serta kalsium)

d. Kaji pada sistem Muskuloskeletal


Kelainan muskuloskeletal utama dapat diidentifikasi selama

pengkajian meliputi penurunan tonus otot, kehilangan masa

otot, dan kontraktur. Gambaran pengukuran antropometrik

mengidentifikasi kehilangan tonus dan massa otot.

Pengkajian rentang gerak adalah penting data dasar yang

mana hasil pengukuran nantinya dibandingkan untuk

mengevaluasi terjadi kehilangan mobilisasi sendi.

Pengkajian rentang gerak dilakukan pada daerah bahu, siku,

lengan, panggul, dan kaki.

e. Merokok, mengonsumsi alkohol, dan kafein

f. Adanya penyakit endokrin : diabetes mellitus, hipertiroid,

hiperparatiroid.

4. Pengkajian khusus :

Tabel 2.1 Pengkajian skala otot

Kekuatan otot Nilai Skala 1-5

0 Lumpuh

1 Ada kontraksi

2 Melawan grafitasi dengan

sokongan

3 Melawan gravitasi tapi tidak

ada tahanan

4 Melawan gravitasi dengan

tahanan sedikit

5. Melawan gravitasi dengan

kekuatan penuh
Tabel 2.2 Screening Faal Fungtional Reach (FR) Test

NO LANGKAH

1 Minta pasien berdiri di sisi tembok dengan tangan

Direntangkan kedepan

2 Beri tanda letak tangan i

3 Minta pasien condong kedepan tanpa melangkah selama

1-2 menit, dengan tangan direntangkan ke depan

4 Beri tanda letak tangan ke ii pada posisi condong

5 Ukur jarak antara tanda tangan i & ke ii

INTERPRETASI :

USIA LEBIH 70 TAHUN : KURANG 6 INCHI : RESIKO ROBOH

Tabel 2.3 Pengkajian Status Fungsional ( Indeks Kemandirian Katz )

No Aktivitas Mandiri Tergantung

1 Mandi

Mandiri :

Bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti punggung atau

ekstremitas yang tidak mampu ) atau mandi sendiri sepenuhnya

Tergantung :

Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan

keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri

2 Berpakaian

Mandiri :

Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,

melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat pakaian.

Tergantung :

Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian


3 Ke Kamar Kecil

Mandiri :

Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian

membersihkan genetalia sendiri

Tergantung :

Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan

pispot

4 Berpindah

Mandiri :

Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi

sendiri

Bergantung :

Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak

melakukan satu, atau lebih perpindahan

5 Kontinen

Mandiri :

BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri

Tergantung :

Inkontinensia parsial atau total; penggunaan

kateter,pispot, enema dan pembalut ( pampers )

6 Makan

Mandiri :

Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri

Bergantung :

Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya,

tidak makan sama sekali, dan makan

parenteral ( NGT )

Keterangan : Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien


5. Riwayat Psikososial

Penyakit sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul

kecemasan, takut melakukan aktivitas, dan perubahan konsep

diri.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap

pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada

masalah kesehatan atau pada proses kehidupan (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017a)

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul menurut Tim

Pokja SDKI DPP PPNI (2017) :

1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri

a. Gejala dan tanda mayor

1. Subjektif

a) Mengelu sulit menggerakan ekstremitas

2. Objekjtif

a) Kekuatan otot menurun

b) Rentang gerak (ROM) menurun

b. Gejala dan tanda minor

1. Subjektif
a) Nyeri saat bergerak

b) Enggan melakukan pergerakan

c) Merasa cemas saat bergerak

2. Objektif

a) Sendi kaku

b) Gerakan tidak terkoordinasi

c) Gerakan terbatas

d) Fisik lemah

Kondisi klinis terkait :

1. Stroke

2. Cedera medula spinalis

3. Trauma

4. Fraktur

5. Osteoarthritis

6. Osteomalasia

7. Keganasan

2.1.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan menurut Tim Pokja SIKI & SLKI DPP

PPNI (2017), merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis

untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan

klien individu, keluarga, dan komunitas.


Tabel 2.1 Intervensi menurut Tim Pokja SIKI & SLKI DPP PPNI (2017):

Diagnosa keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan

(D.0054) (L.05042) (I.05173)


Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi:
berhubungan dengan keperawatan diharapkan a. Observasi
kekakuan sendi mobilitas fisik klien dapat
1) Identifikasi adanya
meningkat dengan kriteria
hasil : nyeri atau keluhan fisik
1. Kekakuan sendi lainnya
menurun 2) Identfikasi toleransi
2. Pergerakan fisik melakukan
ekstremitas pergerakan
meningkat 3) Monitor frekuensi
3. Kekuatan otot
jantung dan tekanan
meningkat
4. Gerakan terbatas darah sebelum memulai
menurun mobilisasi
5. Kelemahan fisik 4) Monitor kondisi umum
menurun selama melakukan
mobilisasi
b. Terapeutik
1) Fasilitasi melakukan
pergerakan, jiak perlu
2) Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2) Ajarkan mobilisasi
sederhana yang perlu
dilakukan (mis. Duduk
ditempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)

Sumber : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017b)(Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017c)

2.1.1 Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan

oleh perawat. Hal-hal yang perlu di perhatikan ketika melakukan


implementasi adalah intervensi dilakukan ssuai rencana setelah

dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal,

intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat

dan efesien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi

dilindungi dan didokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan

pelapora(Abarca, 2021)

2.1.2 Evaluasi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap

asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi

adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau

tidaknya masalah klien, pencapaian tujuan serta ketepatan

pencapaian intervensi.
2.2 ROM (Range Of Motion)

2.2.1 Definisi

Rentang gerak (Range of Motion) adalah jumlah pergerakkan

maksimum yang dapat dilakukan pada sendi, di salah satu dari tiga

bidang yaitu sagital, frontal atau transversal. Bidang sagital adalah

bidang yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh

menjadi sisi kanan dan kiri. Bidang frontal melewati tubuh dari sisi ke

sisi dan membagi tubuh ke depan dan ke belakang. Bidang transversal

adalah bidang horizontal yang membagi tubuh ke bagian atas dan

bawah. Pada bidang sagital, pergerakan adalah fleksi dan ekstensi

(misalnya jari-jari dan siku), dorsofleksi dan plantar fleksi (kaki) dan

ekstensi (misalnya pinggul). Pada bidang transversal, pergerakan yang

dilakukan adalah pronasi dan supinasi (tangan) dan rotasi internal dan

eksternal (pinggul) (Potter & Perry, 2010).

Rentang gerak (ROM) adalah busur/lengkung gerak yang terjadi

pada sendi atau serangkaian sendi. Posisi awal untuk mengukur semua

ROM, kecuali rotasi melintang di bidang, adalah posisi anatomis. Tiga

sistem notasi/catatan telah digunakan untuk mendefinisikan ROM :

sistem 0-180 derajat, sistem 180-0 derajat, dan sistem 360 derajat.

Dalam sistem catatan 0-180 derajat, upperextremity dan sendi

ekstremitas bawah berada pada 0 derajat untuk fleksi-ekstensi dan

abduksi-adduksi ketika tubuh dalam posisi anatomis. Suatu posisi

tubuh di mana sendi ekstremitas yang pertengahan antara medial

(internal) dan lateral (eksternal) rotasi adalah 0 derajat untuk ROM


dalam putaran/rotation. Biasanya, ROM dimulai pada 0 derajat dan

hasil di busur ke arah 180 derajat. Sistem catatan 0-180 derajat, juga

disebut metode netral nol, banyak digunakan di seluruh dunia.

2.2.2 Jenis-jenis Range Of Motion

2.2.2.1 Rentang Gerak Aktif (ROM Aktif)

Rentang gerak aktif (ROM aktif) adalah busur/lengkungan

gerak yang dicapai oleh subjek selama gerakan sendi secara

sukarela tanpa bantuan. Memiliki subyek yang melakukan

ROM aktif memberikan informasi kepada pemeriksa tentang

kesediaan subjek untuk bergerak, koordinasi, kekuatan otot,

dan ROM sendi. Jika rasa sakit terjadi selama ROM aktif,

mungkin akibat mengkerutnya atau peregangan dari

"kontraktil" jaringan, seperti otot, tendon, dan alat

tambahannya ke tulang. Nyeri juga dapat disebabkan oleh

peregangan atau noncontractile (lambat/malas) dari jaringan,

seperti ligamen, kapsul sendi, bursa, fasia, dan kulit. Pengujian

ROM aktif adalah teknik skrining yang baik untuk membantu

memfokuskan pemeriksaan fisik. Jika subyek yang dapat

menyelesaikan ROM aktif dengan mudah dan tanpa rasa sakit,

pengujian yang lebih lanjut dari gerakan mungkin tidak

diperlukan. Namun, jika ROM aktif terbatas, menyakitkan, atau

canggung/kaku, pemeriksaan fisik harus menyertakan

pengujian tambahan untuk mengklarifikasi masalah. Latihan


ROM bersifat aktif (klien mengerakkan seluruh sendi pada

seluruh ROM tanpa bantuan) (Potter & Perry, 2010).

2.2.2.2 Rentang Gerak Pasif (ROM Pasif)

Rentang gerak pasif (ROM Pasif) adalah busur gerak

dicapai oleh pemeriksa tanpa bantuan dari subjek. Subjek tetap

santai dan tidak memainkan peran aktif dalam memproduksi

gerak. ROM pasif biasanya sedikit lebih besar dari ROM aktif

karena setiap sendi memiliki sejumlah kecil gerak yang tersedia

yang tidak di bawah kontrol volunter. ROM pasif tambahan

yang tersedia pada akhir ROM aktif yang normal karena

peregangan jaringan sekitar sendi dan mengurangi sebagian

besar rileks dibandingkan dengan kontraksi otot. ROM pasif

tambahan ini membantu melindungi struktur sendi karena

memungkinkan sendi untuk menyerap kekuatan ekstrinsik.

Pengukuran ROM pasif memberikan pemeriksa informasi

tentang integritas permukaan sendi dan ekstensibilitas dari

kapsul sendi dan ligamen yang terkait, otot, fasia, dan kulit.

ROM pasif (klien tidak mampu bergerak dengan mandiri,

sehingga perawat mengerakkan masing-masing sendi pada

seluruh ROM) (Potter & Perry, 2010).

2.2.3 Latihan Range Of Motion

Luasnya gerakan yang normal untuk sebuah sendi yang disebabkan

oleh fleksi (menekuk), ekstensi (meluruskan), abduksi (jauh dari garis

tengah), adduksi (ke arah garis tengah), dan rotasi disebut sebagai
rentang gerak (range of motion). Dua ujung tulang yang masuk

bersama akan membentuk sebuah sendi sinovial ditutupi oleh

permukaan licin yang dikenal sebagai tulang rawan artikular. Tulang

rawan berfungsi sebagai bantalan untuk menyerap kejutan

(shock/stress) , dan memungkinkan untuk gerakan tanpa hambatan dari

tulang. Sendi sinovial memiliki lapisan sinovial didalam kapsul sendi.

Dalam sendi, terdapat sejumlah cairan sinovial yang relatif kecil yang

berfungsi untuk melumasi sendi (Potter & Perry, 2010).

Sendi yang sakit/nyeri mungkin perlu distabilkan atau diberikan

splinted (membelat) untuk memungkinkan sendi beristirahat dan

mengurangi stress. Namun bila secara terus-menerus menggunakan

belat atau dukungan tidak baik. Lebih baik untuk melakukan latihan

secara hati-hati pada sendi yang sakit/nyeri dengan melakukan

berbagai macam gerakan. Ketika nyeri sendi berkurang, maka perlu

dipertimbangkan untuk meningkatkan kegiatan/latihan sehingga sendi

dapat digunakan, untuk meningkatkan kembali fungsi otot. Melakukan

latihan ringan setiap hari, akan membuat sendi menjadi optimal

melalui latihan rentang gerak, daripada melakukan latihan yang

sporadis (sekali-kali/jarang). Latihan Range of Motion akan membantu

mempertahankan fleksibilitas sendi (Potter & Perry, 2010).

Ada beberapa latihan gerakan pada lutut yang dapat diberikan pada

keterbatasan gerak sendi tersebut, dapat dilihat lebih jelas pada gambar

dibawah ini. Latihan ROM aktif untuk sendi lutut dapat dilihat pada

penjelasan gambar dibawah ini (Potter & Perry, 2010) :


1. Fleksi, membawa atau menggerakkan tumit kaki ke arah belakang

paha.

2. Ekstensi, luruskan tiap kaki, dengan mengembalikan ke posisi

semula.

Gambar 2.1 Fleksi dan Ekstensi lutut


(Potter & Perry, 2010, Hal 491)
Petunjuk umum dalam melakukan latihan ROM menurut Alsa

(2004) adalah bahwa ; 1) idealnya latihan harus dilakukan setiap hari,

2) setiap gerakan latihan dilakukan perlahan-lahan dan secara bertahap

pada akhirnya berkembang lebih meningkat lagi, 3) gerakan dilakukan

hanya sampai pada batas titik resistensi atau tahanan, jangan

memaksakan gerakan, 4) lakukan pengamatan respon pasien saat

melakukan latihan ROM. Tujuan dari latihan rentang gerak Range Of

Motion ini adalah untuk mempertahankan fleksibilitas, mobilitas sendi,

dan meningkatkan kekuatan otot. Selain itu juga mengurangi kekakuan

pada sendi atau juga memperlambat terjadinya kekakuan sendi saat

sedang mengalami penyakit tertentu atau karena sendi yang kurang

bergerak.

Ada banyak manfaat yang didapatkan selama melakukan latihan

ROM. Manfaat tersebut antara lain 1) pada sistem muskuloskeletal,


ukuran, bentuk, tonus dan kekuatan otot (termasuk otot jantung) dapat

dipertahankan dengan melakukan latihan ringan dan meningkat sampai

latihan berat. Latihan juga meningkatkan fleksibilitas sendi dan

rentang gerak (ROM), 2) sistem kardiovaskular, latihan yang memadai

meningkatkan denyut jantung, kekuatan kontraksi otot jantung, dan

suplai darah ke jantung dan otot, 3) sistem gastrointestinal, latihan

meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan tonus otot saluran

cerna, memfasilitasi gerakan peristaltik, dan sistem tubuh yang lainnya

(Kozier et al., 2011). Intervensi gabungan dari penurunan berat badan

dan olahraga yang diinduksi diet adalah pengobatan pilihan untuk

memaksimalkan efikasi diri, meningkatkan fungsi fisik, dan

mengurangi rasa sakit pada orang dewasa yang kelebihan berat

badan/obesitas dengan osteoarthritis lutut (Mihalko et al., 2018).

2.2.4 Pelaksanaan Latihan ROM

2.2.4.1 Tujuan ROM (Potter & Perry, 2010)

a. Meningkatkan dan mempertahankan fleksibilitas dan

kekuatan otot.

b. Mencegah terjadinya kekakuan pada sendi dan kontraktur

c. Menurunkan atau mencegah rasa nyeri

d. Merangsang sirkulasi darah

e. Mencegah kelainan bentuk pada tulang dan otot

2.2.4.2 Manfaat ROM

a. Memperbaiki tonus otot


b. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam

melakukan gerakan

c. Meningkatkan massa otot

d. Meningkatkan mobilisasi sendi

e. Memperlancar sirkulasi darah

f. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

2.2.4.3 Indikasi ROM Aktif

a. Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara

aktif dan menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan

atau tidak.

b. Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat

menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan A-

AROM (Active-Assistive ROM, adalah jenis ROM Aktif

yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah

secara manual atau mekanik, karena otot penggerak primer

memerlukan bantuan untuk menyelesaikan gerakan).

c. ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas

diatas dan dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.

2.2.4.4 Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan

ROM

a. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat

mengganggu proses penyembuhan cedera.


b. Terdapat tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan

yang salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan

peradangan.

c. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau

kondisinya membahayakan.

2.2.4.5 Prinsip ROM (Potter & Perry, 2010)

Adapun prinsip latihan Range of Motion diantaranya :

a. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2

kali sehari

b. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak

melelahkan pasien

c. ROM dapat dilakukan pada semua persendian

d. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah

mandi atau perawatan rutin telah di lakukan

2.2.4.6 Frekuensi ROM

Latihan ROM secara teori tidak disebutkan secara spesifik

mengenai dosis dan intensitas ROM tersebut. Menurut

Smeltzer & Bare (2008), latihan Range of Motion dapat

dilakukan 4 sampai 5 kali dalam sehari. Latihan Range Of

Motion dapat dilakukan minimal 2 kali sehari atau pemberian

latihan Range Of Motion dilakukan selama tiga kali seminggu

dengan pengulangan gerak 8 kali (Potter & Perry, 2010).

Penelitian yang dilakukan di Istanbul kepada 80 pasien

dengan osteoarthritis lutut, latihan diberikan 2 kali dalam


seminggu dengan waktu 30-45 menit selama 6 minggu (Yilmaz

et al., 2018). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sosial Tresna

Wreda Yogyakarta Unit Budhi Luhur kepada 16 lansia yang

mengalami osteoarthritis, latihan Range Of Motion tersebut

dilakukan 3 kali dalam seminggu selama minimal 3 minggu,

dimana setiap kali perlakuannya selama 20-30 menit (Setyorini

& Setyaningrum, 2018). Selain itu penelitian lain yang

dilakukan, intervensi Range Of Motion dilakukan selama 2 kali

seminggu yaitu pada hari senin dan kamis, selama satu bulan,

yaitu 8 kali intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya

peningkatan rentang gerak setelah diberikan Latihan Range Of

Motion aktif mulai dari hari keempat hingga kedelapan

(Pranata et al., 2019). Penelitian lain yang dilakukan oleh

(Suzuki et al., 2019), latihan ROM dilakukan 5 kali dalam

seminggu selama 4 minggu.

2.2.4.7 Gerakan dalam ROM (Range of Motion)

Menurut (Potter & Perry, 2010), ROM aktif terdiri dari gerakan

pada persendian sebagai berikut :


Tabel 2.2 Latihan Rentang Gerak

Bagian Tubuh Jenis Jenis Derajat Otot Primer


Sendi Pergerakan

Pinggul Sendi bola lesung Fleksi : gerakan kaki 90-120 Psoas mayor,
kedepan dan ke atas iliakus,
Ekstensi : kembalikan Sartorius
kaki keposis semula, Gluteus
disamping kaki yang 90-120 maksimus,
lain semitendi-
nosus,
semimem-
branosus

Hiperekstensi : 30-35 Gluteus


gerakkan kaki ke maksimus,
belakang tubuh semitendi-
nosus,
semimem-
branosus

Sirkumduksi : 90 Psoas mayor,


gerakan kaki gluteus
melingkar maksimus

Lutut Sendi engsel Fleksi : bawa tumit 120-130 Biseps


ke belakang menuju femoris,
bagian belakang paha semitendi-
Ekstensi : kembalikan nosus,
tungkai bawah ke sartorius
lantai Rektus
femoris,
120-130
vastus
lateralis,
vastus
medialis,
vastus
intermedius
Sumber : (Potter & Perry, 2010)
2.3 Pengaruh ROM (Range Of Motion) Pada Osteoarthritis

2.3.1 Pengertian Osteoarthritis

Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari

‘Arthron’ yang berarti sendi, dan ‘Itis’ yang berarti inflamasi.

Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif

atau artritis hipertrofi atau juga disebut osteoarthritis.

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi sinovial yang

berhubungan dengan usia dan paling sering ditemukan. Penyakit

ini mempengaruhi seluruh komponen sendi dan memiliki

karakteristik hilang serta rusaknya tulang rawan sendi yang

terlokalisasi inflamasi, pembentukkan tulang baru pada pinggir

sendi (osteofitosis). Osteoarthritis dapat muncul pada seluruh sendi

sinovial, tetapi umumnya ditemukan pada lutut, tangan, panggul

dan tulang belakang (Huether & McCance, 2019). Osteoarthritis

merupakan yang paling umum terjadi pada semua bentuk artritis

dan menyebabkan nyeri dan disabilitas pada lansia (LeMone et al.,

2017).

2.3.2 Hubungan Range Of Motion Dengan Osteoarthritis

Latihan isotonik menyebabkan kontraksi otot, perubahan

panjang otot dan merangsang aktivitas osteoblastik (aktivitas sel

pembentuk otot). Latihan ini juga meningkatkan tonus otot, massa

dan kekuatan otot serta mempertahankan fleksibilitas sendi,

rentang pergerakan dan sirkulasi (Potter & Perry, 2010). Latihan

ROM merupakan latihan isotonik yang bermanfaat untuk


meningkatkan kekuatan otot, mencegah memburuknya kapsul

sendi, ankiolosis, dan kontraktur sendi(Kozier et al., 2011).Latihan

gerak sendi dengan ROM adalah latihan yang memungkinkan

terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien

menggerakkan masing- masing persendiannya sesuai gerakan

normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan ROM adalah

latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki

tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian

secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan

tonus otot(Ridha & Putri, 2015)


BAB III

METODE STUDI KASUS

3. 1 Desain Studi Kasus

Desain yang digunakan desain deskriptif merupakan suatu metode

studi kasus yang bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa penting yang

terjadi atau suatu keadaan secara objektif dengan pendekatan studi kasus.

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian

secara intensif.

3. 2 Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus adalah seseorang yang menderita penyakit

osteoarthritis dengan masalah gangguan mobilitas fisik.

Kriteria inklusi :

1. Lansia berusia 73 tahun

2. Menandatangi informed consent

3. Lansia yang menderita penyakit osteoarthritis

4. Lansia yang menderita penyakit osteoarthritis dengan masalah

gangguan mobilitas fisik

3.3 Fokus Studi Kasus


Fokus studi kasus yang menjadi kajian utama dari kasus diatas

adalah penerapan Range Of Motion pada pasien Osteoarthritis dengan

masalah gangguan mobilitas fisik.

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Osteoarthritis yaitu lansia yang terdiagnosa penyakit osteoarthritis

3.4.2 Gangguan mobilitas fisik yaitu lansia yang terdiagnosa

osteoarthritis dengan masalah gangguan mobilitas fisik

3.4.3 Rentang gerak (Range Of Motion) aktif merupakan latihan

mengerekan sendi pada lansia yang mengalami gangguan mobilitas

fisik

3.5 Instrumen Studi Kasus

Instrumen yang digunakan adalah pengumpulan data adalah lembar atau

format pengkajian, lembar Standar Operasional Prosedur ( SOP) rentang gerak

(ROM), format pengkajian lansia, alat tulis dan alat kesehatan (Tensi

meter,Stetoskop)

3.6 Metode Pengumpulan Data

3.6.1 Wawancara

Melakukan wawancara kepada individu dengan menanyakan

langsung keluhan-keluhan yang dirasakan responden.

3.6.2 Observasi Langsung

Melihat langsung keadaan pasien dan mencatat hasil tindakan serta

mengobservasi keadaan umum pasien sebelum dan sesudah

dilakukan tindakan keperawatan.

3.6.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan

memeriksa keadaan umum pasien, mengukur tanda-tanda vital ,

seperti tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan suhu tubuh, dan

melakukan pengkajian head to toe dan juga mengukur skala

kekuatan otot klien serta melakukan pengkajian khusus.

3.7 Tempat Dan Waktu

3.7. 1 Tempat Studi Kasus

Tempat atau pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Tn.B

penderita osteoarthritis dengan masalah gangguan mobilitas fisik

dilakukan di Desa Pandiri Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Provinsi

Sulawesi Tengah.

3.7. 2 Waktu studi kasus

Rencana waktu pelaksanaan studi kasus pada bulan Maret sampai

April

3.8 Penyajian Data

3.9 Etika Studi Kasus

Sebelum melakukan penelitian, peneliti wajib mengajukan permohonan izin

kepada responden untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Setelah

mendapatkan persetujuan barulah peneliti melakukan penelitian dengan

menegakkan masalah etika keperawatan. Dalam melaksanakan studi kasus ada

beberapa etika yang harus ditaati, yaitu :

3. 9.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)


Bentuk persetujuan yang dilakukan yaitu responden dengan

memberikan lebar persetujuan

3. 9.2 Tanpa Nama (Anonimity)

Etika yang dimaksud yaitu tidak mencantumkan nama responden pada

lembar pengkajian ( hanya menggunakan kode )

3. 9.3 kerahasiaan (confidentiality)

Sesuatu yang dilakukan dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abarca, R. M. (2021). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Pada Lanjut


Usia Dengan Osteoarthrits DI UPTD Tresna Werda Natar Lampung Selatan
TAHUN 2020. Nuevos Sistemas de Comunicación e Información, 2013–
2015.
Hameed, R., Waqas, M., Akhtar, F., Joseph, R., & Niazi, A. (2017). Effect of
Manual Therapy on Knee Osteoarthritis ( OA ) Pain , A Randomized Control
Trial. 2(4), 19–22.
Huether, S. E., & McCance, K. L. (2019). Buku Ajar Patofisiologi (6th ed.).
Elsevier.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2009). Buku Ajar Praktek
Keperawatan Klinis (Edisi 5). EGC.
Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, & Praktik (7th ed.). EGC.
Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia. Salemba
Medika.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2017). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Gangguan Muskuloskeletal Diagnosis Keperawatan Nanda
Pilihan, NIC & NOC (5th ed.). EGC.
Mihalko, S. L., Cox, P., Beavers, D. P., Miller, G. D., Nicklas, B. J., Lyles, M.,
Hunter, D. J., Eckstein, F., Guermazi, A., Loeser, R. F., Devita, P., &
Messier, S. P. (2018). Effect of intensive diet and exercise on self-efficacy in
overweight and obese adults with knee osteoarthritis: The IDEA randomized
clinical trial. April, 1–9. https://doi.org/10.1093/tbm/iby037
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamentals of Nursing Fundamental
Keperawatan (7th ed.). Elsevier.
Pranata, L., Koernawan, D., & Daeli, N. E. (2019). Efektifitas ROM Terhadap
Gerak Rentang Sensi Lansia The Effectivity Of ROM to Range Of Joint
Motion In Elderly. 110–117.
Ridha, M. R., & Putri, M. E. (2015). Pengaruh latihan Range Of Motion(ROM)
aktif terhadap kekuatan otot ekstremitas bawah pada lansia dengan
osteoarthritis di wilayah kerja puskesmas koni kota jambi. Jurnal Akademika
Baiturrahim, 4(2), 45–52.
Riskesdas. (2018). Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan.
Setyorini, A., & Setyaningrum, N. (2018). Pengaruh Latihan Range Of Motion
(ROM) Aktif Assitif Terhadap Rentang Gerak Sendi Pada Lansia Yang
Mengalami Immobilisasi Fisik. 13(2), 77–84.
Suzuki, Y., Iijima, H., Tashiro, Y., Kajiwara, Y., Zeidan, H., & Shimoura, K.
(2019). Home exercise therapy to improve muscle strength and joint
flexibility effectively treats pre-radiographic knee OA in community-dwelling
elderly : a randomized controlled trial. 133–141.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017c). Standar Luaran Keprawatan Indonesia.
Yilmaz, M., Sahin, M., & Algun, Z. C. (2018). Comparison of effectiveness of the
home exercise program and the home exercise program taught by
physiotherapist in knee osteoarthritis. 1, 1–9. https://doi.org/10.3233/BMR-
181234

Anda mungkin juga menyukai