Anda di halaman 1dari 53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum


Kabupaten Tasikmalaya
1. Sejarah Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya
Pada tahun 1918 M, tepatnya pada bulan Rajab KH. Zaenal Abidin
(alm) kembali ke kampung halamannya setelah bertahun-tahun nyantri di
berbagai pesantren. Sekembalinya beliau ke kampung halaman, sejumlah
tokoh masyarakat meminta kesediannya untuk memanfaatkan ilmunya di
lokasi pesantren yang sebelumnya telah dibangun oleh masyarakat.
Didasarkan pada niat yang ikhlas dan dituntut oleh kewajiban mengamalkan
ilmu, maka KH. Zaenal Abidin bersedia memenuhi harapan masyarakat.
Sejak itulah berduyun-duyun santri dari berbagai daerah datang kepada
beliau untuk nyantri.
Kemudian setelah itu, tempat yang digunakan para santri dinamai
pesantren Manba’ul Ulum, yang berarti “sumber ilmu”, dengan harapan
bahwa pesantren ini benar-benar menjadi sumber ilmu pengetahuan dan
santri-santrinya dapat pula menjadi orang yang mampu mengamalkan
ilmunya dan menyinari orang lain dengan ilmunya.
Pada tahun 1974 M, KH. Zaenal Abidin meninggal dunia yang
kemudian pesantren dipimpin dan dilanjutkan oleh putranya, KH. Endang
Sambas Faqih, dan setelah itu berturut-turut tongkat kepemimpinan di
pondok pesantren ini diterusan oleh KH. Mansyur Yusuf, KH. Zaenal, KH.
Endang Muhtar Qasim, dan KH. Encep Ruchiyat sampai sekarang. Pada
tahun 1980 M, tepatnya pada tanggal 28 Maret 1980, pondok pesantren
Manba’ul Ulum kemudian dijadikan yayasan pendidikan yang bergerak di
bidang sosial dan kependidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian

46
47

yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Sampai dengan kepemimpinan KH. Encep Ruchiyat sekarang, pondok
pesantren Manba’ul Ulum telah mencetak beberapa ulama yang tersebar
diseluruh pelosok daerah Jawa Barat dan Banten.
2. Profil Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Tasikmalaya
a. Nama : Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
b. No. Statistik : 5.0.0.0.32.06.0530
c. Alamat : Kampung Cibunut
Desa : Tanjung Mekar
Kecamatan : Jamanis
Kabupaten : Tasikmalaya
Provinsi : Jawa Barat
d. Telepon : (0265) 421224, 420546
e. Tahun Berdiri : 1918 M
f. Akta Notaris : PP. Manba’ul Ulum
No. 03/1980/ PNAN/ Tanggal 28 Maret 1980
g. Status Tanah : Wakaf Sertifikat
h. Luas Tanah : 1147 Bata (1.680 M2)
i. Nama Pimpinan : KH. Encep Ruchiyat
3. Visi dan Misi
a. Visi
Semata mata untuk ibadah kepada Allah SWT dan mengharap
Ridha-Nya (sikap tunduk dan patuh kepada Allah SWT tanpa reserve)
QS. 51:56. Dan menjadi wadah pembinaan peserta didik terunggul di
Kabupaten Tasikmalaya dalam membentuk siswa yang maslahat
(mandiri, shaleh, terampil, berjiwa islami, berakhlakul karimah dan
cerdas lingkungan serta mengimplementasikan fungsi khalifah Allah di
muka bumi (sikap proaktif, inovatif, dan kreatif)) QS Al-Baqarah : 30.
48

b. Misi
1. Mempesiapkan individu-individu yang unggul dan berkualitas menuju
terbentuknya khairu ummah yang dikeluarkan manusia
2. Mempersiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat yang
berakhlak mulia, baik sebagai ilmuan/teorisi maupun praktisi, yang
mau dan mampu melaksanakan dakwah ilal khair, amar ma’ruf nahi
munkar dan indzarul qoum
3. Melatih peserta didik agar memiliki kemandirian hidup sehari-hari
4. Mengembangkan potensi seni, budaya, keterampilan dan olahraga
berdasarkan syariat islam pada peserta didik sesuai dengan
karakteristik masing-masing
5. Memanfaatkan potensi lingkungan sekitar dalam proses pembelajaran
c. Motto
“Pondok Pesantren Jamanis berfikir Dinamis, Berakhlaq salaf, Beraqidah
Ahlu Sunnah Wal Jamaah”.
4. Sarana dan Prasarana
Berikut adalah sarana dan prasarana yang tersedia di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum ini adalah sebagai berikut :
a. Lembaga formal dan non formal
1) TK/TPA Al-Qur’an
2) SMP Islam Terpadu Manba’ul Ulum
3) SMK Islam Terpadu Manba’ul Ulum
4) Madrasah Diniyah Salafiyah
5) Dirosah Islamiyah/Kajian islam untuk ibu-ibu dan bapak-bapak dan
remaja
6) LPTQ (Pengajian Tilawatil Qur’an) tiap malam minggu
7) Pengajian bulanan alumni Ponpes, tiap malam minggu terakhir bulan
hijriyah
b. Fasilitas
1) 1 unit bangunan masjid dua lantai
49

2) 1 unit bangunan asrama putra dua lantai (38 ruang kamar, dan 5
ruang belajar)
3) 1 unit bangunan asrama putri 2 lantai (belum selesai)
4) 1 unit mushala putri
5) 1 unit gedung TK dan TPA
6) 1 unit gedung aula 2 unit MCK
7) 1 unit wartel
8) 1 unit ruang kantor yayasan
c. Rencana Pengembangan
Sampai saat ini Pondok pesantren Manba’ul Ulum mempunyai
rencana pengembangan pondok, yaitu :
1) 1 unit gedung madrasah diniyah (6 ruangan)
2) 1 unit gedung SMP Islam Terpadu (4 ruangan, karena sampai saat ini
ruang SMPIT masih menumpang pada ruangan belajar asrama putra)
3) Meneruskan pembangunan lantai 2 gedung TK/TPA
4) Meneruskan pembangunan lantai 2 kantor yayasan
5) Meneruskan pembangunan lantai 2 asrama putri
6) Membuat sumur bor (artesis)
7) Membuat warung serba ada (Kopontren)
8) Membuat Gedung perpustakaan
d. Susunan Pengurus dan Staf Pengajar
1) Ketua : KH. Encep Ruchiyat
2) Wakil Ketua : Drs. Asep Ahmad Yani
3) Sekretaris 1 : Ir.Undang Husni Thamrin, MM
4) Sekertarsi 2 : Ir. Deden Samarqandi
5) Bendahara : KH.Baedin
6) Anggota : Dewan Kyai
7) Staff Pengajar :
 KH. Amin Ma’sum Zen - Hj. Yetti H, S.Pd
 KH.Asep Dudung - Dra. Imas N
 KH. Iing Sholihin - Titin, SHI
50

 Ustadz Ii Hidayat - Angga Eprinal, S.Pd


 Ustadz Tete - Drs. Ujang Kusmana
 Ustadz Deden Zaeni Hidayat - Ustadzah Dede Jubaedah
 Ustadz Zezen Zaeni Hidayat - Asep Narlan, S.Pd, M.Pd
 Ustadz Anang - Ustadzah Aam Amalia
 Ustadz Jajang Syam - Lina, S.Pd
 Kholid, S.Pd, MM - Asatidz Diniyah
 Drs. Asep Saepulloh, M.Ag - Asatidz TK/TPA
 Asep Mulyana, SH
e. Data Dewan Pengajar Yayasan, Santri dan Siswa
1) Pimpinan Pesantren : 1 orang
2) Dewan Kyai : 12 orang
3) Guru TK dan Diniyah : 12 orang
4) Guru SMPIT : 44 orang
5) Guru SMKIT : 20 orang
6) Santri Putra : 120 orang
7) Santri Putri : 260 orang
8) Siswa TK : 40 orang
9) Siswa TPA/Diniyah : 60 orang
10) Siswa SMPIT : 150 orang
11) Siswa SMKIT : 80 orang
B. Temuan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya
1. Tujuan Penerapan Nilai-Nilai Akhlakul Karimah Santri di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum Ka bupaten Tasikmalaya
Temuan yang peneliti dapatkan dari hasil melakukan wawancara dengan
Pimpinan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum, Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum Tasikmalaya mempunyai tujuan dalam penerapan niali-nilai akhlakul
karimah santri yaitu mengutamakan pembentukan akhlak kepribadian dan
sikap mental serta penanaman ilmu-ilmu agama islam kepada santri. Serta
untuk membentuk generasi islam yang berakhlakul karimah. Penanaman
51

nilai di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum berfokus pada peningkatan


keimanan santri atau kepercayaan santri kepada sang pencipta TuhanYang
Maha Esa. “Di pesantren ini tujuannya, ingin mencetak santri yang
MASLAHAT (mandiri, shaleh, terampil, berijiwa islami dan berakhlakul
karimah). Secara garis besar kita hidup semata mata untuk beribadah
kepada Allah SWT dan mengharap ridha-Nya, serta bisa
mengimplementasikan fungsi khalifah di muka bumi ini. Bapak mendidik
santri supaya santri bapak kelak mempunyai kepribadian yang baik,
mempunyai sikap mental yang baik, serta mempunyai akhlak yang mulia”
kata ketua yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
Kabupaten Tasikmalaya, melaksanakan pendidikan di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum ini menggunakan 2 macam kurikulum, antara lain
kurikulum pesantren salafiyah dan kurikulum sekolah Kemendikbud.
Pendidikan akhlakul karimah di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum tidak
secara langsung dicantumkan dalam mata pelajaran atau pendidikan
khusus, melainkan diajarkan melalui berbagai kegiatan yang memuat
penanaman nilai akhlakul karimah santri. “cara belajar pesantren disini
dengan mengkolaborasikan antara salaf dan kholaf (tradisional dan
modern) dengan sistem pondok. Untuk pendidikan akhlakul karimah santri,
bapak menerapkan melalu pengamalan sehari-hari” KH. Asep Dudung
selaku pimpinan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum.
Menurut Ketua Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum yaitu
Drs. Asep Ahmad Yani Pondok Pesantren Manba’ul Ulum ini mempunyai
program unggulan yang diterapkan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
diantaranya yaitu: nilai religius, nilai kemandirian serta nilai tanggung
jawab. “ tiga nilai inilah yang diajarkan kepada para santri, yaitu : nilai
religius, nilai kemandirian serta nilai tanggung jawab.” Kata beliau.
a. Nilai Religius
Nilai religius pada peserta didik bertujuan membentuk dan
membangun pola pikir, sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi
52

pribadi yang positf, berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung


jawab.
Kegiatan-kegiatan di pondok pesantren yang mengarahkan santri
memperoleh nilai religius seperti sholat berjamaah lima waktu, mengaji
kitab, musyawarah waqi’ah. Apabila santri mendapat hukuman karena
melanggar aturan ataupun tidak mengikuti kegiatan tanpa izin, maka
santri juga akan tetap diarahkan kepada penanaman nilai religius.
Sebagai contoh hukuman yang diberikan yaitu seperti santri diminta
untuk membersihkan WC, atau mengepel masjid.
Tidak sedikit kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program
pendidikan akhlakul karimah santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
Kabupaten Tasikmalaya. Contohnya seperti santri tertidur saat mengikuti
kegiatan atau pemaparan dari kyai ataupun ustadz/ustadzah karena
merasa kelelahan menjalankan aktivitas sepanjang hari, sedangkan
kegiatan yang ditetapkan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum bersifat
wajib bagi seluruh santri.
Tindakan yang dilakukan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum untuk
mengatasinya adalah menegur santri tersebut, apabila masih tidak ada
perubahan maka kyai akan memanggil anak langsung berdialog dengan
santri dan membahas hal tersebut, sehingga santri tidak lagi mengantuk
saat mengikuti kegiatan. Biasanya santri diminta agar berwudhu atau cuci
muka. Menurut penulis, solusinya harus mengatur pola makan
memanfaatkan waktu istirahat dengan baik, dan qailullah/tidur siang.
b. Nilai Kemandirian
Nilai kemandirian memang secara umum diterapkan hampir di
semua pondok pesantren. Santri dituntut untuk dapat menjalankan
aktifitas sehari-harinya tanpa bergantung pada orang lain.
Di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum pun santri dituntut dapat
hidup bermasyarakat, berkomunikasi dan beradaptasi dengan santri-
santri lainnya. Nilai kemandirian itu sendiri dapat bersumber dari
53

kegiatan sehari-hari santri seperti mempersiapkan diri untuk sekolah,


mencuci, menjemur pakaian serta memasak.
Pelaksanaan penanaman nilai kemandirian pada santri pun tidak
lepas dari kendala, misalnya santri baru masih belum terbiasa dengan
kegiatan, padahal hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan santri itu
sendiri. Untuk mengatasinya, Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
memasukkan satu orang yang senior disetiap kamar untuk membimbing
dan mengarahkan santri-santri lain di dalam kamar tersebut ketika
menghadapi permasalahan seperti itu. Dengan adanya pengurus tersebut
diharapkan bahwa santri-santri tersebut nantinya akan terbiasa hidup
mandiri. Sedangkan solusi menurut penulis ialah bagi santri yang baru
masuk pondok supaya kerasan dulu, dengan panduan langsung.
c. Nilai Tanggung Jawab
Nilai tanggung jawab itu sendiri memiliki peranan yang penting
dalam kehidupan pondok pesantren. Nilai tanggung jawab yang
diterapkan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum ini harus punya
tanggung jawab pada diri sendiri, juga pada santri-santri yang bersama-
sama tinggal dilingkungan pondok pesantren. contohnya tanggung
jawab pada diri sendiri dengan berkata benar dan adil, jika melakukan
kesalahan siap menerima teguran berupa ta’jir.
juga diajarkan agar dapat bertanggung jawab pada santri yang lain
contohnya bagi santri yang sudah cukup lama atau berpengalaman akan
diikutkan dalam pemilihan rais/pengurus. Pengurus itu sendiri bertugas
sebagai ketua kamar, sehingga apa yang terjadi didalam kamar adalah
tanggung jawabnya.
Kendala yang sering muncul dalam penanaman nilai tanggung
jawab yakni adanya sifat santri yang malas karena bawaannya sejak
awal masuk pondok. Hal tersebut biasa terjadi pada santri laki-laki.
Seperti malas sholat berjamaah, mengaji dan lain-lain namun tidak
mengakui kesalahan tersebut.
54

Untuk mengawasi tindakan tidak bertanggung jawab santri


tersebut, biasanya santri akan diberi hukuman atas tindakan
kesalahannya dan kyai akan melakukan pemanggilan dengan harapan
santri tidak akan mengulanginya dan dapat bertanggung jawab atas
segala kewajiban dan perilakunya selama tinggal di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum.
Bagi penulis, solusi yang dapat juga digunakan untuk mengatasi
kendala tersebut selain melakukan pemanggilan dengan santri, perlu
adanya ketegasan bagi santri yang sering membolos dengan ta’jiran
kegiatan yang positif seperti membersihkan bak mandi atau apa saja
yang bermanfaat buat mereka, juga penting mendo’akan secara khusus.
2. Metode Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Yayasan Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum, metode yang digunakan untuk mendidik para santri secara
tradisional ada dua yaitu metode sorogan dan metode bandungan. kedua
metode mengajar ini sangat populer sehingga menjadi ciri khas. “ada
beberapa metode dalam mendidik para santri di pesantren ini yaitu
sorogon, bandongan, halaqoh, hafalan sistem setoran, musyawarah
bahtsul masa’il, mudzakaroh fathul kutub.” Ustadz Drs.Asep Ahmad Yani.
Penanaman akhlakul karimah juga perlu menggunakan metode-metode
yang sesuai dengan kemampuan santri agar penanaman nilai akhlakul
karimah santri dapat berjalan dengan efektif dan mencapai hasil yang
maksimal. Oleh karena itu selain dibutuhkannya metode dialog, perlu
adanya metode praktik dan metode keteladanan. Hal ini dimaksudkan agar
santri tidak hanya mendapatkan ilmu dan teori saja, tetapi juga menerapkan
ilmu yang di dapatkan tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara rutin
dan terus-menerus.
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum menerapkan beberapa peraturan agar
metode praktik dan metode keteladanan dapat diserap secara maksimal oleh
santri, yakni santri tidak diizinkan untuk membawa telepon genggam
55

kedalam pondok pesantren dan memainkan sosial media seperti facebook


dan lain sebagainya. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan
penanaman akhlakul karimah santri dapat berjalan dengan maksimal tanpa
terpengaruh oleh pergaulan luar yang terkadang membawa pengaruh buruk
dalam diri santri. Hal tersebut juga didukung oleh wali santri yang
menginginkan akhlak anak-anak mereka menjadi lebih baik.
Dalam hal ini sebagai pengurus Pondok Pesantren Manba’ul Ulum,
wali santri juga ikut terlibat dalam pelaksanaan penanaman akhlakul
karimah santri. Wali santri tidak secara langsung lepas tangan setelah
memasukkan anak-anak mereka ke dalam pondok pesantren, akan tetapi
mereka tetap mengawasi pelaksanaan penanaman akhlakul karimah anak-
anak mereka. Peran serta wali santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
juga dibutuhkan yakni guna mencapai keberhasilan penanaman akhlakul
karimah santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum. Sebagai pihak
keluarga yang memiliki andil besar dalam pembentukan akhlakul karimah
santri, wali santri diizinkan untuk mengunjungi santri setiap saat ketika
santri tidak sedang mengikuti kegiatan yang ditetapkan pondok pesantren.
Dalam hal ini wali santri tetap dapat mendidik dan menasihati santri agar
penanaman akhlakul karimah dapat lebih meresap dalam diri santri. Oleh
karena itu, pihak Pondok Pesantren Manba’ul Ulum terutama kyai rutin
melakukan pertemuan dengan wali santri terkait dengan permasalahan-
permasalahan yang ada dalam pelaksanaan pendidikan santri.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis, pertemuan wali
santri dengan kyai tidak hanya membahas permasalahan yang ada di
pondok pesantren saja, tetapi dijadikan sarana evaluasi dalam kurikulum
pondok pesantren. Sedangkan sebagai bahan evaluasi dalam pelaksanaan
kegiatan dan pembiasaan santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
disediakan buku presensi. Presensi tersebut digunakan untuk mencatat
kehadiran santri sekaligus sebagai bahan memantau santri apabila tidak
mengikuti kegiatan. Bagi santri yang tidak mengikuti kegiatan akan
dikenakan hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh santri.
56

Hukuman tersebut diberikan karena setiap kegiatan yang ditetapkan oleh


pondok pesantren diwajibkan bagi seluruh santri dan sebagai wujud melatih
keteladanan pada diri santri itu sendiri. “Para wali santri disini juga
dilibatkan dalam pendidikan tidak dilepaskan begitu saja. Dalam setiap
pergantian semester para wali santri kami undang kemari untuk
bersilaturrahmi dan dimintai masukannya untuk kemajuan pesantren dan
juga untuk kemajuan para putra putrinya” Kata Ustadz Drs Ahmad yani.
3. Evaluasi Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya
Program evaluasi di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum bertujuan
untuk mengukur dan menilai hasil pembelajaran, mulai dari pendidikan
formal hingga beberapa pendidikan non formal. Sistem yang diterapkan
sangat beragam, diantaranya tes tulis, tanya jawab, dan setoran hafalan. Di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum ada tiga model pengevaluasian. Tiga
model evaluasi tersebut sudah berjalan dengan baik, hanya saja ada
beberapa hal yang masih butuh perbaikan. “Untuk mengevaluasi para
santri disini kami mempunyai tiga model evaluasi yaitu tes tulis berupa
ujian harian, ujian tengah semester, maupun akhir semester, tanya jawab
dengan santri dan setoran beberapa hafalan.” Kata Ustadz Drs. Asep
Ahmad Yani. Tiga model evaluasi tersebut adalah :
a. Ujian materi pelajaran untuk mengevaluasi pemahaman murid terhadap
materi pelajaran dilaksanakanlah ujian tulis harian, ujian setiap tiga
bulan sekali (ujian tengah semester) maupun ujian tulis setiap enam
bulan atau biasa disebut dengan ujian akhir semester ganjil atau genap.
Yang menjadi materi ujian tulis ini adalah semua materi yang diajarkan
kepada santri, kecuali beberapa materi yang bisa dipelajari sendiri,
seperti imla’dan pengetahuan tentang buku saku.
b. Ujian baca kitab untuk mengevaluasi kompetensi murid terhadap
praktik baca kitab diadakanlah ujian baca kitab. Ujian baca kitab juga
telah berjalan dengan sistem yang baik, meski ada kendala di beberapa
bagian, misalnya standarisasi pengevaluasian agar ujian baca kitab tiap
57

tahunnya memiliki objektivitas dan tingkat kesulitan yang sama, karena


ujian baca kitab adalah evaluasi yang dijadikan acuan perbandingan
dengan hasil nilai pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga ujian ini
harus standard memiliki tingkat kesulitan yang sama di semua tahun.
c. Ujian muhafadzah untuk mengevaluasi hafalan murid terhadap materi,
yang diujikan pada ujian muhafadzah ini adalah nadzam fan nahwu atau
fan shorop di tiap kelas. Hanya saja, terkadang terjadi beberapa hal
yang masih perlu diperbaiki agar ujian ini menjadi kian objektif, yaitu
aturan dan tata cara pengujian muhafadzah, tablighan dan tamrinan
yang baku. Bila hal tersebut dapat dilakukan, insya Allah pendidikan di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum akan kian mencetak out put yang
lebih berkualitas dan memiliki kemampuan yang komponen, khususnya
dalam keilmuan agama islam.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penanaman Akhlakul
Karimah Santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten
Tasikmalaya
a. Faktor Pendukung Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum Tasikmalaya
Menurut Ustadz Drs. Asep Ahmad Yani ada beberapa faktor
pendukung dalam penanaman akhlakul karimah santri di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum yaitu :
1) Faktor Internal
a) Kyai dan Ustadz/Ustadzah yang ikhlas dan mengaharap Ridha
Allah SWT dalam medidik para santri, sehingga proses
penanaman akhlakul karimah sangat mudah untuk di serap oleh
para santri.
b) Kyai dan Ustadz/Ustadzah yang sangat berkompeten karena
selain mempunyai kemampuan dalam bidang kepesantrenan
kyai dan Ustadz/Ustadzah juga mempunyai kemampuan di
bidang pendidikan formal. Hal itu dibuktikan dengan gelar
58

akademik kyai dan Ustadz/Ustadzah yang ada di Pondok


Pesantren Manba’ul Ulum.
c) Sarana dan prasarana yang sangat menunjang dalam proses
pendidikan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum.
d) Salah satu faktor yang turut memberikan pengaruh dalam
penanaman akhlakul karimah santri di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum adalah lingkungan Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum yang tidak terpengaruhi oleh pengaruh luar.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor santri, meliputi sifat-sifat kecenderungan yang dimiliki
oleh setiap santri sejak masih dalam kandungan sampai lahir.
Misalnya sebelum masuk pesantren ada beberapa santri yang
sudah mempunyai karakter yang baik.
b) Dukungan keluarga sendiri, yaitu dengan senantiasa mencukupi
segala kebutuhan anaknya yang ada di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum.
b. Faktor Penghambat Penanaman Akhlakul Karimah Santri di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Tasikmalaya
Salah satu kendala yang ditemukan penulis dalam Penanaman
Akhlakul Karimah Santri adalah individu santri tersebut. Biasanya di
semester awal santri masuk pondok pesantren masih membawa kebiasaan
nya dirumah sehingga masih sulit untuk merubah akhlakul karimah santri
tersebut menjadi lebih baik. Bagi santri yang secara pribadi ingin masuk
ke pondok pesantren biasanya akan lebih mudah beradaptasi dengan
kehidupan pondok pesantren. Lain halnya dengan santri yang pada
awalnya masuk ke pondok pesantren atas dorongan atau permintaan
orang tua, biasanya lebih sulit beradaptasi dan baru dapat bersosialisasi
dengan santri yang lain setelah beberapa tahun. Selain itu kendala yang
muncul adalah dalam ketepatan waktu santri dalam menjalankan
kewajibannya di pondok pesantren. Salah satu contohnya adalah dalam
59

setoran hafalan santri sering tidak melaksanakannya sesuai dengan


jadwal yang telah ditentukan.
Untuk menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang yang dibawa
oleh santri dari lingkungan luar, Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
melakukan interview terlebih dahulu agar mengetahui seperti apa
akhlakul karimah calon santri yang akan masuk ke Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum. Biasanya tes interview dilakukan oleh para Ustadz dan
Ustadzah agar pada saat nanti mereka mendampingi dan membimbing
dalam suatu kegiatan, sang Ustadz dan Ustadzah telah memahami
bagaimana harus menghadapi santri tersebut.
Menurut Ustadz Drs. Ahmad Yani di Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum ini memang ada beberapa kendala, namun kendala tersebut
biasanya sangat mudah diatasi. Contoh dari kendala-kendala yang sering
muncul antara lain terkait dengan sumber dana operasional, jumlah
tenaga pendidik, ataupun kebiasaan individu santri. Masih menurut
Ustadz Drs Ahmad yani sejauh ini tidak ada kendala yang berarti terkait
dengan sumber dana operasional di dalam Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum. Sumber dana operasional dalam setiap kegiatan santri diambil dari
iuran wali santri yang dibayarkan setiap bulan. Untuk menghindari
terganggunya pelaksanaan kegiatan santri terkait dengan keterlambatan
dalam pembayaran iuran wajib santri, pihak dari Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum biasanya memberikan informasi terlebih dahulu
sehingga wali santri dapat menyiapkan dana yang ditetapkan jauh-jauh
hari.
Adapun terkait dengan tenaga pendidik tidak ada kendala yang
berarti. Meskipun jumlah tenaga pendidik sedikit, namun berkat
pengaturan jadwal pengajaran dan penggunaan metode pembelajaran
yang sistematis maka tidak ada kendala terkait dengan jumlah tenaga
pendidik. Dalam hal ini kendala yang mungkin muncul adalah
dituntutnya kesabaran tenaga pendidik dalam mengahadapi para santri
yang jumlahnya banyak dengan karakter masing-masing.
60

Kendala yang muncul bagi santri sendiri dalam proses kegiatan di


pesantren adalah rasa bosan, ingat kampung halaman dan rasa ngantuk
yang begitu sangat ketika sedang belajar. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara peneliti dengan Moh Yasin Jalaluddin yang merupakan salah
santri yang ada di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum. “Ketika sedang
belajar biasanya rasa bosan dan kantuk mulai melanda, dan ketika akan
tidur selalu teringat kampung halaman terutama Ayah dan Ibu.” Kata
Moh Yasin Jalaluddin.
Berdasarkan paparan tersebut, dapat diketahui bahwa Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum menyiapkan atau mengantisipasi berbagai
kendala yang kemungkinan dapat timbul dalam pelaksanaan pendidikan
di Pondok Pesantren. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa tidak
mudah bagi Pondok Pesantren Manba’ul Ulum untuk mengubah setiap
santri menjadi pribadi yang sepenuhnya baik mengingat bahwa terdapat
kurang lebih 380 santri di dalam Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
Kabupaten Tasikmalaya.
C. Pembahasan Temuan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
Kabupaten Tasikmalaya
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya
metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pembahasan dalam tesis
meliputi pembahasan tentang kegiatan yang dilaksanakan dalam
penanaman akhlakul karimah santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
Kabupaten Tasikmalaya, metode penanaman akhlakul karimah santri yang
digunakan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya,
faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penanaman akhlakul
karimah santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten
Tasikmalaya, serta evaluasi dalam penanaman akhlakul karimah santri di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya.
61

1. Tujuan Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok


Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya
Tujuan penanaman akhlakul karimah santri di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum yaitu mengutamakan pembentukan kepribadian dan
sikap mental serta penanaman ilmu agama islam untuk mencetak
generasi yang MASLAHAT (madiri, shaleh, termpil, berjiwa islam,
dan berakhlakul karimah). Penanaman nilai religius di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum berfokus pada peningkatan keimanan santri
atau kepercayaan santri kepada sang pencipta Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam proses mencapai tujuan tersebut, Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum mempunyai sistem yang diandalkan untuk
merealisasikan tujuan tersebut. Diantaranya yang diunggulkan dalam
pendidikan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum ialah nilai religius,
nilai kemandirian dan nilai tanggung jawab. Nilai ini dipilih karena
dinilai tepat untuk diajarkan pada santri dalam kehidupan sehari-hari
dan dapat dijadikan sebagai dasar dari penanaman akhlakul karimah
santri yang lainnya. Meskipun begitu, penanaman nilai akhlakul
karimah yang lain tidaklah dikesampingkan oleh Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum hanya saja penerapannya tidak sebanyak ketiga nilai
tersebut.
Dalam pelaksanaannya, santri diwajibkan untuk mengikuti setiap
kegiatan yang diadakan oleh Pondok Pesantren Manba’ul Ulum dan
mematuhi segala aturan yang ditetapkan. Bagi santri yang melanggar
peraturan maka akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran
yang ia lakukan. Penanaman akhlakul karimah santri tidak hanya
dilakukan di pondok pesantren saja tapi disekolah pun diterapkan
dalam bentuk ekstrakulikuler seperti seni bela diri, arabic klub, english
club, futsal, kaligrafi, paskibra, dan kepramukaan. Kegiatan
ekstrakulikuler tersebut bertujuan untuk mengembangkan bakat dan
minat santri dalam berbagai bidang.
62

Penanaman akhlakul karimah disisipkan dalam berbagai macam


kegiatan santri mulai dari saat bangun tidur hingga menjelang tidur
kembali. Pada pagi harinya santri diwajibkan untuk sholat shubuh
berjamaah dilanjutkan dengan setoran kitab yang diawasi pembimbing.
Sedangkan apabila kegiatan tersebut adalah mengkaji kitab kuning
akan disampaikan oleh kyai. Pada pagi hari ini lah santri mendapatkan
materi atau pembelajaran dari Ustadz/Ustadzah ataupun langsung dari
sang kyai. Kemudian sebaliknya pada malam hari santrilah yang
memaparkan materi apa saja yang dipelajari pada pagi hari tadi
bersama dalam kegiatan belajar.
Pada waktu-waktu tertentu, Pondok Pesantren Manba’ul Ulum juga
sering menghadirkan kyai atau ulama dari luar pondok pesantren untuk
berceramah atau memimpin pengajian. Hal tersebut dilakukan biasanya
setahun sekali dalam rangka haol mama KH Zaenal Abidin serta temu
alumnus ada juga yang mingguan dan bulanan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan santri serta meningkatkan penanaman nilai
akhlakul karimah santri sebelum memasuki dunia kerja di masa yang
akan datang.
Diantara nilai-nilai yang diajarkan di Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum Kabupaten Tasikmalaya nilai religius menjadi nilai yang utama
ditanamkan pada setiap santri tidak terkecuali. Hal tersebut berkaitan
dengan tujuan pondok pesantren yaitu mengutamakan pembentukan
akhlakul karimah santri dan sikap mental serta penanaman ilmu-ilmu
agama islam. Penanaman nilai religius di Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum berfokus pada peningkatan keimanan santri atau kepercayaan
santri kepada sang pencipta Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai religius dianggap tepat untuk diajarkan pada santri
sebagaimana fungsi pondok pesantren itu sendiri yaitu sebagai
lembaga pendidikan yang mengajarkan pembelajaran agama islam
yang lebih mendalam pada diri sendiri. Nilai religius yang diterapkan
di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum juga berkaitan dengan
63

peningkatan kesadaran akan hubungan vertikal antara manusia dengan


Tuhan. Nilai religius dianggap sebagai nilai yang mudah diserap dan
dipahami oleh setiap santri. Di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum ini,
penanaman nilai religius dapat terlihat dalam berbagai kegiatan santri,
antara lain sholat berjamaah lima waktu dalam sehari, mengaji Al-
Qur’an serta mengkaji kitab kuning. Dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan tersebut, santri menerima berbagai ilmu dan wawasan
bagaimana kewajiban seorang muslim dalam beribadah kepada Tuhan.
Bagi santri yang telah menetap dan belajar di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum lebih dari satu semester, maka sudah terlihat dapat
beradaptasi dengan lingkungan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum dan
telah memahami bagaimana peranannya sebagai seorang santri yang
pada dasarnya belajar di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum ialah untuk
menuntut ilmu agama islam. Oleh karena itu, santri yang telah
menerapkan nilai religius dalam kehidupan sehari-hari perubahannya
akan terlihat secara lebih signifikan karena telah terbiasa dan
menyadari akan kewajibanya tersebut.
Selain penanaman nilai religius, Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
juga mengajarkan nilai kemandirian dan nilai tanggung jawab. Nilai-
nilai tersebut dapat terlihat dalam berbagai macam kegiatan,
pembiasaan serta kurikulum yang diterapkan di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum. Nilai kemandirian mengajarkan santri bahwa setiap
manusia disamping sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan
satu sama lain, ia juga harus dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Santri diajarkan kemandirian agar dapat mengetahui seberapa jauh
kemampuan dirinya dan dapat mengembangkan potensinya selama
berada di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum. Kegiatan yang dapat
dijadikan sebagai wadah penanaman nilai kemandirian adalah sekolah
formal, menyiapkan makan dan dalam hal ekstrakulikuker. Sedangkan
pembiasaan yang dapat dijadikan sarana penanaman nilai kemandirian
seperti mempersiapkan kebutuhan serta membersihkan kamar setiap
64

hari. Tujuan dari nilai kemandirian ini diharapkan para santri setelah
keluar dari pondok pesantren dapat hidup secara mandiri di
masyarakat.
Nilai tanggung jawab yang diajarkan di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum pada dasarnya dapat terlihat dalam setiap kegiatan
santri. Hal tersebut dikarenakan bahwa setiap kegiatan yang ditetapkan
pondok pesantren tersebut wajib dilaksanakan oleh seluruh santri.
Dengan adanya kewajiban tersebut, santri dituntut untuk dapat
bertanggung jawab dalam menjalankan setiap kegiatan dan dapat
menerima segala konsekuensi atas segala sikap dan perilakunya selama
menjalankan kegiatan tersebut. Penanaman nilai tanggung jawab tidak
hanya mengajarkan santri untuk mampu bertanggung jawab pada
dirinya sendiri akan tetapi juga pada orang lain. Beberapa contoh
kegiatan yang dapat menanamkan nilai tanggung jawab tersebut antara
lain kewajiban sholat berjamaah, menyetorkan atau setoran hafalan,
melakukan bersih-bersih di asrama dan olahraga.
Penanaman nilai akhlakul karimah dalam setiap kegiatan santri di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum memiliki banyak manfaat tidak
hanya saat santri belajar di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum, tetapi
juga saat mereka hidup bermasyarakat. Biasanya akan terlihat
perbedaan sikap dan perilaku santri ketika sebelum dan sesudah masuk
pondok pesantren. Santri yang semula masih berperilaku buruk, setelah
beberapa bulan mengikuti kegiatan dan pembiasaan di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum hidupnya menjadi lebih terarah dan lebih
rajin beribadah kepada Tuhan. Hal tersebut juga didukung dengan
adanya peraturan yang mewajibkan setiap santri untuk mengikuti
setiap kegiatan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum baik dalam hal
berjamaah, mengaji, ataupun kegiatan lainnya. Bagi santri yang tidak
mengikuti kegiatan tanpa izin ataupun melanggar peraturan akan
dikenakan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan.
65

Dengan adanya peraturan tersebut maka santri menjadi terbiasa


untuk melakukannya tanpa perlu diingatkan terus-menerus dan
paksaan dari orang lain, sehingga pembiasaan di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum dapat berjalan dengan lancar dan dapat diterima
dengan baik oleh para santri. Selain adanya pembiasaan, kurikulum
juga mempengaruhi keberhasilan penanaman akhlakul karimah santri.
Berdasarkan pengamatan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
Kabupaten Tasikmalaya penanaman akhlakul karimah santri
dilaksanakan menggunakan dua kurikulum, yakni kurikulum pesantren
salaf dan kurikulum kemendikbud sehingga penanaman akhlakul
karimah santri tidak hanya berlangsung di sekolah formal saja tetapi
juga dalam kehidupan sehari-hari di Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum. Kurikulum yang diajarkan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum
seperti pembelajaran Al-Qur’an, Al-Hadits, tajwid, tauhid,
fiqih/syari’ah, akhlak/tasawuf, nahwu, shorof, sejarah kebudayaan
islam, aswaja, tafsir Al-Qur’an, dan bahasa arab, al-barjanzi dan
membiasakan ziarah ke mama setiap jumat pagi Penerapan
pembelajaran pondok pesantren tersebut tidak dilaksanakan setiap hari,
melainkan ditetapkan pada waktu-waktu tertentu.
Hal tersebut dimaksudkan agar penyerapan nilai-nilai agama islam
pada santri dapat berjalan beriringan dan penerapannya disesuaikan
dengan tingkat usia santri, sehingga diharapkan santri dapat
memperoleh wawasan tentang ilmu agama yang lebih luas dan
mendalam. Kurikulum dirancang sedemikian rupa agar kegiatan yang
dilaksanakan di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum dapat bermanfaat
dalam membentuk akhlakul karimah santri secara lebih maksimal.
Kurikulum tersebut juga didikung dengan jadwal kegiatan santri yang
tersusun sistematis guna memudahkan santri memahami kewajiban apa
saja yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan adanya jadwal kegiatan tersebut, santri diharapkan dapat
bertanggung jawab dan disiplin dalam menjalankan kewajibannya di
66

pondok pesantren. Jadwal kegiatan harian santri dimulai setelah


bangun tidur dan diakhiri menjelang tidur kembali. Setelah bangun
tidur, santri merapikan kamar dan mempersiapkan diri untuk sholat
shubuh berjamaah. Kegiatan santri seperti itu dapat dijadikan wadah
menanamkan nilai-nilai religius pada santri. Selain kegiatan tersebut,
kegiatan membaca Al-Qur’an atau mengkaji kitab kuning setelah
sholat shubuh serta sorogan kitab kuning juga mendukung penanaman
nilai religius. Di pondok pesantren sholat lima waktu dilakukan
berjamaah sehingga penanaman nilai religius cepat dan diserap oleh
santri. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, santri juga diwajibkan untuk
makan bersama, melakukan kebersihan, olahraga, mandi, dan khusus
pada hari jumat santri ziarah kemakam mama. Kegiatan-kegiatan
tersebut selain mengajarkan kemandirian juga mengajarkan tanggung
jawab baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain.
Selain rutinitas tersebut, ada ekstrakulikuler untuk
mengembangkan bakat dan minat santri serta membentuk jiwa kreatif
dan inovatif dalam diri santri. Kegiatan tersebut meliputi, seni bela
diri, english club, arabic club, kaligrafi, rebana modern, paskibra dan
kepramukaan. Beberapa kegiatan ekstrakulikuler diwajibkan bagi
seluruh santri selain dengan tujuan agar tidak ada kesenjangan antara
santri yang satu dengan santri lainnya serta pencapaian pendidikan
akhlakul karimah di dalam kegiatan tersebut dapat tertanam dalam diri
setiap santri.
2. Metode Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya
Penanaman akhlakul karimah santri di Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum menggunakan beberapa metode pendidikan baik berupa
pembelajaran individual ataupun kelompok. Metode yang sering
digunakan dalam pembelajaran oleh kyai adalah muhasabah wa
tarbiyah, dimana seluruh santri dikumpulkan menjadi satu dan
mendengarkan materi yang disampaikan oleh sang kyai. Metode
67

tersebut sama halnya dengan salah satu dari lima model pembelajaran
yang dituturkan oleh Stengel dan Tom (dalam Nucci dan Narvaez,
2014), yaitu metode dialog. Metode dialog adalah unsur yang paling
mendasar dari pendidikan moral dari perspektif kepedulian. Semua
bentuk pendidikan moral menggunakan jenis pembicaraan seperti ini
biasanya pernyataan pengetahuan, perintah, kekesalan, pujian,
peringatan, nasehat. Tetapi dialog melibatkan pencarian pemahaman
secara bersama-bersama.
Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, termasuk dalam penggunaan metode
dialog tersebut. Kelebihan metode dialog adalah menambah kedekatan
antara kyai dan santri. Selain itu dengan menggunakan metode dialog,
santri merasa lebih diperhatikan oleh kyai maka pembelajaran mudah
diserap oleh setiap santri. Sedangkan kekurangannya metode dialog di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum adalah dalam hal evaluasi.
Meskipun begitu, metode dialog digunakan karena dapat menambah
kedekatan antara sang kyai dan santri. Selain itu dengan menggunakan
metode dialog, santri merasa lebih diperhatikan oleh sang kyai dan
dengan cara penyampaian materi yang baik oleh kyai maka
pembelajaran mudah diserap oleh setiap santri.
Kendala yang muncul dalam penerapan metode dialog ialah santri
menjadi mudah bosen dalam mengikuti kegiatan tersebut. Untuk
mengatasi hal tersebut, kyai biasanya tidak terlalu baku dalam
menyampaikan materi, serta memaparkan materi-materi yang menarik
agar santri tidak mudah bosan bahkan terkadang kyai menyampaikan
materi tersebut menggunakan bahasa asing seperti bahasa inggris dan
bahasa arab.
Selain metode dialog, Pondok Pesantren Manba’ul Ulum juga
menerapkan beberapa macam metode yang bervariasi. Metode-metode
tersebut antara lain, sorogan, wetonan/bandongan, halaqoh,
hafalan/tahfidz, hiwar/musyawarah, bahtsul masa’il (mudzakaroh),
68

fathul kutub, musyawarah/muhadatsah. Pada dasarnya, metode-metode


tersebut tidak terlalu sering digunakan di Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum. Hal tersebut dikarenakan beberapa metode tersebut agak sulit
diterapkan di pondok pesantren melihat bahwa antara jumlah santri dan
tenaga pendidik yang tersedia tidak sebanding sehingga sulit
menerapkan pada waktu yang bersamaan. Sedangkan metode-metode
tersebut membutuhkan peran tenaga pendidik yang mampu
mengajarkan dan mengawasi kegiatan santri dengan sungguh-sungguh.
Penggunaan metode–metode tersebut juga telah dijadwalkan secara
sistematis sehingga memudahkan santri dalam mengikuti kegiatan
yang diterapkan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum.
Metode penanaman akhlakul karimah santri yang juga diterapkan
di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum ialah metode praktik dan metode
keteladanan bagi para santri. Hal tersebut sependapat dengan metode
praktik dan metode keteladanan yang diungkapkan Stangel dan Tom.
Dalam metode praktik santri belajar untuk peduli, pertama dengan
menjadi orang yang diperhatikan. Santri mengamati ketika kepedulian
dicontohkan, dan santri menjelajahi kehidupan moral melalui dialog.
Kemudian santri membutuhan kesempatan untuk mempraktikkan
kepedulian. Sedangkan dalam metode keteladanan hampir semua
pendekatan pada pendidikan moral menyadari pentingnya keteladanan
tersebut. Jika tenaga pendidik ingin mengajarkan kaum muda untuk
menjadi yang orang yang bermoral. Maka tenaga pendidik harus
menunjukkan perilaku yang bermoral pada mereka.
Dari perspektif kepedulian, tenaga pendidik harus menujukkan
kepada mereka apa artinya peduli. (Nucci dan Nervaez, 2014).
Penanaman akhlakul karimah santri yang diajarkan melalui materi dan
pembelajaran, tidak hanya sekedar dipelajari oleh santri sebagai ilmu
pengetahuan saja, tetapi juga diaplikasikan atau dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari, baik ketika berada di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum ataupun ketika kembali ke lingkungan keluarga.
69

Disamping itu, untuk meningkatkan dan mempertahankan penanaman


akhlakul karimah santri dilakukan beberapa upaya. Salah satunya
adalah menetapkan peraturan yang mana kewajiban santri untuk
mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum. Hal tersebut dimaksudkan sabagai pembiasaan atau
keteladanan agar nantinya santri dengan sendirinya akan melaksanakan
kegiatan-kegiatan tersebut dengan senang hati dan suka rela tanpa
merasa dibebani dengan adanya kewajiban-kewajiban tersebut.
Penggunaan metode pembelajaran yang tepat memang sangat
dibutuhkan dalam proses pendidikan. Hal tersebut perlu diperhatikan
mengingat bahwa keberhasilan penanaman akhlakul karimah santri di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum juga bergantung pada metode
pendidikan yang digunakan. Oleh karena itu Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum menerapkan metode konfirmasi sebagai wujud
evaluasi dalam kegiatan sehari-hari santri. Setiap kegiatan disediakan
buku presensi. Buku presensi tersebut digunakan sebagai pegangan
untuk menilai kedisiplinan santri dalam mengikuti kegiatan di pondok
pesantren. Hal tersebut sejalan dengan beberapa penilaian pendidikan
karakter yang dituturkan oleh Koesoemo apakah pendidikan karakter
berhasil atau tidak, yakni dengan mengukur kuantitas kehadiran
individu didalam lembaga pendidikan sebagai pribadi yang
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tugas-tugasnya, dan
terhadap orang lain serta sebagai bahan penilaian dilihat dari jumlah
siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas yang diembankan
kepadanya (Koesoema, 2010). Selain itu, buku presensi juga dapat
digunakan untuk mengetahui santri mana saja yang tidak mengikuti
kegiatan tanpa izin. Dengan begitu hukuman yang diberikan pada
santri yang membolos dapat disesuaikan dengan jumlah dan jenis
kegiatan yang tidak diikuti. Kemudian buku presensi tersebut dapat
akan diperiksa oleh pengurus sebagai ketua kamar saat belajar bersama
pada malam hari. Setelah itu permasalahan ataupun segalam macam
70

ketidakdisiplinan santri didalam kamar akan dilaporkan pengurus


kepada pengurus pusat dalam rapat koordinasi. Selanjutnya pengurus
pusat akan melaporkan hasil rapat tersebut kepada kyai. Kyai inilah
yang kemudian akan berdialog dengan santri untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh santri.
Penggunaan metode pembelajaran dan evaluasi pendidikan di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum sudah berjalan cukup efektif. Selain
penggunaan metode pendidikan yang bervariasi dan sistematis,
pelaksanaan evaluasi juga dilakukan dengan baik oleh pondok
pesantren. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa dibutuhkannya
metode yang tepat agar penanaman akhlakul karimah santri dapat
menarik partisipasi aktif dari santri-santri tersebut.
3. Evaluasi Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten Tasikmalaya
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum mempunyai program evaluasi
untuk mengukur dan menilai hasil pembelajaran, mulai dari pendidikan
formal hingga pendidikan non formal diantaranya, tes tulis, tanya
jawab, dan setoran hafalan. Tiga model evaluasi tersebut sudah
berjalan dengan baik, hanya saja ada beberapa hal yang masih butuh
perbaikan. Tiga model evaluasi tersebut adalah :
a. Ujian materi pelajaran untuk mengevaluasi pemahaman murid
terhadap materi pelajaran dilaksanakanlah ujian tulis harian, ujian
setiap tiga bulan sekali (ujian tengah semester) maupun ujian tulis
setiap enam bulan atau biasa disebut dengan ujian akhir semester
ganjil atau genap. Yang menjadi materi ujian tulis ini adalah semua
materi yang diajarkan kepada santri, kecuali beberapa materi yang
bisa dipelajari sendiri, seperti imla’dan pengetahuan tentang buku
saku. Hanya saja bila dilihat secara utuh, pelaksanaan evaluasi ini
masih memiliki beberapa kendala, misalnya tingkat kesulitan soal
yang diujikan masih belum mengarah pada tujuan institusional dan
kesamaan bentuk soal pada semua materi ujian padahal tiap materi
71

memiliki karakter yang berbeda, sehingga bentuk soalnya pun juga


kadang harus berbeda.
b. Ujian baca kitab untuk mengevaluasi kompetensi murid terhadap
praktik baca kitab diadakanlah ujian baca kitab. Ujian baca kitab
juga telah berjalan dengan sistem yang baik, meski ada kendala di
beberapa bagian, misalnya standarisasi pengevaluasian agar ujian
baca kitab tiap tahunnya memiliki objektivitas dan tingkat kesulitan
yang sama, karena ujian baca kitab adalah evaluasi yang dijadikan
acuan perbandingan dengan hasil nilai pada tahun-tahun
sebelumnya, sehingga ujian ini harus standard memiliki tingkat
kesulitan yang sama di semua tahun.
c. Ujian muhafadzah untuk mengevaluasi hafalan murid terhadap
nadzam nastar. Materi yang diujikan pada ujian muhafadzah ini
adalah fan nahwu atau fan I’lal di tiap kelas. Sekali lagi, kendala
pada ujian muhafadzah ini hampir sama dengan masalah yang
terjadi pada ujian baca kitab yaitu standarisasi evaluasi agar
perbandingan nilai satu tahun pelajaran dengan tahun-tahun
sebelumnya menjadi objektif. Meski tentu saja ujian muhafadzah
ini dapat lebih objektif dari ujian baca kitab, karena ujian
muhafadzah ini bersifat setoran hafalan, sehingga tidak mudah
terjadi subjektivitas di dalamnya. Hanya saja, terkadang terjadi
beberapa hal yang masih perlu diperbaiki agar ujian ini menjadi
kian objektif, yaitu aturan dan tata cara pengujian muhafadzah yang
baku. Bila hal tersebut dapat dilakukan, insya Allah pendidikan di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum akan kian mencetak out put
yang lebih berkualitas dan memiliki kemampuan yang komponen,
khususnya dalam keilmuan agama islam.
Dengan menerapkan evaluasi pendidikan tersebut diharapkan
adanya timbal balik guna memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam
penanaman akhlakul karimah santri di Pondok Pesantren Manba’ul
72

Ulum Kabupaten Tasikmalaya tersebut sehingga dapat meningkatkan


keberhasilan pendidikan di masa yang akan datang.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Penanaman Akhlakul
Karimah Santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten
Tasikmalaya
a. Faktor Pendukung Dalam Penanaman Akhlakul Karimah
Santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten
Tasikmalaya
Di dalam setiap lingkungan pendidikan pasti terdapat
faktor-faktor yang mendukung dari proses pendidikan begitupun
juga di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum, pasti ada faktor
pendukung yang sering kali muncul dan mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan akhlakul karimah santri. Hal tersebut
dapat terlihat dari berbagai aspek baik dari kyai dan
ustadz/ustadzah santri itu sendiri maupun dari sarana dan prasarana
penunjang kegiatan. Lebih rinci nya yakni, sebagai berikut :
1) Faktor intenal
Pendidik adalah salah satu faktor penting, karena pendidik
merupakan orang yang akan bertanggung jawab dalam
pembentukan pribadi peserta didik selama berada di lingkungan
sekolah. Pengaruh seorang pendidik terhadap peserta didik
sangat kuat begitupun juga dengan kyai dan para
ustadz/ustadzah yang ikhlas dan mengharap ridho Allah dalam
mendidik para santri, sehingga proses penerapan nilai islami
sangat mudah untuk diserap oleh para santri. Hal itu juga
dibuktikan dengan gelar akademik Kyai dan para
ustadz/ustadzah yang ada di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum.
Selain faktor pendidik diatas faktor pendukung pendidikan
di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum adalah tersedianya sarana
dan prasarana yang sangat menunjang dalam proses pendidikan
di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum. Selanjutnya ada
73

lingkungan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum yang tidak


terpengaruhi oleh pengaruh luar.
2) Faktor Eksternal
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi
pembawaan atau hereditas adalah sifat-sifat kecenderungan
yang dimiliki oleh setiap santri sejak masih dalam kandungan
sampai lahir. Misalnya sebelum masuk pondok pesantren ada
beberapa santri yang sudah mempunyai akhlakul karimah yang
baik.
Di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum banyak sekali santri
yang sudah mempunyai sifat-sifat islami dan hal ini sangat
mempermudah dalam proses pendidikan di Pondok Pesantren
Manba’ul Ulum dan diantara sifat-sifat tersebut adalah jujur,
sopan, santun, cerdas dan lain lain.
Selain dukungan dari keluarga santri yang sangat baik
terhadap anaknya yang ada di Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum. Ini dibuktikan dengan keluarga yang senantiasa
mencukupi segala kebutuhan anaknya yang ada di Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum. Selain itu uang administrasi yang
dibebankan kepada orang tua selalu dibayar tepat waktu.
Dan faktor orang tua yang demikian itu sangat membantu
proses pembelajaran yang ada Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum karena santri tidak perlu memikirkan masalah keuangan.
b. Faktor Penghambat Dalam Penanaman Akhlakul Karimah
Santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Kabupaten
Tasikmalaya
1). Bagi kelembagaan
Di dalam kelembagaan, biasanya kendala yang sering
dihadapi adalah dalam hal sumber dana operasional, sarana dan
prasarana, jumlah tenaga pendidik dan proses pelaksanaan
pendidikan. Terkait dengan sumber dana operasional memang tidak
74

ada kendala yang berarti bagi kelembagaan. Hal tersebut


dikarenaka karena sumber dana operasional berasal dari iuran
bulanan wali santri. Hanya saja ketika wali santri telat melakukan
pembayaran, maka akan berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan
santri di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum.
Sedangkan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana
memang setiap lembaga pendidikan pasti memiliki kekurangan.
Begitupula di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum. Berdasarkan
hasil pengamatan wawancara, sarana yang sedang di bangun
asrama takhasus putra dua lantai adalah Hal tersebut juga
berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan santri.
Terlepas dari itu, kendala yang terkait dengan jumlah
tenaga pendidik tidak dipungkiri. Jumlah santri yang mencapai 380
orang, tidak sebanding dengan jumlah tenaga pendidik yang ada di
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum. Untuk mengatasinya
dibutuhkan metode pendidikan yang tepat agar materi dapat
tersampaikan dengan baik kepada santri. Sedangkan kendala yang
sering muncul dalam pelaksanaan penanaman akhlakul karimah
santri adalah karakteristik santri yang berbeda-beda. Sulit
mengubah karakter buruk santri menjadi lebih baik secara instan.
Dibutuhkan waktu yang cukup lama dan berkelanjutan untuk
membentuk kepribadian yang lebih baik dalam diri santri.
2). Bagi santri
Kendala dalam pelaksanaan penanaman akhlakul karimah
santri adalah munculnya rasa bosan dan mengantuk ketika
mengikuti pembelajaran. Hal tersebut terjadi karena tidak sedikit
santri yang merasa kelelahan menjalankan aktifitas sepanjang hari,
sedangkan kegiatan yang ditetapkan di Pondok Pesantren Manba’ul
Ulum bersifat wajib bagi seluruh santri. Selain itu, kendala bagi
santri yang baru memasuki semester pertama di pondok pesantren
yakni belum dapat beradaptasi secara penuh dengan kehidupan
75

Pondok Pesantren Manba’ul Ulum, sehingga penanaman akhlakul


karimah santri-santri tersebut belum berjalan secara maksimal.
Meskipun terdapat beberapa kendala, pihak Pondok
Pesantren Manba’ul Ulum selalu berupaya meminimalisir kendala
tersebut sehingga keberhasilan penanaman akhlakul karimah santri
dapat tercapai secara maksimal.

D. Deskripsi Lokasi Penelitian di Pondok Pesantren Al-Idhhar


Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat
1. Sejarah Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
Jawa Barat
Pondok Pesantren Al-Idhhar didirikan pada tahun 1985 oleh KH.
Mimin Muhaemin, dengan berbekal rekomendasi para ulama di
seputaran Manonjaya.
Terletak di Dusun Mekarjaya, Desa Kalimanggis, Kecamatan
Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Pondok pesantren ini mengusung
pola pendidikan salaf yang konsisten pada kajian kitab-kitab kuning
dan tahfidzul qur’an.
Dalam lintas sejarah, nama Al-Idhhar identik dengan kegelisahan
KH. Mimin Muahemin ketika mondok di beberapa pesantren, hampir
selama 23 tahun lebih beliau mengalami kesulitas memahami materi
kitab-kitab kuning. Sehingga muncul inisiatif akan mengemukakan
nama Al-Idhhar yang berarti “jelas” jika suatu saat mendirikan
pesantren. Sehingga dengan “menjelaskan” setiap materi kitab-kitab
kuning, diharapkan tidak ada santri yang mengalami kendala yang
cukup dalam memahami setiap materi pembelajaran yang disampaikan.
Pada awalnya, sebelum Pondok Pesantren Al-Idhhar didirikan,
merupakan kajian pengajian kitab kuning yang hanya diikuti oleh
sahabat-sahabat dekat dari KH.Mimim Muhaemin. Proses
pengajiannya berlangsung ketika Ramadhan, dan bertempat di rumah
beliau. Seiring berjalannya waktu pun dengan meminta rekomendasi
76

dari beberapa ulama setempat, akhirnya pada tanggal 15 September


1985 dibangun beberapa ruang santri dan berlanjut pada pembangunan
masjid, diatas tanah wakaf dari keluarga juga dari beberapa donatur.
Kini fokus Pondok Pesantren Al-Idhhar adalah melahirkan
sebanyak-banyaknya kyai yang bukan hanya fasih berbicara hukum
islam, tetapi juga mengerti realitas sosialnya. Tentu dengan tidak
menanggalkan budaya tradisional kepesantrenan sebagai identitas yang
tidak boleh pudar.
2. Profil Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya Jawa
Barat
a. Nama : Pondok Pesantren Al-Idhhar
b. Alamat
Kelurahan : Mekarjaya
Desa : Kalimanggis
Kecamatan : Manonjaya
Kabupaten : Tasikmalaya
Provinsi : Jawa Barat
c. Telepon : 081220776443-085320127426
d. Tahun Berdiri : 1985 M
e. Akta Notaris : Yayasan Al-Idhhar (Notaris Tina Setiatin
Sholihin, No : 15/18 Februari 2012)
f. Status Tanah : Wakaf Sertifikat
g. Luas Tanah : 400 Bata (5.600 m2)
h. Nama Pimpinan : KH.Mimin Muhaemin
i. Nomor Rekening : 3210385745 (Bank BCA, a.n KH. Mimim
Muhaimin)- 0027040314100 (Bank BJB, a.n. Yayasan Al-Idhhar
Kalimanggis)
j. Website : www.al-idhhar.org
77

3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten


Tasikmalaya Jawa Barat
 Melahirkan sebanyak-banyaknya kyai yang benar-benar fasih
dalam hukum islam.
 Melestarikan budaya kepesantrenan yang dominan dalam
pengkajian kitab kuning dengan disertai pengetahuan umum yang
relevan.
4. Data Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Al-Idhhar
Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat
 1 unit bangunan masjid satu lantai
 1 unit bangunan asrama putra (yang sudah dirubuhkan)
 1 unit bangunan asrama putri (diatas kediaman sang pimpinan)
 3 ruang kelas (tempat sementara santri putra juga sekaligus tempat
mengaji)
 1 unit dapur umum (gubuk tungku)
5. Rencana Pengembangan
Apabila pembangunan asrama putra dan putri sudah terealisasi,
maka secara langsung pembangunan sarana lainnya akan terpenuhi.
Semisal kamar mandi santri, ruang kelas, aula, dapur umum, dan
perpustakaan.
6. Susunan Pengurus Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat
1) Pimpinan : KH. Mimim Muhaemin
2) Dewan Santri :
Ketua : Fuad Hasan
Anggota : Kiki Syukri Musthafa
Lu’lu Abdullah Afifi
Dudu Sa’duddin Taftazani
Abu Yazid Busthami
Hamdani
Darul Quthni
78

Aliyuddin
3) Rois Santri : Maman
Wakil : Fajar
4) Bendahara Santri : Aji Ridwan
Wakil : Randi
5) Sekretaris Santri : Hadi
Wakil : Fajar
6) Koordinator Pengajian : Nanang
Wakil : Mubin
7) Keamanan Pondok : Ahmad
Wakil : Hendra
f. Data Dewan Pengajar Yayasan, Santri dan Siswa
1) Pimpinan Pesantren : 1 orang
2) Dewan Kyai : 5 orang
3) Santri Putra : 35 orang
4) Santri Putri : 20 orang

E. Temuan di Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya


Jawa Barat
1. Tujuan Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok
Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pimpinan Pondok
Pesantren Al-Idhhar, tujuan pendidikan di Pondok Pesantren Al-
Idhhar adalah menjadikan santri yang berakhlakul karimah,
mempunyai ilmu yang berkah, rizki yang berkah serta amal yang
berkah untuk kehidupan di dunia dan akhirat.
Selain itu juga pimpinan Pondok Pesantren Al-Idhhar sangat
mengharapkan para santrinya setelah keluar dari Pondok Pesantren
Al-Idhhar bisa mengamalkan ilmunya tidak hanya untuk dirinya
sendiri dan keluarganya, tetapi untuk semua elemen masyarakat yang
ada di lingkungan dimana santri itu tinggal. “tujuan saya di
79

pesantren al-idhhar yang saya kelola, adalah ingin mencetak kader


penerus agama yang betul-betul imannya kuat, ilmunya banyak, dan
amalnya sesuai dengan ilmunya. Saya berharap kedepannya setelah
santri keluar dari sini dapat menjadi santri yang berakhlakul
karimah, mempunyai ilmu yang berkah, rizki yang berkah serta amal
yang berkah untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Sehingga dapat
mengamalkan ilmunya tidak hanya untuk sendiri dan keluarga, tetapi
untuk semua elemen masyarakat yang ada dilingkungan dimana para
santri itu tinggal” kata pimpinan Pondok Pesantren Al-Idhhar.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pondok Pesantren Al-Idhhar
Kabupaten Tasikmalaya melaksanakan pendidikan menggunakan
metode klasikal/salafiyah. Karena menurut pimpinan Pondok
Pesantren Al-Idhhar untuk mendidik para santri supaya menjadi santri
yang shalih dan berkah tidak hanya dibutuhkan sebuah kurikulum,
tetapi yang paling pokok adalah pengabdian santri kepada Pondok
Pesantren Al-Idhhar terutama kepada kyai dan para ustadz. “Ngaji
mah hese, ta’dzim ka guru mah babari” (mengaji itu susah, ta’dzim
ke guru itu mudah) kata pimpinan Pondok Pesantren Al-Idhhar.
Dalam proses pembinaan akhlakul karimah santri pimpinan
Pondok Pesantren Al-Idhhar memerintahkan untuk bekerja bakti di
lingkungan pondok setiap hari jumat. Selain itu, pimpinan Pondok
Pesantren Al-Idhhar menugaskan para santrinya untuk mengurus
rumahnya. Hal ini dimaksudkan supaya para santri terbiasa
mengerjakan pekerjaan rumah yang nantinya diharapkan setelah
berumah tangga para santri bisa merawat rumahnya dengan baik.
Dalam pelaksanaan mengurus rumah ini tidak semua santri
melaksanakannya setiap hari, para santri mendapat jadwal piket dua
minggu sekali. Dan dalam hal mengurus rumah ini hanya santri yang
sudah lebih dewasa saja yang ditugaskan melaksanakan tugas ini. Jadi
pada intinya untuk mendidik para santri Pondok Pesantren Al-Idhhar
80

ini yang diutamakan adalah ta’dzim (mengagungkan) kepada kyai dan


para ustadz.
2. Metode Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok
Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
Setelah dilakukan wawancara dengan Ustadz Kiki Musthafa
peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam tradisi Pondok Pesantren
Al-Idhhar, metode dan sistem pengajaran individual dengan
menggunakan metode sorogan dan wetonan. Di daerah Jawa Barat
metode wetonan disebut dengan metode bandongan, dua metode
tersebut merupakan ciri khas dalam pengajaran di Pondok Pesantren
Al-Idhhar, sekaligus sebagai metode yang tertua dan utama dalam
pengajaran kitab-kitab klasik.
Metode sorogan, yaitu cara mengajar dimana santri menghadap
kyai atau ustadz, seorang demi seorang dengan menyodorkan kitab
yang dipelajarinya. Cara pengajarannya yaitu kyai atau ustadz
membacakan dan atau menyimak kitab yang berbahasa arab gundul
(tanpa sandang apapun/harakat). Kalimat demi kalimat kemudian
diartikannya dalam bahasa sunda atau jawa, baru kemudian kyai atau
ustadz menjelaskan secara keseluruhan. Kegiatan santri adalah
menyimak sambil memberi catatan-catatan kecil dibawah atau
disamping, atau ngesahi teks arab/ngalugot, memaknai, sebagai bukti
bahwa bagian tersebut telah dipelajari.
Metode sorogan merupakan sistem pengajaran individual yang
sangat baik. Kyai atau ustadz dengan santri dapat langsung berinteraksi
sehingga proses pengajaran dan pendidikan akan lebih bermakna.
Pengajaran dengan metode sorogan merupakan bagian yang paling
sulit dalam keseluruhan sistem pendidikan karena menuntut kesabaran,
ketekunan, ketaatan dan kedisiplinan santri.
Selain itu juga Pondok Pesantren Al-Idhhar juga menerapkan
metode lain, yaitu metode musyawarah santri (bahtsul masa’il)
dihadapkan pada masalah yang nyata dihadapi masyarakat kemudian
81

mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sering kali


karena perbedaan perspektif dalam menyikapi suatu masalah terjadi
perdebatan yang alot diantara mereka, dan pada penyikapan ini mereka
juga dituntut untuk bertanggung jawab dalam menyampaikan
pendapatnya sehingga landasan literature mutlak diperlukan. Dalam
hal ini kitab kuninglah yang menjadi acuannya. Tujuan dari
musyawarah ini bahwa para santri diharapkan mampu menghadapi
masalah yang sedang dialami oleh masyarakat. Sehingga apa yang
mereka pelajari bukanlah hal yang mengawang dilangit akan tetapi
merupakan realitas nyata dan oleh karena itu problem yang diajukan
juga selalu terikat dengan masyarakat. Dan posisi seorang kyai hanya
menjadi fasilitator, membimbing dan sebagai narasumber terakhir
apabila santri mengalami kesulitan. (Sofyan Sauri, 2011).
Selain itu juga, ada metode hafalan/muhafadzhah yaitu kegiatan
belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah
bimbingan dan pengawasan kyai atau ustadz/ustadzah. Selanjutnya
hafalan tersebut dilafalkan dihadapan kyai atau ustadz/ustadzah secara
periodik tergantung petunjuk kyai tersebut. Kemudian juga ada metode
demostrasi/praktek ibadah. Metode ini meliputi cara pembelajaran
dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan
dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara
perorangan atau kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan kyai.
Selanjutnya metode rihlah ilmiah, ialah metode yang diselenggarakan
melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu tempat
tertentu dengan tujuan untuk mencari ilmu. Kegiatan kunjungan yang
bersifat keilmuan ini dilakukan oleh para santri untuk menyelidiki atau
mempelajari suatu hal dengan bimbingan ustadz/kyai. “Metode
sorogan, bandongan, musyawarah dan muhafadzah lah yang
diajarkan dalam pembelajaran disini” kata ustadz Kiki Musthafa.
Selain metode diatas, Pondok Pesantren Al-Idhhar juga
menerapkan metode keteladanan, menurut salah satu ustadz yang ada
82

di Pondok Pesantren Al-Idhhar metode keteladanan merupakan suatu


metode yang digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan di
Pondok Pesantren Al-Idhhar dengan memberi contoh keteladanan yang
baik kepada santri agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun
mental dan memiliki akhlakul karimah yang baik pula. Metode ini
sangat tepat jika digunakan untuk mendidik atau mengajarkan akhlak
kepada santri, karena adanya contoh teladan dari pihak kyai itu sendiri
dapat memberikan konstribusi yang sangat besar untuk menciptakan
santri yang shaleh. Sehingga sebanyak apapun prinsip yang diberikan
tanpa disertai contoh, hanya akan menjadi kumpulan resep yang tak
berguna.
Metode keteladanan di Pondok Pesantren Al-Idhhar dilakukan
dengan dua cara yaitu :
a. Secara langsung, maksudnya pendidik itu sendiri harus benar benar
menjadi dirinya sebagai contoh teladan yang baik kepada peserta
didiknya.
b. Secara tidak langsung, maksudnya dengan menceritakan kisah-
kisah orang-orang besar, para pahlawan, para syuhada, termasuk
para nabi. Dengan mengambil kisah-kisah demikian ini diharapkan
peserta didik akan menjadikan tokoh-tokoh ini sebagai uswatun
hasanah.
Menurut ustadz Lu’lu Abdullah Afifi dalam
mengimpelementasikan metode keteladanan ini ada kelebihan dan
kekurangannya juga. Namun hal ini tidak bisa dilihat secara kongkrit,
namun secra abstrak dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
a. Kelebihan Metode Keteladanan di Pondok Pesantren Al-Idhhar
 Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang
dipelajarinya.
 Akan memudahkan kyai dalam mengevaluasi hasil belajarnya
 Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik
83

 Bila dalam keteladanan lingkungan pendidikan, keluarga dan


masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik
 Terciptanya hubungan harmonis antara guru dan siswa
 Secara tidak langsung kyai dapat menerapkan ilmu yang
diajarkannya
 Mendorong kyai untuk selalu berbuat baik karena akan
dicontoh oleh siswanya
b. Kekurangan Metode Keteladanan di Pondok Pesantren Al-Idhhar
Adapun kekurangannya atau kelemahannya metode
keteladanan ini jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka
mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik pula.
3. Evaluasi Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok
Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
Setelah peneliti melakukan wawancara dengan Ustadz Kiki
Mustopa yaitu salah satu ustadz yang ada di Pondok Pesantren Al-
Idhhar, dalam rangka meningkatkan kualitas santri terutama dalam
masalah membaca kitab kuning, Pondok Pesantren Al-Idhhar dengan
rutin selalu melakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Idhhar. Untuk kitab
kuning yang dibaca diantaranya, al-qur’an dihafalkan, dan tafsir-tafsir,
kitab hadist bukhari muslim tirmidzi nasa’i dan ibnu majah. Dari kitab
tafsir dan hadist ada kitab tauhid yaitu hikam, ada kitab tasawuf yaitu
ihya ulumuddin, dan juga tafsir ada mughnil labib, ushul fiqih, jam’ul
jawame dan ‘uqudul juman juga kitab mantik yaitu syamsiyyah.
“Setiap pembelajaran tiga bulan sekali, selalu diadakan test membaca
kitab kuning yang dihadiri oleh wali santri, sebagai bukti kepedulian
para orang tua santri terhadap putra putrinya. Untuk kitab yang
dijadikan bahan pengujian adalah kitab safinah, tijan, jurumiyah,
imriti, fathul qarib, shorof, matan bina hingga tafsir jalalain” jelas
pengasuh ponpes al-idhhar.
84

Dalam pelaksanaan evaluasi ini Pondok Pesantren Al-Idhhar selalu


mengundang wali santri untuk menyaksikan secara langsung putra dan
putrinya membaca kitab kuning dalam ujian akhir baca kitab kuning di
Pondok Pesantren Al-Idhhar. Ujian ini dilaksanakan setiap tiga bulan
sekali, biasanya lebih dari 90% wali santri bisa menghadiri undangan
tersebut. Hal ini menunjukkan antusiasme mereka saat melihat
langsung putra-putri mereka diuji membaca kitab. Dan untuk para
penguji merupakan ustadz yang ada di Pondok Pesantren Al-Idhhar.
Selain membaca para santri juga diwajibkan untuk menerangkan isi
kandungan kitab, serta dalil-dalil bacaan nahwu shorofnya ketika
membaca kitab kuning.
Menurut pimpinan Pondok Pesantren Al-Idhhar program ini
merupakan program unggulan, dimana para santri harus mampu
membaca kitab kuning, dengan disaksikan oleh orang tua masing-
masing.
Tidak hanya itu dalam melaksanakan evaluasi, Pondok Pesantren
Al-Idhhar juga melaksanakan tes lisan/setoran, berupa hafalan al-
qur’an kepada para ustadz/ustadzah yang ada di Pondok Pesantren Al-
Idhhar. Sedangkan untuk kitab yang disetorkan adalah, jurumiyah,
alfiyah, imriti, matan bina, tasrifan dan lain lain.”Selain tes lisan
dengan test membaca kitab, disini juga selalu diadakan setoran Al-
Qur’an untuk melihat perkembangan hafalan para santri, sudah
sejauh mana mereka bisa mengatur waktu antara menghafal Al-
Qur’an dengan kegiatan wajib lainnya” Kata Ustadz Maman.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Penanaman Akhlakul
Karimah Santri di Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten
Tasikmalaya
a. Faktor Pendukung Penanaman Akhlakul Karimah Santri di
Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
85

Setelah melakukan wawancara dengan Ustadz Kiki


Musthafa ada dua macam faktor yang mendukung penanaman
akhlakul karimah santri, yaitu :
1. Faktor kemandirian
Secara kelembagaan Pondok Pesantren Al-Idhhar
mempunyai kemandirian dilihat dari figur kyai sebagai
pimpinan dan pengasuh yang mempunyai otoritas penuh
terhadap keseluruhan yang ada dilingkungan pesantren. Maju
mundurnya pesantren sangat tergantung dari tokoh kyai yang
memimpin dan mengasuhnya. Tradisi yang digunakan untuk
menentukan kyai pengasuh pondok diambil dari putra tertua laki
laki. Selain itu kekuatan kemandirian juga tercermin dalam
sistem pendidikannya. Pondok Pesantren Al-Idhhar dalam
menjalankan pendidikannya cukup mandiri dan merdeka, serta
tidak terikat dengan suatu instansi atau lembaga lainnya. Ini
ditentukan melalui kurikulum sistem pengajaran yang digunakan
pengajar maupun lulusannya.
Di Pondok Pesantren Al-Idhhar dikenal dengan “sistem
pondok” dimana pengajaran terus menerus siang dan malam.
Dalam hal ini juga hubungan antara kyai dan ustadz juga
berlangsung dalam setiap waktu sehingga terpadu suasana
kekeluargaan. Sistem pondok, dapat dikatakan sebagai
pendidikan dan kemandirian langsung yang dilakukan santri
pada kehidupannya sendiri. Santri belajar saling menghormati
dan menghargai, serta tenggang rasa. Sifat keterbukaan dapat
berkembang secara baik juga santri berkompetensi secara sehat
dalam proses meraih prestasi. Maksudnya santri tidak hanya
melihat prestasi dari siswa lainya, tetapi santri dapat belajar
langsung dari temannya cara meraih prestasi. Keberhasilan
dalam sistem pondok tidak lepas dari peranan kyai sebagai
landasannya.
86

2. Faktor Sistem Nilai dan Kultur


Sistem nilai dan kultur yang didukung dilingkungan
pesantren dapat ditelusuri dari ajaran pembentuk kehidupannya.
Nilai ini tercermin dari sikap hidup, tradisi yang berlaku, serta
seni yang dimana semuanya bersumber dari ajaran agama islam.
b. Faktor Penghambat Penanaman Akhlakuk Karimah Santri di
Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
1) Kurangnya tenaga pendidik (guru) yang profesional
2) Terbatasnya tenaga administrasi
3) Kurangnya donatur pembiayaan pengelolaan pondok pesantren
4) Masih relatif rendahnya pembiayaan pendidikan yang diberikan
para santri
“Mengenai faktor penghambat, merupakan suatu yang lumrah
dalam pengelolaan pendidikan, yang dapat saya amati sekarang
ini mungkin kurangnya tenaga pengajar, seperti tenaga
administrasi. Kami juga disini kekurangan donatur yang
menyumbang untuk kemajuan pesantren, sehingga proses
belajar mengajar terhambat. Begitupun dengan peran santri
yang sangat minim, akibatnya proses penanaman akhlakul
karimah santri disini berjalan kurang maksimal” kata Ustadz
Kiki Musthafa.

F. Pembahasan Temuan di Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten


Tasikmalaya Jawa Barat
1. Tujuan Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok Pesantren
Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
Tujuan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Idhhar adalah untuk
mencetak kader penerus agama yang betul-betul imannya kuat, ilmunya
banyak, dan amalnya sesuai dengan ilmunya. Dengan harapan
kedepannya setelah santri keluar dari pesantren dapat menjadi santri
yang berakhlakul karimah, mempunyai ilmu yang berkah, rizki yang
87

berkah serta amal yang berkah untuk kehidupan di dunia dan akhirat.
Dan juga dapat mengamalkan ilmunya tidak hanya untuk dirinya sendiri
dan keluarganya, tetapi untuk semua elemen masyarakat yang ada
dilingkungan dimana para santri itu tinggal.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pondok Pesantren Al-Idhhar
Kabupaten Tasikmalaya melaksanakan pendidikan menggunakan
metode klasikal/salafiyah. Dalam praktiknya para santri dituntut untuk
melaksanakan setiap perintah yang diperintahkan oleh kyai. Misalnya
para santri disuruh untuk bekerja bakti di lingkungan Pondok Pesantren
Al-Idhhar, mengurus rumah kyai, mengasuh putra kyai dan lain-lain.
Karena menurut pimpinan Pondok Pesantren Al-Idhhar untuk mendidik
para santri supaya menjadi santri yang shalih dan berkah tidak hanya
dibutuhkan sebuah kurikulum, tetapi yang paling pokok adalah
pengabdian santri kepada Pondok Pesantren Al-Idhhar terutama kepada
kyai dan para ustadz.
Dalam proses pembinaan akhlakul karimah santri pimpinan
Pondok Pesantren Al-Idhhar memerintahkan untuk bekerja bakti di
lingkungan pondok setiap hari jumat. Selain itu juga pimpinan Pondok
Pesantren Al-Idhhar menugaskan para santrinya untuk mengurus
rumahnya. Hal ini dimaksudkan supaya para santri terbiasa
mengerjakan pekerjaan rumah yang nantinya diharapkan setelah
berumah tangga para santri bisa merawat rumahnya dengan baik. Dalam
pelaksanaan mengurus rumah ini tidak semua santri melaksanakannya
setiap hari, para santri mendapat jadwal piket satu minggu sekali. Dan
dalam hal mengurus rumah ini hanya santri yang sudah lebih dewasa
saja yang ditugaskan melaksanakan tugas ini. Jadi pada intinya untuk
mendidik para santri Pondok Pesantren Al-Idhhar ini yang diutamakan
adalah ta’dzim (mengagungkan) kepada kyai dan para ustadz.
88

2. Metode Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok


Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
Metode pembelajaran di Pondok Pesantren Al-Idhhar bersifat
tradisional, yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut
kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan dalam institusi
pesantren merupakan metode pembelajaran asli pesantren. Berikut ini
adalah metode-metode pembelajaran yang diterapkan di Pondok
Pesantren Al-Idhhar :
a. Metode Sorogan
Metode sorogan merupakan kegiatan pembelajaran para santri yang
lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan
perseoorangan dibawah bimbingan ustadz atau kyai. Metode ini
biasanya dilakukan di ruang tertentu, dihadapan kyai tersedia sebuah
meja pendek (dampar) untuk meletakkan kitab bagi santri yang
menghadap untuk mengaji kitab. Sementara itu santri yang lain
duduk agak jauh sambil mendengarkan dan mempersiapkan diri
untuk menunggu giliran menghadap. Metode pembelajaran ini
sangat bermakna, karena santri akan merasakan hubungan yang
khusus ketika ia membaca kitab dihadapan kyai/ustadz dan akan
meninggalkan kesan yang mendalam bagi santri maupun
ustadz/kyai. Selain itu para santri mendapatkan bimbingan dan
arahan, kyai juga dapat mengevaluasi dan mengetahui secara
langsung perkembangan dan kemampuan para santrinya.
b. Metode Bandongan/Wetonan
Berbeda dengan metode sorogan, metode bandongan ini kyai
menghadap kelompok santri yang masing-masing memegang kitab
yang sama. Kyai membacakan, menterjemahkan, menerangkan dan
sesekali mengulas teks-teks kitab yang berbahasa arab tanpa harakat
(gundul). Sementara itu para santri memberikan harakat, ataupun
simbol-simbol kedudukan kata, memberikan makna dibawah kata
(makna gundul) dan keterangan-keterangan lain pada kata-kata yang
89

dianggap perlu serta dapat membantu memahami teks. Posisi para


santri yang melingkari kyai sehingga membentuk halaqah
(lingkaran). Dalam penjelasannya kyai menggunakan bahasa utama
para santrinya, seperti bahasa jawa, bahasa sunda ataupun bahasa
indonesia.
Sebelum dilakukan pembelajaran kyai mempertimbangkan jumlah
jama’ahnya, penetuan jenis dan tingkatan kitab yang dikajinya, dan
media pembelajaran yang dianggap efektif. Demikian pula, biasanya
kyai memulai kegiatan pembelajaran dengan menunjuk slaah satu
santri yang ada dalam kelompok secara acak (sembarang) untuk
membaca dan menerjemahkan pelajaran yang telah disampaikan
dalam pertemuan sebelumnya.
c. Metode Musyawarah/Bahtsul Masa’il
Metode musyawarah ini lebih mirip dengan metode diskusi atau
seminar. Para santri dalam jumlah tertentu duduk membentuk
halaqah dan dipimpin langsung oleh kyai atau bisa juga santri senior
untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah
ditentukan sebelumnya. Sebelumnya kyai mempertimbangkan
kesesuaian topik atau materi dengan kondisi dan kemampuan para
santri. Ada sebagian pesantren yang menerapkan metode ini hanya
untuk kalangan santri pada tingkatan tinggi dan hal ini sekaligus
menjadi predikat untuk menunjukkan tingkatan mereka, yakni para
santri yang disebut sebagai Musyawwirin.
d. Metode Hafalan/Muhafazhah
Metode hafalan/muhafadzhah yaitu kegiatan belajar santri dengan
cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan
pengawasan kyai atau ustadz/ustadzah. Selanjutnya hafalan tersebut
dilafalkan dihadapan kyai atau ustadz/ustadzah secara periodik
tergantung petunjuk kyai tersebut.
90

e. Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah


Metode demostrasi/praktek ibadah ialah cara pembelajaran dengan
memperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal
pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan atau
kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan kyai atau ustadz.
f. Metode Keteladanan
Metode ini sangat tepat jika digunakan untuk mendidik atau
mengajarkan akhlak kepada santri, karena adanya contoh teladan
dari pihak pendidik itu sendiri dapat memberikan konstribusi yang
sangat besar untuk menciptakan santri yang shaleh. Sehingga
sebanyak apapun prinsip yang diberikan tanpa disertai contoh, hanya
akan menjadi kumpulan resep yang tak berguna.
Di dalam praktek pendidikan dan pengajaran, Metode keteladanan
di Pondok Pesantren Al-Idhhar dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Secara langsung, maksudnya pendidik itu sendiri harus benar
benar menjadi dirinya sebagai contoh teladan yang baik kepada
peserta didiknya.
b. Secara tidak langsung, maksudnya dengan mengambil contoh-
contoh dengan menceritakan kisah-kisah orang-orang besar, para
pahlawan, para syuhada, termasuk para nabi. Dengan mengambil
kisah-kisah demikian ini diharapkan peserta didik akan
menjadikan tokoh-tokoh ini sebagai uswatun hasanah.
Menurut ustadz Kiki Musthafa dalam mengimpelementasikan
metode keteladanan ini ada kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut :
a. Kelebihan Metode Keteladanan di Pondok Pesantren Al-Idhhar
 Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang
dipelajarinya disekolah
 Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya
 Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik
91

 Bila dalam keteladanan lingkungan sekolah, keluarga dan


masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik
 Terciptanya hubungan harmonis antara guru dan siswa
 Secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang
diajarkannya
 Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan
dicontoh oleh siswanya dan lain-lain
b. Kekurangan Metode Keteladanan di Pondok Pesantren Al-Idhhar
Adapun kekurangannya atau kelemahannya metode
keteladanan ini, jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka
mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik pula.
3. Evaluasi Penanaman Akhlakul Karimah Santri di Pondok
Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
Evaluasi adalah sebuah proses mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasi informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh
mana ketercapaian tujuan pembelajaran adalah menghimpun bahan-
bahan keterangan yang akan dijadikan bukti mengenai taraf
perkembangan yang dialami oleh peserta didik setelah mereka
mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu,
mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pembelejaran yang
telah diajarkan dalam jangka waktu tertentu. Serta menghimpun
informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, taraf
perkembangan, atau taraf pencapaian kegiatan belajar santri.
Dalam rangka meningkatkan kualitas santri terutama dalam
masalah membaca kitab kuning, Pondok Pesantren Al-Idhhar dengan
rutin selalu melakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Idhhar. Untuk kitab
kuning yang dibaca diantaranya, al-qur’an dihafalkan, dan tafsir-tafsir,
kitab hadist bukhari muslim tirmidzi nasa’i dan ibnu majah. Dari kitab
tafsir dan hadist ada kitab tauhid yaitu hikam, ada kitab tasawuf yaitu
92

ihya ulumuddin, dan juga tafsir ada mughnil labib, ushul fiqih, jam’ul
jawame dan ‘uqudul juman juga kitab mantik yaitu syamsiyyah.
Dalam pelaksanaan evaluasi ini Pondok Pesantren Al-Idhhar selalu
mengundang wali santri untuk menyaksikan secara langsung putra dan
putrinya membaca kitab kuning dalam ujian akhir baca kitab kuning di
Pondok Pesantren Al-Idhhar. Ujian ini dilaksanakan setiap tiga bulan
sekali, biasanya lebih dari 95% wali santri bisa menghadiri undangan
tersebut. Hal ini menunjukkan antusiasme mereka saat melihat langsung
putra-putri mereka diuji membaca kitab. Dan untuk para penguji
merupakan ustadz yang ada di Pondok Pesantren Al-Idhhar. Selain
membaca para santri juga diwajibkan untuk menerangkan isi kandungan
kitab, serta dalil-dalil bacaan nahwu shorofnya ketika membaca kitab
kuning.
Menurut pimpinan Pondok Pesantren Al-Idhhar program ini
merupakan program unggulan, dimana para santri harus mampu
membaca kitab kuning, dengan disaksikan oleh orang tua masing-
masing.
Tidak hanya itu dalam melaksanakan evaluasi, Pondok Pesantren
Al-Idhhar juga melaksanakan tes lisan/setoran. Yang dilakukan
seminggu sekali kepada para ustadz/ustadzah yang ada di Pondok
Pesantren Al-Idhhar. Sedangkan untuk kitab yang disetorkan adalah,
jurumiyah, alfiyah, imriti, matan bina, tasrifan dan lain lain
Dari deskripsi diatas sangat tidak berlebihan jika pesantren salah
satu lembaga yang mempunyai peran signifikan dan kontribusi besar
dalam pelaksanaan penanaman akhlakul karimah santri yang islami.
Karena dalam penerapan pendidikannya, pesantren lebih
mengedepankan sikap (attitides), perilaku (behaviors), motivasi
(motivations) dan keterampilan (skills).
93

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Penanaman Akhlakuk


Karimah Santri di Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten
Tasikmalaya
a. Faktor Pendukung Penanaman Akhlakuk Karimah Santri di
Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
Faktor-faktor yang mendukung penanaman akhlakul karimah
santri, yaitu :
1) Faktor kemandirian
Secara kelembagaan Pondok Pesantren Al-Idhhar
mempunyai kemandirian dilihat dari figur kyai sebagai
pimpinan dan pengasuh yang mempunyai otoritas penuh
terhadap keseluruhan yang ada dilingkungan pesantren. Maju
mundurnya pesantren sangat tergantung dari tokoh kyai yang
memimpin dan mengasuhnya. Tradisi yang digunakan untuk
menentukan kyai pengasuh pondok diambil dari putra tertua
laki laki. Selain itu kekuatan kemandirian juga tercermin dalam
sistem pendidikannya. Pondok Pesantren Al-Idhhar dalam
menjalankan pendidikannya cukup mandiri dan merdeka, serta
tidak terikat dengan suatu instansi atau lembaga lainnya. Ini
ditentukan melalui kurikulum sistem pengajaran yang
digunakan pengajar maupun lulusannya. Disamping itu, sistem
pengajaran yang digunakan di Pondok Pesantren Al-Idhhar
dikenal dengan “sistem pondok” dimana pengajaran terus
menerus siang dan malam.
Dalam hal ini juga hubungan antara kyai dan ustadz juga
berlangsung dalam setiap waktu sehingga terpadu suasana
kekeluargaan. Sistem pondok, dapat dikatakan sebagai
pendidikan dan kemandirian langsung yang dilakukan santri
pada kehidupannya sendiri. Santri belajar saling menghormati
dan menghargai, serta tenggang rasa. Sifat keterbukaan dapat
berkembang secara baik juga santri berkompetensi secara sehat
94

dalam proses meraih prestasi. Maksudnya santri tidak hanya


melihat prestasi dari siswa lainya, tetapi santri dapat belajar
langsung dari temannya cara meraih prestasi. Keberhasilan
dalam sistem pondok tidak lepas dari peranan kyai sebagai
landasannya.
2) Faktor Sistem Nilai dan Kultur
Sistem nilai dan kultur yang didukung dilingkungan
pesantren dapat ditelusuri dari ajaran pembentuk
kehidupannya. Nilai ini tercermin dari sikap hidup, tradisi yang
berlaku, serta seni yang dimana semuanya bersumber dari
ajaran agama islam.
b. Faktor Penghambat Penanaman Akhlakuk Karimah Santri di
Pondok Pesantren Al-Idhhar Kabupaten Tasikmalaya
1. Kurangnya tenaga pendidik (guru) yang profesional
2. Terbatasnya tenaga administrasi
3. Kurangnya donatur pembiayaan pengelolaan pondok pesantren
4. Masih relatif rendahnya pembiayaan pendidikan yang diberikan
para santri

Faktor-faktor yang menjadi penghambat ini merupakan suatu yang


lumrah dalam proses pengelolaan pendidikan. Dengan adanya usaha
penambahan tenaga pendidik (guru), tenaga administrasi, dan donatur
keuangan tersebut akan dapat mengembangkan dan melancarkan
pengelolaan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Idhhar.
Dari deskripsi diatas sangat tidak berlebihan kalau dikatakan
bahwa pesantren salah satu lembaga yang mempunyai peran signifikan
dan kontribusi besar dalam pembentukan dan pembangunan akhlak
mulia, karena dalam penerapan pendidikannya pesantren lebih
mengedepankan kepada serangkean sikap, perilaku, motivasi, dan
keterampilan.
95

Secara garis besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua


macam. Pertama, pesantren tradisional: pesantren yang masih
mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi pengajaran
kitab-kitab klasik yang sering disebut kitab kuning.
Kedua, pesantren modern: pesantren yang berusaha
mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal dan sekolah kedalam
pondok pesantren. Semua santri yang masuk pondok terbagi dalam
tingkatan kelas. Pengajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan
ada yang hanya sekedar menghafal, dan berubah menjadi mata pelajaran
atau bidang studi. Begitu juga dengan sistem yang diterapkan seperti cara
sorogan dan bandongan mulai berubah menjadi individual dalam hal
belajar dan kuliah secara umum, atau stadium general (Zuhaerini,1986).
Kurikulum pondok pesantren tradisional sebagai lembaga
pendidikan nonformal yang mempelajari kitab-kitab klasik, meliputi:
1. Nahwu.
a. Tahrjul Aqwal,
b. Matan Aljurumiyah,
c. Kafrawi,
d. ‘imrithi,
e. Mutammimah,
f. Al fiyah,
g. Mughnillabib.
2. Sharaf.
a. Matan Bina,
b. Sharaf Al- Kailani,
c. Majmu’ sharfi
d. Al-Fiyah.
3. Fikih.
a. Safinat al-Naja,
b. Fathul Qarib,
c. Kifayatul Akhyar,
96

d. Fathul Mu’in,
e. I’anatut thalibin,
f. Qalyubi wa ‘Amirah,
g. Fathul Wahab,
h. Syarah Muhadzdza,
i. Al-Ummi.
4. Tauhid.
a. Tijan al-dararari,
b. Matan Assanusi,
c. Kifayatul awam,
d. Jauhar tauhid,
e. Ummul Barahin,
5. Mantik.
a. Matan sulam muraunaq,
b. Idhahul Mubham,
c. Syamsiyah.
6. Balahgah.
a. Majmu’khomsir Rasail,
b. Samar Qandi,
c. Jauhar Maknun,
d. Ukudul juman.
7. Tasawuf/ Akhlak.
a. Maraghil al-Ubudiyah,
b. Is’adur- rafiq,
c. Tanbuhul ghafilin,
d. Al-Hikam,
e. Ihya ‘Ulumuddin.
8. Hadis dam Mushthalah hadis.
a. Arbaiina
b. Tanqihul qaol,
c. Mukhtaral hadis,
97

d. Bulghul maram,
e. Riyadhushshalihin,
f. Bukhari,
g. Nasai’ Inbnu Majah,
h. Fathul bari,
i. Qusthalani.
9. Tafsir dan Ulum Tafsir.
a. Tafsir Jalalain
b. Tafsir Jamal
c. Tafsir Sawi
d. Tafsir Ibnu Abbas
e. Tafsi Ibnu Katsir
f. Tafsir Ruhul Bayan
g. Tafsir Al-Maraghi
h. Tafsir qurthubi
i. Tafsir Yasin.
10. Ushul Fikih.
a. Waraqat
b. Jam’ul jawami
11. Ilmu Tajwid.
a. Tuhfatu al- Athfal,
b. Hidayatu al-Mustafazd,
c. Jazariayah,
d. Qaulu al-Mufizd.
12. Ilmu falak.
a. Takribul makshad,
b. Sulamunairen,
c. Ma’arif al-Robaniyyah
98

Program kegiatan di lingkungan pesantren salaf biasanya meliputi:

1. Bagian Ubudiyah.
2. Ta’lim Wa tahfidz al-Qur’an (TTQ).
3. Kuliah Syariah.
4. Pendalaman Fikih.
5. Pendalaman Ilmu Agama selain Fikih.
6. Penguasaan Nahwu Sharaf.
7. Pengajian Kitab Kuning.
Dan tidak kalah pentingnya cacarakan dari mulai Tashrifan,
Shegatan, Ngias, Ngabina, Ngawukuan, Ngerab, Narkib.

Rumus untuk ngalugot kitab kuning dan ruju'

Mubtada : ‫م‬ Khobar: ‫خ‬ Fa,il Ghoer A,qil: ‫فا‬ Fa,il/A,qil: ‫ف‬ Naibul
Fa,il: ‫ نب‬Maf’ul Bih: ‫مف‬ Maf;ul Ma’ah: ‫ مع‬Maf;ul Li’ajlih: ‫ مل‬Maf;ul
Muthlaq: ‫مط‬ Dhorof zaman: ‫ ظز‬Dhorof makan: ‫ظم‬ Na’at: ‫ نا‬Silah: ‫ص‬
Bayan: ‫ ب‬Badal: ‫ بد‬Hal: ‫ حا‬Syarthiyah: ‫ ش‬Jawab: ‫ج‬ Sababiyah: ‫س‬
Ta;lil: ‫ ع‬Ghoyah: ‫غ‬ Lilmilki: ‫ل‬ Ikhtishosh: ‫ما‬ Mashdariyah: ‫مظ‬
Tamyiz: ‫ تم‬Mufadhol Alaih: ‫مع‬ Jama’: ‫ ج‬Nafyi: ‫ نف‬Nahyi: ‫ نه‬Khobar
Muthlaq: ‫ خم‬ghaer ‘Aqil: ‫ ب‬Dhomir Sya’an: ... Lam Ibtida: ‫ ى‬La’alla
Ta;kid: ‫سف‬ Syarthiyah: ‫سما‬ Mashdar: ‫مص‬ Mushonnif: ‫ص‬ Sya;ir: ‫شا‬
Syarih: ‫ ش‬Nazhim: ‫نا‬ Du’a: ‫د‬ Athaf Bayan: ‫اى‬ Allah ‫أ‬
Muhammad: ‫ م‬Syakhshun: ‫شخ‬ Nisbat: ‫ با‬Intaha: ‫اه‬ Ila Akhirihi: ‫الخ‬
Shalla Allahu Alaihi: ‫صم‬

Alamat atau Ruju; & 1 2 3 4 5 6 7+ = & 1 2 3 4 5 6 7 (( )) > < | ((

‫واهلل اعلم باالصواب‬

Anda mungkin juga menyukai