“Dan Katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan’.” (QS At-Taubah[9]:105)
Cukuplah deretan piala itu menghiasi etalase-etalase di ruang tamu rumah kita. Itu hanyalah
simbol yang bisa lenyap dan hancur. Yang mengabadi adalah kontribusi kita untuk
masyarakat dan untuk seluruh umat manusia. Itulah prestasi yang sesungguhnya. Sebuah
Prioritas Jangan salah sangka dengan pernyataan saya pada pembahasan sebelumnya. Tidak
ada niatan untuk mendiskreditkan mereka yang ber-‘prestasi’, karena prestasi merupakan
hal yang wajar untuk dikejar. Bahkan Islam menganjurkan agar pemeluknya untuk
senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan.
“…sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain.”
(HR Bukhari)
Kita mendapati bahwa prioritas utama kita dalam berkontribusi adalah kemanfaatan bagi
orang lain. Untuk apa kita berpayah-payah berprestasi sedangkan masih banyak urusan
umat yang belum terselesaikan? Untuk apa berpayah-payah berprestasi sedangkan
dampaknya hanya terhenti pada taraf bangga? Sekali lagi bukan untuk mendiskreditkan
mereka yang berprestasi. Hanya kembali mengingatkan bahwa masih banyak yang perlu kita
raih daripada sekedar kebanggaan. Setelah Paham, Berprestasilah! Saya takut setelah
membaca tulisan pada pembahasan sebelumnya jadi banyak di antara kita yang enggan
mengikuti perlombaan dan kompetisi dengan alasan, “yang penting kontribusi”. Sungguh,
saya sama sekali tidak berniat untuk menghambat potensi berprestasi yang kita miliki. Saya
hanya ingin mengubah mindset dari semangat berprestasi kita. Setiap manusia memiliki
potensi untuk berprestasi. Ketika kita ingin mengejar sebuah prestasi, sebenarnya yang kita
kejar adalah potensi yang ada pada diri kita sendiri. Jadi tidak ada alasan untuk tidak
berprestasi. Kuncinya, “Perbanyak kontribusi, prestasi akan mengikuti.” Semoga
mencerahkan.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "“Berprestasi, Jadilah
Seperti Nasi!”", Klik untuk baca:
Seharusnya sebagai guru ataupun siswa kita fokus untuk mengejar kontribusi, bukan lagi
‘sekedar’ prestasi. Dengan memperbanyak kontribusi, semakin besar peluang kita untuk
meraih prestasi. Meskipun nantinya tidak ada piala dan medali yang disematkan kepada
kita, setidaknya orang lain bisa merasakan manfaat dari apa yang kita kerjakan. Jika mentok
tidak ada yang memberikan apresiasi atas kinerja kita, tidak ada yang menganggapnya,
apalagi menghargainya, kita perlu meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui atas segara
sesuatu.
“Dan Katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan’.” (QS At-Taubah[9]:105)
Cukuplah deretan piala itu menghiasi etalase-etalase di ruang tamu rumah kita. Itu hanyalah
simbol yang bisa lenyap dan hancur. Yang mengabadi adalah kontribusi kita untuk
masyarakat dan untuk seluruh umat manusia. Itulah prestasi yang sesungguhnya
Untuk meraih prestasi yang benar-benar ‘prestasi’, maka jadilah seperti nasi. Dia merupakan
makanan pokok yang dibutuhkan oleh semua orang. Tidak seperti obat ataupun racun. Obat
memang menyembuhkan, tetapi ia hanya dibutuhkan pada saat-saat tertentu saja
Ketika kita ingin mengejar sebuah prestasi, sebenarnya yang kita kejar adalah potensi yang
ada pada diri kita sendiri. Jadi tidak ada alasan untuk tidak berprestasi. Kuncinya,
“Perbanyak kontribusi, prestasi akan mengikuti.