Anda di halaman 1dari 3

KURIKULUM MERDEKA MEMBUAT KITA MERDEKA BELAJAR?

Serasa baru kemarin kita mengimplementasikan kurikulum 2013 atau “Kurtilas” yang
sebelumnya menggantikan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau Kurikulum
2006. Sekarang kita sudah dihadapkan dengan kurikulum baru yang dipelopori oleh
Menteri Pendidikan saat ini yaitu Nadiem Anwar Makarim atau sering kita dengar dengan
nama pak Nadiem.
Nadiem yang sebelumnya sukses sebagai pendiri sekaligus Bos dari GOJEK ini
mencanangkan kebijakan "Merdeka Belajar" yang pada awalnya, adalah rencana
menghapus Ujian Nasional (UN). Namun kemudian, ia mengklarifikasi istilah "menghapus"
Ujian Nasional dan menggantinya dengan sistem baru yang dinamai Asesmen Kompetensi
Minimum (AKM) dan Survei Karakter.
Gebrakan dari pak Nadiem ini awalnya membuat saya yang berprofesi sebagai guru
mengerutkan dahi. Setelah apa yang sudah banyak saya lalui dengan Kurtilas, mulai dari
pelatiahan-pelatihan sampai pengembangan perangkat pembelajaran saya ikuti agar dapat
mengimplementasikannya dengan baik, “eehhh ko tiba-tiba ganti kurikulum baru????”
Lantas apakah kurikulum merdeka sesuai dengan Namanya? Akankah membuat kita
“MERDEKA” dan lebih mempermudah guru dan peserta didik dalam proses belajar
mengajar?
Dari situ saya merasa penasaran hingga mencari tahu dari berbagai sumber. Mulai dari
internet hingga bertanya kepada rekan. Setelah mendapatkan sedikit pencerahan akhirnya
saya mulai bisa menerima dan antusias dalam menyambut kurikulum baru ini. Itu karena
berbagai hal yang “ditawarkan” dalam kurikulum ini begitu menarik. Konsep yang dibuat
didalamnya membuat guru bebas untuk memilih berbagai perangkat ajar untuk
menyesuaikan kebutuhan belajar agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-
masing.
Mengutip dari “Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum Merdeka”, Kurikulum Merdeka adalah
kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana konten akan lebih
optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan
menguatkan kompetensi. Kurikulum Merdeka bertujuan untuk mengasah minat dan
bakat anak sejak dini dengan berfokus pada materi esensial, pengembangan karakter,
dan kompetensi peserta didik. Kurikulum ini membagi jenjang kelas dari kelas 1 sampai
kelas 12 menjadi 6 fase, yaitu Fase A (kelas 1-2), Fase B (kelas 3-4), Fase C (Kelas 5-6),
Fase D (Kelas 7-9), Fase E (Kelas 10) dan Fase F (Kelas 11-12).
Menurut Pak Nadiem, inti dari Kurikulum Merdeka adalah Merdeka Belajar. Konsepnya
dibuat agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-masing. Jika sebelumnya di
Kurikulum 2013 peserta didik harus mempelajari semua mata pelajaran (di tingkat TK
hingga SMP) dan akan dijuruskan menjadi IPA/IPS di tingkat SMA, lain halnya dengan
Kurikulum Merdeka. Di Kurikulum Merdeka, peserta didik tidak akan lagi menjalani hal
seperti itu.
Di Kurikulum Merdeka, peserta didik tidak akan lagi ‘dipaksa’ untuk mempelajari mata
pelajaran yang bukan menjadi minat utamanya. Peserta didik bisa dengan ‘MERDEKA’
memilih materi yang ingin dipelajari sesuai minat masing-masing. Ini dia yang dimaksud
dengan konsep Merdeka Belajar. Sedangkan bagi guru tidak lagi dipusingkan dengan
pembuatan perangkat pembelajaran seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang banyak dan rumit. Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja.
Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan
administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
Kurikulum ini mengutamakan strategi pembelajaran berbasis proyek. Artinya, peserta
didik akan mengimplementasikan materi yang telah dipelajari melalui proyek atau studi
kasus, sehingga pemahaman konsep bisa lebih terlaksana. Nama proyek ini adalah Proyek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Proyek ini sifatnya lintas mapel. Melalui proyek ini,
siswa diminta untuk melakukan observasi masalah dari konteks lokal dan memberikan
solusi nyata terhadap masalah tersebut. Dengan adanya proyek ini, fokus belajar peserta
didik tidak lagi hanya semata-mata untuk mempersiapkan diri menghadapi soal-soal ujian.
Dengan fokus seperti ini, kegiatan belajar-mengajar tentu akan terasa jauh lebih seru dan
menyenangkan daripada hanya fokus mengerjakan latihan soal saja.
Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI yang membuat peserta didik dan guru
serta sekolah menjadi ‘merdeka’, yaitu:
1. Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan
numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA (Programme for
International Student Assesment). Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir
jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 5, 8, dan 11. Hasilnya
diharapkan menjadi masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses
pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan pendidikannya.
2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut
Kemendikbud, sekolah diberikan keleluasaan dalam menentukan bentuk penilaian,
seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem
Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan
administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan administrasi dapat
dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
4. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak
termasuk daerah 3T). Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi,
diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah
diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi.
Dari pemaparan diatas, saya yakin jika diimplementasikan dengan baik kurikulum
merdeka akan berdampak positif bagi dunia Pendidikan Indonesia. Kurikulum merdeka
akan menciptakan suasana belajar yang tidak membosankan dan lebih real, sehingga dapat
membentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan
masyarakat.

Penulis: MOH NURAFAN, S.Pd

Anda mungkin juga menyukai