Anda di halaman 1dari 107

Model Early Warning System (EWS) Dalam Memprediksi Financial

Distress Pada Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di BEI


(Studi Empiris Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar di BEI
Periode 2014-2019)

SKRIPSI

Disusun Oleh :
Adistya Aulia Utami
NPM. 16.0102.0074

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Muhammadiyah Magelang
Tahun 2020
Model Early Warning System (EWS) Dalam Memprediksi Financial
Distress Pada Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di BEI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar di BEI
Periode 2014-2019)

SKRIPSI

HALAMAN JUDUL

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammasiyah Magelang

Disusun Oleh:
Adistya Aulia Utami
NIM. 16.0102.0074

PROGRAM STRUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:

Model Early Warning System (EWS) Dalam Memprediksi Financial


Distress Pada Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di BEI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar di BEI
Periode 2014-2019)

Yang disusun oleh :

Nama : Adistya Aulia Utami


NIM : 16.0102.0074
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Progam Studi : Akuntansi

Disetujui untuk digunakan dalam ujian komprehensif.

Magelang, 2 Agustus 2020

Dosen Pembimbing

Muh. Al-Amin, SE., M.Si


NIK. 997208153

ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Adistya Aulia Utami
NIM : 16.0102.0074
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Program Studi : Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya susun dengan judul:
Model Early Warning System (EWS) Dalam Memprediksi Financial
Distress Pada Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di BEI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar di BEI
Periode 2014-2019)
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari Skripsi
orang lain. Apabila kemudian hari pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia
menerima sanksi akademis yang berlaku (dicabut predikat kelulusan dan gelar
kesarjanaannya).
Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan
bilamana diperlukan.

Magelang, 9 September 2020


Pembuat Pernyataan,

Adistya Aulia Utami


NIM. 16.0102.0074

iii
RIWAYAT HIDUP

Nama : Adistya Aulia Utami


Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal lahir : Magelang, 31 Desember 1997
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat rumah : Karanglo RT 4 RW 1, Glagahombo
Kec. Tegalrejo, Kab. Magelang
Alamat Email : Adistyaaulia97@gmail.com
Pendidikan Formal :
Sekolah Dasar (2003-2009) : SD Negeri Glagahombo
SMP (2009-2012) : SMP Negeri 10 Magelang
SMA (2012-2015) : SMK Negeri 2 Magelang
Perguruan Tinggi (2016-2020) : S1 Program Studi Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Magelang

Pengalaman organisasi:
- Anggota Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang
Periode 2016/2017
Magelang, 9 September 2020
Pembuat pernyataan,

Adistya Aulia Utami


NIM. 16.0102.0074

iv
MOTTO

”Waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memanfaatkannya dengan


baik, maka ia akan memanfaatkanmu”.
(HR. Muslim)

“Dunia ini ibarat bayangan. Kalau kamu berusaha menangkapnya, ia


akan lari. Tapi kalau kamu membelakanginya, ia tak punya pilihan
selain mengikutimu”.
(Ibnu Qayyim Al Jauziyyah)

“Jangan menjelaskan dirimu kepada siapa pun, karena yang


menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya
itu”.
(Ali bin Abi Thalib)

“Menjalani kehidupan di dunia ini adalah yang pertama kalinya bagi


kita semua, jadi lakukan apa yang ingin kita lakukan tanpa merasa
insecure dengan orang lain”

v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur peneliti dihaturkan kepada Allah SWT atas
taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang
berjudul ” Model Early Warning System (EWS) Dalam Memprediksi
Financial Distress Pada Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di BEI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar di BEI
Periode 2014-2019)”. Penulisan skripsi dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan dalam meraih derajat Sarjana program Strata Satu (S-1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Magelang.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi, penulis tidak luput dari kendala.
Berkat adanya bimbingan, pengarahan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Ibu Dra. Marlina Kurnia, M.M selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Magelang.
2. Bapak Dr. Wawan Sadtyo Nugroho, S.E., M.Si selaku Ketua Program Studi
Akuntansi.
3. Bapak Muh. Al-Amin, SE., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dukungan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Farida, SE., M.Si., Ak., CA selaku dosen penguji 1 (satu) yang sudah
membantu memberikan saran terhadap perbaikan skripsi ini.
5. Ibu Yulinda Devi Pramita, S.E., M.Sc.Ak, selaku dosen penguji 2 (dua) yang sudah
membantu memberikan saran terhadap perbaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan karyawan yang telah memberikan bekal ilmu dan menuntun
selama menjalankan studi di Universitas Muhammadiyah Magelang.
7. Bapak Maming dan Ibu Sukarti selaku orang tua yang selalu memberikan
dorongan dan semangat, serta selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya.
8. Adik-adikku Nayla Shasi Anura dan Alya Syaira Nurmawa yang selalu
mendukung penulis dan memberikan dukungan untuk melakukan apa yang
penulis ingin lakukan.
9. Teman-teman tersayangku, Halimah, Maria dan Ainun yang selalu menemani
hari-hariku dari SMK hingga saat ini. Semoga persahabatan ini selalu terjaga.
10. Teman-teman yang kucintai, Geulis dan Tri Wahyu yang selalu menampung
segala suka dan duka selama masa perkuliahan dan akan terus berlanjut sampai
kapanpun.
11. Teman-teman Akuntansi 16B, yang telah menjadi teman baik selama kuliah.
12. Teman-teman dari LPM Tidar 21 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
sudah selalu menjadi rumah kedua ketika dikampus. Terima kasih atas
kebersamaan dan dukungan dari teman-teman selama ini.

vi
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
memberikan bantuan dan motivasinya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Magelang, 9 September 2020


Pembuat pernyataan,

Adistya Aulia Utami


NIM. 16.0102.0074

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xii
ABSTRAK ..................................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
D. Kontribusi Penelitian .......................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10
A. Telaah Teori ..................................................................................................... 10
1. Teori Sinyal .................................................................................................. 10
2. Financial Distress ........................................................................................ 12
3. Early Warning System .................................................................................. 18
4. Rasio Keuangan ............................................................................................ 19
B. Telaah Penelitian Sebelumnya ......................................................................... 22
C. Perumusan Hipotesis ........................................................................................ 24
D. Model Penelitian .............................................................................................. 30
BAB III METODA PENELITIAN .................................................................... 31
A. Populasi dan Sampel ........................................................................................ 31
B. Data Penelitian ................................................................................................. 31
C. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel ................................................. 32
D. Metode Analisis Data ....................................................................................... 37

viii
E. Pengujian Hipotesis .......................................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 43
A. Populasi dan Sampel ........................................................................................ 43
B. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ............................................................ 44
C. Uji Multikolinearitas ........................................................................................ 47
D. Analisis Regresi Logistik ................................................................................. 48
E. Uji Hipotesis .................................................................................................... 51
F. Pembahasan ...................................................................................................... 56
G. Pembahasan Keseluruhan ............................................................................. 64
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 67
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 67
B. Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 68
C. Saran................................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 69
LAMPIRAN ................................................................................................................ 73

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Telaah Penelitian Sebelumnya .................................................................... 22

Tabel 3.1 Tabel Klasifikasi Altman Z-Score .................................................................... 38

Tabel 4.1 Kriteria Sampel ........................................................................................... 43


Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ...................................................................................... 44
Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas ................................................................................... 47
Tabel 4.4 Hasil Uji Hosmer and Lemeshow ............................................................... 48
Tabel 4.5 Hasil Uji Likelihood .................................................................................... 48
Tabel 4.6 Hasil Omnibus Tests of Model Coefficients ................................................ 49
Tabel 4.7 Hasil Uji Nagelkerke R Square ................................................................... 50
Tabel 4.8 Hasil Uji Matriks Klasifikasi ...................................................................... 51
Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Regresi ........................................................................ 53
Tabel 4. 10 Hasil Pengujian Hipotesis ........................................................................ 54
Tabel 4.11 Hasil Hipotesis .......................................................................................... 65

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ............................................................................................................................ 30

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel ....................................................................... 74


Lampiran 2 Hasil Altman Z-Score .............................................................................. 74
Lampiran 3 Data-Data Variabel Penelitian ................................................................. 77
Lampiran 4 Statistik Deskriptif ................................................................................... 89
Lampiran 5 Uji Multikolinearitas................................................................................ 89
Lampiran 6 Uji Kelayakan Model............................................................................... 89
Lampiran 7 Uji Koefisien Determinasi ....................................................................... 90
Lampiran 8 Uji Kelayakan Keseluruhan Model Block Number 0 .............................. 90
Lampiran 9 Uji Kelayakan Keseluruhan Model Block Number 1 .............................. 91
Lampiran 10 Hasil Uji Regresi Logistik ..................................................................... 91
Lampiran 11 Matriks Klasifikasi ................................................................................ 92

xii
ABSTRAK
MODEL EARLY WARNING SYSTEM (EWS) DALAM MEMPREDIKSI
FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN ASURANSI YANG
TERDAFTAR DI BEI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar di BEI Periode 2014-
2019)

Oleh :
Adistya Aulia Utami

Financial distress adalah kondisi dimana perusahan mangalami laba bersih operasi (net
operation income) negatif selama beberapa tahun dan selama lebih dari satu tahun tidak
melakukan pembayaran dividen, pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan
pembayaran dividen. Penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
memprediksi kondisi financial distress. Data yang digunakan adalah dat sekunder
dengan menggunakan sampel perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode tahun 2014-2019. Teknik pengumpulan sampel yang digunakan
yaitu purposive sampling dan diperoleh sebanyak 66 sampel. Uji hipotesis dilakukan
dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa
variabel return on asset (ROA) berpengaruh positif signfikan terhadap probabilitas
financial distress. Variabel likuiditas berpengaruh negative signifikan terhadap
probabilitas financial distress. Variabel solvabilitas dan umum, beban klaim, dan
pertumbuhan premi tidak berpengaruh terhadap terjadinya financial distress.

Kata Kunci : Rasio Keuangan EWS, Financial Distress

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi Indonesia saat ini sangat rawan terjadinya kesulitan keuangan

(financial distress) sebagai dampak dari perkembangan globasisasi. Dalam

perkembangan globalisasi, terdapat dampak buruk yang dirasakan, salah satunya

yaitu global financial crisis pada tahun 2008 yang berakibat pada melemahnya

aktivitas bisnis secara umum. Pada beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Eropa,

Asia, dan negara-negara lainnya mengalami kemunduran dan bencana keuangan

sebagai akibat dari pecahnya krisis keuangan tersebut. Sedangkan, di lingkungan

dalam negeri, ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh global financial crisis,

salah satunya yaitu de-listing. Perusahaan bisa dide-listing dari Bursa Efek

Indonesia (BEI) disebabkan karena perusahaan tersebut berada pada kondisi

financial distress atau sedang mengalami kesulitan keuangan (Pranowo et al., 2010).

Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress dimana

jika perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasinya

negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan perusahaan yang

melakukan merger (Brahmana, 2007). Fenomena lain dari financial distress adalah

banyaknya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas, dimana

ditunjukkan dengan semakin turunnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajibannya kepada kreditur (Hanifah, 2013).

1
2

Kasus financial distress juga terjadi pada perusahaan asuransi tertua di

Indonesia, yaitu Jiwasraya. Jiwasraya mengalami tekanan krisis yang membuat

perusahaan asuransi tertua milik Belanda tersebut memiliki kewajiban sebesar Rp

6,7 triliun. Meskipun Jiwasraya tidak mengalami de-listing karena memang tidak

tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), tetapi Jiwasraya merupakan kiblat dari

perusahaan-perusahaan asuransi lainnya, dimana hal tersebut disebabkan oleh

Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi pertama yang berdiri di Indonesia.

Sehingga, kasus financial distress yang dialami oleh Jiwasraya dapat dijadikan

peringatan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya gar lebih waspada lagi terhadap

faktor-faktor penyebab financial distress. Namun demikian, prahara pada Jiwasraya

pasca krisis keuangan, mampu diredam oleh jajaran Direksi Jiwasraya periode

2008-2018 di bawah kepemimpinan Hendrisman Rahim (CNN, 2020).

Dilansir laman CNN (2020) Kementerian BUMN membongkar kasus

Jiwasrya, Hendrisman Rahim dibantu oleh Indra Cataraya selaku Direktur

Pertanggung, De Young Adrian sebagai Direktur Pemasaran, dan Hary Prasetyo

sebagai Direktur Keuangan membeberkan dua skema yang dijadikan strategi untuk

melepaskan diri dari jeratan utang, yang semula diperkirakan akan selesai 17 tahun

namun dapat selesai dalam waktu 4 tahun. Dua skema tersebut ialah reasuransi dan

revaluasi untuk tujuan komersial atas semua asset yang dimiliki. Tepat pada 18

Agustus 2014, upaya Jiwasraya itu mendapatkan pujian dari Menteri Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Ia mengapresiasi Jiwasraya lantaran mampu

'merdeka' dari utang Rp6,7 triliun serta bangkit dari terpaan krisis moneter 1998.
3

Bahkan, pemerintah tidak melakukan penyuntikan dana berupa Penyertaan Modal

Negara (PMN).

Namun, akhir-akhir ini Jiwasraya kembali menjadi sorotan masyarakat.

Asuransi yang berdiri pada tahun 1859 itu mengalami tekanan likuiditas sehingga

mengakibatkan ekuitas perseroan tercatat negatif yaitu sebesar Rp 23,92 triliun pada

September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun

untuk kembali sehat. Dilansir dari CNN (2020), ternyata kasus Jiwasraya yang

terjadi tahun ini merupakan puncak dari kasus-kasus yang menjerat Jiwasraya di

tahun-tahun sebelumnya. Ketua BPK RI Agung Firman Sempurna menuturkan

bahwa penyebab utama gagal bayarnya Jiwasraya adalah kesalahan dalam

mengelola investasi di dalam perusahaannya. Jiwasraya kerap menaruh dananya

pada saham-saham berkinerja buruk. Pada tahun 2006 ekuitas Jiwasraya tercatat

negatif hingga Rp 3,29 triliun yang dilanjutkan dengan kasus disclaimer untuk

pelaporan periode tahun 2006-2007 lantara penyajian keuangan yang tidak dapat

diyakini kebenarnannya. Defisit perseroan juga semakin lebar, yaitu Rp 5,7 triliun

pada 2008 dan Rp 6,3 triliun pada 2009. Kemudian pada tahun 2010 hingga 2012

Jiwasraya melakukan kembali skema reasuransi dan mengakibatkan surplus sebesar

Rp 1,3 triliun. Selain itu pada tahun 2012 Bapepam-LK meresmikan produk JS

Proteksi Plan, dimana merupakan produk Jiwasraya yang diasarkan melalui kerja

sama dengan bank. Adanya produk tersebut menimbulkan penyakit lain bagi

Jiwasraya, pasalnya bunga yang ditawarkan cukup tinggi, yakni sekitar 9 hingga 13

persen.
4

Hingga tahun 2017, kondisi keuangan perseroan mulai tampak membaik

karena penjualan produk JS Proteksi Plan dengan periode pencarian tiap tahun.

Namun, pada tahun 2018 puncak kasus mulai terendus. Direktur utama dan direktur

keuangan Jiwasraya dicopot tanggung jawabnya, dan mengakibatkan pencairan JS

Saving Plan oleh nasabah karena mencium kebobrokan direksi lama. Setelah

pergantian direktur utama, direksi baru melaporkan adanya kejanggalan laporan

keuangan kepada kementrian BUMN dengan disertakan hasil audit. Pelaporan

tersebut diterima oleh Menteri BUMN dan membentuk direksi baru untuk

mendalami kasus kejanggalan tersebut. Menteri BUMN juga memina BPK dan

BPKP untuk melakukan audit investigasi kepada Jiwasraya. Oktober-November

2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perseroan

mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving

Plan sebesar Rp802 miliar. Pada bulan yang sama ekuias Jiwasraya tercatat

negative. Hingga pada November 2019 Kementrian BUMN melaporkan indikasi

kecurangan di Jiwasraya kepada Kejaksaan Agung, dikarenakan laporan keuangan

yang disajikan dinilai tidak transaparan. Selain Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi

DKI Jakarta juga menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi

penyidikan pada kasus dugaan korupsi. Kemudian pada bulan Desember, Kejaksaan

Agung terhadap dugaan korupsi Jiwasraya menyebut adanya pelanggaran prinsip

kehati-hatian dalam berinvestasi. Akibatnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

ikut serta dalam memantau perkembangan penanganan perkara kasus dugaan

korupsi di balik defisit anggaran Jiwasraya. Saat ini Kejaksaan Agung menetapkan
5

enam nama sebagai tersangka dugaan kasus korupsi Jiwasraya, termasuk mantan

direktur utama dan direktur keuangan Jiwasraya, yang mana merupakan manajemen

perseroan itu sendiri.

Kasus financial distress lainnya pada perusahaan asuransi terjadi pada

Bumiputera 1912. Sama halnya dengan Jiwasraya, asuransi jiwa Bumiputera juga

mengalami gagal bayar klaim kepada nasabah, dan mencapai jumlah Rp 9,6 triliun.

Melansir dari Harian Kompas, 1 Desember 2018 tercatat mengalami enam kali

krisis besar, yaitu pada tahun 1930 ( Depresi Besar), 1945 (pasca perang dunia II),

1965 (peristiwa sanering), 1997 (krisis Asia), 2008 (krisis keuangan global), dan

2016 sebelum pemberlakuan statuter. Kemudian pada tahun 2018 asuransi jiwa

Bumiputera 1912 mengalami gagal bayar kepada nasabah, karena kewajiban yang

dibayarkan lebih besar dari asetnya. Asset yang tercatat adalah sebesar Rp 10,28

triliun, sementara kewajibannya Rp 31 triliun. Kemudian, total klaim jatuh tempo

yang belum dibayarkan meningkat pada kahir Januari 2019, yaitu mencapai Rp 2,7

trirliun, dan terus meningkat hingga Rp 9,6 triliun pada tahun 2020 ini (CNBC,

2020).

Kecurangan-kecurangan yang telah dilakukan oleh pihak manajemen

tersebut dapat mengakibatkan financial distress, dimana hal tersebut dapat

mengarah ke kebangkrutan. Ekuitas yang negative yang dialami Jiwasraya juga

dapat menjadikan Jiwasraya masuk ke dalam kategori financial distress. Suatu

perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress dimana jika

perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasinya negatif,


6

laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan perusahaan yang melakukan

merger (Brahmana, 2007). Fenomena lain dari financial distress adalah banyaknya

perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas, dimana ditunjukkan

dengan semakin turunnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya

kepada kreditur (Hanifah, 2013). Namun, financial distress dapat diprediksi

menggunakan beberapa cara, salah satunya dengan sistem peringatan dini (early

warning system).

Pengenalan lebih awal mengenai kondisi financial distress yang dialami

suatu perusahaan dapat dilakukan menggunakan model sistem peringatan dini atau

early warning system (Nilasari dan Haryanto, 2018). Model ini dapat digunakan

sebagai alat untuk mengenali gejala awal kondisi financial distress untuk

selanjutnya dilakukan upaya memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi

krisis atau kebangkrutan. Dalam model EWS ini terdapat rasio-rasio yang

digunakan untuk memprediksi financial distress, dan biasanya digunakan oleh

perusahaan asuransi. Early Warning System (EWS) adalah tolak ukur perhitungan

dari NAIC (National Association of Insurance Commisioners) atau lembaga badan

usaha asuransi Amerika Serikat dalam mengukur kinerja keuangan dan menilai

tingkat kesehatan perusahaan asuransi.

Menurut Munawir (2010) Early Warning System merupakan suatu sistem

yang yang menghasilkan rasio-rasio keuangan dari perusahaan asuransi yang dibuat

berdasarkan informasi dari laporan keuangan perusahaan dan bertujuan untuk

memudahkan melakukan identifikasi terhadap hal-hal penting yang berkaitan


7

dengan kinerja keuangan perusahaan. Rasio keuangan Early Warning System ini

digunakan untuk menganalisis dan mengukur tingkat kesehatan dan kinerja

keuangan perusahaan asuransi kerugian dengan mendeteksi lebih awal pada laporan

keuangan perusahaan asuransi kerugian di masa akan datang untuk menentukan

prioritas langkah-langkah perbaikan bagi perusahaan. Early Warning System dirasa

cocok untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan asuransi karena rasio-rasio

yang terdapat pada Early Warning System telah disesuaikan dengan perkiraan-

perkiraan akun yang berada di dalam laporan keuangan perusahaan asuransi (Afif

dan Karmila, 2016).

Menurut Platt dan Platt (2002) financial distress merupakan tahapan

penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan.

Model prediksi kebangkrutan Barth et al., (1996) mengidentifkasikan 30 rasio

keuangan yang dianggap mewakili berbagai aspek yang relevan, dengan

menggunakan teknik univariate discriminat analysis pada 79 perusahaan bangkrut

dan 79 perusahaan tidak bangkrut, penelitian menyimpulkan bahwa rasio yang dapat

menjelaskan kebangkrutan perusahaan dengan baik adalah adalah working capital

funds flow to total asset dan net income to total asset dengan tingkat keakuratan

sebesar 90% dan 88%.

Hair et al., (1973) menyatakan Multiple Discriminant Analysis (MDA)

adalah teknik yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan hubungan yang

berpengaruh kuat terhadap kategori dimana objek tersebut berada, dimana variabel

dependentnya merupakan sesuatu yang pasti dan variabel independennya matrik.


8

Model MDA yang ada antara lain: Altman’s Model oleh Altman (1968). Mu dan

Liu (2019), menggunakan Z-Score Model untuk memprediksi financial distress

pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di China. Di Indonesia sendiri,

penelitian prediksi kebangkrutan mulai berkembang sejak tahun 1900-an (dampak

krisis moneter), antara lain oleh Wilopo (2001), yang memprediksi kebangkrutan

bank dengan CAMEL, (Adnan & Taufiq, 2001) memprediksi kebangkrutan dengan

Z-score, Shidiq dan Wibowo (2017) menggunakan model diskriminan dan panel

logit untuk menguji EWS dalam memprediksi financial distress pada bank umum

di Indonesia. Sufitri (2019), membandingkan EWS sebagai alat prediksi

kebangkrutan Bank Perkreditan Rakyat dengan model logit dan untuk mengetahui

model yang mempunyai kemampuan terbaik (model yang paling akurat) dalam

memprediksi kebangkrutan BPR di Indonesia, sehingga dapat memberikan

peringatan dini untuk mengatasi kebangkrutan. Yu dan Zhang (2017), melakukan

penelitian tentang model peringatan dini keuangan pada perusahaan terbuka di

industry energy Cina berdasarkan regresi logistik. Penelitian tersebut menghasilkan

tingkat akurasi peringatan umum model adalah 75%, sehingga model peringatan

dini berdasarkan regresi logistik yang dibangun juga memiliki prediksi yang baik

dalam aplikasi praktis.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Mu dan Liu,

(2019) yang berjudul “Research on Financial Early Warning of Private Listed

Companies Based on Z-score Model”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah terletak pada obyek penelitian yang dilakukan pada perusahaan
9

asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) , karena rasio rasio Early

Warning System telah disesuaikan dengan perkiraan-perkiraan akun yang berada di

dalam laporan keuangan perusahaan asuransi. Selain itu, model yang digunakan

untuk analisis data, yaitu menggunakan regresi logistik. Sehingga menghasilkan

judul “Analisis Early Warning System (EWS) Dengan Regresi Logistik Untuk

Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di BEI”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah rasio keuangan EWS mampu memprediksi kemungkinan

terjadinya financial distress pada perusahaan asuransi yang terdaftar di

BEI?

2. Berapakah tingkat akurasi prediksi financial distress pada perusahaan

asuransi yang terdaftar di BEI?

C. Tujuan Penelitian

Untuk menguji secara empiris :

1. Rasio keuangan EWS mampu memprediksi financial distress pada

perusahaan asuransi yang terdaftar di BEI.

2. Tingkat akurasi prediction model sebagai prediktor financial distress yang

terbentuk dari analisis regresi logistik.

D. Kontribusi Penelitian

1. Teoritis
10

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan, khususnya

mengenai variabel yang berpengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan

asuransi.

2. Praktis

a. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan. Hal ini dapat

dijadikan referensi perusahaan untuk melakukan perbaikan ke depan

b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi

dan informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan

financial distress perusahaan asuransi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Telaah Teori

1. Teori Sinyal

Teori sinyal merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen

perusahaan untuk memberi petunjuk terhadap investor mengenai prospek

perusahaan (Brigham dan Houston, 2001). Teori sinyal telah banyak digunakan

dalam penelitian untuk menjelaskan reaksi pasar terhadap pengumuman kebijakan

suatu perusahaan. Selain itu, teori sinyal juga digunakan untuk menjelaskan bahwa

laporan keuangan dapat memberikan sinyal positive (good news) maupun sinyal

negative (bad news) kepada pemaikainya. Informasi yang paling dinanti oleh pihak

eksternal adalah berupa good news. Pada teori sinyal menyatakan perusahaan yang

berkualitas baik akan memberikan sinyal secara sengaja kepada pasar,sehingga

diharapkan pasar dapat membedakan kualitas dari perusahaan-perusahaan (Hartono,

2005). Pasar harus dapat menangkap sinyal secara efektif agar dapat

mempersepsikan dengan baik (Hartono, 2005). Teori sinyal menunjukkan adanya

asimetri informasi antara manajemen perusahaan dengan pihak-pihak yang

berkepentingan dengan informasi. Untuk itu, manajer perlu memberikan informasi

bagi pihak-pihak yang berkepentingan melalui penerbitan laporan keuangan. Teori

sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan

memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Teori ini menjelaskan

10
11

manajemen perusahaan bertindak sebagai agen, memiliki dorongan untuk

memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal (Pramunia, 2010)

Banyak informasi dari perusahaan yang dapat dijadikan sinyal. Informasi-

informasi tersebut disajikan dalam laporan tahunan perusahaan. Informasi yang

tertuang pada laporan tahunan ini berupa informasi akuntansi, yaitu informasi yang

berkaitan dengan laporan keuangan perusahaan, dan informasi non-akuntansi yang

berupa informasi diluar laporan keuangan, seperti profil perusahaan, Good

Corporate Governance (GCG), dan informasi-informasi lainnya. Investor

menggunakan laporan keuangan sebagai dasar keputusan, yaitu dengan diversifikasi

portofolio dan kombinasi investasi dengan tetap memperhitungan risiko pasar yang

akan terjadi. Dengan mengumumkan informasi mengenai prospek yang baik dimasa

mendatang (good news), pihak perusahaan berharap investor akan menanamkan

saham di perusahaannya. Informasi ini akan menyebabkan perubahan pada volume

perdagangan saham.

Pihak manajemen dituntut untuk transparan dalam menyajikan laporan

keuangan perusahaan. Laporan keuangan dibuat berdasarkan kegiatan operasional

pada periode-periode tertentu, dan melalui laporan keuangan tersebut, dapat dilihat

bagaimana kondisi keuangan perusahaan, apakah perusahaan sedang berada dalam

kondisi sehat atau sedang mengalami financial distress. Kondisi perusahaan yang

sehat ditunjukkan oleh perolehan laba dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain

itu, arus kas yang tinggi dalam jangka waktu yang lama menunjukkan bahwa

perusahaan mampu membayar kewajibannya kepada kreditur.


12

Perusahaan yang mengalami penurunan laba atau arus kas yang bernilai

kecil dapat diklasifikasikan masuk ke dalam kondisi financial distress. Laporan

keuangan perusahaan dapat digunakan perusahaan untuk memberikan kepercayaan

kepada investor bahwa perusahaan mampu membagikan dividen. Namun, apabila

dalam laporan keuangan terdapat penurunan laba maupun arus kas, hal tersebut

menimbulkan keraguan pada pihak investor akan timbulnya financial distress di

dalam perusahaan.

2. Financial Distress

Whitaker (1999), financial distress adalah kondisi dimana perusahan

mangalami laba bersih operasi (net operation income) negatif selama beberapa

tahun dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran dividen,

pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran dividen. Sedangkan

menurut Platt dan Platt (2002), financial distress didefinisikan sebagai tahap

terjadinya penurunan kondisi keuangan sebelum mengalami kebangkrutan ataupun

likuidasi. Kriteria perusahaan yang mengalami financial distress adalah : (1)

beberapa tahun memperoleh laba bersih operasi negatif; (2) menghentikan

pembayaran dividen; dan (3) mengalami restrukturisasi besar atau penghentian

usaha. Menurut Hanafi dan Halim (2007), financial distress dapat digambarkan dari

dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek dan insolvabel. Kesulitan

keuangan jangka pendek biasanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa berkembang

menjadi parah. Indikator kesulitan keuangan dapat dilihat dari analisis aliran kas,

analisis strategi perusahaan dan laporan keuangan perusahaan.


13

Financial distress dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi

kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat pendek atau likuiditas

dan kewajiban jangka panjang atau solvabilitas. Menurut Fahmi dan Irham (2011),

bahwa financial distress dapat digolongkan ke dalam 4 kategori, yaitu:

a. Financial distress kategori A atau sangat tinggi dan benar-benar

membahayakan, kondisi financial distress kategori ini memungkinkan

pihak perusahaan melaporkan ke pihak terkait seperti pengadilan bahwa

perusahaan telah berada dalam posisi bangkrut dan menyerahkan

berbagai urusan untuk ditangani oleh pihak luar.

b. Financial distress kategori B atau tinggi dan dianggap berbahaya,

perusahaan yang berada dalam kategori ini ditandai dengan mulai

memikirkan berbagai kebijakan tentang aset perusahaan seperti

memutuskan likuidasi aset.

c. Financial distress kategori C atau sedang, pada kategori ini dianggap

masih mampu diatasi perusahaan dengan penambahan dana yang

bersumber dari internal dan eksternal.

d. Financial distress kategori D atau rendah, pada kategori ini dianggap

hanya sebuah fluktuasi financial sementara yang dialami perusahaan.

Selain definisi di atas, isu lain yang juga penting adalah adanya kesalahan

umum yang menyamakan financial distress dan kebangkrutan. Financial distress

berbeda dengan kebangkrutan. Financial distress hanyalah salah satu penyebab

bangkrutnya sebuah perusahaan. Namun tidak berarti semua perusahaan yang


14

mengalami financial distress akan menjadi bangkrut. Financial distress merupakan

tahapan ketiga dalam kebangkrutan dan kondisi financial distress terjadi sebelum

perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan. Menurut Kordestani et al.,

(2011), tahapan dari kebangkrutan tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a. Latency. Pada tahap latency, Return on Assets (ROA) akan mengalami

penurunan.

b. Shortage of Cash. Dalam tahap kekurangan kas, perusahaan tidak

memiliki cukup sumber daya kas untuk memenuhi kewajiban saat ini,

meskipun masih mungkin memiliki tingkat profitabilitas yang kuat.

c. Financial Distress. Kesulitan keuangan dapat dianggap sebagai

keadaan darurat keuangan, dimana kondisi ini mendekati kebangkrutan.

d. Bankruptcy. Jika perusahaan tidak dapat menyembuhkan gejala

kesulitan keuangan (financial distress), maka perusahaan akan

bangkrut.

Menurut Lizal (2005), mengelompokkan penyebab kesulitan, yang disebut

dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan.

Terdapat alasan utama mengapa perusahaan bisa mengalami financial distress dan

kemudian bangkrut, yaitu:

a. Neoclassical model

Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya di

dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen yang kurang bisa


15

mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di perusahaan untuk

kegiatan operasional perusahaan.

b. Financial model

Pencampuran aset benar tetapi struktur keuangan salah dengan liquidity

constraints. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan

hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka

pendek.

c. Corporate governance model

Menurut model ini, kebangkrutan mernpunyai campuran aset dan

struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.

Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market

sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang

tak terpecahkan.

Financial distress timbul karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan

sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal). Fahmi dan Irham (2011)

yang mengemukakan bahwa faktor penyebab financial distress dari dalam

perusahaan lebih bersifat mikro, yaitu faktor-faktor dari dalam perusahaan tersebut

adalah :

1. Kesulitan arus kas, terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan

dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi beban-beban

usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan.


16

2. Besarnya jumlah hutang, kebijakan pengambilan hutang perusahaan

untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan

menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang

di masa depan. Ketika tagihan jatuh tempo dan perusahaan tidak

mempunyai cukup dana untuk membayar tagihan-tagihan yang terjadi

maka kemungkinan yang dilakukan kreditur adalah mengadakan

penyitaan harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran

tagihan tersebut.

3. Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa

tahun, kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif

dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih

besar dari pendapatan yang diterima perusahaan.

Menurut Darsono dan Purwanti (2010), pada umumnya suatu organisasi

bisnis gagal dikarenakan oleh beberapa faktor yang kemungkinan menjadi penyebab

perusahaan tidak dapat berkembang diantaranya :

a. Kemampuan manajerial yang buruk, manajemen tidak mampu

memimpin dan memotivasi karyawan bekerja sesuai dengan program

kerja yang ditetapkan, harga saham rendah dan hutang tinggi, rasio harga

saham terhadap nilai hutang rendah.

b. Ketidakmampuan mengelola pasar sehingga pangsa pasarnya sempit,

perputaran hartanya lambat.


17

c. Ketidakmampuan mengelola keuangan sehingga kekurangan modal

kerja, dan rasio modal kerja terhadap total harta kecil.

d. Ketidakmampuan menyediakan laba ditahan sehingga rasio laba ditahan

terhadap total harta kecil, perusahaan tidak mampu memenuhi kebutuhan

modal kerja dan tidak mampu mengadakan perluasan usaha.

Adapun dampak dari financial distress antara lain: (i) risiko yang terkandung

dalam biaya dari financial distress berdampak negatif bagi perusahan sebagai

pengganti kerugian pajak seiring dengan kenaikan hutang perusahaan; (ii) hubungan

terhadap konsumen, pemasok; (iii) karyawan dan kreditur menjadi rusak karena

mereka ragu akan eksistensi perusahaan, manajemen akan lebih fokus pada aliran

kas jangka pendek dibandingkan kesehatan perusahaan jangka panjang; (iv) biaya

tidak langsung yang terkandung pada financial distress akan lebih signifikan

dibandingkan biaya langsung yang nyata seperti pembayaran untuk pengacara, dan

program untuk pemulihan kembali (Kamaludin dan Pribadi, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko dari financial distress antara lain:

sensivitas pendapatan perusahaan terhadap aktivitas ekonomi secara keseluruhan,

proporsi biaya tetap terhadap biaya variabel, likuiditas dan kondisi pasar dari asset

perusahaan, dan kemampuan kas terhadap bisnis perusahaan. Financial Distress

dapat ditinjau dari komposisi neraca - jumlah aset dan kewajiban, dari laporan laba

rugi – jika perusahaan terus menerus rugi, dan dari laporan arus kas – jika arus kas

masuk lebih kecil dari arus kas keluar (Kamaludin dan Pribadi, 2011).
18

3. Early Warning System

Early Warning System adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk

menganalisis laporan keuangan dan mengolahnya menjadi suatu informasi yang

berguna untuk dijadikan suatu sistem pengawasan bagi kinerja keuangan

perusahaan asuransi yang bersangkutan (Kai et al., 2012). Early Warning System

(EWS) adalah tolak ukur perhitungan dari NAIC (National Association of Insurance

Commisioners) atau lembaga badan usaha asuransi Amerika Serikat dalam

mengukur kinerja keuangan dan menilai tingkat kesehatan perusahaan asuransi.

Early Warning System ini dapat memberikan peringatan dini terhadap kemungkinan

kesulitan keuangan dan operasi perusahaan asuransi di masa yang akan datang.

Negara-negara lain di luar Amerika Serikat yang menerapkan sistem ini melakukan

sedikit modifikasi terhadap rasio-rasio yang digunakan disesuaikan dengan

kebutuhan.

Gulsun dan Umit (2010), Early Warning System merupakan suatu sistem

yang menghasilkan rasio-rasio keuangan dari perusahaan asuransi yang dibuat

berdasarkan informasi dari laporan keuangan perusahaan dan bertujuan untuk

memudahkan melakukan identifikasi terhadap hal-hal penting yang berkaitan

dengan kinerja keuangan perusahaan. Early warning system banyak digunakan

dalam sektor keuangan untuk mengetahui secara dini kondisi industri keuangan

yang memiliki risiko membahayakan stabilitas perekonomian di masa depan.

Dengan adanya early warning system, maka akan memberikan waktu tunggu untuk

meningkatkan alokasi sumber penilai yang langka, memungkinkan tindakan


19

pengawasan yang tepat waktu dan dapat mengurangi biaya kegagalan (cost of

failure). Dari faktor-faktor tersebut, akan sangat berpengaruh terhadap penilaian

tingkat kesehatan suatu perusahaan.

Di banyak negara perhitungan EWS digunakan untuk membantu pengawas

asuransi (insurance commissioner) mengukur kinerja keuangan dan menilai tingkat

kesehatan perusahaan asuransi dengan mendeteksi lebih awal kekurang cairan

keuangan di masa yang akan datang (impending insolvency), mengidentifikasi

perusahaan yang membutuhkan pemantauan lebih ketat dan perhatian segera, serta

menentukan tingkatan (grading) perusahaan-perusahaan asuransi. Karena hasil

analisis dari EWS dapat memberikan “peringatan” dini (early warning) maka sistem

tersebut dapat juga dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi untuk

menganalisis kinerja perusahaannya.

4. Rasio Keuangan

Menurut Munawir (2010), Early Warning System merupakan suatu sistem

yang menghasilkan rasio-rasio keuangan dari perusahaan asuransi yang dibuat

berdasarkan informasi dari laporan keuangan perusahaan dan bertujuan untuk untuk

memudahkan melakukan identifikasi terhadap hal-hal penting yang berkaitan

dengan kinerja keuangan perusahaan. Terdapat perbedaan antara laporan keuangan

asuransi dengan laporan keuangan perusahaan lain. Perusahaan asuransi

menggunakan rasio EWS untuk mengukur kinerja keuangannya. Early Warning

System menggunakan satu seri rasio (test ratio) yang diterapkan pada laporan
20

keuangan untuk mengukur kemampuan kinerja keuangan perusahaan asuransi

tersebut, yakni:

a. Rasio Solvabilitas dan Umum (Solvency and Overall Ratios)

Rasio solvabilitas pada perusahaan asuransi diatur oleh pemerintah dalam

rangka menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada perasuransian

nasional, melakukan penyesuaian secara menyeluruh terhadap ketentuan mengenai

kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagaimana

diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.10/2012

(53/PMK.10/2012, 2012). Dalam Peraturan Ketua Bapepam LK PER02/BL/2008

tentang Pedoman Perhitungan Batas Tingkat Solvabilitas Minimum (Risk Based

Capital) bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (PER02/BL/2008,

2008) . Solvabilitas perusahaan asuransi yang dikenal dengan Risk Based Caipital

atau dalam istilah bahasa Indonesia yaitu Batas Tingkat Solvabilitas Minimun

adalah jumlah minimum tingkat solvabilitas yang harus dimiliki perusahaan

asuransi atau perusahaan reasuransi, yaitu sebesar jumlah dana yang dibutuhkan

untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi

dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Rasio ini memiliki interpretasi EWS

dimana solvency margin ratio memiliki batas minimal sebesar 33,3% (Afif dan

Karmila, 2016). Solvency margin ratio yang rendah akan mencerminkan adanya

risiko yang tinggi sebagai akibat dari tingginya penerimaan premi.

b. Rasio Keuntungan (Profitability Ratios)


21

Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam

mencetak laba. Jika suatu perusahaan mencetak laba yang tinggi, dapat dikatakan

agen berhasil dalam pengelolaan perusahaannya. Dengan laba yang tinggi maka

juga akan menarik investor untuk berinvestasi, sehingga nantinya akan menjauhkan

suatu perusahaan dari ancaman financial distress. Rasio profitabilitas adalah rasio

yang mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh

besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan

penjualan maupun investasi. Menurut Kasmir (2012), rasio profitabilitas adalah

rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio

profitabilitas memberikan informasi terkait besarnya laba yang diperoleh dari

penggunaan total asset yang dimiliki sebuah perusahaan. Penggunaan aset yang

tidak efektif akan menyebabkan perusahaan sulit untuk mendapatkan atau

meningkatkan laba. Pada akhirnya akan memicu terjadinya financial distress

disebuah perusahaan.

c. Rasio Likuiditas (Liabilities to Liqouid Assets Ratio)

Liabilities to Liqouid Assets Ratio digunakan untuk mengukur seberapa

besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perusahaan dan secara

kasar memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan apakah

kondisi keuangan perusahaan solven atau tidak. Rasio ini memiliki interpretasi early

warning system dengan batas normal maksimum 120%. Rasio likuiditas yang tinggi

menunjukan adanya masalah likuiditas dan perusahaan kemungkinan besar sedang

berada dalam kondisi yang tidak solven, sehingga sangat perlu dilakukan analisis
22

lainnya seperti tingkat kecukupan cadangan (resserve adequacy), serta kestabilan

dan likuiditas kekayaan yang diperkenankan ( admitted assets).

d. Rasio Penerimaan Premi (Premium Stability Ratios)

Kenaikan atau penurunan yang tajam pada volume premi netto memberikan

indikasi kurangnya tingkat kestabilan kegiatan usaha koperasi perusahaan. Hasil

rasio ini sebaiknya diinterpretasikan bersama dengan sejarah dan operasi

perusahaan. Dalam menganalisis rasio ini harus diperhatikam pula alasan-alasan

yang dikemukakan perusahaan yang menyebabkan angka rasio ini berbeda atau

berfluktuasi. Disamping itu, perlu pertimbangan pula perubahan yang terjadi dalam

industri asuransi dan perekonomian.

B. Telaah Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1
Telaah Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti Variabel Variabel Hasil
dan Judul dependen independen
Penelitian
1. Wen Mu dan Kondisi Rasio keuangan Melalui uji non
Meng Liu (2019) Special early warning parametric dan analisis
Treatment diskriminan, penelitian
dan Non- ini menentukan bahwa
special model peringatan dini
Treatment cocok untuk perusahaan
perusahaan terdaftar.
2. Sufitri (2019) Status BPR Rasio keuangan Kemudian, regresi logit
dari Peraturan memiliki tingkat akurasi
OJK sebesar 92,2% yang
berarti bahwa model
tersebut dapat
dipergunakan sebagai
Early Warning System
23

Tabel 2.1
Telaah Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti Variabel Variabel Hasil
dan Judul dependen independen
Penelitian
3. Q.W. Yu dan L. Kondisi Rasio keuangan Hasil pengujian adalah
Zhang (2017 Special early warning bahwa tingkat akurasi
Treatment peringatan umum model
dan Non- adalah 75%.
special
Treatment
perusahaan
4. Ika Yuanita, SE, Status BPR Rasio Keuangan Secara keseluruhan, hasil
MM dan Konvesinonal , Karakteristik klasifikasi yang
Nurhayati, SE, di Sumatera BPR ditunjukkan oleh model
MM (2016) Barat Konvensional, empiris mampu
Makroekonomi menjelaskan kondisi
potensi kebangkrutan
BPR di Sumatera Barat
dengan presentasi akurasi
72,3%.
5. Zamachsyari Pengaruh Rasio keuangan Hasil penelitian ini
(2016) Kinerja EWS dan menunjukkan bahwa
Keuangan ukuran variabel rasio MSR, LIQ,
Dan Ukuran perusahaan ROA, dan ukuran
Perusahaan perusahaan berpengaruh
Terhadap negatif signifikan.
Financial Sedangkan variabel ICR
Distress dan PGR tidak
berpengaruh signifikan.
6. Iskandar dan Kondisi Rasio-rasio Rasio keuangan yang
Azwar (2015) financial keuangan dari signifikan dapat
distress laporan memprediksi
perusahaan keuangan kemungkinan terjadinya
financial distress emiten
yaitu rasio Return of Asset
(ROA), rasio Return on
Equity (ROE) dengan
tingkat akurasi prediksi
yang tinggi yaitu 90,9%.
24

Tabel 2.1
Telaah Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti Variabel Variabel Hasil
dan Judul dependen independen
Penelitian
7 Muhammad Arif Kondisi Rasio keuangan Hasil penelitian
Hidayat dan financial : leverage, menunjukkan bahwa
Wahyu Meiranto distress yang likuiditas, sekitar 18% perusahaan
(2014) : diklasifikasin aktivitas, dan manufaktur di Indonesia
Prediksi sebagai probabilitas sedang mengalami
Financial variabel financial distress.
Distress dummy
Perusahaan
Manufaktur Di
Indonesia
Sumber : beberapa peneliti terdahulu

C. Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Solvabilitas dan Umum Terhadap Financial Distress

Solvabilitas perusahaan asuransi yang dikenal dengan Risk Based Caipital

atau dalam istilah bahasa Indonesia yaitu Batas Tingkat Solvabilitas Minimun

adalah jumlah minimum tingkat solvabilitas yang harus dimiliki perusahaan

asuransi atau perusahaan reasuransi, yaitu sebesar jumlah dana yang dibutuhkan

untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi

dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Variabel ini menggunakan proksi

solvency margin dan digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan

keuangan perusahaan asuransi keuangan dalam mendukung kewajiban yang

mungkin timbul dari penutupan risiko yang telah dilakukan. Rendahnya solvency

margin mencerminkan adanya risiko yang tinggi sebagai akibat tingginya


25

penerimaan premi (penerimaan risiko), sehingga semakin tinggi rasio solvabilitas,

semakin kecil kemungkinan terjadinya financial distress. Rasio ini lebih baik

dihubungkan dengan rasio retensi diri.

Rasio ini memiliki interpretasi EWS dimana solvency margin ratio

memiliki batas minimal sebesar 33,3%. Solvency margin ratio yang rendah akan

mencerminkan adanya risiko yang tinggi sebagai akibat dari tingginya penerimaan

premi. Zamachsyari dan Amanah (2016), menghasilkan tingkat signifikansi rasio

solvency margin dibawah 0,05, yang berarti solvency margin berpengaruh

signifikan terhadap financial distress. Parameter regresi yang bertanda negatif,

menunjukkan bahwa solvency margin berpengaruh negatif terhadap financial

distress. Djaie dan Murtanto (2001), menunjukkan bahwa perusahaan dengan rasio

margin solvensi yang kecil cenderung mengalami kondisi financial distress,

dibandingkan perusahaan yang mempunyai nilai rasio yang besar. Berdasarkan

konsep dan teori tersebut, maka diperoleh rumusan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Solvabilitas dan umum berpengaruh negatif terhadap financial distress.

2. Pengaruh Profabilitas Terhadap Financial Distress

Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam

mencetak laba. Jika suatu perusahaan mencetak laba yang tinggi, dapat dikatakan

agen berhasil dalam pengelolaan perusahaannya. Dengan laba yang tinggi maka

juga akan menarik investor untuk berinvestasi, sehingga nantinya akan menjauhkan

suatu perusahaan dari ancaman financial distress. Dalam penelitian Hidayat dan

Meiranto (2014), rasio profitabilitas (PROFIT) mempunyai nilai wald sebesar 0,963
26

dengan tingkat signifikansi sebesar 0,326. Dengan tingkat signifikansi yang lebih

besar dari 0,05, dapat dikatakan bahwa rasio profitabilitas tidak terbukti signifikan

dalam mempengaruhi financial distress di suatu perusahaan. selain itu, dalam tabel

juga ditunjukkan bahwa rasio profitabilitas mempunyai nilai koefisien b yang

bernilai negatif, dimana itu berarti bahwa semakin tinggi rasio profitabilitas yang

dimiliki perusahaan, maka akan semakin kecil peluang perusahaan tersebut

terindikasi financial distress. Meskipun begitu, dalam hal ini model regresi logistik

tidak dapat diterima, dikarenakan rasio profitabilitas memiliki rasio di atas 5%. Oleh

karena itu, rasio probabilitas tidak berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan.

Penelitian ini menggunakan dua pengukuran sebagai proksi rasio profitabilitas,

yaitu return on asset dan beban klaim. Hal tersebut dikarenakan bahwa return on

asset merupakan proksi yang umum, dan bisa digunakan disetiap perusahaan,

sehingga ditambahkan proksi beban klaim yang perkiraan-perkiraan akunnya

disesuaikan dengan akun-akun yang ada di dalam laporan keuangan perusahaan

asuransi.

a. Pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap Financial Distress

Return on asset sebagai proksi rasio profitabilitas, dimana rasio ini

digunakan untuk melihat bagaimana kemampuan perusahaan dalam mengelola aset

yang dimiliki dalam menghasilkan laba. Rendahnya rasio tersebut mengindikasikan

ketidakefektivan perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba,

sehingga perusahaan akan mengalami kerugian. Penelitian Kleffner dan Lee (2006),

menunjukkan bahwa return on asset berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya


27

financial distress. Artinya perusahaan asuransi dengan return on Asset yang rendah

mempunyai kemungkinan terjadinya financial distress. Zamachsyari dan Amanah

(2016), menghasilkan bahwa Return on asset (ROA) mempunyai nilai signifikansi

sebesar 0.022 yang lebih kecil dari tingkat alpha dengan hasil parameter regresi

bertanda negatif sebesar 112.256. Hal ini berarti bahwa variabel ROA atau return

on asset memiliki pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap financial

distress. Adapun perumusan hipotesis berdasarkan ulasan tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut:

H2a : Return on Asset berpengaruh negatif terhadap financial distress.

b. Pengaruh Rasio Beban Klaim Terhadap Financial Distress

Rasio ini memberikan penjelasan mengenai pengalaman klaim (loss ratio)

yang terjadi serta kualitas usaha penutupannya. Rasio ini memiliki interpretasi

early warning system batas maksimal 100 %. Rasio beban klaim yang tinggi

memberikan informasi tentang buruknya proses underwriting perusahaan dan

penerimaan penutupan risiko yang terjadi. Maka perlu dilakukannya analisis

terhadap klaim untuk setiap jenis produk asuransi. Besarnya angka dari rasio beban

klaim berarti besarnya persentase dari pendapatan premi yang digunakan untuk

membayar beban klaim yang terjadi.

Ambrose & Seward (1988), menyebutkan bahwa tingginya rasio

beban klaim semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya financial distress. Hal

ini karena rendahnya pendapatan perusahaan yang berupa premi. Maka dari itu,

dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :


28

H2b : Rasio Beban Klaim berpengaruh positif terhadap financial distress .

3. Pengaruh Likuiditas Terhadap Financial Distress

Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendek dan secara kasar memberikan gambaran

mengenai kondisi keuangan perusahaan, apakah kondisi keuangan perusahaan

solven atau tidak. Rasio ini memiliki batas interpretasi early warning system dengan

batas normal maksimum 120%. Rasio likuiditas yang tinggi menunjukkan adanya

masalah likuiditas dan perusahaan kemungkinan besar sedang berdapa dalam

kondisi yang tidak solven.

Hidayat dan Meiranto (2014), menghasilkan bahwa rasio likuiditas tingkat

signifikansi yang berada di bawah 5% menunjukkan bahwa terdapat perngaruh yang

signifikan pada rasio likuiditas dalam memprediksi financial distress di suatu

perusahaan. Selain itu, terdapat juga nilai koefisien b yang bernilai negatif, yang

artinya semakin tinggi rasio likuiditas yang dimiliki perusahaan, maka akan

memperkecil peluang perusahaan untuk terindikasi financial distress. Hal ini

menunjukkan bahwa rasio likuiditas berpengaruh negatif dapat diterima. Hasil uji

variabel rasio likuiditas memiliki nilai t sebesar -6,433 dan angka significant yaitu

0.000 (0.000< alpha menunjukkan bahwa secara parsial variabel rasio likuiditas

berpengaruh negatif terhadap Financial Solvency (Rofiudin et al., 2019).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut :

H3a : Likuiditas berpengaruh negatif terhadap financial distress.


29

4. Pengaruh Penerimaan Premi Terhadap Financial Distress

Kenaikan maupun penurunan yang tajam pada premi netto

mengindikasikan bahwa perusahaan sedang tidak stabil dalam menjalankan

kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini memiliki interpretasi early warning

system dimana rasio pertumbuhan premi memiliki batas normal minimum 25%.

Hasil dari rasio ini sebaiknya diinterpretasikan bersama dengan sejarah dan operasi

perusahaan. Dalam menganalisa rasio perlu diperhatikan beberapa alasan yang

dikemukakan persahaan sehingga menjadikan angka rasio berfluktuasi.

Rendahnya tingkat kestabilan kegiatan usaha perusahaan asuransi yang

ditandai dengan kenaikan premi secara tajam (rapid premium growth) dapat

meningkatkan kemungkinan terjadinya financial distress (Marliza, 2014). Agung

(2017), membuktikan bahwa rasio pertumbuhan premi berpengaruh positif terhadap

financial distress. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H4a : Penerimaan premi berpengaruh positif terhadap financial distress.


30

D. Model Penelitian

Rasio Solvabilitas Dan


Umum

Rasio Profitabilitas

Return on Asset
(ROA)

FINANCIAL DISTRESS
Beban Klaim

Rasio Likuiditas

Rasio Penerimaan
Premi

Gambar 2.1
Metode Penelitian
BAB III

METODA PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014-2019. Data yang akan

diolah adalah data tahun 2014-2018, sedangkan data tahun 2015 dan 2019

digunakan sebagai pedoman penentuan apakah perusahaan mengalami financial

distress atau tidak. Penentuan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan purposive sampling, yaitu teknik penarikan sampel yang dilakukan

berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang

disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Adapun kriteria yang digunakan

adalah perusahaan asuransi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014-

2019 dan menyajikan data lengkap mengenai financial ratios dan financial distress.

B. Data Penelitian

1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder berupa data laporan

keuangan dan laporan tahunan yang telah diaudit untuk periode tahun 2014 sampai

dengan 2019 yang diperoleh dari website BEI (idx.co.id, 2020)

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik

dokumentasi melalui studi kepustakaan (Library Research), yaitu dengan cara

31
32

mengumpulkan, membaca, mencatat dan memahami bahan-bahan yang berkaitan

dengan bidang yang menjadi topik pembahasan penulis yang dianggap penting

dari berbagai sumber yang resmi, seperti buku, dokumen, artikel, laporan, jurnal,

dll.

C. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel

1. Variabel dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi

financial distress dimana untuk membentuk model prediksi menggunakan analisis

diskriminan Altman Z-Score dan model logistic regression, karena variable

dependen dalam model berbentuk binary atau dummy, yaitu : 1 = “Non-Distress”

dan 0 = “Distress”. Financial distress didefinisikan sebagai tahap terjadinya

penurunan kondisi keuangan sebelum mengalami kebangkrutan ataupun likuidasi.

Kriteria perusahaan yang mengalami financial distress adalah : (1) beberapa tahun

memperoleh laba bersih operasi negatif; (2) menghentikan pembayaran dividen;

dan (3) mengalami restrukturisasi besar atau penghentian usaha (Platt & Platt,

2002). Menurut Hanafi dan Halim (2007), financial distress dapat digambarkan

dari dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek dan insolvabel.

Kesulitan keuangan jangka pendek biasanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa

berkembang menjadi parah. Indikator kesulitan keuangan dapat dilihat dari

analisis aliran kas, analisis strategi perusahaan dan laporan keuangan perusahaan.
33

2. Variabel Independen

Perusahaan asuransi menggunakan rasio EWS untuk mengukur kinerja

keuangannya. Early Warning System menggunakan satu seri rasio (test ratio) yang

diterapkan pada laporan keuangan untuk mengukur kemampuan kinerja keuangan

perusahaan asuransi tersebut.

1. Rasio solvabilitas dan umum (solvency and overall ratios)

a. Solvency margin ratios

Solvabilitas perusahaan asuransi yang dikenal dengan Risk Based

Caipital atau dalam istilah bahasa Indonesia yaitu Batas Tingkat Solvabilitas

Minimun adalah jumlah minimum tingkat solvabilitas yang harus dimiliki

perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi, yaitu sebesar jumlah dana yang

dibutuhkan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat

dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban (PER02/BL/2008, 2008).

Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan keuangan

perusahaan asuransi keuangan dalam mendukung kewajiban yang mungkin timbul

dari penutupan risiko yang telah dilakukan. Rasio ini memiliki interpretasi EWS

dimana solvency margin ratio memiliki batas minimal sebesar 33,3% (Afif dan

Karmila, 2016). Solvency margin ratio yang rendah akan mencerminkan adanya

resiko yang tinggi sebagai akibat dari tingginya penerimaan premi.

𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑡𝑜𝑟,𝑐𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘ℎ𝑢𝑠𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑏𝑎


Solvency Margin Ratio = 𝑥100%
𝑝𝑟𝑒𝑚𝑖 𝑛𝑒𝑡𝑜

Premi Neto = Premi Bruto - Premi Reasuransi


34

Sumber : Wulandari, 2011

2. Rasio keuntungan (profitability ratios)

Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam

mencetak laba. Jika suatu perusahaan mencetak laba yang tinggi, dapat dikatakan

agent berhasil dalam pengelolaan perusahaannya. Dengan laba yang tinggi maka

juga akan menarik investor untuk berinvestasi, sehingga nantinya akan

menjauhkan suatu perusahaan dari ancaman financial distresss (Hidayat dan

Meiranto, 2014). Return on asset sebagai proksi rasio profitabilitas, dimana rasio

ini digunakan untuk melihat bagaimana kemampuan perusahaan dalam mengelola

aset yang dimiliki dalam menghasilkan laba (Zamachsyari dan Amanah, 2016).

Rendahnya rasio tersebut mengindikasikan ketidakefektivan perusahaan dalam

mengelola asetnya untuk menghasilkan laba, sehingga perusahaan akan

mengalami kerugian. Penelitian Kleffner dan Lee (2006), menunjukkan bahwa

return on asset berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

Artinya perusahaan asuransi dengan return on Asset yang rendah mempunyai

kemungkinan terjadinya financial distress.

a. Return on Asset (ROA)

Return on Asset (ROA) merupakan salah satu kelompok rasio keuangan

profitabilitas. Secara umum rasio ini digunakan untuk melihat bagaimana

kemampuan perusahaan dalam mengelola aset yang dimiliki dalam menghasilkan

laba (Zamachsyari dan Amanah, 2016). Return on asset sebagai proksi rasio
35

profitabilitas perusahaan asuransi diukur dari kegiatan underwriting dan

operasional perusahaan. Menurut Kleffner dan Lee (2006), profitabilitas yang

tinggi menandakan manajemen yang lebih efisien dan risiko yang lebih rendah.

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘


ROA =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

Sumber : Zamachsyari dan Amanah, 2016

b. Rasio beban klaim

Rasio ini memberikan penjelasan mengenai pengalaman klaim (loss

ratio) yang terjadi serta kualitas usaha penutupannya. Dalam rumus:

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐾𝑙𝑎𝑖𝑚
Rasio Beban Klaim = 𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑒𝑚𝑖

Sumber : Wulandari, 2011

Rasio ini memiliki interpretasi early warning system batas maksimal

100% (Afif dan Karmila, 2016). Rasio beban klaim yang tinggi memberikan

informasi tentang buruknya proses underwriting perusahaan dan penerimaan

penutupan resiko yang terjadi. Maka perlu dilakukannya analisis terhadap klaim

untuk setiap jenis produk asuransi. Besarnya angka dari rasio beban klaim berarti

besarnya persentase dari pendapatan premi yang digunakan untuk membayar

beban klaim yang terjadi.


36

3. Rasio likuiditas (liquidity ratios)

a. Rasio likuiditas

Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan secara kasar memberikan

gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan, apakah kondisi keuangan

perusahaan solven atau tidak. Rasio ini memiliki batas interpretasi early warning

system dengan batas normal maksimum 120% (Afif dan Karmila, 2016). Rasio

likuiditas yang tinggi menunjukkan adanya masalah likuiditas dan perusahaan

kemungkinan besar sedang berdapa dalam kondisi yang tidak solven.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛
Rasio Likuiditas = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑘𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑒𝑟𝑘𝑒𝑛𝑎𝑛𝑘𝑎𝑛

Sumber : Wulandari, 2011

4. Rasio Penerimaan Premi (Premium Stability Ratios)

a. Rasio pertumbuhan premi

Kenaikan maupun penurunan yang tajam pada premi netto

mengindikasikan bahwa perusahaan sedang tidak stabil dalam menjalankan

kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini memiliki interpretasi early warning

system dimana rasio pertumbuhan premi memiliki batas normal minimum 25%.

Hasil dari rasio ini sebaiknya diinterpretasikan bersama dengan sejarah dan

operasi perusahaan. Dalam menganalisa rasio perlu diperhatikan beberapa alasan

yang dikemukakan persahaan sehingga menjadikan angka rasio berfluktuasi.


37

𝐾𝑒𝑛𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑒𝑚𝑖 𝑁𝑒𝑡𝑡𝑜


Rasio Perkembangan Premi = 𝑥 100%
𝑃𝑟𝑒𝑚𝑖 𝑁𝑒𝑡𝑡𝑜 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

Sumber : Wulandari, 2011

D. Metode Analisis Data

1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel

yang digunakan dan menggambarkan variabel-variabel dalam penelitian.

Analisis statistik deskriptif sutau data dapat dilihat dari jumlah, sampel, nilai

minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), standar deviasi (Ghozali,

2018). Hal ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel

yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel

penelitian (Ghozali, 2018).

2. Uji Multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara variabel

bebas di dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

korelasi antara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka

variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel

independen yang nilai korelasi antar sesame variabel independen sama dengan

nol (Ghozali, 2018). Multikolinieritas dideteksi dengan menggunakan nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF) dengan membandingkan sebagai

berikut:
38

a. Bila VIF > 10, terdapat masalah multikolinearitas.

b. Bila VIF < 10, tidak terdapat masalah multikolinearitas.

c. Tolerance > 0,1 maka diduga terjadi multikolinearitas.

d. Tolerance < 0,1 maka diduga tidak terjadi multikolinearitas.

3. Analisis Regresi Logistik

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

diskriminan Altman Z-Score dan Regresi Logistik Biner (Binary Logit

Regression). Rumus Altman Z-Score, sebagai berikut (Altman, 1968) :

𝑍 = 1,2𝑋₁ + 1,4𝑋₂ + 3,3𝑋₃ + 0,6𝑋₄ + 1,0𝑋₅

Keterangan :

Z = bankruptcy index X₁ = working capital / total assets

X₂ = retained earnings / total assets

X₃ = earnings before interest and taxes / total assets

X₄ = market value of equity / book value of total debt

X₅ = sales / total assets

Tabel 3.1
Tabel Klasifikasi Altman Z-Score
Nilai Z Klasifikasi
< 1,81 Termasuk perusahaan yang mengalami financial distress.
1,81- 2,99 Termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan
sehat ataupun mengalami financial distress). Pada grey area ini
ada kemungkinan perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak
tergantung bagaimana pihak perusahaan dapat segera
mengambil tindakan untuk segera mengatasi masalah yang
dialami oleh perusahaan.
> 2,99 Termasuk perusahaan yang tidak mengalami financial distress
atau dalam keadaan sehat.
39

Sumber : Altman, 1968

Sebagaimana dalam regresi linear, model umum dari regresi logistik

ganda (logit) adalah model regresi ganda yaitu model yang melibatkan lebih dari

satu prediktor/variabel independen. Model logit secara sederhana didefinisikan

sebagai model regresi non-linear yang menghasilkan persamaan di mana variabel

dependen bersifat kategorikal. Kategori paling mendasar dari model tersebut

menghasilkan binary values seperti angka 0 dan 1. Angka ini mewakilkan suatu

kategori tertentu yang dihasilkan dari penghitungan probabilitas terjadinya

kategori tersebut (Widarjono, 2005). Tingkat siginikansi (level of significant) yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 90% (α = 0,1), karena dinilai relatif

kuat dalam menguji hubungan variable-variabel yang diuji atau menunjukkan

bahwa korelasi antar variabel cukup nyata. Tingkat signifikansi 0,1 artinya

kemungkinan besar dari hasil penarikan kesimpulan mempunyai probabilitas

sebesar 90% atau toleransi kesalahan sebesar 10%.

Ln FD = b0 + b₁SU + b₂ROA + b₃BK + b₄LIKUID + b₅PP + e


1-FD

Keterangan :

FD
=
1-FD : Probabilitas perusahaan mengalami financial distress
b0 : Konstanta
SM : Solvency Margin
ROA : Return On Asset
BK : Beban Klaim
LIKUID : Likuiditas
40

PP : Pertumbuhan Premi
b : Koefisien regresi rasio
e : Error
Sumber : Hidayat dan Meiranto, 2014
E. Pengujian Hipotesis

1. Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test)

Menurut (Ghozali, 2018), goodness of fit test dapat dilakukan dengan

memperhatikan output dari Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit test, dengan

hipotesis : H0 = model yang dihipotesiskan fit dengan data dan H1 = model yang

dihipotesiskan tidak fit dengan data. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow

(Chisquare) < α (0,1) maka H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan signifikan

antara model dengan nilai observasinya sehingga goodness fit model tidak baik

karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik

Hosmer and Lemeshow (Chi-square) > α (0,1) maka H0 tidak dapat ditolak dan

berarti model mampu memprediksi nilai observasinya.

2. Uji koefisien Determinasi (R Square)

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar

variabilitas variabel independen mampu memperjelas variabilitas variabel

dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada nilai

nagelkarke R Square. Jika nila Nagelkarke R Square kecil berari kemampuan

variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas.


41

Penggunaan R Square sering menimbulkan permasalahan bahwa nilainya

akan selalu meningkat dengan adanya penambahan variabel independen dalam

suatu model. Hal ini akan menimbulkan bias, karena jika ingin memperoleh model

R tinggi, seorang peneliti dapat dengan sembarangan menambahkan variabel

independen dan nilai R akan meningkat, tidak tergantung apakah variabel tambahan

tersebut berhubungan dengan variabel terikat atau tidak.

Beberapa peneliti menyarankan untuk menggunakan Adujusted R Square.

Interpretasinya sama dengan R Square, akan tetapi nilai Adjusted R Square dapat

naik atau turun dengan adanya penambahan variabel baru, tergantung dari korelasi

antara variabel bebas tambahan tersebut dengan variabel terikat. Nilai Adjusted R

Square dapat bernilai negatif, sehingga jika nilainya negatif, maka nilai tersebut

dianggap 0 atau variabel bebas sama sekali tidak mampu menjelaskan varians dari

variabel terikatnya (Ghozali, 2018).

3. Uji Kelayakan Keseluruhan Model (Overall Fit Model Test)

Dalam menilai overall fit model, dapat dilakukan dengan cara uji Chi

Square (χ2). Tes statistik chi square (χ2) digunakan berdasarkan pada fungsi

likelihood pada estimasi model regresi. Likelihood (L) dari model adalah

probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. L

ditransformasikan menjadi -2logL untuk menguji hipotesis nol dan alternatif.

Penggunaan nilai χ2 untuk keseluruhan model terhadap data dilakukan dengan

membandingkan nilai -2 log likelihood awal (hasil block number 0) dengan nilai -2

log likelihood hasil block number 1. Dengan kata lain, nilai chi square didapat dari
42

nilai -2logL1– 2logL0. Apabila terjadi penurunan, maka model tersebut

menunjukkan model regresi yang baik (Ghozali, 2018).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Populasi dan Sampel

Jumlah Perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

hingga tahun 2019 adalah sebanyak 16 perusahaan idx.co.id (2020), selama periode

penelitian dipilih perusahaan yang memenuhi kriteria pemilihan sampel, yaitu

perusahaan asuransi yang melaporkan laporan keuangan lengkap dari periode tahun

2014-2019, dan menyajikan data lengkap mengenai financial ratios dan financial

distress.

Tabel 4.1
Kriteria Sampel
No Kriteria Jumlah
1. Seluruh perusahaan asuransi yang terdaftar di BEI 16
periode tahun 2014-2019
2. Perusahaan yang tidak menyampaikan data secara (5)
lengkap selama periode penelitian tahun 2014-2019
yang berkaitan dengan financial distress, rasio
solvabilitas dan umum, rasio profitabilitas, rasio
likuiditas, dan rasio penerimaan premi.
3. Sampel perusahaan asuransi yang bisa digunakan 11
4. Sampel yang digunakan sesuai periode penelitian 66
(11x6)
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

43
44

B. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Hasil uji statistik deskriptif ini digunakan untuk memberikan gambaran

profil data sampel. Statistik deskriptif ini memaparkan nilai mean, minimum,

maximum, serta standar deviasi dari masing-masing variabel. Hasil pengujian

statistik deskriptif adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2
Statistik Deskriptif

Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic
Log_X1 66 -0,42 1,34 0,2313 0,38631
ROA 66 -0,20 0,09 0,0363 0,04187
Log_X3 66 -1,36 0,03 -0,3178 0,22045
Log_X4 66 -0,87 -0,08 -0,2992 0,18975
PP 66 -6,25 0,19 -0,1641 0,78415
Y 66 0 1 0,29 0,456
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif tersebut, diperoleh sampel sebanyak

66 yang berasal dari data perkalian sampel 11 perusahaan dengan periode penelitian

5 tahun (2014-2019). Karakteristik sampel mencakup nama perusahaan dan tahun

yang dijadikan rentang penelitian, sedangkan karakteristik data yaitu solvency

margin, return on asset, beban klaim, likuiditas, pertambahan premi. Penjelasan

lebih rinci dari hasil pengujian statistik deskriptif yaitu sebagai berikut :
45

1. Solvabilitas dan Umum

Solvabilitas dan umum menunjukkan nilai minimum sebesar -0,42 dan nilai

maksimum sebesar 1,34. Kemudian untuk nilai rata-ratanya sebesar 0,2313 dan

standar deviasi sebesar 0,38631. Nilai rata-rata yang dihasilkan sebesar 0,2313 atau

23%, menunjukkan bahwa rata-rata variabel ini lebih rendah dari tolok ukur

minimum, yaitu sebesar 33,3%. Rendahnya solvency margin mencerminkan adanya

risiko yang tinggi sebagai akibat terlalu tingginya penerimaan premi atau kontribusi.

2. Return on Asset (ROA)

Hasil analisis statistik deskriptif terhadap variabel ROA, menghasilkan nilai

minimum sebesar -0,20. Nilai maksimum sebesar 0,09, nilai rata-rata sebesar

0,0363, dan standar deviasi sebesar 0,04187. Nilai rata-rata yang sebesar 0,0363

atau sebesar 3,6%. Rata-rata tersebut kurang dari 5%, yang berarti hal tersebut

mengindikasikan ketidakefektivan perusahaan dalam mengelola asetnya untuk

menghasilkan laba (Zamachsyari dan Amanah, 2016).

3. Beban Klaim

Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif menghasilkan nilai

minimum dan maksimum berturut-turut sebesar -1,36 dan 0,03. Nilai rata-rata

sebesar -0,3178 dan untuk standar deviasinya sebesar 0,22045. Nilai rata-rata yang

sebesar -0,3178 atau sekitar -31%, menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan

asuransi dalam kondisi baik. Nilai rata-rata yang kurang dari 100% mencerminkan

bahwa perusahaan mampu menutupi beban klaim yang terjadi dengan pendapatan
46

premi yang mungkin timbul akibat penutupan risiko usaha perusahaan. Hal ini

menandakan kemampuan keuangan perusahaan untuk membayar klaim masih

bagus. Besarnya angka dari rasio beban klaim berarti besarnya persentase dari

pendapatan premi yang digunakan untuk membayar beban klaim yang terjadi (Afif

dan Karmila, 2016).

4. Likuiditas

Hasil analisis deskriptif terhadap rasio likuiditas menunjukkan nilai

minimum sebesar -0,87. Nilai maksimum sebesar -0,08, nilai rata-rata sebesar -

0,2292, dan untuk standar deviasinya sebesar 0,18975. Nilai rata-rata sebesar -

0,2292 atau sebesar -0,23%, nilai tersebut kurang dari batas maksimum rasio

likuiditas yaitu sebesar 120%. Hal ini menunjukkan kinerja rata-rata perusahaan

asuransi dalam kondisi baik dan dikatakan solven sehingga mampu memenuhi dan

menutupi kewajibannya dengan seluruh kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan.

5. Penerimaan Premi

Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif menghasilkan nilai

minimum dan maksimum berturut-turut sebesar -6,25 dan 0,19. Nilai rata-rata

sebesar -0,1641, dan standar deviasi sebesar 0,784. Nilai rata-rata rasio

pertumbuhan premi sebesar -0.164 atau sebesar -16,4%. Batas minimum rasio ini

sebesar 23%, dengan nilai rata-rata sebesar -16,4%, menunjukkan bahwa

perusahaan sedang dalam kondisi tidak baik. Pertumbuhan premi dari perusahaan

asuransi memang sangat bergantung pada keadaan ekonomi negara, namun diluar
47

itu semua, manajemen perusahaan harus pandai dalam mengelola pertumbuhan

preminya.

6. Kondisi Financial Distress

Variabel dependen yang disimbolkan dengan Y pada penelitian ini

merupakan kondisi financial distress yang kemungkinan terjadi pada perusahaan

asuransi, yang diproksikan dengan variabel dummy (0 = distress, 1 = non-distress).

Melalui analisis statistik deskriptif, variabel ini menghasilkan nilai minimum

sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata sebesar 0,29, dan standar

deviasinya sebesar 0,456.

C. Uji Multikolinearitas

Tabel 4.3
Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Hasil


SU 0,329 3,040 Tidak terjadi mulitikolinearitas
ROA 0,869 1,150 Tidak terjadi mulitikolinearitas
BK 0,691 1,448 Tidak terjadi mulitikolinearitas
LIKUID 0,285 3,514 Tidak terjadi mulitikolinearitas
PP 0,791 1,264 Tidak terjadi multikolinearitas
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, menunjukkan bahwa nilai tolerance variabel

independen tidak ada yang kurang dari 0,10, hal tersebut berarti tidak ada kolerasi

antara masing-masing variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Kemudian

untuk hasil perhitungan VIF juga menunjukkan hal sama, tidak ada variabel yag
48

memiliki nilai VIF lebih dari 10,0, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada

multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

D. Analisis Regresi Logistik

1. Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test)

Tabel 4.4
Uji Kelayakan Model
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 1,754 7 0,972
Sumber : sata sekunder yang diolah, 2020

Hasil uji kelayakan model regresi menunjukkan bahwa nilai Chi Square

sebesar 1,754 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,972. Nilai tersebut lebih

besar dari nilai Hosmer and Lemeshow 0,05. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat

dikatakan bahwa model dapat diterima.

2. Uji Kelayakan Keseluruhan Model (Overall of Fit Test)

Uji ini dilakukan untuk menguji ketepatan antara prediksi model regresi

logistik dengan data hasil pengamatan. Pengujian ini diperlukan untuk memastikan

tidak adanya kelemahan atas kesimpulan dari model yang diperoleh. Statistik yang

digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood, yaitu nilai -2 log likelihood yang

semakin rendah menunjukkan bahwa model akan semakin fit dengan data input.

Tabel 4.5
Hasil Uji Likelihood
-2 log likelihood Awal (Block Number 0) 79,232
-2 log likelihood Akhir (Block Number 1) 30,212
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020
49

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa -2 log likelihood mengalami

penurunan dari semula pada step 0 sebesar 79,323 menjadi 30,212 pada step 1.

Penurunan yang terjadi tersebut mendandakan bahwa semakin adanya hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikatnya. Statistik -2 log likelihood juga

dapat digunakan untuk menentukan apakah masuknya variabel bebas secara

signifikan dapat memperbaiki model fit. Penentuan nilai -2 log likelihood tersebut

dapat dilihat pada nilai chi square yang terdapat dalam omnimbus test model

coefficient, sebagai berikut:

Tabel 4.6
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square Df Sig.
Step 1 Step 49,020 5 0,000
Block 49,020 5 0,000
Model 49,020 5 0,000
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

Hasil pengujian omnibus test of model coefficients diperoleh nilai chi square

(penurunan -2logL) sebesar 40,020 dengan tingkat signifikansi 0,00. Karena nilai

signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

dengan masuknya variabel bebas secara bersama-sama dapat memperbaiki model

fit. Hal ini berarti bahwa dengan dimasukkannya prediktor rasio solvency margin,

ROA, beban klaim, likuiditas, dan pertumbuhan premi secara bersama-sama dapat

memperbaiki model fit atau dapat menjelaskan pengaruh terjadinya financial

distress di suatu perusahaan.


50

3. Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)

Nilai Cox dan Snell’s R Square dan Nagelkerke R Square menunjukkan

seberapa besar variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel

independen (Ghozali, 2011).

Tabel 4.7
Hasil Uji Nagelkerke R Square
Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square


1 30,212a 0,524 0,750
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

Pada tabel tersebut terlihat bahwa bahwa nilai Cox dan Snell’s R Square

adalah sebesar 0,524 dan nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,750. Hal

tersebut berarti bahwa variabilitas variabel dependen atau terikat yang dapat

dijelaskan oleh variabel independen atau bebas adalah sebesar 75%. Sedangkan

sisanya, yaitu sebesar 25% dijelaskan oleh faktor lain selain variabel independen.

4. Matriks Klasifikasi

Matriks klasifikasi 2x2 berfungsi untuk menghitung nilai estimasi yang

benar (correct) dan yang salah (incorrect). Pada kolom merupakan dua nilai

prediksi dari variabel dependen, dalam hal ini adalah financial distress (0) dan non

financial distress (1), sedangkan pada baris menunjukkan nilai observasi

sesungguhnya dari variabel dependen. Tabel klasifikasi 2x2 ini adalah sebagai

penguat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara data hasil observasi

dengan data prediksi.


51

Tabel 4.8
Hasil Pengujian Matriks Klasifikasi
Classification Tablea

Predicted
FD
Financial Non financial Percentage
Observed distress distress Correct
Step 1 FD Financial distress 45 2 95,7
Non financial
6 13 68,4
distress
Overall Percentage 87,9
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa model empiris kajian ini ternyta

mampu digunakan untuk memprediksi financial distress pada perusahaan asuransi

selama periode 2014 sampai dengan 2019 melalui rasio solvency margin, ROA,

beban klaim, likuiditas, dan pertumbuhan premi sebagai prediktor. Hal ini terlihat

kemampuan model regresi logistik dalam memprediksi perusahaan asuransi yang

mengalami financial distress (FD) dibandingkan dengan kondisi perusahaan

asuransi yang tidak mengalami financial distress (non FD), yaitu dengan nilai

sebesar 95,7% dan 68,4%. Namun, secara keseluruhan hasil klasifikasi model

kajian ini mampu menjelaskan kondisi financial distress perusahaan asuransi

dengan cukup baik dan akurat, yaitu dengan persentase sebesar 87,9%.

E. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan model uji regresi

logistik, secara parsial ditunjukkan pada variabel in the equation yang bertujuan

untuk mengetahui signifikan konstanta dari setiap variabel. Variabel independen


52

yaitu solvency margin, ROA, beban klaim, likuiditas, dan pertumbuhan premi

dengan variabel independen kondisi financial distress. Kriteria tingkat penerimaan

dan penolakan hipotesis didasarkan pada significant p-value (probaility value)

dalam penelitian ini sig wald. Tingkat signifikan yang digunakan sebesar α = 5%,

yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. H₀ ditolak jika nilai probabilitas (sig wald) < α = 0,05. Hal tersebut berarti Ha

diterima yang menyatakan bahwa variabel independen berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen diterima.

2. H₀ tidak ditolak jika nilai probabilitas (sig wald) > α = 0,05. Hal tersebut

berarti maka Ha ditolak yang menyatakan bahwa variabel independen

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen ditolak.

Jumlah sampel penelitian sebanyak (n) = 11 perusahaan asuransi yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode penelitian tahun 2014-2019. Hasil

pengujian hipotesis disajikan dalam tabel berikut:


53

Tabel 4.9
Hasil Uji Koefisen Regresi
Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Solvabilitas dan
-2,170 2,491 0,759 1 0,384 0,114
Umum
Return On Asset 1369826902
1734667000
67,090 27,741 5,849 1 0,016
0000000000,
000
Beban Klaim 1,582 4,852 0,106 1 0,744 4,866
Likuiditas -20,413 9,168 4,957 1 0,026 0,000
Penerimaan premi -0,440 0,955 0,212 1 0,645 0,644
Constant -9,542 3,721 6,577 1 0,010 0,000
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

Berdasarkan hasil pengujian koefisien regresi tersebut, maka diperoleh

persamaan sebagai berikut :

FD = -9,542 – 2,170SU + 67,090ROA + 1,582BK – 20,413LIKUID – 0,440PP

+e

Persamaan di atas mempunyai makna sebagai berikut :

1. Nilai konstanta sebesar -9,542 yang berarti bahwa setiap peningkatan solvabilitas

dan umum (SU), return on asset (ROA), beban klaim (BK), likuiditas (LIKUID),

dan penerimaan premi (PP) setiap 1 poin maka akan meningkatkan kondisi

financial distress pada perusahaan asuransi sebesar 9,542 poin dengan asumsi

koefisien variabel lain tetap.

2. Koefisien solvabilitas dan umum (SU) sebesar -2,170 yang bermakna bahwa setiap

kenaikan solvency margin 1%, akan menurunkan kondisi financial distress (FD)

sebesar 2,170.
54

3. Koefisien return on asset (ROA) sebesar 67,090 mengindikasikan bahwa setiap

kenaikan return on asset 1%, akan meningkatkan kondisi financial distress (FD)

sebesar 67,090.

4. Koefisien beban klaim (BK) sebesar 1,582 mengindikasikan bahwa setiap

peningkatan beban klaim 1% akan meningkatkan kondisi financial distress (FD)

sebesar 1,582.

5. Koefisien likuiditas sebesar -20,413 bermakna bahwa setiap peningkatan likuiditas

1% akan menurunkan kondisi financial distress (FD) sebesar 20,413.

6. Koefisien penerimaan premi (PP) sebesar -0,440 mengindikasikan bahwa setiap

kenaikan pertumbuhan premi 1% akan menurunkan kondisi financial distress

sebesar 0,400

Tabel 4. 10
Hasil Pengujian Hipotesis
Variabel B S.E. Wald df Sig. Hasil

Solvabilitas dan H1 tidak diterima


-2,170 2,491 0,759 1 0,384
Umum
Return On Asset 67,090 27,741 5,849 1 0,016 H2a tidak diterima
Beban Klaim 1,582 4,852 0,106 1 0,744 H2b tidak diterima
Likuiditas -20,413 9,168 4,957 1 0,026 H3 diterima
Penerimaan premi -,440 0,955 0,212 1 0,645 H4 tidak diterima
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

Berdasarkan tabel 4.10 pada saat variabel independen dimasukkan ke dalam

model penelitian (block number = 1), maka diperoleh hasil sebagai berikut.
55

1. Variabel solvabilitas dan umum memiliki nilai wald sebesar 0,759 dengan

tingkat signifikansi 0,384 > 0,05. Maka tidak terdapat pengaruh yang

signifikan terhadap konsisi financial distress pada perusahaan asuransi.

Selain itu, dalam tabel juga ditunjukkan bahwa solvency margin mempunyai

nilai koefisien sebesar -2,170, dimana itu berarti bahwa semakin tinggi

variabel solvency margin yang dimiliki perusahaan, maka akan semakin

kecil perusahaan itu mengalami financial distress. Meskipun begitu, dalam

hal ini Ha ditolak atau hipotesis yang menyatakan bahwa solvency margin

berpengaruh signifikan terhadap terjadinya financial distress pada

perusahaan asuransi, sehingga H1 tidak diterima.

2. Variabel return on asset (ROA) memiliki koefisien positif sebesar 67,090

dengan signifikansi sebesar 0,016 < 0,05, yang berarti ROA memiliki

pengaruh yang signfikan terhadap kondisi financial distress. Namun, Ha

ditolak atau hipotesis yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh negatif

terhadap terjadinya financial distress pada perusahaan asuransi, karena

koefisien b bernilai positif, sehingga H1a tidak diterima.

3. Variabel beban klaim memiliki koefisien positif sebesar 1,582 dengan

signifikansi sebesar 0,744 > 0,05. Maka Ha ditolak atau hipotesis yang

menyatakan bahwa beban klaim berpengaruh signifikan terhadap terjadinya

financial distress pada perusahaan asuransi, sehingga H1b tidak diterima.

4. Variabel likuiditas memiliki nilai wald sebesar 4,957 dengan signifikansi

0,026 < 0,05. Nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari 5%, berari
56

rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress.

Selain itu, variabel ini memiliki niali koefisien negatif sebesar -20,413, yang

berarti semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin kecil peluang

perusahaan terindikasi financial distress. Maka Ha diterima atau hipotesis

yang menyatakan bahwa rasio likuiditas berpengaruh negatif terhadap

terjadinya financial distress pada perusahaan asuransi, sehingga H3

diterima.

5. Variabel penerimaan premi memiliki koefisien negative sebesar -0,440

dengan signifikansi 0,212 > 0,05. Maka ha ditolak atau hipotesis yang

menyatakan variabel pertumbuhan premi berpengaruh signifikan terhadap

terjadinya financial distress, sehingga H4 tidak diterima.

F. Pembahasan

1. Pengaruh solvabilitas dan umum terhadap terjadinya Financial distress


pada perusahaan asuransi.

Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa solvabilitas dan umum

tidak berpengaruh terhadap terjadinya financial distress. Oleh karena itu hasil

penelitian ini tidak menerima H1 yang artinya bahwa kemampuan keuangan

perusahaan dalam mendukung kewajiban yang mungkin timbul dari penutupan

risiko yang telah dilakukan tidak memberikan pengaruh terhadap terjadinya

financial distress. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tinggi rendahnya rasio

solvency margin tidak menyebabkan perusahaan terindikasi financial distress atau

tidak.
57

Modal berbasis risiko tinggi tidak dapat mengurangi kemungkinan kesulitan

keuangan yang signifikan (Dewi dan Mahfudz, 2017). Hasil ini tidak sesuai dengan

teori sinyal yang menyatakan bahwa tingginya solvency margin akan memperkecil

peluang terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Hal tersebut menunjukkan

bahwa tinggi rendahnya kemampuan perusahaan dalam mendukung kewajiban yang

timbul dari penutupan risiko tidak mencerminkan kondisi keuangan perusahaan.

Investor membutuhkan informasi mengenai laba dan pembagian deviden, sehingga

dapat dilihat apakah perusahaan tersebut mengalami financial distress atau tidak,

sehingga perusahaan dengan tingkat solvency margin tinggi belum tentu kondisi

keuangannya baik, sedangkan tingkat solvency margin yang rendah belum tentu

perusahaan tersebut akan mengalami financial distress.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewi dan Mahfudz (2017) dan

Marliza (2014), yang menghasilkan bahwa solvency margin tidak berpengaruh

terhadap terjadinya financial distress. Hasil penelitian ini tidak dapat membuktikan

bahwa modal berbasis risiko tinggi yang dapat mengurangi kemungkinan kesulitan

keuangan yang signifikan.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Zamachsyari dan Amanah

(2016), yang menghasilkan bahwa solvency margin berpengaruh negatif terhadap

terjadinya financial distress. Artinya semakin rendah rasio margin solvensi

perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut mengalami

financial distress, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan
58

rasio margin solvensi yang kecil cenderung mengalami kondisi financial distress,

dibandingkan perusahaan yang mempunyai nilai rasio yang besar.

2. Pengaruh Return On Asset terhadap terjadinya Financial distress pada


perusahaan asuransi.
Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa return on asset

berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress. Penelitian ini

menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

memberikan pengaruh terhadap kondisi financial distress. Hasil olah data

menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap financial distress, dimana

hal tersebut bertentangan dengan perumusan hipotesis yang menyatakan bahwa

ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress, sehingga H2a tidak diterima.

Hal tersebut berarti, semakin tinggi ROA yang dicapai oleh perusahaan, maka akan

dapat meningkatkan peluang terjadinya financial distress (Muhtar & Aswan, 2017).

Tinggi rendahnya rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba. Jika rasio yang dihasilkan rendah, maka hal tersebut

mengindikasikan ketidakefektivan perusahaan dalam mengelola asetnya untuk

menghasilkan laba, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian atau kesulitan

keuangan. Perusahaan yang mengalami penurunan laba atau arus kas yang bernilai

kecil dapat diklasifikasikan masuk ke dalam kondisi financial distress, atau semakin

rendah return on asset maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya financial

distress.
59

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Muflihah (2017), yang

menyatakan bahwa ROA berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial

distress. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Curry &

Banjarnahor (2018), yang menghasilkan bahwa ROA berpegaruh signifikan

terhadap kondisi financial distress. Namun, penelitian ini menghasilkan koefisien

positif yang mengakibatkan hipotesis tidak diterima dan tidak sejalan dengan teori

serta penelitian sebelumnya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Hidayat dan Meiranto (2014), yang menghasilkan bahwa ROA tidak berpengaruh

signifikan terhadap kondisi financial distress.

3. Pengaruh Beban Klaim terhadap terjadinya Fiancial Distress pada


perusahaan asuransi.

Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa rasio beban klaim

tidak berpengaruh terhadap terjadinya financial distress. Oleh karena itu,

penelitian ini tidak menerima hipotesis 2b yang menyatakan bahwa baban klaim

berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa tinggi rendahnya beban klaim tidak mempengaruhi peluang

perusahaan terkena financial distress. Rasio beban klaim yang tinggi hanya

memberikan informasi tentang buruknya proses underwriting perusahaan dan

penerimaan penutupan risiko yang terjadi. Besarnya angka dari rasio beban klaim

berarti besarnya persentase dari pendapatan premi yang digunakan untuk

membayar beban klaim yang terjadi.


60

Tingginya resiko yang dialami perusahaan tidak mempengaruhi kinerja

perusahaan jika perusahaan asuransi dapat mengontrol resiko yang akan dihadapi

sebelum menjadi kerugian yang berdampak pada menurunnya kinerja perusahaan

yang kemudian dapat terjadinya financial distress. Selain itu, menurut

Zamachsyari dan Amanah (2016), perusahaan asuransi dengan rasio beban klaim

yang tinggi cenderung memiliki pendapatan lain yang dapat menunjang laba bersih

perusahaan selain pendapatan premi seperti hasil investasi dan imbalan jasa DPLK

(Dana Pensiun Lembaga Keuangan/jasa manajemen lain.

Penelitian sejalan dengan penelitian Zamachsyari dan Amanah (2016),

Marliza (2014), yang menghasilkan bahwa rasio beban klaim tidak berpengaruh

signifikan terhadap kondisi financial distress. Hasil ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan Mutmainnah (2015), menyatakan bahwa tingginya rasio beban

klaim sebagai pengukur pengalaman resiko yang di alami perusahaan tidak

berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

perusahaan asuransi.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Dewi dan Mahfudz (2017),

yang menghasilkan bahwa rasio beban klaim berpengaruh signifikan terhadap

probabilitas financial distress. Hasil tersebut didukung teori yang diangkat dari

Ambrose dan Seward (1988), bahwa semakin tinggi rasio beban klaim, semakin

tinggi kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Tingginya

penutupan klaim tertentu menyebabkan berkurangnya kemampuan perusahaan


61

untuk menghasilkan laba dan akan meningkatkan potensi kebangkrutan bagi

perusahaan.

4. Pengaruh Likuiditas terhadap terjadinya Financial Distress pada


perusahaan asuransi.

Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa likuiditas

berpengaruh negatif terhadap probabilitas financial distress. Hal ini menunjukkan

perusahaan yang memiliki kemampuan memenuhi kewajiban memberikan

pengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan. Hasil tersebut mengindikasikan

bahwa hipotesis 3 diterima, atau hipotesis yang menyatakan bahwa likuiditas

berpengaruh negatif terhadap terjadinya financial distress.

Hasil ini sesuai dengan teori sinyal yang menyataka bahwa perusahaan yang

memiliki kemampuan memenuhi kewajibannya akan mempengaruhi kondisi

financial distress. Likuiditas yang tinggi akan memperkecil peluang terjadinya

financial distress. Banyak informasi dalam laporan keuangan yang dapat dijadikan

sinyal oleh pihak eksternal, salah satunya hutang. Perusahaan asuransi dengan

rasio likuiditas yang tinggi mungkin menghadapi risiko financial distress jika

mereka tidak mampu untuk melakukan pembayaran hutang mereka, mereka juga

mungkin tidak dapat menemukan pemberi pinjaman baru di masa depan, akan

tetapi kondisi seperti ini justru akan mendatangkan profit jika perusahaan dalam

penggunaan aktiva dibiayai dengan menggunakan utang secara efektif

(Zamachsyari dan Amanah, 2016).


62

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hidayat dan Meiranto (2014), yang

menghasilkan bahwa likuiditas berpengaruh negatif dalam memprediksi financial

distress. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Zamachsyari dan Amanah (2016). Hasil dari penelitiannya yaitu likuditas

memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress. Hasil tersebut

menggambarkan bahwa perusahaan kategori non financial distress, aset yang

dibiayai oleh hutangnya sangat tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan

kategori financial distress.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mehari dan Aemiro (2013),

menyatakan bahwa liability to asset berpengaruh positif terhadap financial

performance. Sehingga, penelitian tersebut memberikan bukti bahwa perusahaan

asuransi yang memiliki rasio likuiditas yang tinggi memiliki kinerja operasional

yang lebih baik daripada perusahaan asuransi yang memiliki rasio likuiditas yang

rendah. Perusahaan asuransi dengan kinerja operasional yang baik

mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan

sehingga dapat terhindar dari kondisi financial distress.

5. Pengaruh Penerimaan Premi terhadap terjadinya Finacial Distress


pada perusahaan asuransi.

Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa rasio penerimaan

premi tidak berpengaruh signifikan terhadap probabilitas financial distress. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pertumbuhan premi tidak

berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Hal ini mengakibatkan tidak


63

diterimanya hipotesis 4 yang menyatakan bahwa penerimaan premi berpengaruh

positif terhadap terjadinya financial distress. Hal tersebut dikarenakan

pertumbuhan premi pada perusahaan asuransi bukan menjadi alasan utama

terjadinya pertumbuhan untuk tahun berikutnya terhadap kinerja yang dihasilkan,

terdapat faktor lain yang ikut mempengaruhi hubungan antara premium growth

terhadap kinerja perusahaan seperti penambahan investasi asset perusahaan

(Zamachsyari dan Amanah, 2016).

Hasil penelitin ini tidak sesuai dengan teori sinyal. Tinggi rendahnya rasio

penerimaan premi suatu perusahaan asuransi yang tajam pada volume premi neto

memberikan indikasi kurangnya tingkat kestabilan kegiatan usaha perusahaan

(Budiarjo, 2015). Perusahaan dengan angka pertumbuhan premi yang datar atau

menurun mengindikasikan perusahaan sedang mengalami kekurangan modal atau

kurangnya persaingan dengan kompetitor lain (Marliza, 2014). Pertumbuhan

premi yang dialami perusahaan tidak dapat digunakan untuk memprediksi apakah

perusahaan dalam kondisi financial distress atau tidak. Tinggi atau rendahnya

pertumbuhan premi berdampak langsung terhadap kemampuan perusahaan

asuransi dalam menghasilkan laba Akotey et al., (2013), rata-rata perusahaan

dengan nilai rasio pertumbuhan premi yang tinggi terdapat pada perusahaan

asuransi kategori non financial distress, oleh sebab itu, hasil koefisien regresi

variabel rasio pertumbuhan premi bertanda negatif.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zamachsyari dan Amanah (2016),

yang menghasilkan bahwa pertumbuhan premi tidak berpengaruh signifikan


64

terhadap kondisi financial distress. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian Marliza (2014), yang menyatakan bahwa variabel pertumbuhan premi

tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian Agung (2017), yang menyatakan bahwa pertumbuhan

premi memiliki pengaruh yang signfiikan terhadap probabilitas financial distress.

G. Pembahasan Keseluruhan

Penelitian ini menguji pengaruh solvabilitas dan umum, return on asset,

beban klaim. Likuiditas, dan pertumbuhan premi terhadap kondisi financial

distress. Hasil penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa solvabilitas

dan umum tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress, return on asset

berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress, beban klaim tidak

berpengaruh terhadap kondisi financial distress, likuiditas berpengaruh negatif

terhadap kondisi financial distress, dan penerimaan premi tidak bepengaruh

terhadap probabilitas financial distressi. Penelitian ini mengacu pada penelitian

Mu dan Liu (2019), yang melakukan penelitian mengenai kondisi keuangan

perusahaan terdaftar sebagai peringatan dini (early warning) dengan

menggunakan model Z-score (studi pada perusahaan pribadi yang terdaftar di

Shanghai Stock Exchange periode 2015-2017).


65

Tabel 4.11
Hasil Hipotesis
Hipotesis Hubungan Variabel Hasil Penelitian Hasil
Terdahulu
Solvabilitas dan umum Diterima Tidak diterima
H1 berpengaruh negatif
terhadap terjadinya
financial distress
Return on asset Diterima Tidak diterima
H2a berpengaruh negative
terhadap terjadinya
financial distress
Beban klaim berpengaruh Tidak diterima Tidak diterima
H2b positif terhadap terjadinya
financial distress
Likuiditas berpengaruh Diterima Diterima
H3 negatif terhadap terjadinya
financial distress
Penerimaan premi Tidak diterima Tidak diterima
H4 berpengaruh positif
terhadap terjadinya
financial distress
Sumber : data sekunder yang diolah, 2020

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Mu dan

Liu (2019), yaitu, model penelitian yang digunakan sama yaitu menggunakan

model Z-score untuk membedakan perusahaan distress dan non distress yang

kemudian diregresikan menggunakan regresi logistik. Penelitian (Zamachsyari

dan Amanah (2016), yang meneliti pengaruh kinerja keuangan dan ukuran

perusahaan terhadap financial distress. Persamaan penelitian dengan yang

dilakukan oleh Zamachsyari dan Amanah (2016), yaitu penggunaan rasio early

warning system. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat inkonsistensi

dari hasil penelitian sebelumnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh


66

Zamachsyari dan Amanah (2016), menunjukkan bahwa ROA berpengaruh negatif

terhadap financial distress, sedangkan hasil penelitian ini menghasilkan bahwa

ROA berpengaruh positif terhadap kondisi financial distress. Perbedaan hasil

penelitian ini dikarenakan oleh sampel yang digunakan berbeda, meskipun pada

penelitian Zamachsyari dan Amanah (2016), juga menggunakan perusahaan

asuransi, namun perusahaan asuransi yang digunakan tersebut merupakan

perusahaan asuransi yang terdaftar pada Buku Direktori Perasuransian Indonesia

tahun 2014 yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, sehingga mempengaruhi

setiap rasio yang digunakan setiap perusahaan sampel.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Mu dan Liu (2019), yaitu

terletak pada rasio yang digunakan sebagai variabel independen. Sedangkan pada

penelitian Zamachsyari dan Amanah, (2016), perbedaannya terletak pada sampel

dan model yang digunakan untuk membedakan perusahaan distress dan non

distress. Penelitian ini hanya inkonsisten pada variabel solvabilitas dan umum dan

ROA yang menghasilkan hasil pengujian berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Zamachsyari dan Amanah, 2016). Penelitian ini menghasilkan

bahwa solvabilitas dan umum tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi

financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Zamachsyari dan

Amanah (2016) menghasilkan bahwa solvabilitas dan umum berpengaruh negatif

terhadap kondisi financial distress.


BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh solvabilitas dan umum,

return on asset, beban klaim, likuiditas, dan penerimaan premi terhadap probabilitas

financial distress. Objek penelitian ini adalah perusahaan asuransi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode tahun 2014-2019. Sampel diperoleh sebanyak 11

perusahaan yang diambil dengan menggunakan metode purposive sampling,

sehingga jumlah (n) sampel tahun 2014-2019 sebanyak 66 data.

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan regresi logistik, maka dapat

disimpulkan bahwa return on asset berpengaruh positif signifikan terhadap

terjadinya financial distress. Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi return on

asset maka semakin memperbesar peluang terjadinya financial distress. Hasil

tersebut tidak sesuai dengan teori sinyal, sehingga berbeda dengan rumusan

hipotesis yang telah dibuat, dan mengakibatkan hipotesis tidak diterima.

Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba seharusnya berpengaruh negatif

terhadap financial distress. Selain itu, likuiditas berpengaruh negatif signifikan

terhadap probabilitas financial distress, itu berarti semakin tinggi kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajibannya maka semakin memperkecil peluang

terjadinya financial distress. Kemudian untuk variabel lainnya, yaitu solvabilitas

dan umum, beban klaim, dan pertumbuhan premi tidak berpengaruh signifikan

terhadap kondisi financial distress.

67
68

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat keterbatasan yang

dapat memengaruhi hasil penelitian, diantaranya sebagai berikut :

1. Terdapat faktor lain yang dapat memengaruhi terjadinya financial distress,

sehingga hanya dua variabel yang dapat memengaruhi terjadinya financial

distress.

2. Terdapat model lain yang dapat digunakan dalam memprediksi terjadinya

financial distress.

C. Saran

Adanya keterbatasan penelitian yang telah disampaikan, maka saran yang

dapat disampaikan sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya, antara lain:

1. Penelitian selanjutnya dapat menambah variabel ukuran perusahaan. Menurut


Zamachsyari dan Amanah (2016), ukuran perusahaan berpengaruh negatif

signifikan terhadap kondisi financial distress. Ukuran perusahaan yang

diproksikan dengan total aset yang dimiliki perusahaan memiliki dampak

terhadap laba yang dihasilkan perusahaan. Perusahaan yang memiliki aset

besar seperti tersedianya sumber daya, staf yang kompeten, dan sistem

informasi yang baik akan membuat kinerja perusahaan semakin membaik.

2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan model predictor financial distress

yang lain, seperti springate model, zmijewski, grover model, dan lain

sebagainya (King, 2018).


DAFTAR PUSTAKA

53/Pmk.10/2012, P. M. K. N. (2012). Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Dan


Perusahaan Reasuransi. 1–38.
Https://Www.Ojk.Go.Id/Id/Kanal/Iknb/Regulasi/Asuransi/Peraturan-Keputusan
Menteri/Pages/Peraturan-Menteri-Keuangan-Nomor-53-Pmk-010-2012-
Tentang-Kesehatan-Keuangan-Perusahaan-Asuransi-Dan-Perusahaan-
Reasuran.Aspx
Adnan, M. A., & Taufiq, M. I. (2001). Analisis Ketepatan Prediksi Metodealtman
Terhadap Terjadinya Likuidasi Pada Lembaga Perbankan [ Kasus Likuidasi
Perbankan Di Indonesia ]. Jurnal Akuntansi Dan Auditing Indonesia, 5(2), 181–
203.
Afif, M. N., & Karmila, M. (2016). Analysis Financial Performance Based On Early
Warning System In Pt General Insurance Bumiputera Muda 1967. Jurnal
Akunida, Vol 2(No 2), 55–61.
Agung, A. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress
Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2012-2015.
Akotey, J. S., Sackey, F. G., Amoah, L., & Manso, R. F. (2013). The Financial
Performance Of Life Insurance Companies In Ghana. The Journal Of Risk
Finance, 14(3).
Altman, E. I. (1968). Financial Ratios, Discriminant Analysis And The Prediction Of
Corporate Bankruptcy. The Journal Of Finance, 23, 589–609.
Ambrose, J. M., & Seward, J. A. (1988). Best’s Ratings, Financial Ratios And Prior
Profitabilities In Insolvency Prediction. The Journal Of Risk And Insurance,
55(2), 229–244.
Barth, M. E., Beaver, W. H., & Landsman, W. R. (1996). Valuation Characteristics Of
Equity Book Value And Net Income : Tests Of The Abandonment Option
Hypothesis.
Brahmana, R. K. (2007). Identifying Financial Distress Condition In Indonesia
Manufacture Industry. Journal Business, 1–19.
Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2001). Manajemen Keuangan.
Budiarjo, R. F. (2015). Pengaruh Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
Terhadap Peningkatan Pendapatan Premi. Skripsi.
Cnbc. (2020). Waduh ! Usai Jiwasraya , Kini Bumiputera. 6–11.
Cnn. (2020). Kronologi Kasus Jiwasraya, Gagal Bayar Hingga Korupsi. Cnn

69
70

Indonesia, 1–6. Https://Www.Cnnindonesia.Com/Ekonomi/20200108111414-


78-463406/Kronologi-Kasus-Jiwasraya-Gagal-Bayar-Hingga-Dugaan-Korupsi
Curry, K., & Banjarnahor, E. (2018). Financial Distress Pada Perusahaan Sektor
Properti Go Public Di Indonesia. 207–221.
Darsono, & Purwanti, A. (2010). Penganggara Perusahaan (2nd Ed.). Mitra Wacana
Media.
Dewi, T. T. C., & Mahfudz. (2017). Effect Of Change In Surplus Ratio, Incurred Loss
Ratio, Liquidity Ratio, Premium Growth Ratio, Size And Risk Based Capital To
Predict The Possibilities Of Financial Distress: The Case Of Indonesian Non-Life
Insurance Listed In Indonesia Insurance Director. Advanced Science Letters,
23(8), 7285–7288. Https://Doi.Org/10.1166/Asl.2017.9352
Djaie, J., & Murtanto. (2001). Analisis Hubungan Harga Saham Dengan
Komponenkomponen Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian Yang
Diuraikan Dengan Rasio Early Warning System.
Fahmi, & Irham. (2011). Analisis Laporan Keuangan (1st Ed.).
Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program Ibm Spss 25 (9th
Ed.). Universitas Diponegoro.
Gulsun, I., & Umit, G. (2010). Early Warning Model With Statistical Analysis
Procedures In Turkish Insurance Companies. African Journal Of Business
Management, 4(5), 623–630.
Hair, J. F., Black, W. C., & Babin, B. J. (1973). Multivariate Data Analysis A Global
Perspective. Technometrics, 15(3), 648. Https://Doi.Org/10.2307/1266874
Hanafi, M. M., & Halim, A. (2007). Analisis Laporan Keuangan (3rd Ed.).
Hanifah, O. E. (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance Dan Financial
Indicators Terhadap Kondisi Financial Distress.
Hartono, J. (2005). Analisis Dan Desain Sistem Informasi.
Hidayat, M. A., & Meiranto, W. (2014). Prediksi Financial Distress Perusahaan
Manufaktur Di Indonesia. Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di
Indonesia, 3(3), 538–548.
Idx.Co.Id. (2020). Pt Bursa Efek Indonesia. Idx, 1–6. Https://Www.Idx.Co.Id/
Kai, S., Luo, X., & Wong, J. M. (2012). Early Warning Of Wide-Area Angular Stability
Problems Using Synchrophasors.
Kamaludin, & Pribadi, K. A. (2011). Prediksi Financial Distress Kasus Industri
Manufaktur Pendekatan Model Regresi Logistik. Jurnal Ilmiah, 1(1), 11–23.
71

Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan.


King, E. (2018). Ketepatan Model Altman, Springate, Zmijewski, Dan Grover Dalam
Memprediksi Financial Distress. Jurnal Reviu Akuntansi Dan Keuangan, 8(1), 79.
Https://Doi.Org/10.22219/Jrak.V8i1.28
Kleffner, A. E., & Lee, R. B. (2006). Predicting P&C Insurer Solvency In Canada.
53(9), 1689–1699. Https://Doi.Org/10.1017/Cbo9781107415324.004
Kordestani, G., Biglari, V., & Bakhtiari, M. (2011). Ability Of Combinations Of Cash
Flow Components To Predict Financial Distress. Business: Theory And Practice,
12(3), 277–285. Https://Doi.Org/10.3846/Btp.2011.28
Lizal, L. (2005). Determinants Of Financial Distress: What Drives Bankruptcy In A
Transition Economy? The Czech Republic Case. Ssrn Electronic Journal, 451.
Https://Doi.Org/10.2139/Ssrn.307224
Marliza, E. (2014). Mempengaruhi Terjadinya Kondisi Financial Distress Perusahaan
Asuransi.
Mehari, D., & Aemiro, T. (2013). Firm Spesific Factors That Determine Insurance
Companies’ Perfomance In Ethiopia. European Scientific Journal, 9(10), 245–
255.
Mu, W., & Liu, M. (2019). Research On Financial Early Warning Of Private Listed
Companies On Z-Score Model. 94(Jahp), 360–363.
Https://Doi.Org/10.2991/Wrarm-19.2019.17
Muflihah, I. Z. (2017). Analisis Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di
Indonesia Dengan Regresi Logistik. Majalah Ekonomi, Xxii(2), 254–269.
Muhtar, M., & Aswan, A. (2017). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Terjadinya
Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Telekomunikasi Di Indonesia. Jurnal
Bisnis, Manajemen, Dan Informatika, 13(3).
Munawir. (2010). Analisis Laporan Keuangan (4th Ed.).
Mutmainnah. (2015). Analisis Pengaruh Pendapatan Premi, Beban Klaim, Hasil
Underwriting, Cadangan Teknis, Dan Risk Based Capital Terhadap Laba Pada 20
Perusahaan Asuransi Umum Di Indonesia Periode 2009-2013. Skripsi.
Nilasari, D. ., & Haryanto, M. . (2018). Memprediksi Perusahaan Yang Berpotensi
Mengalami Masalah Keuangan Dengan Model Altman, Springate Dan Zmijewski
(Studi Pada Perusahaan Ritel Yang Terdaftar Di Bei Periode Tahun 2012-2016).
Jurnal Stie Semarang, 10(1), 1–16. Https://Doi.Org/10.33747/Stiesmg.V10i1.83
Per02/Bl/2008, P. K. B. L. (2008). Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Dan Lembaga Keuangan Nomor: Per-02/Bl/2008. 1.
72

Platt, H. D., & Platt, M. B. (2002). Predicting Corporate Financial Distress: Reflections
On Choice-Based Sample Bias. Journal Of Economics And Finance, 26(2), 184–
199. Https://Doi.Org/10.1007/Bf02755985
Pramunia, A. (2010). Pengaruh Corporate Governance Dan Financial Distressed
Terhadap Luas Pengungkapan. Ekonomika Dan Bisnis, Undip, 1–28.
Pranowo, K., Achsani, N. A., Manurung, A. H., & Nuryartono, N. (2010). The
Dynamics Of Corporate Financial Distress In Emerging Market Economy:
Empirical Evidence From The Indonesian Stock Exchange 2004-2008. European
Journal Of Social Sciences, 16(1), 138–149.
Rofiudin, M., Maslichah, & Afifudin. (2019). Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Risk
Based Capital Dan Early Warning System Terhadap Financial Solvency Pada
Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Riset Akuntansi,
08(03), 81–97.
Http://Www.Riset.Unisma.Ac.Id/Index.Php/Jra/Article/View/3780
Shidiq, I., & Wibowo, B. (2017). Prediksi Financial Distress Bank Umum Di
Indonesia: Analisis Diskriminan Dan Regresi Logistik. Esensi, 7(1), 27–40.
Https://Doi.Org/10.15408/Ess.V7i1.4686
Sufitri, S. (2019). Early Warning System (Aws) Analysis With The Logit Model For
Predicting The Consumer Loan Banks (Bprs). Jurnal Akuntansi, Ekonomi Dan
Manajemen Bisnis| E-Issn: 2548-9836, 7(1), 30–37.
Whitaker, R. B. (1999). The Early Stages Of Financial Distress. Journal Of Economics
And Finance, 23(2), 123–132. Https://Doi.Org/10.1007/Bf02745946
Widarjono, A. (2005). Ekonometrika Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan Bisnis.
Wilopo. (2001). Prediksi Kebangkrutan Bank (Pp. 184–198).
Wulandari, D. (2011). Analisis Kinerja Keuangan Berdasarkan Early Warning System
Pada Pt Prudential Life Assurance Indonesia. Jurnal Akuntansi, 1–13.
Yu, Q. W., & Zhang, L. (2017). Based On Logistic Regression. 31–36.
Zamachsyari, A. Z., & Amanah, L. (2016). Pengaruh Kinerja Keuangan Dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Financial Distress. Pendidikan Ekonomi, 5(1), 5.
73

LAMPIRAN
74

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERUSAHAAN SAMPEL


Kode
No Perusahaan Nama Perusahaan
1 ABDA Asuransi Bina Dana Arta, Tbk
2 AHAP Asuransi Harta Aman Pratama, Tbk
3 AMAG Asuransi Multi Artha Guna, Tbk
4 ASBI Asuransi Bintang, Tbk
5 ASDM Asuransi Dayin Mitra, Tbk
6 ASJT Asuransi Jasa Tania, Tbk
7 ASMI Asuransi Kresna Mitra, Tbk
8 ASRM Asuransi Ramayana, Tbk
9 LPGI Lippo General Insurance, Tbk
10 PANIN Paninvest, Tbk
11 VINS Victoria Insurance, Tbk

LAMPIRAN 2 HASIL ALTMAN Z-SCORE

KODE TAH ALTM


PERUSAH X1 X2 X3 X4 X5 Y
UN AN
No AAN
1 ABDA 2014 0,50 0,07 0,23 0,50 0,44 1,74 0
2015 0,47 0,11 0,32 0,45 0,48 1,84 1
2016 0,48 0,05 0,23 0,47 0,47 1,69 0
2017 0,51 0,05 0,18 1,09 0,42 2,26 1
2018 0,49 0,01 0,06 0,51 0,42 1,49 0
2019 0,51 -0,02 0,14 0,57 0,42 1,63 0
2 AHAP 2014 0,34 0,09 0,23 0,30 0,91 1,86 1
2015 0,38 0,01 0,08 0,39 0,67 1,54 0
2016 0,40 0,02 0,08 0,46 0,66 1,63 0
-
2017 0,46 -0,14 0,31 0,55 0,47 1,03 0
-
2018 0,45 -0,06 0,14 0,43 0,30 0,98 0
-
2019 0,26 -0,28 0,65 0,21 0,22 -0,25 0
3 AMAG 2014 0,69 0,09 0,30 0,55 0,35 1,97 1
2015 0,62 0,09 0,27 0,81 0,29 2,07 1
2016 0,27 0,05 0,13 0,63 0,22 1,31 0
75

2017 0,21 0,03 0,12 0,55 0,20 1,10 0


2018 0,08 0,01 0,04 0,45 0,17 0,75 0
2019 0,07 0,02 0,06 0,44 0,17 0,76 0
4 ASBI 2014 0,26 0,02 0,11 0,27 0,21 0,88 0
2015 0,29 0,07 0,20 0,29 0,24 1,09 0
2016 0,30 0,03 0,12 0,30 0,23 0,97 0
2017 0,24 0,02 0,06 0,34 0,20 0,85 0
2018 0,21 0,02 0,06 0,28 0,18 0,74 0
2019 0,22 0,01 0,03 0,31 0,16 0,72 0
5 ASDM 2014 0,17 0,03 0,11 0,12 0,14 0,56 0
2015 0,18 0,03 0,13 0,12 0,14 0,60 0
2016 0,27 0,03 0,15 0,21 0,18 0,84 0
2017 0,28 0,04 0,15 0,23 0,19 0,88 0
2018 0,35 0,04 0,17 0,27 0,21 1,03 0
2019 0,30 0,02 0,10 0,24 0,18 0,83 0
6 ASJT 2014 0,32 0,08 0,19 0,57 0,89 2,04 1
2015 0,28 0,05 0,19 0,45 0,76 1,72 0
2016 0,31 0,06 0,22 0,45 0,67 1,71 0
2017 0,34 0,05 0,20 0,54 0,59 1,72 0
2018 0,31 0,04 0,20 0,51 0,59 1,65 0
2019 0,32 -0,04 0,02 0,53 0,50 1,33 0
7 ASMI 2014 0,32 0,07 0,09 0,39 0,15 1,02 0
2015 0,35 0,02 0,06 0,40 0,13 0,96 0
2016 0,40 0,09 0,24 0,46 0,20 1,39 0
2017 0,56 0,09 0,20 0,68 0,16 1,68 0
2018 0,58 0,10 0,25 0,69 0,15 1,77 0
2019 0,59 0,01 0,04 0,71 0,08 1,43 0
8 ASRM 2014 0,08 0,05 0,16 0,12 0,17 0,57 0
2015 0,07 0,04 0,18 0,14 0,22 0,66 0
2016 0,07 -0,01 0,18 0,17 0,23 0,64 0
2017 0,11 0,04 0,17 0,20 0,23 0,75 0
2018 0,12 0,05 0,20 0,23 0,24 0,83 0
2019 0,13 0,04 0,16 0,24 0,23 0,80 0
9 LPGI 2014 0,69 0,07 0,22 0,92 0,10 1,99 0
2015 0,66 0,03 0,14 0,80 0,10 1,74 1
2016 0,59 0,04 0,12 0,64 0,43 1,81 0
2017 0,51 0,04 0,14 0,50 0,47 1,65 0
2018 0,40 0,02 0,10 0,33 0,46 1,30 0
76

2019 0,38 0,02 0,12 0,32 0,48 1,32 0


10 PANIN 2014 0,82 0,10 0,24 1,64 0,21 3,02 1
2015 0,89 0,07 0,18 2,00 0,23 3,37 1
2016 0,97 0,12 0,28 2,95 0,19 4,51 1
2017 0,99 0,09 0,22 3,28 0,19 4,76 1
2018 1,00 0,09 0,23 3,49 0,15 4,97 1
2019 1,02 0,09 0,23 3,84 0,14 5,33 1
11 VINS 2014 0,81 0,07 0,17 1,33 0,12 2,51 1
2015 0,92 0,11 0,27 2,15 0,16 3,61 1
2016 0,84 0,05 0,12 1,51 0,16 2,67 1
2017 0,89 0,05 0,11 1,79 0,10 2,94 1
2018 0,81 0,01 0,06 1,31 0,09 2,28 1
2019 0,76 0,05 0,26 1,14 0,13 2,34 1
77

LAMPIRAN 3 DATA-DATA VARIABEL PENELITIAN


1. Variabel Dependen Kondisi Financial Distress

KODE TAHUN NILAI


No PERUSAHAAN KONDISI
1 ABDA 2014 Financial Distress 0
2015 Non Financial Distress 1
2016 Financial Distress 0
2017 Non Financial Distress 1
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
2 AHAP 2014 Non Financial Distress 1
2015 Financial Distress 0
2016 Financial Distress 0
2017 Financial Distress 0
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
3 AMAG 2014 Non Financial Distress 1
2015 Non Financial Distress 1
2016 Financial Distress 0
2017 Financial Distress 0
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
4 ASBI 2014 Financial Distress 0
2015 Financial Distress 0
2016 Financial Distress 0
2017 Financial Distress 0
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
5 ASDM 2014 Financial Distress 0
2015 Financial Distress 0
2016 Financial Distress 0
2017 Financial Distress 0
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
6 ASJT 2014 Non Financial Distress 1
2015 Financial Distress 0
78

2016 Financial Distress 0


2017 Financial Distress 0
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
7 ASMI 2014 Financial Distress 0
2015 Financial Distress 0
2016 Financial Distress 0
2017 Financial Distress 0
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
8 ASRM 2014 Financial Distress 0
2015 Financial Distress 0
2016 Financial Distress 0
2017 Financial Distress 0
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
9 LPGI 2014 Financial Distress 0
2015 Non Financial Distress 1
2016 Financial Distress 0
2017 Financial Distress 0
2018 Financial Distress 0
2019 Financial Distress 0
10 PANIN 2014 Non Financial Distress 1
2015 Non Financial Distress 1
2016 Non Financial Distress 1
2017 Non Financial Distress 1
2018 Non Financial Distress 1
2019 Non Financial Distress 1
11 VINS 2014 Non Financial Distress 1
2015 Non Financial Distress 1
2016 Non Financial Distress 1
2017 Non Financial Distress 1
2018 Non Financial Distress 1
2019 Non Financial Distress 1
79

2. Variabel Solvency Margin

modal disetor,
KODE TAHUN cadangan khusus premi neto solvency
No PERUSAHAAN dan laba margin
1 ABDA 2014 1.219.660.251 1.027.048.299 1,19
2015 1.222.400.733 1.116.186.793 1,10
2016 1.232.196.934 1.201.828.061 1,03
2017 1.375.352.652 1.114.920.773 1,23
2018 1.334.408.933 1.056.903.547 1,26
2019 1.253.704.378 909.229.441 1,38
2 AHAP 2014 123.185.484.343 257.900.946.781 0,48
2015 185.992.529.264 244.321.630.923 0,76
2016 192.628.214.623 216.921.997.902 0,89
2017 200.543.863.001 170.517.416.213 1,18
2018 263.872.169.783 138.709.796.359 1,90
2019 148.924.854.503 107.284.306.329 1,39
3 AMAG 2014 1.034.335.215 453.438.739 2,28
2015 1.508.526.723 598.673.561 2,52
2016 1.763.758.503 568.648.873 3,10
2017 1.854.009.404 656.931.285 2,82
2018 1.826.304.984 701.583.367 2,60
2019 1.951.094.614 724.147.256 2,69
4 ASBI 2014 137.620.135.000 131.940.785.000 1,04
2015 160.705.086.000 176.303.360.000 0,91
2016 173.651.622.000 202.273.834.000 0,86
2017 267.548.015.000 226.042.676.000 1,18
2018 281.361.909.000 264.899.142.000 1,06
2019 291.485.498.000 250.804.486.000 1,16
5 ASDM 2014 224.949.711 156.189.939 1,44
2015 246.906.068 159.972.220 1,54
2016 272.236.556 140.094.541 1,94
2017 295.392.424 138.948.653 2,13
2018 301.094.345 143.002.349 2,11
2019 334.102.591 144.510.228 2,31
6 ASJT 2014 154.173.648.511 202.652.531.652 0,76
2015 166.216.485.450 211.075.124.109 0,79
80

2016 183.530.410.923 195.990.812.657 0,94


2017 211.444.436.676 174.285.978.503 1,21
2018 219.625.895.775 183.165.384.062 1,20
2019 209.363.105.330 152.809.529.035 1,37
7 ASMI 2014 201.890.344.019 201.979.681.270 1,00
2015 225.241.558.243 181.766.616.047 1,24
2016 269.632.579.797 147.412.728.798 1,83
2017 454.983.310.890 124.465.270.859 3,66
2018 519.594.297.238 135.633.770.098 3,83
2019 530.294.832.434 175.174.507.884 3,03
8 ASRM 2014 231.162.618.575 542.297.265.071 0,43
2015 274.413.815.021 656.428.802.369 0,42
2016 310.405.692.595 757.389.824.849 0,41
2017 356.280.029.527 801.886.501.389 0,44
2018 405.765.897.323 902.165.344.517 0,45
2019 443.269.221.292 1.177.500.392.010 0,38
9 LPGI 2014 1.322.693.514.845 693.330.241.157 1,91
2015 1.275.724.557.576 851.081.606.373 1,50
2016 1.186.059.890.855 892.655.770.178 1,33
2017 1.071.538.322.010 1.007.324.716.591 1,06
2018 879.819.493.867 1.073.346.324.073 0,82
2019 848.511.733.189 1.091.428.907.952 0,78
10 PANIN 2014 16.502.598.000.000 3.789.277.000.000 4,36
2015 17.748.458.000.000 4.381.855.000.000 4,05
2016 22.537.137.000.000 3.526.034.000.000 6,39
2017 24.373.086.000.000 4.105.637.000.000 5,94
2018 25.725.620.000.000 3.807.680.000.000 6,76
2019 27.833.770.000.000 3.777.587.000.000 7,37
11 VINS 2014 109.085.008.204 4.957.019.910 22,01
2015 164.579.537.109 15.703.483.735 10,48
2016 167.266.283.353 25.913.785.967 6,45
2017 189.901.877.562 32.456.404.708 5,85
2018 179.728.315.478 22.631.554.399 7,94
2019 186.332.264.743 19.077.303.059 9,77
81

3. Variabel Return On Asset

KODE TAHUN
No PERUSAHAAN laba bersih total aktiva ROA
1 ABDA 2014 172.242.006 2.681.037.810 0,064
2015 268.564.704 2.846.759.759 0,094
2016 173.481.650 2.813.838.947 0,062
2017 160.822.141 2.966.605.878 0,054
2018 69.110.393 2.890.427.512 0,024
2019 87.524.342 2.579.654.391 0,034
2 AHAP 2014 22.202.740.050 365.644.332.562 0,061
2015 8.140.389.343 468.591.026.892 0,017
2016 8.197.087.610 443.993.768.572 0,018
2017 -41.421.670.130 419.786.852.337 -0,099
2018 -26.725.997.916 628.464.862.379 -0,043
2019 -115.452.693.865 582.236.244.026 -0,198
3 AMAG 2014 139.964.241 1.651.782.487 0,085
2015 193.750.252 2.627.811.764 0,074
2016 130.306.422 3.436.388.457 0,038
2017 123.189.910 3.886.960.940 0,032
2018 28.246.915 4.280.729.979 0,007
2019 73.060.310 4.626.630.367 0,016
4 ASBI 2014 9.841.575.000 439.681.392.000 0,022
2015 28.199.274.000 494.002.999.000 0,057
2016 15.304.781.000 525.898.830.000 0,029
2017 13.511.398.000 738.102.955.000 0,018
2018 13.936.519.000 874.472.888.000 0,016
2019 8.009.060.000 857.520.585.000 0,009
5 ASDM 2014 37.735.269 1.353.902.235 0,028
2015 44.273.233 1.464.530.018 0,030
2016 39.050.842 1.063.856.088 0,037
2017 40.277.850 1.076.575.416 0,037
2018 38.058.850 965.158.380 0,039
2019 27.839.061 1.158.038.765 0,024
6 ASJT 2014 17.542.531.285 314.846.253.774 0,056
2015 17.813.465.476 390.083.140.109 0,046
82

2016 23.701.257.939 427.049.477.330 0,056


2017 22.671.689.194 446.108.163.202 0,051
2018 25.020.327.176 478.439.333.039 0,052
2019 1.223.750.496 447.670.324.779 0,003
7 ASMI 2014 24.144.689.900 515.520.125.346 0,047
2015 9.171.050.031 559.080.454.850 0,016
2016 41.755.380.041 617.651.155.745 0,068
2017 52.743.811.762 858.490.283.480 0,061
2018 69.900.405.337 969.868.560.976 0,072
2019 9.408.511.340 975.687.462.693 0,010
8 ASRM 2014 58.322.310.738 1.385.987.344.448 0,042
2015 63.903.945.159 1.422.094.069.358 0,045
2016 6.315.068.797 1.434.654.843.880 0,004
2017 60.923.475.809 1.418.524.795.003 0,043
2018 76.592.493.361 1.478.007.061.719 0,052
2019 62.868.440.933 1.548.001.829.554 0,041
9 LPGI 2014 127.987.825.581 2.189.245.744.968 0,058
2015 77.658.202.481 2.228.730.234.130 0,035
2016 83.158.110.807 2.300.958.312.318 0,036
2017 91.874.383.925 2.363.109.344.956 0,039
2018 68.687.123.783 2.485.186.649.117 0,028
2019 80.002.543.527 2.423.706.043.201 0,033
10 PANIN 2014 1.638.318.000.000 22.540.178.000.000 0,073
2015 1.268.496.000.000 23.097.621.000.000 0,055
2016 2.395.155.000.000 27.134.011.000.000 0,088
2017 1.863.488.000.000 28.895.992.000.000 0,064
2018 2.140.377.000.000 30.209.054.000.000 0,071
2019 2.292.573.000.000 32.244.734.000.000 0,071
11 VINS 2014 8.302.617.978 158.172.628.862 0,052
2015 16.972.642.756 210.608.052.893 0,081
2016 7.992.365.154 233.874.624.756 0,034
2017 8.814.778.660 253.642.764.681 0,035
2018 3.947.657.923 262.118.630.829 0,015
2019 21.806.030.031 284.170.955.431 0,077
83

4. Variabel Beban Klaim

KODE TAHUN beban


No PERUSAHAAN beban klaim pendapatan premi klaim
1 ABDA 2014 646.710.844 1.027.048.299 0,63
2015 708.167.525 1.116.186.793 0,63
2016 704.259.192 1.201.828.061 0,59
2017 675.459.086 1.114.920.773 0,61
2018 624.095.256 1.056.903.547 0,59
2019 544.728.800 909.229.441 0,60
2 AHAP 2014 97.471.344.786 257.900.946.781 0,38
2015 107.354.018.258 244.321.630.923 0,44
2016 93.633.917.578 216.921.997.902 0,43
2017 99.774.896.038 170.517.416.213 0,59
2018 106.144.614.595 138.709.796.359 0,77
2019 88.890.214.199 107.284.306.329 0,83
3 AMAG 2014 283.999.435 453.438.739 0,63
2015 327.734.984 598.673.561 0,55
2016 339.558.802 568.648.873 0,60
2017 371.550.058 656.931.285 0,57
2018 367.254.535 701.583.367 0,52
2019 347.967.364 724.147.256 0,48
4 ASBI 2014 40.847.989 131.940.785 0,31
2015 54.405.139 176.303.360 0,31
2016 46.618.453 202.273.834 0,23
2017 54.261.531 226.042.676 0,24
2018 74.463.815 264.899.142 0,28
2019 93.390.960 250.804.486 0,37
5 ASDM 2014 57.795.797 156.189.939 0,37
2015 47.908.096 159.972.220 0,30
2016 47.142.550 140.094.541 0,34
2017 15.739.535 138.948.653 0,11
2018 7.836.807 34.857.381 0,22
2019 33.633.953 144.510.228 0,23
6 ASJT 2014 94.020.923.601 202.652.531.652 0,46
2015 91.051.804.282 211.075.124.109 0,43
2016 81.413.751.047 195.990.812.657 0,42
84

2017 64.835.006.142 174.285.978.503 0,37


2018 67.279.538.767 183.165.384.062 0,37
2019 69.314.259.583 152.809.529.035 0,45
7 ASMI 2014 147.012.848.739 201.979.681.270 0,73
2015 112.066.860.722 181.766.616.047 0,62
2016 73.749.767.301 147.412.728.798 0,50
2017 65.767.298.923 124.465.270.859 0,53
2018 62.423.589.811 135.633.770.098 0,46
2019 89.011.073.118 175.174.507.884 0,51
8 ASRM 2014 241.113.057.099 542.297.265.071 0,44
2015 266.852.820.282 656.428.802.369 0,41
2016 33.197.780.720 757.389.824.849 0,04
2017 364.968.946.444 801.886.501.389 0,46
2018 392.741.141.750 902.165.344.517 0,44
2019 610.882.444.067 1.177.500.392.010 0,52
9 LPGI 2014 505.823.986.537 693.330.241.157 0,73
2015 640.494.980.402 851.081.606.373 0,75
2016 687.982.617.749 892.655.770.178 0,77
2017 765.239.210.992 1.007.324.716.591 0,76
2018 787.427.339.650 1.073.346.324.073 0,73
2019 808.200.176.210 1.091.428.907.952 0,74
10 PANIN 2014 4.077.952.000.000 3.789.277.000.000 1,08
2015 3.724.633.000.000 4.381.855.000.000 0,85
2016 3.335.428.000.000 3.526.034.000.000 0,95
2017 3.915.770.000.000 4.105.637.000.000 0,95
2018 3.147.661.000.000 3.807.680.000.000 0,83
2019 3.151.553.000.000 3.777.587.000.000 0,83
11 VINS 2014 1.646.576.494 4.957.019.910 0,33
2015 6.942.133.626 15.703.483.735 0,44
2016 16.192.754.754 25.913.785.967 0,62
2017 20.577.154.751 32.456.404.708 0,63
2018 13.254.779.808 22.631.554.399 0,59
2019 10.778.685.917 19.077.303.059 0,57
85

5. Variabel Likuiditas

KODE TAHUN total kekayaan yang


No PERUSAHAAN Jumlah kewajiban diperkenankan likuiditas
1 ABDA 2014 1.462.449.504 2.681.037.810 0,55
2015 1.625.205.582 2.846.759.759 0,57
2016 1.582.165.362 2.813.838.947 0,56
2017 1.591.479.311 2.966.605.878 0,54
2018 1.556.041.961 2.890.427.512 0,54
2019 1.325.948.582 2.579.654.391 0,51
2 AHAP 2014 242.458.848.219 365.644.332.562 0,66
2015 282.598.497.628 468.591.026.892 0,60
2016 251.365.553.949 443.993.768.572 0,57
2017 219.242.989.336 419.786.852.337 0,52
2018 364.592.692.596 628.464.862.379 0,58
2019 433.311.389.523 582.236.244.026 0,74
3 AMAG 2014 1.137.891.235 1.651.782.487 0,69
2015 1.119.285.041 2.627.811.764 0,43
2016 1.672.629.954 3.436.388.457 0,49
2017 2.032.951.536 3.886.960.940 0,52
2018 2.454.424.995 4.280.729.979 0,57
2019 2.675.535.753 4.626.630.367 0,58
4 ASBI 2014 302.061.257.000 439.681.392.000 0,69
2015 333.297.913.000 494.002.999.000 0,67
2016 352.247.208.000 525.898.830.000 0,67
2017 471.554.940.000 738.102.955.000 0,64
2018 593.110.979.000 874.472.888.000 0,68
2019 566.035.067.000 857.520.585.000 0,66
5 ASDM 2014 1.128.952.524 1.353.902.235 0,83
2015 1.217.623.950 1.464.530.018 0,83
2016 791.619.522 1.063.856.088 0,74
2017 781.182.992 1.076.575.416 0,73
2018 664.062.035 965.158.380 0,69
2019 823.936.164 1.158.038.765 0,71
6 ASJT 2014 162.581.210.904 314.846.253.774 0,52
2015 223.866.654.659 390.083.140.109 0,57
86

2016 243.519.066.407 427.049.477.330 0,57


2017 234.663.726.526 446.108.163.202 0,53
2018 258.813.437.264 478.439.333.039 0,54
2019 238.307.219.448 447.670.324.779 0,53
7 ASMI 2014 313.675.997.104 515.520.125.346 0,61
2015 333.838.896.607 559.080.454.850 0,60
2016 348.018.575.948 617.651.155.745 0,56
2017 403.521.972.590 858.490.283.480 0,47
2018 450.272.263.738 969.868.560.976 0,46
2019 445.392.630.259 975.687.462.693 0,46
8 ASRM 2014 1.154.624.725.873 1.385.987.344.448 0,83
2015 1.147.680.454.337 1.422.094.069.358 0,81
2016 1.124.163.800.820 1.434.654.843.880 0,78
2017 1.062.228.874.493 1.418.524.795.003 0,75
2018 1.072.221.723.281 1.478.007.061.719 0,73
2019 1.104.712.550.189 1.548.001.829.554 0,71
9 LPGI 2014 866.552.230.123 2.189.245.744.968 0,40
2015 953.005.676.554 2.228.730.234.130 0,43
2016 1.114.898.421.463 2.300.958.312.318 0,48
2017 1.291.571.022.946 2.363.109.344.956 0,55
2018 1.605.367.155.250 2.485.186.649.117 0,65
2019 1.575.194.310.012 2.423.706.043.201 0,65
10 PANIN 2014 6.025.834.000.000 22.540.178.000.000 0,27
2015 5.335.076.000.000 23.097.621.000.000 0,23
2016 4.581.633.000.000 27.134.011.000.000 0,17
2017 4.454.982.000.000 28.895.992.000.000 0,15
2018 4.420.614.000.000 30.209.054.000.000 0,15
2019 4.354.591.000.000 32.244.734.000.000 0,14
11 VINS 2014 49.087.620.658 158.172.628.862 0,31
2015 46.028.515.784 210.608.052.893 0,22
2016 66.608.341.403 233.874.624.756 0,28
2017 63.740.887.119 253.642.764.681 0,25
2018 82.390.315.351 262.118.630.829 0,31
2019 97.838.690.688 284.170.955.431 0,34
87

6. Variabel Pertumbuhan Premi

KODE TAHUN kenaikan/penurunan premi neto tahun pertumbuhan


No PERUSAHAAN premi neto sebelumnya premi
1 ABDA 2014 -88.224.964 782.341.679 - 0,11
2015 -130.357.498 1.027.048.299 - 0,13
2016 68.519.201 1.116.186.793 0,06
2017 -12.699.340 1.201.828.061 - 0,01
2018 65.695.943 1.114.920.773 0,06
2019 182.300.810 1.056.903.547 0,17
2 AHAP 2014 -18.198.679.417 222.399.423.176 - 0,08
2015 8.622.079.461 257.900.946.781 0,03
2016 578.309.339 244.321.630.923 0,00
2017 -5.836.131.332 216.921.997.902 - 0,03
2018 -1.269.370.699 170.517.416.213 - 0,01
2019 -16.015.585.806 138.709.796.359 - 0,12
3 AMAG 2014 -26.167.709 409.127.386 - 0,06
2015 14.848.769 453.438.739 0,03
2016 -1.188.500 598.673.561 - 0,00
2017 -40.014.527 568.648.873 - 0,07
2018 -54.520.905 656.931.285 - 0,08
2019 -39.598.699 701.583.367 - 0,06
4 ASBI 2014 -10.551.590.000 149.939.993.000 - 0,07
2015 -99.012.900.000 131.940.785.000 - 0,75
2016 -16.003.103.000 176.303.360.000 - 0,09
2017 -22.171.348.000 202.273.834.000 - 0,11
2018 -168.957.963.000 226.042.676.000 - 0,75
2019 -204.377.447.000 264.899.142.000 - 0,77
5 ASDM 2014 -45.007.715 143.962.488 - 0,31
2015 29.326.416 156.189.939 0,19
2016 11.531.535 159.972.220 0,07
2017 -52.465.750 140.094.541 - 0,37
2018 -12.210.063 138.948.653 - 0,09
2019 -7.695.894 143.002.349 - 0,05
6 ASJT 2014 -12.056.710.033 233.138.491.099 - 0,05
2015 -4.231.863.115 202.652.531.652 - 0,02
88

2016 7.851.700.023 211.075.124.109 0,04


2017 -2.677.017.717 195.990.812.657 - 0,01
2018 3.809.969.787 174.285.978.503 0,02
2019 13.431.414.538 183.165.384.062 0,07
7 ASMI 2014 -1.582.265.853 161.284.009.198 - 0,01
2015 -3.859.475.896 201.979.681.270 - 0,02
2016 22.018.778.746 181.766.616.047 0,12
2017 -23.742.031.254 147.412.728.798 - 0,16
2018 -16.886.749.529 124.465.270.859 - 0,14
2019 602.688.796 135.633.770.098 0,00
8 ASRM 2014 -59.952.823.709 375.835.099.634 - 0,16
2015 15.296.273.210 542.297.265.071 0,03
2016 -1.619.258.036 656.428.802.369 - 0,00
2017 17.356.195.071 757.389.824.849 0,02
2018 -34.536.641.426 801.886.501.389 - 0,04
2019 -12.368.654.702 902.165.344.517 - 0,01
9 LPGI 2014 -69.585.131.266 573.670.851.440 - 0,12
2015 -4.764.723.946 693.330.241.157 - 0,01
2016 -52.184.738.340 851.081.606.373 - 0,06
2017 -31.259.577.417 892.655.770.178 - 0,04
2018 -61.612.518.295 1.007.324.716.591 - 0,06
2019 14.860.424.927 1.073.346.324.073 0,01
10 PANIN 2014 -51.990.000.000 3.400.132.000.000 - 0,02
2015 122.150.000.000 3.789.277.000.000 0,03
2016 -26.150.000.000 4.381.855.000.000 - 0,01
2017 -4.312.000.000 3.526.034.000.000 - 0,00
2018 -5.725.000.000 4.105.637.000.000 - 0,00
2019 -4.978.000.000 3.807.680.000.000 - 0,00
11 VINS 2014 -7.336.564.577 1.173.701.644 - 6,25
2015 -1.259.649.641 4.957.019.910 - 0,25
2016 -8.458.233.815 15.703.483.735 - 0,54
2017 3.310.328.634 25.913.785.967 0,13
2018 6.270.506.832 32.456.404.708 0,19
2019 -326.897.665 22.631.554.399 - 0,01
89

LAMPIRAN 4 STATISTIK DESKRIPTIF


Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic
Log_X1 66 -.42 1.34 .2313 .38631
ROA 66 -.20 .09 .0363 .04187
Log_X3 66 -1.36 .03 -.3178 .22045
Log_X4 66 -.87 -.08 -.2992 .18975
PP 66 -6.25 .19 -.1641 .78415
Y 66 0 1 .29 .456

LAMPIRAN 5 UJI MULTIKOLINEARITAS

Coefficientsa

Standardize
Unstandardized d
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) -.183 .139 -1.316 .193

Log_X1 .059 .180 .050 .325 .746 .329 3.040

ROA 2.062 1.024 .189 2.015 .048 .869 1.150

Log_X3 .113 .218 .055 .520 .605 .691 1.448

Log_X4 -1.369 .395 -.569 -3.469 .001 .285 3.514

PP -.055 .057 -.095 -.966 .338 .791 1.264

a. Dependent Variable: Y

LAMPIRAN 6 UJI KELAYAKAN MODEL

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 1.754 7 .972
90

LAMPIRAN 7 UJI KOEFISIEN DETERMINASI

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square

1 30.212a .524 .750

a. Estimation terminated at iteration number 8 because


parameter estimates changed by less than .001.

LAMPIRAN 8 UJI KELAYAKAN KESELURUHAN MODEL BLOCK


NUMBER 0

Iteration Historya,b,c

Coefficients

Iteration -2 Log likelihood Constant

Step 0 1 79.277 -.848

2 79.232 -.905

3 79.232 -.906

a. Constant is included in the model.


b. Initial -2 Log Likelihood: 79.232
c. Estimation terminated at iteration number 3
because parameter estimates changed by less than
.001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 49.020 5 .000

Block 49.020 5 .000

Model 49.020 5 .000


91

LAMPIRAN 9 UJI KELAYAKAN KESELURUHAN MODEL BLOCK


NUMBER 1

Iteration Historya,b,c,d

Coefficients

Iteration -2 Log likelihood Constant Log_X1 ROA Log_X3 Log_X4 PP

Step 1 1 44.742 -2.733 .234 8.250 .454 -5.476 -.221

2 35.502 -4.450 -.094 24.485 1.018 -8.921 -.356

3 31.436 -6.736 -.911 45.562 1.055 -13.585 -.433

4 30.334 -8.643 -1.749 60.092 1.239 -18.104 -.442

5 30.214 -9.432 -2.120 66.200 1.525 -20.126 -.439

6 30.212 -9.540 -2.169 67.074 1.581 -20.408 -.440

7 30.212 -9.542 -2.170 67.090 1.582 -20.413 -.440

8 30.212 -9.542 -2.170 67.090 1.582 -20.413 -.440

a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 79.232
d. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than .001.

LAMPIRAN 10 HASIL UJI REGRESI LOGISTIK


Variables in the Equation

95% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step Log_X1 -2.170 2.491 .759 1 .384 .114 .001 15.063


1a ROA 13698269021734
67.090 27.741 5.849 1 .016 66700000000000 333526.066 5.626E+52
00.000

Log_X3 1.582 4.852 .106 1 .744 4.866 .000 65643.254

Log_X4 -20.413 9.168 4.957 1 .026 .000 .000 .087

PP -.440 .955 .212 1 .645 .644 .099 4.190

Constant -9.542 3.721 6.577 1 .010 .000

a. Variable(s) entered on step 1: Log_X1, ROA, Log_X3, Log_X4, PP.


92

LAMPIRAN 11 MATRIKS KLASIFIKASI

Classification Tablea

Predicted

Y Percentage
Observed 0 1 Correct
Step 1 Y 0 45 2 95.7

1 6 13 68.4

Overall Percentage 87.9

a. The cut value is .500

Anda mungkin juga menyukai