SKRIPSI
Oleh
SKRIPSI
Oleh
Tim Penguji
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki, defenisi
ini menunjukkan bahwa bising itu sangat subjektif, tergantung dari masing-masing
individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa
gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunisasi,
gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh
terhadap perilaku pemukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas
sehari-hari. Saat ini kebisingan telah menjadi masalah yang banyak di hadapi penduduk.
Untuk kegiatan pembangunan secara fisik seperti sarana transportasi harus dikendalikan
tingkat kebisingannya sehingga tidak melampaui batas.
Penelitian ini dilakukan di Kota Pematang Siantar yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan tingkat pemaparan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pengemudi
becak mesin di Kota Pematang Siantar .
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Adapun
variabel yang diukur adalah tingkat pemasaran kebisingan dan gangguan pendengaran.
Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan Sound Level Meter, pengukuran ketulian
dengan menggunakan alat Audiometri dan pengukuran tinnitus dan vertigo dengan
menggunakan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pengemudi becak yang berjumlah 57 orang dan pengambilan sample dengan
menggunakan rumus Lemeshow.
Hasil penelitian menunjukkan hanya 15 responden yang berada diatas ambang
bising menyatakan mengalami ketulian, sebanyak 27 responden menyatakan tidak
mengalami ketulian. hanya 12 responden yang berada diatas ambang bising menyatakan
mengalami tinitus, sedangkan sebanyak 30 responden menyatakan tidak mengalami tinitus.
Dan 18 responden yang berada diatas ambang bising menyatakan mengalami vertigo,
sebanyak 24 responden menyatakan tidak mengalami vertigo. Hasil analisis yang lain
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kebisinga dengan terjadinya
ketulian (p=0,001), tinnitus (p=0,000) dan vertigo (p=0,011).
Berdasarkan hasil penelitian disarankan diharapkan kepada pengemudi becak untuk
mengurangi kebisingan dengan cara mengganti motor dengan sepeda motor yang tidak
mengakibatkan polusi udara, penggunaan APD yang dapat mengurangi tingkat paparan
kebisingan pada telinga, apabila terpapar kebisingan yang sangat tinggi sebaiknya
pengendara becak melakukan istirahat beberapa saat ditempat yang intensitas suara rendah
(tidak bising) untuk menormalkan fungsi pendengaran (telinga), diharapkan kepada instansi
terkait seperti dinas Kesehatan, DLLAJ dan instansi terkait lainnya melakukan penyuluhan
kepada pengemudi becak tentang pengaruh kebisingan dan cara pengendaliannya.
Noise is the sound or noise that disturbs or is not desired, this definition shows that the
noise is very subjective, depending on each individual, time and place of occurrence of
noise. Special influence in the form of hearing loss due to noise, interruptions of pregnancy,
infant growth, impaired communication are, the disturbance of rest, sleep disturbances,
psikofisiologis, mental disorders, performance, influence on settlement behavior,
inconvenience, and disruption of daily activities. Current noise has become a problem that
many people face. For physical development activities such as transportation facilities must
be controlled so that noise levels do not exceed the limits.
This research was conducted in the city Pematang Siantar which aims to find out the
correlation between noise exposure with hearing loss in rickshaw driver in the city of
Pematang Siantar machine.
Type a descriptive study with quantitative approach. The variables measured is the
level of marketing noise and hearing loss. Measurement of noise levels using a Sound
Level Meter, measurement of hearing loss by using audiometry and measurement of
tinnitus and vertigo with the use of interviews using a questionnaire. The population in this
study are all pedicab drivers who numbered 57 people and taking sample using the formula
Lemeshow.
Results showed that 15 respondents who were above the noise threshold states
experiencing deafness, as many as 27 respondents said no experience of deafness. only 12
respondents who were above the noise threshold states experiencing tinnitus, while as many
as 30 respondents said not having tinnitus. And 18 respondents who were above the noise
threshold states experienced vertigo, a total of 24 respondents said not experience vertigo.
The result of another analysis showed a significant correlation between the occurrence of
deafness kebisinga level (p = 0.001), tinnitus (p = 0.000) and vertigo (p = 0.011).
Based on this research are expected to cycle rickshaw is recommended to reduce
noise by replacing the motor with a motorcycle that does not cause air pollution, use of PPE
that can reduce noise exposure level of the ears, when exposed to very high noise pedicab
driver should do some time resting place of the low-intensity sound (no noise) to normalize
the function of hearing (ears), is expected to relevant agencies such as health services,
DLLAJ and other relevant agencies to educate about the effect of pedicab drivers and how
to control noise.
Riwayat Pendidikan
Tahun 1991-1993 : TK Melati Pematang Siantar
Tahun 1993-1999 : SD Negeri 091250 Marihat Ulu
Tahun 1999-2001 : SMP Swasta Sultan Agung Pematang Siantar
Tahun 2001-2004 : SMA Negeri I Dolok Batu Nanggar
Tahun 2004- Sekarang : FKM USU
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat kasih dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Tingkat
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dibuat untuk dapat menyelesaikan
kekurangan dan masih sangat jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan dari berbagai
hal. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang
Selama proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak
mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
2. Ir. Indra Cahaya, MSi selaku ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas
3. dr. Devi Nuraini Santi, Mkes selaku Dosen Pembimbing skripsi I yang telah
ini.
Utara.
7. Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Iskandar, Ibunda Hartini
dan Adikku tersayang Winda Lesmana yang telah banyak memberikan doa,
perkuliahan ini.
Fitri, Zie Zie, Marila Sari yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam
9. Adik-adik Kelasku yang telah banyak membantu Sylvia Azhari, Gabriella Septiani,
10. Terkhusus buat Musrijal yang telah banyak membantu dan memberi masukan dan
yang telah penulis terima selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan
berkat dan rahmatNya bagi kita semua. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Masyarakat
Halaman Persetujuan
Abstrak ....................................................................................................................... i
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................................. iii
Kata Pengantar ............................................................................................................ iv
Daftar Isi..................................................................................................................... vii
Daftar Tabel ................................................................................................................ x
Daftar Lampiran.......................................................................................................... xi
BAB V PEMBAHASAN....................................................................................... 42
5.1. Karakteristik Responden ..................................................................... 42
5.2. Gangguan Pendengaran pada Pengemudi Becak.................................. 43
5.3. Tingkat Pemaparan Kebisingan ........................................................... 44
5.4. Upaya Mengurangi Kebisingan Becak Mesin ...................................... 45
5.5. Hubungan Tingkat Pemaparan Kebisingan dengan Gangguan
Pendengaran ...................................................................................... 45
5.5.1. Ketulian .................................................................................. 45
5.5.2. Tinitus ..................................................................................... 46
5.5.3. Vertigo .................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA
KUESIONER PENELITIAN
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Tabel 2.1. Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan .................... 12
Tabel 4.1. Luas daerah, Jumlah Kepala keluarga, Rata-rata jiwa dan Kepadatan Penduduk
diperinci menurut kecamatan di Kota Pematang Siantar
tahun 2010 ............................................................................................ 35
Tabel 4.2. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan Kota Pematang
Siantar tahun 2007 ................................................................................ 35
Tabel 4.3. Distribusi responden menurut identitas responden pengemudi
becak mesin di Kota Pematang Siantar
Tahun 2010........................................................................................... 36
Tabel 4.4. Gangguan pendengaran pada responden pengemudi
becak mesin di Kota Pematang Siantar
Tahun 2010........................................................................................... 37
Tabel 4.5. Gangguan Akibat Bising pada Responden pengemudi
becak mesin di Kota Pematang Siantar
Tahun 2010........................................................................................... 39
Tabel 4.6 Tingkat Pemaparan Kebisingan yang diterima responden
pengemudi becak mesin di Kota Pematang Siantar
Tahun 2010........................................................................................... 39
Tabel 4.7. Penggunaan APD pada Responden pengemudi
becak mesin di Kota Pematang Siantar
Tahun 2010........................................................................................... 40
Tabel 4.8. Alasan tidak menggunakan APD pada Responden
pengemudi becak mesin di Kota Pematang Siantar
Tahun 2010........................................................................................... 40
Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Pemaparan Kebisingan dengan Ketulian
Pada Pengemudi Becak Mesin Tahun 2010 ........................................... 41
Tabel 4.10.Hubungan Tingkat Pemaparan Kebisingan dengan Tinitus
Pada Pengemudi Becak Mesin Tahun 2010 ........................................... 41
Tabel 4.11. Hubungan Tingkat Pemaparan Kebisingan dengan vertigo
Pada Pengemudi Becak Mesin Tahun 2010 ........................................... 42
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki, defenisi
ini menunjukkan bahwa bising itu sangat subjektif, tergantung dari masing-masing
individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa
gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunisasi,
gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh
terhadap perilaku pemukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas
sehari-hari. Saat ini kebisingan telah menjadi masalah yang banyak di hadapi penduduk.
Untuk kegiatan pembangunan secara fisik seperti sarana transportasi harus dikendalikan
tingkat kebisingannya sehingga tidak melampaui batas.
Penelitian ini dilakukan di Kota Pematang Siantar yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan tingkat pemaparan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pengemudi
becak mesin di Kota Pematang Siantar .
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Adapun
variabel yang diukur adalah tingkat pemasaran kebisingan dan gangguan pendengaran.
Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan Sound Level Meter, pengukuran ketulian
dengan menggunakan alat Audiometri dan pengukuran tinnitus dan vertigo dengan
menggunakan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pengemudi becak yang berjumlah 57 orang dan pengambilan sample dengan
menggunakan rumus Lemeshow.
Hasil penelitian menunjukkan hanya 15 responden yang berada diatas ambang
bising menyatakan mengalami ketulian, sebanyak 27 responden menyatakan tidak
mengalami ketulian. hanya 12 responden yang berada diatas ambang bising menyatakan
mengalami tinitus, sedangkan sebanyak 30 responden menyatakan tidak mengalami tinitus.
Dan 18 responden yang berada diatas ambang bising menyatakan mengalami vertigo,
sebanyak 24 responden menyatakan tidak mengalami vertigo. Hasil analisis yang lain
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kebisinga dengan terjadinya
ketulian (p=0,001), tinnitus (p=0,000) dan vertigo (p=0,011).
Berdasarkan hasil penelitian disarankan diharapkan kepada pengemudi becak untuk
mengurangi kebisingan dengan cara mengganti motor dengan sepeda motor yang tidak
mengakibatkan polusi udara, penggunaan APD yang dapat mengurangi tingkat paparan
kebisingan pada telinga, apabila terpapar kebisingan yang sangat tinggi sebaiknya
pengendara becak melakukan istirahat beberapa saat ditempat yang intensitas suara rendah
(tidak bising) untuk menormalkan fungsi pendengaran (telinga), diharapkan kepada instansi
terkait seperti dinas Kesehatan, DLLAJ dan instansi terkait lainnya melakukan penyuluhan
kepada pengemudi becak tentang pengaruh kebisingan dan cara pengendaliannya.
Noise is the sound or noise that disturbs or is not desired, this definition shows that the
noise is very subjective, depending on each individual, time and place of occurrence of
noise. Special influence in the form of hearing loss due to noise, interruptions of pregnancy,
infant growth, impaired communication are, the disturbance of rest, sleep disturbances,
psikofisiologis, mental disorders, performance, influence on settlement behavior,
inconvenience, and disruption of daily activities. Current noise has become a problem that
many people face. For physical development activities such as transportation facilities must
be controlled so that noise levels do not exceed the limits.
This research was conducted in the city Pematang Siantar which aims to find out the
correlation between noise exposure with hearing loss in rickshaw driver in the city of
Pematang Siantar machine.
Type a descriptive study with quantitative approach. The variables measured is the
level of marketing noise and hearing loss. Measurement of noise levels using a Sound
Level Meter, measurement of hearing loss by using audiometry and measurement of
tinnitus and vertigo with the use of interviews using a questionnaire. The population in this
study are all pedicab drivers who numbered 57 people and taking sample using the formula
Lemeshow.
Results showed that 15 respondents who were above the noise threshold states
experiencing deafness, as many as 27 respondents said no experience of deafness. only 12
respondents who were above the noise threshold states experiencing tinnitus, while as many
as 30 respondents said not having tinnitus. And 18 respondents who were above the noise
threshold states experienced vertigo, a total of 24 respondents said not experience vertigo.
The result of another analysis showed a significant correlation between the occurrence of
deafness kebisinga level (p = 0.001), tinnitus (p = 0.000) and vertigo (p = 0.011).
Based on this research are expected to cycle rickshaw is recommended to reduce
noise by replacing the motor with a motorcycle that does not cause air pollution, use of PPE
that can reduce noise exposure level of the ears, when exposed to very high noise pedicab
driver should do some time resting place of the low-intensity sound (no noise) to normalize
the function of hearing (ears), is expected to relevant agencies such as health services,
DLLAJ and other relevant agencies to educate about the effect of pedicab drivers and how
to control noise.
manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materi
Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
Menurut teori yang dikemukakan oleh H.L. Blum bahwa status kesehatan sangat
kondusif. Salah satu cara adalah bebas dari polusi, baik polusi udara maupun polusi suara.
Akan tetapi lingkungan yang bebas polusi sangat jarang kita temui pada saat sekarang ini.
transportasi yang pesat dan pertambahan penggunaan mesin-mesin baru, yang lebih besar
dan berkekuatan dimana-mana, bising telah menjadi hasil sampingan yang tidak dapat
diabaikan dari kehidupan kita yang telah dimekanisasi dan merupakan bahaya yang serius
Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap
kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suara medium
yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan suara antara lain oleh
faktor tersebut juga ikut memperngaruhi dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan
(Mansyur, 2003).
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki, defenisi
ini menunjukkan bahwa bising itu sangat subjektif, tergantung dari masing-masing
individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah
mengatasi adanya stress tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisme terhadap
pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat
sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau seseorang secara
nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari (Mansyur, 2003). Cacat
pendengaran akibat kerja (occupational deafness/ noise induced hearing loss) adalah
mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus dilingkungan
besar (Wardhana, 2004). Kebisingan merupakan salah satu faktor penting penyebab
terjadinya stress dalam kehidupan modern (Chandra, 2007). Karena merupakan suatu unsur
lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan hidup.
Untuk kegiatan pembangunan secara fisik seperti sarana transportasi harus dikendalikan
negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan 3 negara
lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang
tertinggi tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan
masalah sosial di tengah masyarakat. Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan
pendengaran dan 75 juta-140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara (Depkes RI, 2004).
Sektor transportasi telah dikenal sebagai salah satu sektor yang sangat berperan
dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Namun sektor ini dikenal pula sebagai
salah satu sektor yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan misalnya udara
(polusi) dan kebisingan mesin alat transportasi seperti mobil, taksi, angkutan kota, sepeda
Becak mesin merupakan salah satu alat transportasi yang banyak terdapat di kota-
kota besar. Suara yang dihasilkan menjadi sumber kebisingan di jalan raya. Selain itu,
berdasarkan hasil penelitian Bangun (2003), bahwa hasil pengukuran tingkat pemaparan
kebisingan becak mesin di Kota Binjai diatas 85 dB sebanyak 24 orang dan tingkat
Salah satu transportasi yang paling banyak diminati oleh masyarakat khususnya
Kota Pematang Siantar adalah becak mesin. Sehingga kota Siantar sering juga dikenal
masyarakat dengan sebutan kota becak mesin. Selain itu juga, hampir seluruh masyarakat
memiliki pekerjaan sebagai pengemudi becak mesin. Becak mesin yang ada di kota Siantar
memiliki bentuk yang unik dari yang lain,sehingga menambah kekhasannya di banding
daerah lainnya.
Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh peneliti, didapat data dari kantor
Dinas Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJ) Kota Pematang Siantar bahwa
banyaknya becak motor yang beroperasi didaerah tersebut adalah 357 unit. Becak motor ini
tersebar di setiap sudut kota Pematang Siantar. Masyarakat kota Pematang Siantar sering
mengeluhkan suara bising becak mesin yang melintas dekat rumah saat mereka istirahat
maupun lokasi tempat mereka beraktifitas. Lokasi pangkalan becak terletak di pinggir-
pinggir jalan raya sehingga tidak ideal karena sekitarnya terdapat sekolah dan kantor yang
Nilai Ambang Batas yang dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran. Sehingga hal
tersebut menjadi dasar bagi peneliti guna mengetahui hubungan tingkat pemaparan
kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pengemudi becak mesin di Kota Pematang
pendengaran pada pengemudi becak mesin di Kota Pematang Siantar Tahun 2010.
yang ditimbulkannya.
2. Bagi Fakultas, sebagai bahan bacaan dan masukan bagi peneliti lain untuk
BAB II
2.1. Bunyi
2.1.1 Defenisi Bunyi
Bunyi atau suara di defenisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari
suara sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan udara (J.F.Gabriel,
1996). Defenisi lain suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran longitudinal
molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu pemadatan dan perenggangan dari molekul-
molekul yang silih berganti, mengenai membran timpani. Pola dari gerakan ini
digambarkan sebagai perubahan-perubahan tekanan pada membran timpani tiap unit waktu
merupakan sederatan gelombang dan gerakan ini dalam lingkungan sekitar kita umumnya
dinamakan gelombang suara. Bunyi merupakan perubahan tekanan dalam udara yang
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh membran
timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang
suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran
meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval
Yang juga disebut cochlea dan berbentuk rumah siput. Cochlea mengandung cairan,
di dalamnya terdapat membran basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut
yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan diteruskan oleh
cairan dalam cochlea, mengantarkan membran basiler. Getaran ini merupakan implus
bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengar (Buchari,
2007).
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
suara atau bunyi yang tidak dikehandaki atau dapat diartikan pula sebebagai suara yang
Bunyi dinyatakan sebagai sensasi pendengaran yang lewat telinga dan timbul karena
penyimpangan tekanan udara. Penyimpangan ini biasanya disebabkan oleh beberapa benda
yang bergetar, misalnya dawai gitar yang dipetik atau garpu tala yang dipukul. Sewaktu
fluktuasi tekana udara ini membentur gendang pendengaran(membran timpani) dari telinga
tersebut. Getaran ini melalui saluran dan proses tertentu akan sampai diotak kita dimana hal
Pada kondisi atau aktifitas tertentu, misalnya saat seseoarang berpindah dari satu
lokasi ke lokasi lain dengan perbedaan tingkat ketinggian lokasi cukup besar dalam waktu
relatif singkat, akan timbul perbedaan tekanan udara antara bagian depan dan belakang
gendang telinga. Akibatnya gendang telinga tidak dapat bergetar secara efisien, dan sudah
Suara bising akan dapat terjadi apabila ada 3 (tiga) hal yaitu : sumber bising,
media/udara, dan penerima. Dari sumber bising, suara akan merambat melalui udara dalam
tidak akan terjadi tanpa adanya media/udara. Pengurangan kebisingan dapat dilakukan
dengan jalan penggunaan isolasi/isolator antara sumber dan penerima (Doelle, 1993).
Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya bekisar
antara 20-20.000Hz dan dengan frekuensi suara sekitar 80 dB (batas aman) (Chandra,
2007). Lebar responden telinga manusia diantara 0 dB-140 dB yang dapat didengar. Dan
batas intensitas suara tertinggi adalah 140 dB dimana untuk mendengarkan suara itu sudah
timbul perasaan sakit pada alat pendengaran (Doelle, 1993). Pajanan terhadap suara atau
bunyi yang melampaui batas aman di atas dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
Kebisingan tetap (steady noise) dibedakan menjadi dua, yaitu : (Tambunan, 2005)
c. Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan
sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi
Kebisingan tidak tetap (non steady noise) dibedakan menjadi tiga, yaitu :
b. Intermitten noise
c. Impulsive noise
telinga) dalam waktu relative singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat
sejenisnya.
Sumber bising adalah suatu hal yang tidak dapat diragukan lagi sebagai asal atau
aktivitas yang menghasilkan suara bising yang merusak pendengaran baik bersifat
sementara ataupun permanen. Sumber bising utama dalam pengendalian bising lingkungan
a. Bising interior, berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga, mesin gudang dan aktifitas
b. Bising luar, bising yang dikategorikan berasal dari aktifitas diluar ruangan seperti
transportasi udara, termasuk bus, mobil, sepeda motor, transportasi air, kereta api dan
pesawat terbang dan bising yang berasal dari industri. Untuk bising transportasi yang
paling penting diketahui bahwa makin besar kendaraan akan semakin keras suara bising
2. Noisemeter, alat ini mengambil suara dalam sebuah mikrofon dan memindahkan
sebagai aliran listrik yang hampir sama dengan kebisingan yang ditangkap.
3. The Equivalent Continous Level, alat ini digunakan untuk menganalisa suatu kebisingan
5. Sound Level Meter, Alat ini digunakan untuk mengukur kebisingan antara 30-130 dB
dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. Sound Level Meter terdiri dari mikrofon, amplifier,
dan sirkuit attenuator dan beberapa alat lain. Sound Level Meter dilengkapi dengan
rentang skala pembobotan yang melingkupi frekuensi suara rendah dan frekuensi suara
tinggi yang masih dapat diterima oleh telinga manusia normal. Sementara itu skala B, C
Pengawasan kebisingan berpedoman pada nilai ambang batas (NAB) seperti pada
Dengan adanya pemaparan 8 jam tiap hari, batas suara yang masih diperbolehkan
adalah 85 dB A.
rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang hari, petang hari dan malam hari. Siang
hari adalah waktu yang digunakan oleh kebanyakan orang untuk bekerja dan berpergian.
Petang hari adalah waktu yang digunakan oleh kebannyakan orang untuk istirahat di rumah
tetapi belum tidur. Malam hari adalah waktu yang digunakan kebanyakan orang untuk
tidur.
Pembagian waktu pagi, siang dan malam hari disesuaikan dengan kegiatan
kehidupan masyarakat setempat. Biasanya pagi hari adalah pukul 06.00 - 09.00, siang hari
adalah pukul 14.00 – 17.00 dan malam hari adalah pukul 17.00 – 22.00 (Kep MENLH No :
Kep-48/MENLH/11/1996).
Mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-
kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti
kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam
sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi bila pemaparan berlangsung
lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekuensi
sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi
pada frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen,
tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi
setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15
audiogram.
setelah istirahat beberapa jam (1-2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang
cukup lama (10-15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ corti sampai
terjadi destruksi total organ corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena
rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan
3000-6000 Hz dan kerusakan alat corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada
frekuensi 4000 Hz (4 K notch). Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi,
sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan
yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyabar ke frekuensi
percakapan (500-2000 Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai
perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada
frekuensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch” yang curam pada
Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara,
yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya
suara bising, dan hal ini disebut dengan “occupational hearing loss” atau kehilangan
Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja
dilingkungan bising selama 10-15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :
dan menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila
sudah menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 Hz dan 3000 Hz) keluhan
akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan
pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih
rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch
bermula pada frekuensi 3000-6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram
menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi
4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian
pembicaraan.
No Gradasi Parameter
1 Norma Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 m)
2 Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
3 Menengah Kesulitan dalam percakapan keras mulai jarak > 1,5 m
2.3.8.1.Ketulian
discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan
kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi,
seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali.
Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan
gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah :
a. Bersifat sensorineural
c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss) derajat
d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang
signifikan.
e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz,
dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz.
f. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000
mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi bicara, gangguan
konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang
terjadi.
2.3.8.2.Tinitus
mendengarkan bunyi tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Keluhan ini dapat berupa bunyi
a. Tinitus obyektif, bila suara tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dengan
b. Tinitus subjektif, bila suara tersebut hanya didengar oleh pasien sendiri, jenis ini
sering terjadi. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif
atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea
Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun implus yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber implus abnormal di dalam tubuh pasien
sendiri.
Implus abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat
terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah, seperti bergemuruh atau nada
tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya
berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis,
dan lain-lain.
merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering
ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada
objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernafas membran timpani
bergerak dan terrjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus
tumour), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga. Pada tuli sensorineural,
biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi (sekitar 4000 Hz). Pada intoksikasi obat seperti
Pada hipertensi endolimfatik seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada
rendah dan tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Ganguan ini disertai
Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien yang stres akibat
saat hamil dapat juga timbul tinitus atau gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya
2.3.8.3.Vertigo
Vertigo atau yang disebut juga dizziness, giddiness, dan lightheadedness adalah
adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala
lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-
olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual
dan kehilangan keseimbangan. Hal ini bisa berlangsung beberapa menit, sampai beberapa
jam, bahkan hari. Penderita vertigo merasa lebih baik jika berbaring diam, namun demikian
serangan vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
1. Pusing
4. Mual
5. Keringat dingin
6. Pucat
7. Muntah
9. Nistagmus
garis besar, vertigo ada dua, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral.
a. Vertigo Perifer
b. Vertigo Sentral
1. Vertigo perifer beronset akut (waktunya singkat atau serangannya cepat terjadi),
sedangkan vertigo sentral beronset kronis atau perlahan (gradual). Dengan kata lain,
neoplasma.
3. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo sentral ringan
hingga sedang.
4. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada vertigo perifer dan
7. Tinitus (telinga berdenging) sering kali menyertai vertigo perifer. Pada vertigo
8. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis umumnya
pada tingkat kebisingan tertentu dan berapa lama pekerja terpapar terhadap kebisingan
a. Gangguan
gangguan bergantung pada jenis dan intensitas suara kebisingan. Pada umumnya
kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi yang terputus-putus atau yang
datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga. Pengaruh kebisingan akan sangat teras apabila
harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan komunikasi semacam itu dapat
Pengaruh pada komunikasi percakapan dapat dipastikan dengan cara mengukur rata-
rata intensitas oktaf-oktaf diantara 600-1200; 1200-1400; dan 2400-4800 Hz. Nilai yang
suara yang bernada tinggi, karena dapat menimbulkan reaksi psikologis dan kelelahan. Pada
mungkin.
d. Reaksi masyarakat
pengaruhnya pasti sangat besar. Masyarakat sekitarpun pasti mengajukan protes dan
Telah diuraikan sebelumnya bahwa lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat
merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau tenaga kerja. Sebaliknya lingkungan
yang higienis disamping tidak menjadi beban tambahan, juga meningkatkan gairah dan
dikeluarkan sumbernya
e. Melindungi ruang tempat manusia atau makhluk lainnya berada dari suara
20-25 dB. Tetapi penggunaan tutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja,
mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya, dan akhirnya mau
Kebisingan - Ketulian
≤ 85 dB - Tinitus
≥ 85 dB - Vertigo
Karekteristik :
- Penggunaan
APD
- Lama bekerja
- Usia
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei deskriptif dengan
populasi seluruh pengemudi becak yang berpangkalan disekitar Jalan Sutomo dan Jalan
Merdeka.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pengemudi becak karena
pengemudi becak yang paling sering terpapar dengan kebisingan yang ditimbulkan oleh
becak. Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow
2,70.0,25(357)
n=
0,01(356) + 2,70.0,25
240,975
n=
3,56 + 0,675
n = 56,90 = 57 responden
Keterangan :
n = Besar Sampel
sampel dari populasi 357 orang didapat sampel penelitian sebanyak 57 responden.
Level Meter.
Diperoleh dari kantor Dinas Lalu Lintas Dan Angkut an Jalan Raya (DLLAJ) Kota
Pematang Siantar dan instansi terkait lainnya serta mengumpulkan literatur / teori yang
b. Sebelum pemeriksaan sampel harus terbebas dari paparan bising selama 8 jam agar
c. Pengenalan nada pada sampel, sampel diminta menekan tombol bila mendengar
nada.
Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz dan 8000 Hz.
e. Responden dikatakan tuli jika responden tidak dapat mendengar pada frekuensi 500
Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz dan 8000 Hz.
normal, kemudian dinaikkan secara bertahap dan diturunkan lagi hingga batas
b. Lakukan navigasi sesuai dengan kebutuhan menu yang diinginkan .Perubahan menu
dilakukan dengan cara menekan tombol tanda panah kearah kanan-kiri ,atas-bawah
e. Karakter Display
g. Kontras ,bahasa
dilanjutkan kemudian.
1. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah pekerja yang memakai alat-alat
pelindung dirinya seperti helm penutup yang sesuai standar seperti helm.
2. Lamanya bekerja adalah jumlah jam kerja pengemudi becak setiap hari dan dalam
penelitian ini khususnya bagi yang telah memiliki masa kerja lebih dari 3 tahun.
3. Usia adalah umur responden saat dilakukan penelitian yang dilihat dari KTP.
a. Kategori baik apabila Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan < 85 dB.
b. Kategori tidak baik apabila Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan > 85 dB.
a. Ketulian adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan pada pendengaran dan
terjadi kerusakan yang diukur dengan Audiometri dengan frekuensi 500 Hz,
1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz dan 8000 Hz.
mendengarkan bunyi tanpa ada rangsang bunyi dari luar (telinga mendenging).
c. Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan
6. Pengukuran dengan Sound Level Meter adalah pencatatan angka yang terbaca di
alat ukur kebisingan (Sound Level Meter), untuk mengetahui berapa tingkat
7. Pengukuran dengan Audiometer adalah pencatatan angka yang terbaca di alat ukur
pengemudi becak.
kebisingan terhadap gangguan pendengaran (ketulian, vertigo, tinitus) yang dirasakan oleh
dengan gangguan pendengaran pada pengemudi becak mesin menggunakan Uji Chi-
Square.
pendengaran.
Ho ditolak apabila sρ < α dengan α = 0,05 yang artinya ada hubungan antara tingkat
Lintang Utara dan 99o 6’ 23”-99o 1’ 10” dengan luas wilayah 79,97 km2 dengan batas-batas
sebagai berikut :
Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Siantar Martoba (40,75
km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Siantar Selatan (2,02
km2). Struktur geologis wilayah ini adalah berada pada ketinggian 0,5-5 meter di atas
4.1.2. Kependudukan
4.1.2.1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Pematang Siantar berdasarkan profil pada tahun 2002 adalah
242.124 jiwa sedangkan pada tahun 2007 adalah 542.124 jiwa dengan demikian dapat
Pada tahun 2007, sektor industri memberikan kontribusi utama pada perekonomian
Kota Pematang Siantar. Sedangkan mata pencarian penduduk kota Pematang Siantar masih
restoran sebesar 23,40% dan sector-sektor jasa lainnya sebesar 12,60%. Sedangkan lainnya
(18,62%) meliputi pengangkutan dan komunikasi, listrik, gas dan air bersih, bangunan,
Tabel 4.1. Luas Daerah, Jumlah Kepala Keluarga, Rata-rata Jiwa dan Kepadatan
Pendudduk diperinci Menurut Kecamatan di Kota Pematang Siantar
Tahun 2007
No Kecamatan Luas Jumlah Jumlah Rata- Kepadatan
Daerah Kelurahan Rumah rata Penduduk
(Ha) Tangga Jiwa/KK
1 Siantar Marihat 25,83 7 6082 6,08 8013
2 Siantar Selatan 2,02 9 11578 11,57 2474
3 Siantar Barat 3,21 8 8114 8,11 1357
4 Selatan Utara 3,65 7 9235 9,25 2096
5 Selatan Timur 4,52 6 6544 6,54 3248
6 Selatan Martoba 40,75 6 4567 5,16 5201
Kotamadya 79,97 43 46121 46,71 22389
Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Pematang Siantar, 2007
Kecamatan yang memiliki luas daerah terluas adalah Selatan Martoba yaitu 40,75
Ha, Jumlah kelurahan terbanyak yaitu Siantar selatan sebanyak 9, Sedangkan jumlah
penduduk terbanyak pada Kecamatan Siantar Marihat sebesar 8013 jiwa. Selanjutnya dapat
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat pendidikan Kota Pematang Siantar
tahun 2007
No Tingkat Pendidikan Jumlah (%)
1 Tingkat tamat SD 20,13%
2 Belum pernah sekolah 4,61%
3 Tamat SD 24,08%
4 SLTP 27,69%
5 SLTA 26,04%
6 Akademi/perguruan tinggi 3,50%
Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Pematang Siantar, 2007
tamatan SLTP sebesar 27,96% dan yang paling sedikit adalah tamatan Akademi/perguruan
yang terbanyak adalah pada umur 30-35 tahun yaitu sebanyak 16 orang (28,1%), sedangkan
responden yang paling sedikit adalah 1,8% pada usia >54 tahun.
Pada tabel diatas juga dapat dilihat sebanyak 43,9% mempunyai masa kerja 3-9
tahun, dan sebanyak 3 responden memiliki masa kerja >30 tahun. Sedangkan untuk jam
kerja responden adalah 35 responden bekerja selama 8 jam dan hanya 3 orang responden
Berdasarkan kondisi knalpot maka dapat diketahui bahwa semua responden yaitu 57
gangguan pendengaran (ketulian, tinnitus, vertigo) pada responden yang dapat dilihat pada
Tabel 4.4. Gangguan Pendengaran pada Responden Pengemudi Becak Mesin di Kota
Pematang siantar tahun 2010
No Keterangan Jumlah (orang) %
1 Pengetahuan responden tentang
hubungan kebisingan dengan
ketulian 27 47,4
Ya 30 52,6
Tidak
Total 57 100,0
2 Mengetahui penyebab ketulian
Ya 49 86,0
Tidak 8 14,0
menyatakan tidak ada hubungan kebisingan terhadap terjadinya ketulian, dan 27 responden
(59,6%) menyatakan tidak ada hubungan kebisingan terhadap vertigo, dan sisanya
vertigo.
Dari kuesioner dapat dilihat adanya gangguan akibat bising pada responden yang
Tabel 4.5. Gangguan Akibat Bising pada Responden Pengemudi Becak Mesin di Kota
Pematang siantar tahun 2010
No Gangguan Akibat Bising Jumlah (orang) %
1 Mengalami Gangguan
pendengaran karena
kebisingan selama
mengemudi becak
Ya 30 52,6
Tidak 27 47,4
Total 57 100,0
2 Gangguan pada alat
pendengaran
Susah mendengar orang lain
Telinga berdengung 25 43,9
Telinga terasa panas 32 56,1
0 0,0
Total 57 100,0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebesar 52,6% responden menyatakan
menyatakan mengalami gangguan pada alat pendengaran berupa telinga berdengung, 43,9%
tingkat kebisingan dengan Nilai Ambang Bising 85 db A sebagai batas yang diperbolehkan
bising dan sisanya sebesar 26,3% berada dibawah nilai ambang bising.
yang tidak Alat Pelindung Diri selama bekerja, seperti pada tabel berikut ini :
Alat pelindung diri (APD) dan hanya 7 orang (12,3%) yang menggunakan Alat pelindung
diri (APD).
Tabel 4.8. Alasan tidak menggunakan Alat pelindung diri (APD) pada Responden
Pengemudi Becak Mesin di Kota Pematang siantar tahun 2010
No Alasan tidak Jumlah (orang) %
menggunakan APD
1 Mengganggu aktivitas 12 19,4
2 Tidak tahu alatnya apa 2 3,2
3 Tidak tahu kegunaannya 25 40,3
4 Merasa tidak perlu 18 29,0
Total 57 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa yang menjadi alasan responden untuk
tidak menggunakan Alat Pelindung Diri adalah karena tidak tahu kegunaan APD yaitu
Analisa statistika untuk menguji apakah ada hubungan antara tingkat kebisingan
dengan gangguan pendengaran pada pengemudi becak mesin di kota Pematang Siantar
dipakai analisa dengan Uji Chi-square dapat di tunjukkan dengan Crosstabs dan didapat
Tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa responden yang berada diatas ambang bising
dan mengalami ketulian yaitu sebanyak 21 orang (36,8%). Dari uji Chi-square yang
dilakukan diperoleh p(0,001)< α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tingkat pemaparan kebisingan dengan ketulian pada pengemudi becak di Kota Pematang
Siantar.
bising dan mengalami tinitus yaitu sebanyak 20 orang (35,1%). Dari uji Chi-square yang
dilakukan diperoleh p(0,000)< α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tingkat pemaparan kebisingan dengan tinitus pada pengemudi becak di Kota Pematang
Siantar.
Tabel 4.11 diatas dapat diketahui bahwa responden yang berada diatas ambang
bising dan mengalami vertigo yaitu sebanyak 24 orang (24,1%). Dari uji Chi-square yang
dilakukan diperoleh p (0,011)< α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tingkat pemaparan kebisingan dengan vertigo pada pengemudi becak di Kota Pematang
Siantar.
Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa usia responden yang terbanyak adalah pada usia
30-35 tahun yaitu sebanyak 16 orang (28,1%), sedangkan responden yang paling sedikit
adalah 1,8 % pada usia >54 tahun. Umumnya responden berada pada usia 30-35 tahun
tahun, dimana usia ini merupakan usia produktif. Usia produktif ini merupakan usia yang
sangat giat untuk bekerja, responden dapat bekerja melebihi waktu yang biasa dilakukan
orang lain. Dan pada usia ini organ atau alat tubuh masih berfungsi secara optimal sehingga
responden dengan usia lebih tua. Umur juga akan mempengaruhi kesehatan, karena organ
atau alat-alat tubuh akan semakin menurun fungsinya apabila umur seseorang semakin tua.
Hal ini sesuai dengan penelitian Eva (2008) yang menyatakan bahwa umur
produktif lebih giat dalam bekerja dibanding umur lainnya. Hal ini terjadi karena fisik
Berdasarkan tabel 4.3. diketahui sebanyak 43,9% mempunyai masa kerja 3-9 tahun,
sedangkan sebanyak 3 responden memiliki masa kerja > 30 tahun. Masa kerja seseorang
akan mempengaaruhi paparan sumber kebisingan . Hal ini sesuai dengan penelitian Arifin
(2007) dimana apabila seseorang memiliki masa kerja yang telah lama maka orang tersebut
akan lebih sering terpapar terhadap sumber pencemaran dibanding orang yang memiliki
masa kerja yang belum lama. Sehingga jika masa kerjanya masih baru maka kemungkinan
lama. Begitu juga dengan pengemudi becak yang memiliki masa kerja lebih dari 3 tahun, ia
akan terkena paparan kebisingan yang cukup lama dibandingkan yang masa kerjanya
dibawah 3 tahun. Sehingga untuk masa kerja lebih 3 tahun resiko gangguan pendengaran
Asumsi peneliti adalah responden yang memiliki masa kerja 3-9 tahun beresiko
terkena gangguan pendengaran yaitu ketulian, tinnitus dan vertigo karena frekuensi terkena
bahwa tidak ada hubungan kebisingan dengan terjadinya ketulian dan sebanyak 27
ketulian. Sedangkan penyebab ketulian, hanya 8 responden (14,0%) yang tidak mengetahui
penyebab ketulian. Hal ini sesuai dengan penelitian Yuri (2007) terhadap 78 pengemudi
becak menyatakan bahwa hanya 12% dari responden yang menyatakan tidak ada hubungan
(64,9%) menyatakan tidak ada hubungan antara kebisingan dengan terjadinya tinnitus dan
sebanyak 34 orang (59,6%) responden menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
kebisingan dengan terjadinnya vertigo. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Andi (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebisingan
dengan terjadinya tinnitus dan vertigo. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
responden berada ditas nilai ambang bising dan hanya 26,3% responden yang berada
waktu yang diperbolehkan maksimal 8 jam. Apabila lebih akan menimbulkan gangguan
pembicaraan, dan gangguan lainnnya. Apabila terkena kebisingan dan lamanya paparan
menurut Effendy (1998) dapat mengakibat hal sebagai berikut : (1) Kehilangan
pendengaran secara tetap (Noise Induce Permanent Threshold= NIPTS) bila terkena rata-
rata tingkat kebisingan >85 dbA selama 8 jam/hari selama beberapa tahun, 2) Pada
kebisinngan 80-90 dbA akan mengalami ketulian 50 % , 3) apabila tingkat kebisingan rata-
rata <80 dbA tak akan ada ketulian, 4) Kebisingan sedang yang terus-menerus tidak akan
hormone adreal yang menyebabkan syaraf pengatur saluran darah, tegangan-tegangan oto,
keluarnya hormone adrenal yang menyebabkan syaraf menjadi tegang dan denyut jantung
meningkat. Hal ini didukung oleh Ida (2008) yang menyatakan bahwa seseorang yang
berada diatas nilai ambang bising secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan pendengaran.
dikurangi misalnya dengan melakukan suara bising dari sumbernya misalnya dengan
modifikasi knalpot, menggunakan alat pelindung telingan atau upaya lain seperti
alat pelindung diri (APD) pada saat bekerja dan hanya 12,3% responden menggunakan alat
pelindung diri (APD) selama bekerja. Salah satu yang menjadi alasan responden tidak
menggunakan alat pelindung diri (APD) yaitu sebanyak 25 responden (40,3%) menyatakan
tidak mengetahui kegunaan alat pelindung diri, 18 responden (29,0%) merasa tidak perlu
menggunakan alat pelindung diri (APD). Dan hanya 2 responden (3,2%) menyatakan tidak
mengetahui alat apa yang akan digunakan sebagai alat pelindung diri (APD).
5.5.1. Ketulian
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi square di dapatkan nilai P = 0,001.
Hal ini menunjukkan pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara pemaparan
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pemaparan kebisingan
Paparan bising merupakan salah satu penyebab ketulian di Indonesia serta negara-
negara manapun, yang kasusnya mencapai 0,4 persen dari total jumlah penduduk. Disini
yang dirasakan tenaga kerja untuk tingkat kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB). Hal ini menunjukan dengan semakin lama masa kerja seseorang maka akan semakin
lama terpapar kebisingan yang pada akhirnya dapat menyebabkan keluhan subyektifitas seperti
akibat kerja. Penyebab adanya keluhan yang dialami pekerja diantaranya yaitu ada sebagian
pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga secara teratur. Artinya dalam
melakukan pekerjaannya terkadang sumbat telinga tersebut terlepas dengan sendirinya atau
5.5.2. Tinnitus
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi square di dapatkan nilai P = 0,000.
Hal ini menunjukkan pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara pemaparan
Dampak Tinnitus hampir sama dengan terjadinya ketulian, dimana tinnitus dapat
Hal itu bisa disebabkan karena masa kerja responden yang lebih 3 tahun, yang
memungkinkan pemaparan yang cukup lama dari sumber kebisingan. Tinnitus merupakan
suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran . Gejala yang ditimbulkan yaitu
telinga berdenging. Orang yang dapat merasakan tinnitus dapat merasakan gejala tersebut
pada saat keadaan hening seperti saat tidur malam hari atau saat berada diruang
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi square di dapatkan nilai P = 0,011.
Hal ini menunjukkan pada α = 5% terdapat hubungan yang signifikan antara pemaparan
Dampak Vertigo hampir sama dengan terjadinya ketulian dimana tinnitus dapat
Hal itu bisa disebabkan karena masa kerja responden yang lebih 3 tahun, yang
memungkinkan pemaparan yang cukup lama dari sumber kebisingan. Sehingga dengan
Selain itu umur juga bias mempengaruhi trejadinya vertigo pada seseorang
6.1. Kesimpulan
1. Umur responden yang terbanyak adalah pada 30-35 tahun yaitu sebanyak 16 orang
(28,1%), Sedangkan responden yang paling sedikit adalah 1,8 % pada usia > 54
tahun. Sebanyak 43,9% responden mempunyai masa kerja 3-9 tahun, sedangkan
bekerja selama 10 jam setiap harinya. Dan 57 orang (100,0) memiliki kondisi
menyatakan bahwa tidak ada hubungan kebisingan dengan terjadinya ketulian dan
ambang batas.
terjadinya ketulian dimana p= 0,001, tinnitus dimana p= 0,000 dan vertigo dimana
p= 0,011.
6.2. Saran
mengganti motor dengan sepeda motor yang tidak mengakibatkan polusi udara .
2. Penggunaan APD yang dapat mengurangi tingkat paparan kebisingan pada telinga.
melakukan istirahat beberapa saat ditempat yang intensitas suara rendah (tidak
4. Diharapkan kepada instansi terkait seperti dinas Kesehatan, DLLAJ dan instansi
Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia 2010. Jakarta
………….., 1995. Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan. Jakarta
Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna. Surabaya
Wijaya, Eva. 2009. Faktor Resiko dilingkungan Kerja. www.okezone.com diakeses tanggal
14 Juni 2010
Yuni, Tri. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kelelahan Pada Tenaga Kerja Industri
Pengolahan Kayu Bruntug Perum Perhutani Semarang Tahun 2006. Skripsi
Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang. Semarang
A. Identitas Responden
6. Nama :
7. Umur :
8. Alamat :
9. Masa Kerja :
10. Jam Kerja/ hari :
11. Kondisi Knalpot :
B. Data Khusus
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
berdengung ) :
b. Tidak
berputar ) :
a. Ya
b. Tidak
mengemudi becak :
a. Ya
b. Tidak
6. Gangguan apa saja yang saudara rasakan pada alat pendengaran saudara :
b. Telinga berdengung
mesin :
a. Ya
b. Tidak
a. Mengganggu aktivitas
a. Mengganggu aktifitas
dengan penumpang :
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah saudara pernah memodifikasi becak agar tidak menimbulkan suara
bising :
a. Pernah
b. Tidak Pernah
a. Mesin
b. Knalpot
a. Pernah
b. Tidak Pernah
14. Bila pernah, bagaimana hasil pemeriksaan pada alat pendengaran anda :
a. Baik
b. Tidak Baik
Frequency Table
K1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 57 100,0 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 22 38,6 38,6 38,6
tidak 35 61,4 61,4 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 57 100,0 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 57 100,0 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18 1 1,8 1,8 1,8
20 4 7,0 7,0 8,8
22 1 1,8 1,8 10,5
23 3 5,3 5,3 15,8
24 1 1,8 1,8 17,5
25 5 8,8 8,8 26,3
26 1 1,8 1,8 28,1
27 1 1,8 1,8 29,8
28 3 5,3 5,3 35,1
29 2 3,5 3,5 38,6
30 6 10,5 10,5 49,1
31 2 3,5 3,5 52,6
32 2 3,5 3,5 56,1
35 6 10,5 10,5 66,7
37 2 3,5 3,5 70,2
38 3 5,3 5,3 75,4
39 2 3,5 3,5 78,9
40 1 1,8 1,8 80,7
41 1 1,8 1,8 82,5
42 1 1,8 1,8 84,2
45 3 5,3 5,3 89,5
47 1 1,8 1,8 91,2
49 2 3,5 3,5 94,7
50 2 3,5 3,5 98,2
55 1 1,8 1,8 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3 6 10,5 10,5 10,5
5 5 8,8 8,8 19,3
6 2 3,5 3,5 22,8
7 4 7,0 7,0 29,8
8 5 8,8 8,8 38,6
9 3 5,3 5,3 43,9
10 7 12,3 12,3 56,1
12 2 3,5 3,5 59,6
13 2 3,5 3,5 63,2
15 5 8,8 8,8 71,9
16 1 1,8 1,8 73,7
17 2 3,5 3,5 77,2
18 3 5,3 5,3 82,5
19 1 1,8 1,8 84,2
20 2 3,5 3,5 87,7
25 2 3,5 3,5 91,2
30 2 3,5 3,5 94,7
33 1 1,8 1,8 96,5
35 2 3,5 3,5 100,0
Total 57 100,0 100,0
Jam kerja/hari
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 8 35 61,4 61,4 61,4
9 12 21,1 21,1 82,5
10 3 5,3 5,3 87,7
12 7 12,3 12,3 100,0
Total 57 100,0 100,0
Kondisi Knalpot
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid standart 57 100,0 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 27 47,4 47,4 47,4
tidak 30 52,6 52,6 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 49 86,0 86,0 86,0
tidak 8 14,0 14,0 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 20 35,1 35,1 35,1
tidak 37 64,9 64,9 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 23 40,4 40,4 40,4
tidak 34 59,6 59,6 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 30 52,6 52,6 52,6
tidak 27 47,4 47,4 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid susah mendengar
25 43,9 43,9 43,9
org lain
telinga berdengung 32 56,1 56,1 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 16 28,1 28,1 28,1
tidak 41 71,9 71,9 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 7 12,3 12,3 12,3
tidak 50 87,7 87,7 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 21 36,8 36,8 36,8
tidak 36 63,2 63,2 100,0
Total 57 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak pernah 57 100,0 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak pernah 57 100,0 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 70 1 1,8 1,8 1,8
74 1 1,8 1,8 3,5
78 4 7,0 7,0 10,5
80 4 7,0 7,0 17,5
83 5 8,8 8,8 26,3
84 1 1,8 1,8 28,1
86 5 8,8 8,8 36,8
87 5 8,8 8,8 45,6
88 4 7,0 7,0 52,6
89 8 14,0 14,0 66,7
90 8 14,0 14,0 80,7
92 8 14,0 14,0 94,7
95 1 1,8 1,8 96,5
97 1 1,8 1,8 98,2
98 1 1,8 1,8 100,0
Total 57 100,0 100,0
Tingkat kebisingan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <85 15 26,3 26,3 26,3
>85 42 73,7 73,7 100,0
Total 57 100,0 100,0
kategori kebisngan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dibawah ambang batas 15 26,3 26,3 26,3
Diatas ambang batas 42 73,7 73,7 100,0
Total 57 100,0 100,0