Anda di halaman 1dari 33

Rahmadya Trias Handayanto

Kategori: Geographic Information System

Membuat Peta Urban dari Satelit


Menganalisa perubahan lahan suatu daerah dari pertanian, hutan, lahan kosong, dan
sejenisnya menjadi pemukiman sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan. Selain itu,
dampak negatif yang muncul akibat perkembangan yang tidak terkendali dapat diantisipasi
dari awal. Peran ahli-ahli di bidang planologi, geografi, dan yang berhubungan dengan
pemetaan wilayah sangat diperlukan.

Salah satu bidang yang diperlukan adalah remote sensing dan geography information
system (RS-GIS). Ilmu ini menyediakan sarana berupa citra satelit baik saat ini maupun di
masa yang lampau. Satelit yang biasa digunakan adalah Landsat, yang disediakan oleh
USGS. Lihat postingan sebelumnya untuk mengetahui bagaimana mengunduh citra satelit
gratis tersebut.

Citra satelit pada bulan dan tahun tertentu yang telah diunduh kemudian diklasifikasi
dengan software tertentu, misalnya IDRISI. Setelah cropping mengikuti study area dengan
proses WINDOW, klasifikasi dengan hard classifier (ISOCLUST) dilakukan hingga
terbentuk klasifikasi seperti gambar di bawah ini.
Yang berwarna merah adalah daerah urban sementara yang kuning adalah non-urban.
Background perlu juga diberi kelas khusus (berwarna hitam). Semua terkonsentrasi di
wilayah Jakarta.

Untuk menganalisa daerah Jabodetabek, perlu dipotong lagi dengan peta jabotabek.
Biasanya GIS tool diperlukan (ArcGIS, ArcView, QGIS, dll). Proses yang diperlukan adalah
RASTER CLIP dengan peta jabodetabek, atau study area tertentu. Memahami bagaimana
menggunakan Geoprocessing tools mutlak diperlukan, termasuk yang terpenting adalah
bagaimana bekerja dengan proyeksi dan koordinat. Jika tidak, maka akan dijumpai banyak
masalah.

Gambar di atas adalah peta urban Jabodetabek tahun 1988 yang lalu. Tampak semua
terkonsentrasi di Jakarta.

Diposkan pada 4 Maret 20174 Maret 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of
Technology, Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan komentar

Problem Erase dan Clip di ArcGIS


Clipping dan Erasing merupakan teknik geoprocessing penting dalam ArcGIS. Fungsi
utamanya adalah menghasilkan peta dengan lebih berfokus pada wilayah tertentu.
Postingan terdahulu (https://rahmadya.com/2015/11/23/fungsi-erase-sebagai-reverse-clip-
di-arcmap/) sudah dibahas bagaimana melakukan proses Erase, atau yang dikenal dengan
inversi dari Clip. Hanya saja beberapa hari yang lalu dijumpai masalah ketika dilakukan
proses Clip atau Erase, tidak ada hasilnya (tidak ada yang berubah, walau tidak ada pesan
error). Ternyata masalah utamanya adalah beda proyeksi antara peta yang mau di-clip
dengan clipper-nya. Walaupun dua peta terbuka dan tampak sinkron ketika dibuka
besamaan di ArcGIS tetapi jika beda proyeksinya (atau salah satunya tidak memiliki
proyeksi) maka tidak dapat dilakukan geoprocessing dengan peta lainnya. Untuk itu
lakukan penyamaan koordinat dengan langkah-langkah di bawah ini.

Pada Arc Catalog, sorot Clipper yang digunakan untuk memotong. Klik kanan dan masuk
ke Properties untuk mengeset suatu shapefile.

Pilih XY Coordinate System untuk menyesuaikan Clipper dengan peta yang akan di-clip.
Salah satu cara termudah adalah dengan memilih koordinat yang sama dengan peta yang
akan di-clip. Pilih layer dan cari peta yang akan diclip pada list yang tersedia. Tidak harus
sama dengan yang di-clip sebenarnya, bisa peta lain yang sama koordinatnya.
Barulah setelah ditekan OK, proses Clip dan Erase dapat dilakukan dengan cara seperti
biasa. Proses Clip terletak di menu Geoprocessing sedangkan erase harus dicari di menu
Search dan masukan kata kunci Erase.

Area merah muda jika ingin dikurangi dengan area biru pada gambar di atas, fungsi yang
digunakan adalah erase. Masalah proyeksi dan koordinat adalah masalah dasar dalam
ArcGIS yang penting dikuasai terlebih dahulu oleh pengguna yang baru belajar GIS.
Selamat mencoba.
Diposkan pada 1 Maret 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,
Geographic Information System, Riset dan Penulisan3 Komentar

Menyamakan Koordinat Raster ArcGIS


dengan IDRISI
Untuk melakukan klasifikasi citra satelit, diperlukan cropping agar mempercepat proses
berdasarkan study area. Pada IDRISI proses cropping menggunakan fasilitas WINDOW.
Proses ini memerlukan area pemotongan yang merupakan peta study area. Karena biasanya
peta study area dibuat dengan ArcGIS maka perlu sinkronisasi ke IDRISI.

Proses konversi study area dari ArcGIS ke IDRISI memerlukan file ASCII. Buka toolbox
Raster to ASCII di ArcGIS dengan men-search. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah
mengeset Environment setelah menginput peta study area dan nama file output-nya.

Setelah menekan Environment, pilih Output Coordinates yang diarahkan ke file satelit
hasil konversi GeoTIFF ke Raster (contohnya b1.rst).
Tunggu beberapa saat setelah menekan OK, hingga ArcGIS menampilkan pesan
berhasilnya proses konversi RST menjadi ASCII. Berikutnya untuk menguji kecocokan
proyeksi, buka IDRISI dan impor file ASCII tersebut.

Perhatikan gambar di bawah ini. Study area sudah sinkron dengan peta satelit (hasil
konversi GeoTIFF ke RST). Sayang tile peta satelit tidak pas ke study area.
Diposkan pada 27 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,
Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan komentar

Membuat File Deskriptor Fragstats (Lanjutan)


Apabila file RST dari IDRISI sudah dikonversi dan kelas sudah diklasifikasi ulang melalui
ArcGIS (lihat postingan terdahulu) maka akan kita coba analisa statistik spasial salah satu
kelasnya. Untuk itu set seluruh kelas pada kolom Enabled –nya menjadi false kecuali salah
satu kelas, misal open.
Buka Fragstats, dan klin “new” untuk memulai model analisa baru. Tambahkan layer yang
berisi file TIF yang sudah diolah sebelumnya.

Selain file TIF, sertakan juga file deskriptornya, file yang merinci kelas-kelas file TIF
tersebut. Ada satu file wajib lainnya yang diminta Fragstats, yaitu similarity. Jika tidak ada,
maka Fragstats menolak untuk me-running. Perhatikan gambar di bawah:
Bobot similarity yang diisikan berkisar dari 0 (sangat berbeda) hingga 1 (mirip). Tabel di
atas menunjukan nilai 1 karena dibandingkan dengan dirinya sendiri. Antara vegetasi
dengan agri pada kasus di atas sangat mirip (0.8). Jangan lupa class_list_literal dan
class_list_numeric diisi sesuai dengan tabel deskriptor. Berikutnya tekan tab Analysis
Parameters.

Tutorial Fragstats merekomendasikan “use 8 cell neighborhood rule”. Silahkan pilih level dari
metrik, jika tidak ada yang dicentang, maka Fragstats tidak akan memproses. Ada pesan
“level metrics” tidak diisi di activity log. Berikutnya adalah mengeset statistik spasial mana
saja yang akan dikalkulasi. Pilih level Lanscape karena di parameter setting, hanya landscape
metrics yang dipilih.

Pilih semua pada bagian “Aggregation“. Ada dua isian yang wajib jika similarity index
diceklis yaitu search radius dan threshold distance. Jika sudah maka model siap dijalankan
dengan menekan simbol run (segitiga hijau).
Prosesnya sekitar dua atau tiga menit. Setelah itu, tekan Result untuk melihat statistik
spasial-nya. Untuk membandingkan beberapa peta (misalnya tahun yang berbeda), teknik
“batch” bisa digunakan. Biasanya yang digunakan adalah PD, LSI, ENN, dan MPS.

Diposkan pada 26 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,


Geographic Information System, Riset dan Penulisan1 Komentar

Konversi dari RST ke TIF pada IDRISI


IDRISI merupakan software yang ampuh untuk mengelola klasifikasi lahan berbasis data
raster (image). Untuk menghitung statistik spasial, biasanya periset memanfaatkan software
Fragstats, yang saat tulisan ini dibuat sudah masuk ke versi 4. Sementara IDRISI
menggunakan file berekstensi *.rst, Fragstats menggunakan jenis file standar geotiff, *.tif.
Oleh karena itu kemampuan untuk mengkonversi RST ke TIF pada IDRISI mutlak
diperlukan. Walaupun ada cara lain, yaitu menggunakan file ASCII, tetapi berdasarkan
postingan terdahulu, agak ribet menyeting saat menambahkan layer ASCII ke model
Fragstats dibanding layer dalam format TIF.

Buka aplikasi IDRISI dan pilih menu FILE – export – Desktop Publishing Format –
GEOTIFF/TIF. Kita akan diminta memasukan file RST yang akan dikonversi menjadi TIF.
Lihat gambar berikut:

Selain memasukan file RST yang akan diubah menjadi TIF, IDRISI juga mewajibkan
menyertakan file PALLETE, yang merupakan penjelasan dari warna klasifikasi. Cara
pembuatan pallete sudah dibahas di postingan terdahulu (search IDRISI di blog ini).

Setelah ditekan OK, maka IDRISI akan membuatkan file TIF yang sepadan dengan file
aslinya (RST). Coba buka ArcGIS dan buka file TIF tersebut. Perhatikan, di sini
klasifikasinya masih kacau, tetapi dengan mengklik kanan – properties – pilih symbology
kita dapat mengklasifikasi kembali dengan baik.
Pilih jumlah kelas sesuai dengan RST. Sesuaikan juga Color Ramp sesuai selera Anda.
Misalnya tampak pada gambar di bawah ini.

Fragstats memerlukan satu file tambahan yakni descriptors.fcd yang fungsinya menjelaskan
kode klasifikasi. Cara mudah membuatnya adalah dengan mengedit file tersebut dari
tutorial yang disediakan oleh Fragstats.
Tinggal dilanjutkan ke Fragstats. Selamat mencoba, semoga sedikit membantu.

Diposkan pada 25 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,


Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan komentar

Membuat File Deskriptor Fragstats


File deskriptor (descriptor.fcd) pada software Fragstats berisi klasifikasi suatu peta raster
(Grid). Klasifikasi pada Fragstats berbeda dengan GIS tool lainnya yang terintegrasi. Pada
Fragstats, klasifikasi disertakan dengan file yang berbeda (berekstensi *.fcd). Untuk melihat
bagaimana struktur pembuatan kelasnya, ada baiknya membuka file *.mxd bawaan tutorial
Fragstats yang dibuka dengan ArcGIS versi 10 ke atas. Jika versi 9 yang digunakan, pilih
yang versi 9 (disediakan pula).
Masukan satu contoh file TIF, misalnya “reg78b.tif” dengan men-drag dari ArcCatalog.
Perhatikan klasifikasi yang diberikan dalam bentuk warna-warni. Warna-warna yang
menggambarkan kelas-kelas Land Use tidak akan dikenali pada Fragstats. Dibutuhkan satu
file tambahan (descriptors.fcd) yang memberikan informasi ke Fragstats mengenai kelas-kelas
yang ada pada “reg78b.tif” tersebut. Jika kita buka tabelnya (klik kanan pada “reg78b.tif”
dan pilih Open Attribute Table) maka tampak kelas dalam bentuk tabel.

Untuk membuat file deskriptor, tabel atribut diperlukan, terutama pada kolom Value yang
menyatakan kelas Land Use. Hanya saja perlu ada penambahan kolom lainnya yaitu, Name,
Enabled, dan IsBackground selain kolom ID itu sendiri (berasal dari Value).

Perhatikan file dekskriptor di atas. Jika pada ArcGIS tidak disertakan nama land use- nya,
pada Fragstats harus disertakan (misalnya: open, resident, water, forest, wetland, dan urban
pada kasus di atas). Untuk membuat file deskriptor dengan contoh raster lainnya akan
dibahas pada postingan berikutnya, masih dengan studi kasus di kota Bekas seperti biasa
(bersambung).

Diposkan pada 24 Februari 201724 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan
komentar

Moving Window Analysis (Tutorial-4


Fragstats)
Jika pada postingan terdahulu (https://rahmadya.com/2017/02/21/analysing-a-single-
grid-fragstats-tutorial2/), satu GRID dicari harga-harga statistik spasial-nya, sekarang kita
mulai melibatkan GIS tool untuk melihat hasil olahnya. Masih diambil dari (Mcgarigal et al.,
2015), tutorial 4 membahas “Moving Window Analysis”. Maksudnya adalah analisa suatu
data GRID (raster) dengan menggunakan jendela persegi dengan ukuran tertentu yang
bergerak ke seluruh lansekap. Silahkan unduh Fragstats di link berikut ini
(http://www.umass.edu/landeco/research/fragstats/fragstats.html) beserta tutorialnya.

Buka Fragstats, buat proyek baru dengan menekan “New”. Setelah itu tambahkan file ASCII
dengan menekan “Add Layer”. Pada tutorial digunakan file TIFF yang merupakan standar
Fragstat, tetapi kita coba dengan ASCII yang bisa digunakan hampir di semua GIS tool.

Jangan lupa memasukan data-data “row coung”, “column”, dst seperti gambar di atas.
Tekan “…” untuk memasukan file yang dituju di tutorial 4 yaitu Reg78b.asc. Tekan “OK”
dan pastikan tidak ada error/pesan kesalahan (lihat Activity Log).

Pada tab “Analysis Parameters” centang “Moving Windows” beserta “class” dan “lanscape”
metrics. Pilih jendela “square” dengan panjang 500 meter (tekan […] terlebih dulu untuk
mengisi nilai square).

Berikut ini adalah langkah penting dimana kita akan menentukan kelas mana yang
dianalisa dengan moving window. Buka descriptors.fcd dengan notepad atau text editor
lainnya. Di sini kita akan sedikit mencoba berbeda dengan tutorial, yaitu kelas Urban yang
akan dianalisa. Caranya adalah mengubah seluruh kelas pada kolom Enabled dengan
“False” sementara Urban tetap dijaga “False“.Masukan file dengan menekan “Browse” di
bagian Analysis Parameters.

Setelah kelas yang akan dianalisa dipilih (Urban), berikutnya adalah memilih metrics yang
tepat. Di sini dianjutkan dengan memilih Area-Weighted Mean (AM) untuk level kelas dan
lansekap (kotak kuning dan biru di Fragstats). AM dikenal juga dengan istilah Correlation
Length.

Coba jalankan model dengan menekan tombol segitiga hijau, tunggu beberapa saat hingga
indikator process berhenti. Perhatikan di Activity Log, output berupa file ASCII dengan
nama reg78b.asc_mw1. Silahkan buka dengan GIS tool, misalnya ArcGIS. Tidak ada result
statistik ketika tombol “Results” ditekan, karena di sini kita membuat peta baru yang berisi
hanya Urban.
Sepertinya agak ribet jika menggunakan ASCII ketika ingin dibuka di ArcGIS. Lebih mudah
menggunakan TIF dan menggunakan toolbox konversi dari TIF ke RST atau sebaliknya.
Selamat mencoba.

Reference

Mcgarigal, K., Cushman, S. and Ene, E., 2015, FRAGSTATS v4: Spatial Pattern Analysis
Program for Categorical and Continuous Maps [Online]. Available at:
http://www.umass.edu/landeco/research/fragstats/fragstats.html
(http://www.umass.edu/landeco/research/fragstats/fragstats.html).

Diposkan pada 23 Februari 201723 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan
komentar

Jenis-jenis Sprawl pada Daerah Urban


Seperti telah dibahas pada postingan terdahulu
(https://rahmadya.com/2017/02/13/analisa-sprawl-dengan-fragstats/), sprawl yang artinya
pembukaan lahan baru perkotaan, berdampak negatif terhadap lingkungan. Mengetahui
perkembangan sprawl suatu wilayah dapat membantu mengurangi dampak negatif
tersebut. Banyak riset yang sudah membahas masalah sprawl pada daerah urban yakni
(Pham and Yamaguchi, 2011; Sun et al., 2013; Yue et al., 2013). Rata-rata software yang
digunakan adalah Fragstats (lihat postingan terdahulu
(https://rahmadya.com/2017/02/14/memulai-fragstats-untuk-analisa-sprawl/)).
Salah satu paper, yakni (Sun et al., 2013), menggunakan empat variabel untuk mendeteksi
tipe-tipe sprawl yakni Patch Density (PD), Landscape Shape Index (LSI), Euclidean Nearest-
Neighbor Distance (ENN), dan Mean Patch Size (MPS). Tipe-tipe sprawl yang dideteksi antara
lain: Infilling, edge-expansion, dan outlying. Definisi dan hubungan variabel dengan tipe
sprawl adalah sebagai berikut:

1. PD merupakan ukuran umum untuk keberagaman suatu lansekap. Nilainya akan rendah
ketika komposisi yang ada terfragment atau tersebar.

2. LSI merupakan ukuran ketidakteraturan dari lansekap. Mirip dengan PD jika suatu kelas
patch mulai bergabung maka nilainya berkurang dibanding ketika masih terpisah.

3. ENN dinyatakan sebagai jarak antar satu kelas patch dengan kelas patch lainnya
berdasarkan jarak sudut dengan sudut lainnya.

4. MPS adalah luas rata-rata tiap patch dalam suatu lansekap.

Hubunga variabel di atas dengan tipe pertumbuhan urban adalah sebagai berikut. Nilai PD
dan LSI yang rendah, tetapi MPS dan ENN yang besar mengindikasikan bahwa tipe
pertumbuhannya adalah outlying. Sementara outlying terus turun karena pertumbuhan
urban yang makin kompak, infilling dan edge-expansion terus meningkat.

Data di atas diambil dari studi kasus di Guangzhou, China. Silahkan baca referensinya di
bawah ini.
Reference

Pham, H.M. and Yamaguchi, Y., 2011. International Journal of Remote Urban growth and
change analysis using remote sensing and spatial metrics from 1975 to 2003 for Hanoi ,
Vietnam. International Journal of Remote Sensing, 32(May 2015), pp.37–41.

Sun, C. et al., 2013. Quantifying different types of urban growth and the change dynamic in
Guangzhou using multi-temporal remote sensing data. International Journal of Applied Earth
Observations and Geoinformation, 21, pp.409–417. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jag.2011.12.012 (http://dx.doi.org/10.1016/j.jag.2011.12.012).

Yue, W., Liu, Y. and Fan, P., 2013. Land Use Policy Measuring urban sprawl and its drivers
in large Chinese cities : The case of Hangzhou. Land Use Policy, 31, pp.358–370. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.landusepol.2012.07.018
(http://dx.doi.org/10.1016/j.landusepol.2012.07.018).

Diposkan pada 22 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,


Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan komentar

Analysing a Single Grid – Fragstats (Tutorial2)


Fragstats telah menyediakan tutorial disertai file-file pendukungnya. Seperti tutorial-
tutorial atau help aplikasi yang berbedar, butuh usaha ekstra untuk mengikutinya, apalagi
dengan bahasa Inggris. Unduh terlebih dahulu file-file pendukungnya di link berikut
(http://www.umass.edu/landeco/research/fragstats/downloads/fragstats_downloads.html).

Tutorial 1 (instalasi dan kompatibilitas dengan GIS tools) tidak terlalu rumit dan mudah
dimengerti, kecuali pengguna GIS tool non-ArcGis (Erdas, QGis, dll). File standar Fragstats
berdasarkan tutorial sepertinya GeoTIFF (ekstensi *.TIF). Sedangkan jika ingin
menggunakan file standar ArcGIS dapat menggunakan ASCII (ekstensi *.asc). Karena
standar ArcGIS untuk data raster (GRID) adalah *.rst, mau ga mau harus dikonversi terlebih
dahulu ke *.asc. Jangan lupa variable environment di control panel terlebih dahulu diset-path
ke C:\Program Files (x86)\ArcGIS\Desktop10.1\bin. Sebab jika tidak dimasukan di variable
environment akan ada pesan error ketika menambah layer grid di model yang akan dibuat.
Note: jangan lupa awali dengan semicolon (;) untuk path yang ditambahkan. Jangan pula
letakan file yang akan dikelola (termasuk tutorial) di My Document karena folder tidak
boleh ada spasi.
Ada sepuluh langkah yang penting ketika menganalisa spatial metrics menurut tutorial 2,
antara lain: 1) membuka Fragstats, 2) Membuat model baru, 3) mengimpor sebuah Grid, 4)
Memasukan sebuah tabel klasifikasi (class descriptors table), 5) Mengeset paramater
tambahan untuk analisa, 6) Memilih metrics, 7) Memasukan tabel-tabel tambahan, 8)
Menyimpan model, 9) Menjalankan model, dan 10) Melihat dan menyimpan hasil.
Kesepuluh langkah dalam tutorial bermaksud menampilkan seluruh statistik spasial dari
data raster, yang tentu saja dalam prakteknya bisa menyesuaikan (tidak harus seluruhnya).
Tabel berikut contoh statistik spasial dari sebuah jurnal internasional.

Hanya empat saja, padahal di Fragstats cukup banyak, terutama di bagian Patch metrics. Ok,
kita coba yang dari tutorial saja, setelah itu kita coba jawab empat variabel di atas (PD, LSI,
ENN, dan MPS).

A. Memasukan Data GRID


Tahap ini ringkasan dari tahap 1 hingga 3 pada tutorial aslinya. Setelah Fragstats dibuka
dan tombol NEW ditekan maka file GRID yang akan dianalisa statistik spasialnya siap
diimpor dengan menekan tombol Add Layer … Pada tutorial, tipe file yang digunakan
adalah GeoTIFF yang merupakan file standar Fragstats. Sebaiknya coba menggunakan
ASCII karena bila bisa menggunakan ASCII maka dipastikan bisa berkomunikasi dengan
GIS tool lainnya seperti ArcGIS atau IDRISI Selva. Tinggal mengkonversi saja dari raster ke
ASCII lewat menu EXPORT di masing-masing GIS tool yang digunakan.

Jangan lupa menekan tipe data dan mengisi parameter-parameternya sebelum tombol OK
ditekan. Angka-angka yang diisikan di atas berdasarkan panduan dari tutorial, sementara
untuk file GRID yang lain tentu saja berbeda. Satuan standar yang digunakan adalah meter.

B. Memasukan Tabel Klasifikasi (Descriptors Table)

Tabel ini berekstensi *.fcd berisi ID, name, Enabled, IsBackground. Isinya menjelaskan file
ASCII yang baru saja diimpor. Tutorial sudah menyediakan file tersebut dan tinggal
mengedit jika ingin digunakan ke file ASCII lainnya.

Enabled ternyata berfungsi untuk men-sortir mana yang akan dianalisa. Misalnya kita akan
menganalisa statistik “resident”, maka yang lain dibuat “false” (hanya “resident” yang
true). Cara memasukan tabel tersebut adalah dengan menekan tombol Browse di area tab
Input Layers lalu arahkan ke file descriptors.fcd.

C. Mengeset Parameter-parameter Tambahan untuk Analisa

Analisa pada Fragstats berupa matrik-matrik. Ada tiga level yaitu Patch, Class, dan
Landscape. Tiap level bisa dipilih apa saja yang akan dianalisa. Untuk uji coba, pilih 8 cell
neighbor rule dan no sampling strategy. Matrik-matrik Patch, Class, dan Landscape
dicentang juga.

D. Mengatur Matrik

Untuk mengeset level matriks, tekan masing-masing level (Patch, Class, dan Landscape) yang
ditunjukan dengan kotak merah, kuning dan biru. Sebagai uji coba, pilih “Select All” di
masing-masing level. Hanya perlu diperhatikan pada bagian Aggregation karena
mencentang proximity index atau similarity index maka harus mengisi radius: isi dengan
angka 500, yang berarti 500 meter. Isi radius itu untuk Patch, Class, maupun Landscape.
Khusus untuk Landscape, jika memilih “select all” maka harus mengisi Diversity tab pada
bagian “The maximum number of classes” yang maksimalnya enam.

E. Mengisi tabel-tabel tambahan

Ada tiga file berkestensi *.fsq yang bisa dijadikan tabel tambahan. Pada Fragstats
disediakan tiga jenis yaitu: Edge depth, Edge contrast, dan Similarity. Agak sulit memahami isi
dari masing-masing tabel itu. Untungnya help pada Fragstat menyertakan penjelasan
masalah itu. Perhatikan tabel edge depth berikut.
Perhatikan matriks yang ada nol-nya. Baris menyatakan kelas yang jadi fokus perhatian,
sementara kolom menyatakan hubungannya dengan kelas lain. Nol berarti tidak memiliki
efek edge terhadap kelas lainnya. Baris keempat adalah forest, memiliki efek edge dengan
kelas lainnya yang besarnya terhadap open, resident, water, wetland dan urba berturut-turut
100, 50, 50, 50, dan 200. Sementara kelas lainnya tidak ada. (Kenapa kelas open tidak 0, 0, 0,
100, 0, 0? Mengingat ada edge efect dengan forest. Siapa tahu pembaca ada yang mengerti,
tolong masukannya di komentar).

F. Menjalankan dan Melihat Hasil

Jalankan model dengan menekan tombol segitiga berwarna hijau (run) dan perhatikan
Activity Log. Terkadang proses berhenti karena ada kesalahan atau ada parameter-
parameter yang tidak/belum diinput. Sebenarnya langkah-langkah di atas tidak perlu
dijalankan jika ingin sekedar mengetahui proses apa yang dilakukan oleh Fragstats. Tinggal
membuka Model yang sudah disediakan tutorial dan mengarahkan layer ke file berada
(lokasi file TIFF/Ascii) lalu di-run, biasanya jalan.
Perhatikan result di atas. Landscape yang merupakan total study area menyebutkan PD dan
LSI sebesar 4.08 dan 6.5225. Mean Patch Size (MPS) dan ENN harus dicari sesuai dengan
istilah di Fragstats, banyak banget istilah-istilah statistik spasial. Begitu saja? Ya, ini kan
statistiknya. Untuk yang moving window, akan dibahas di postingan lain. Selamat
mencoba.

Diposkan pada 21 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,


Geographic Information System, Riset dan Penulisan1 Komentar

Belajar Aplikasi Vertikal (Vertical Application)


Aplikasi (application) banyak macamnya; dari sistem operasi/middleware, hingga software.
Salah satu apllikasi yang sering digunakan oleh mahasiswa adalah vertical application.
Berbeda dengan horizontal application yang ditujukan untuk pengguna umum dengan
tingkat keahlian yang beragam, vertical application ditujukan untuk pengguna khusus yang
terbatas dengan proses bisnis tertentu. Bagi pengguna yang tidak memiliki pemahaman
tertentu terhadap ruang lingkup keilmuan aplikasi vertikal, aplikasi tersebut sepertinya
tidak bermakna. Pengguna, oleh karena itu, perlu belajar terlebih dahulu ilmu yang
mendasarinya.

Untuk mempelajari satu bidang ilmu terkadang butuh beberapa bulan, bahkan tahunan.
Padahal, seorang insinyur informatika perlu secepatnya memahami ilmu yang menyertai
aplikasi vertikal untuk membantu atau bekerjasama dalam suatu tim dengan stakeholder
lain. Untungnya, kebanyakan aplikasi menyediakan dokumentasi yang disediakan dalam
konten help-nya yang sangat bermanfaat bagi pengguna yang kurang begitu memahami
domain dari aplikasi vertikal yang akan digunakan. Fasilitas inilah yang menjadi andalan
untuk mempelajari ilmu dasar aplikasi vertikal. Contoh di bawah ini adalah help pada
aplikasi vertikal tentang ecology landscape yang membantu menganalisa data spasial dari
aspek statistik yang berhubungan dengan ekologi dan lansekap.
Contoh aplikasi vertikal di atas adalah Fragstats (lihat postingan sebelumnya)
(https://rahmadya.com/2017/02/13/analisa-sprawl-dengan-fragstats/) yang bekerja dengan
mode raster (grid/image/ascii). Ketika dibuka dan membuat model analisa baru, akan
muncul pilihan patch metrics, class metrics, dan lanscape metrics. Istilah-istilah tersebut dapat
dipelajari lewat help pada gambar di atas. Aplikasi ini gratis, hanya saja untuk melihat
hasilnya butuh aplikasi lain yang belum tentu gratis, misalnya ArcGis.

Mempelajari ilmu dasar lewat help dapat mempercepat kemampuan dalam penggunaan
suatu aplikasi vertikal walaupun tentu saja, perlu juga membaca literatur-literatur tentang
ilmu yang mendukung aplikasi tersebut. Selamat mencoba aplikasi vertikal yang banyak
tersedia saat ini.

Diposkan pada 20 Februari 201720 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan Penulisan1 Komentar

Memulai Fragstats untuk Analisa Sprawl


Seperti telah dibahas pada postingan sebelumnya
(https://rahmadya.com/2017/02/13/analisa-sprawl-dengan-fragstats/), Fragstats sangat baik
digunakan untuk analisa sprawl (entah apa padanan kata bahasa Indonesia untuk istilah
“sprawl”). Ada baiknya unduh tutorial Fragstats yang disediakan oleh vendornya di link
berikut ini
(http://www.umass.edu/landeco/research/fragstats/downloads/fragstats_downloads.html).
Setelah dicoba ternyata Fragstats membutuhkan GIS tool, misalnya ArcGIS untuk melihat
hasil olah statistik. Gambar di bawah ketika tutorial1 dibuka dengan ArcMap 10.
Kalau dilihat sekilas sepertinya menggunakan format data Grid dengan ekstensi TIF.
Tutorial yang didownload dalam bentuk zip tersebut ternyata disediakan pula file-file
pendukung untuk praktek berupa file *.mxd standar ArcGIS. Masih sedikit video yang
dishare di youtube tentang penggunaan Fragstats. Sempat menemukan, tapi bahasanya
Perancis.

Tutoriel Fragstat (calcul indices et …

Ada juga beberapa yang bagus dan menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantarnya.
Link video di bawah ini cukup baik untuk mengolah data di ArcGIS sebelum diekspor ke
Fragstats untuk dianalisa. Semoga dapat digunakan untuk menghitung Patch Density (PD),
Landscape Shape Index (LSI), Euclidean Nearest-Neighbor Distance (ENN), dan Mean
Patch Size (MPS).
FRAGSTATS - getting started prep…

Diposkan pada 14 Februari 201714 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan Penulisan3 Komentar

Analisa Sprawl dengan FRAGSTATS


Sprawl yang artinya pembukaan lahan baru perkotaan, berdampak negatif terhadap
lingkungan. Jika tidak diawasi maka akibatnya dapat dirasakan hingga generasi yang akan
datang. Sprawl berkaitan dengan perkembangan lahan (land use growth) dimana suatu
kota yang tidak sanggup lagi menampung penambahan kebutuhan lahan dan bergeser ke
wilayah sekitarnya (vicinity). Untuk itu perlu menganalisa Sprawl agar pengambil kebijakan
dapat memprediksi laju Sprawl ini. Salah satu perangkat lunak yang baik dan sering
digunakan oleh peneliti adalah Fragstats. Software ini gratis dan dapat diunduh di situs ini
(http://www.umass.edu/landeco/research/fragstats/downloads/fragstats_downloads.html).
Ukurannya lumayan kecil, hanya 5 Mb.

Software ini kompatible dengan ArcGis versi 10 dengan format Grid. Selain software, vendor
juga menyediakan tutorial lengkap dengan data sample yang akan diolah. Di bawah ini
tampilan awal setelah menginstall perangkat lunak tersebut dan siap digunakan untuk
menganalisa Sprawl. Rencananya akan digunakan di Jabotabek (JMRR), khusus ke arah
barat (Bekasi kota, Bekasi kabupaten, dan Bogor utara).

Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat digunakan untuk menganalisa Sprawl suatu
wilayah. Terlebih dahulu unduh citra satelit USGS yang sudah dijelaskan pada post
sebelumnya (https://rahmadya.com/2016/09/28/download-peta-satelit-landsat/).

Diposkan pada 13 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,


Geographic Information System, Riset dan Penulisan3 Komentar

Validasi Hasil Land Use Prediction


Validasi sangat penting dilakukan untuk mengetahui kinerja model yang sedang kita buat.
Jika model yang tidak/kurang valid maka tidak baik untuk digunakan meramalkan land
use yang akan datang. IDRISI memiliki fungsi VALIDATE untuk menghitung validasi.
Prinsip validasi sangat sederhana yaitu hasil peramalan dibandingkan dengan kenyataan.
Misal image tahun 2000 dan 2010 digunakan untuk meramalkan tahun 2015, maka selain
image tahun 2000 dan 2010, perlu juga disiapkan image tahun 2015.
Dengan mengisi file image hasil prediksi dan image kenyataan di tahun yang sama dengan
tahun prediksi, nilai Kappa dapat diketahui. IDRISI mengikuti riset yang dilakukan oleh
Pontius (2000) dengan beberapa nilai Kappa, antara lain: Kappa for no information (Kno),
Kappa for location (Klocation), Kappa for quantity (Kquantity), Kappa standard
(Kstandard). Selain itu juga nilai: value of perfect information of location (VPIL), dan value
of perfect information of quantity (VPIQ).

Selain dengan Kappa, metode lain untuk mengetahui validasi adalah dengan Relative
Operating Characteristic (ROC). Prinsipnya adalah dengan probabilitas kejadian dengan
nilai boolean yang biasanya ketika prediksi dengan MARKOV. Validasi yang menggunakan
ROC dikenal dengan istilah Area Under ROC (AUC).

Diposkan pada 13 Desember 2016 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,


Geographic Information System, Riset dan Penulisan2 Komentar

Menampilkan Data Geospasial dengan


Matlab
Untuk pertukaran data antara matlab dengan GIS tool bisa dilakukan dengan
menggunakan fungsi shaperead dan shapewrite seperti sudah dijelaskan pada postingan
yang lalu (https://rahmadya.com/2016/04/15/konversi-mat-file-ke-shapefile/). Setelah itu
data hasil olahan Matlab dapat dibuka dengan ArcGIS atau GIS tool lain yang gratis,
misalnya Google Earth (tentu harus dikonversi terlebih dahulu menjadi KMZ, lihat
postingan (https://rahmadya.com/2016/12/04/ekspor-shapefile-ke-kmz-google-earth/)
untuk konversi ke aplikasi ini). Sebenarnya Matlab sendiri memiliki fasilitas untuk
menampilkan peta. Lihat link youtube berikut untuk merepresentasikannya.

Bagi yang memiliki Matlab tapi versi yang lama dan tidak memiliki fasilitas-fasilitas terbaru
dalam menangani data geospasial, beberapa institusi yang sudah mengembangkan sendiri
M-file untuk mengolah data spasial bersedia men-share. Salah satunya adalah situs M_Map:
A Mapping Package for Matlab (https://www.eoas.ubc.ca/~rich/map.html). Silahkan buka
dan pelajari, isinya adalah menampilkan figure yang berisi koordinat geospasial, dengan
tampilan proyeksi, grid dan skala yang sudah terstandar.

Bahkan bagi yang suka mengelola citra satelit, Matlab sudah mampu menampilkan citra
satelit yang memiliki format Red, Green, Blue (RGB). Silahkan pelajari link Youtube berikut
ini bagi yang tertarik dengan pengolahan citra RGB yang bisa juga diterapkan ke bidang
lain selain remote sensing.
An Interactive Tool for Using Land…

Demikian info singkat yang saya sendiri masih dalam tahap penjajagan. Selamat mencoba.

Diposkan pada 9 Desember 20169 Desember 2016 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan Penulisan1 Komentar

Mengimpor Driver LU Change dari ArcGIS


Bagi yang sudah berkecimpung dengan penelitian dengan topik perubahan penggunaan
lahan (Land use – LU) sepertinya tidak asing dengan istilah driver. Driver adalah suatu peta
tematik yang menggambarkan pengaruh suatu kondisi geografis (jarak dengan jalan, pusat
kota, dan lain-lain) terhadap pertumbuhan LU. Ada bermacam-macam kategori: biofisika,
infrastruktur, dan sosial-ekonomis, dan lainnya yang bisa dibaca di buku text tentang tata
kota atau environment. Bisanya software yang digunakan adalah IDRISI yang memiliki
modul Land Change Modeler (LCM). (https://rahmadya.com/2016/10/22/land-change-
modeler-change-analysis/) Akan tetapi untuk membuat driver, mau tidak mau
mengandalkan ArcGIS yang sangat fleksible dan memang ditujukan untuk spatial analysis
yang lebih lanjut.

Salah satu masalah yang dijumpai oleh para pengguna ArcGIS adalah ketika mengekspor
driver tersebut ke IDRISI. Ketika dihubungkan dengan image lain driver tersebut tidak
sinkron. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengandalkan fungsi
PROJECT yang bertugas merubah/mengkonversi proyeksi dan juga menyamakan bidang
kerja suatu image dengan lainnya.

Pertama-tama yang wajib diketahui oleh pengguna citra satelit yang diunduh dari USGS
(lihat cara donwloadnya (https://rahmadya.com/2016/11/15/crop-citra-satelit-dengan-
idrisi/)) adalah proyeksi yang digunakan oleh citra satelit tersebut. Setelah mengimpor TIFF
menjadi RST buka PROJECT dan coba letakkan image yang diimpor tersebut, maka muncul
proyeksinya.
Perhatikan referensi citra satelit yang saya miliki ternyata LATLONG. Biasanya untuk citra
satelit, misalnya jabotabek, menggunakan UTM. Tapi ternyata untuk citra DEM dari SRTM
(lihat post sebelumnya (https://rahmadya.com/2016/11/23/mengunduh-peta-ketinggian-
gratis-dari-shuttle-radar-topography-mission-srtm/)) ternyata proyeksinya LATLONG
(saya juga kurang begitu paham dengan proyeksi ini, mungkin lintang dan bujur seperti
biasa). Di sini proyeksi tersebut akan dikonversi menjadi standar UTM 48S yang saya
gunakan. Oiya, walaupun di ArcGIS sudah diutak-atik menjadi UTM, ternyata tetap harus
diset ke defaultnya (LATLONG), entah mengapa. Jangan lupa menekan Output Reference
Information untuk menyamakan bidang kerja (dari existing file).

Jadi ciri-ciri driver yang sudah siap digunakan adalah selain bentuk visualnya yang sama
dengan ketika diolah di ArcGIS, juga sinkron dengan image lainnya. Caranya buka display
dua buah image, yaitu satu yang sudah terstandar dan satu lagi driver yang baru saja kita
impor dari ArcGIS. Jika keduanya dapat dibuka, dalam satu Composer maka dapat
dipastikan dua image itu sudah klop (lihat dengan cara men-checklist salah satu image).
Jika sudah dirasa klop, maka siap dimasukan ke dalam LCM bersama dengan driver-driver
lainnya. Contoh di atas adalah Digital Elevation Model (DEM) sebagai salah satu driver
perubahan lahan (LU).

Diposkan pada 7 Desember 20167 Desember 2016 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan Penulisan1 Komentar
Rahmadya Trias Handayanto
Tema: Colinear.

Anda mungkin juga menyukai