Salah satu bidang yang diperlukan adalah remote sensing dan geography information
system (RS-GIS). Ilmu ini menyediakan sarana berupa citra satelit baik saat ini maupun di
masa yang lampau. Satelit yang biasa digunakan adalah Landsat, yang disediakan oleh
USGS. Lihat postingan sebelumnya untuk mengetahui bagaimana mengunduh citra satelit
gratis tersebut.
Citra satelit pada bulan dan tahun tertentu yang telah diunduh kemudian diklasifikasi
dengan software tertentu, misalnya IDRISI. Setelah cropping mengikuti study area dengan
proses WINDOW, klasifikasi dengan hard classifier (ISOCLUST) dilakukan hingga
terbentuk klasifikasi seperti gambar di bawah ini.
Yang berwarna merah adalah daerah urban sementara yang kuning adalah non-urban.
Background perlu juga diberi kelas khusus (berwarna hitam). Semua terkonsentrasi di
wilayah Jakarta.
Untuk menganalisa daerah Jabodetabek, perlu dipotong lagi dengan peta jabotabek.
Biasanya GIS tool diperlukan (ArcGIS, ArcView, QGIS, dll). Proses yang diperlukan adalah
RASTER CLIP dengan peta jabodetabek, atau study area tertentu. Memahami bagaimana
menggunakan Geoprocessing tools mutlak diperlukan, termasuk yang terpenting adalah
bagaimana bekerja dengan proyeksi dan koordinat. Jika tidak, maka akan dijumpai banyak
masalah.
Gambar di atas adalah peta urban Jabodetabek tahun 1988 yang lalu. Tampak semua
terkonsentrasi di Jakarta.
Diposkan pada 4 Maret 20174 Maret 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of
Technology, Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan komentar
Pada Arc Catalog, sorot Clipper yang digunakan untuk memotong. Klik kanan dan masuk
ke Properties untuk mengeset suatu shapefile.
Pilih XY Coordinate System untuk menyesuaikan Clipper dengan peta yang akan di-clip.
Salah satu cara termudah adalah dengan memilih koordinat yang sama dengan peta yang
akan di-clip. Pilih layer dan cari peta yang akan diclip pada list yang tersedia. Tidak harus
sama dengan yang di-clip sebenarnya, bisa peta lain yang sama koordinatnya.
Barulah setelah ditekan OK, proses Clip dan Erase dapat dilakukan dengan cara seperti
biasa. Proses Clip terletak di menu Geoprocessing sedangkan erase harus dicari di menu
Search dan masukan kata kunci Erase.
Area merah muda jika ingin dikurangi dengan area biru pada gambar di atas, fungsi yang
digunakan adalah erase. Masalah proyeksi dan koordinat adalah masalah dasar dalam
ArcGIS yang penting dikuasai terlebih dahulu oleh pengguna yang baru belajar GIS.
Selamat mencoba.
Diposkan pada 1 Maret 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,
Geographic Information System, Riset dan Penulisan3 Komentar
Proses konversi study area dari ArcGIS ke IDRISI memerlukan file ASCII. Buka toolbox
Raster to ASCII di ArcGIS dengan men-search. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah
mengeset Environment setelah menginput peta study area dan nama file output-nya.
Setelah menekan Environment, pilih Output Coordinates yang diarahkan ke file satelit
hasil konversi GeoTIFF ke Raster (contohnya b1.rst).
Tunggu beberapa saat setelah menekan OK, hingga ArcGIS menampilkan pesan
berhasilnya proses konversi RST menjadi ASCII. Berikutnya untuk menguji kecocokan
proyeksi, buka IDRISI dan impor file ASCII tersebut.
Perhatikan gambar di bawah ini. Study area sudah sinkron dengan peta satelit (hasil
konversi GeoTIFF ke RST). Sayang tile peta satelit tidak pas ke study area.
Diposkan pada 27 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute of Technology,
Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan komentar
Selain file TIF, sertakan juga file deskriptornya, file yang merinci kelas-kelas file TIF
tersebut. Ada satu file wajib lainnya yang diminta Fragstats, yaitu similarity. Jika tidak ada,
maka Fragstats menolak untuk me-running. Perhatikan gambar di bawah:
Bobot similarity yang diisikan berkisar dari 0 (sangat berbeda) hingga 1 (mirip). Tabel di
atas menunjukan nilai 1 karena dibandingkan dengan dirinya sendiri. Antara vegetasi
dengan agri pada kasus di atas sangat mirip (0.8). Jangan lupa class_list_literal dan
class_list_numeric diisi sesuai dengan tabel deskriptor. Berikutnya tekan tab Analysis
Parameters.
Tutorial Fragstats merekomendasikan “use 8 cell neighborhood rule”. Silahkan pilih level dari
metrik, jika tidak ada yang dicentang, maka Fragstats tidak akan memproses. Ada pesan
“level metrics” tidak diisi di activity log. Berikutnya adalah mengeset statistik spasial mana
saja yang akan dikalkulasi. Pilih level Lanscape karena di parameter setting, hanya landscape
metrics yang dipilih.
Pilih semua pada bagian “Aggregation“. Ada dua isian yang wajib jika similarity index
diceklis yaitu search radius dan threshold distance. Jika sudah maka model siap dijalankan
dengan menekan simbol run (segitiga hijau).
Prosesnya sekitar dua atau tiga menit. Setelah itu, tekan Result untuk melihat statistik
spasial-nya. Untuk membandingkan beberapa peta (misalnya tahun yang berbeda), teknik
“batch” bisa digunakan. Biasanya yang digunakan adalah PD, LSI, ENN, dan MPS.
Buka aplikasi IDRISI dan pilih menu FILE – export – Desktop Publishing Format –
GEOTIFF/TIF. Kita akan diminta memasukan file RST yang akan dikonversi menjadi TIF.
Lihat gambar berikut:
Selain memasukan file RST yang akan diubah menjadi TIF, IDRISI juga mewajibkan
menyertakan file PALLETE, yang merupakan penjelasan dari warna klasifikasi. Cara
pembuatan pallete sudah dibahas di postingan terdahulu (search IDRISI di blog ini).
Setelah ditekan OK, maka IDRISI akan membuatkan file TIF yang sepadan dengan file
aslinya (RST). Coba buka ArcGIS dan buka file TIF tersebut. Perhatikan, di sini
klasifikasinya masih kacau, tetapi dengan mengklik kanan – properties – pilih symbology
kita dapat mengklasifikasi kembali dengan baik.
Pilih jumlah kelas sesuai dengan RST. Sesuaikan juga Color Ramp sesuai selera Anda.
Misalnya tampak pada gambar di bawah ini.
Fragstats memerlukan satu file tambahan yakni descriptors.fcd yang fungsinya menjelaskan
kode klasifikasi. Cara mudah membuatnya adalah dengan mengedit file tersebut dari
tutorial yang disediakan oleh Fragstats.
Tinggal dilanjutkan ke Fragstats. Selamat mencoba, semoga sedikit membantu.
Untuk membuat file deskriptor, tabel atribut diperlukan, terutama pada kolom Value yang
menyatakan kelas Land Use. Hanya saja perlu ada penambahan kolom lainnya yaitu, Name,
Enabled, dan IsBackground selain kolom ID itu sendiri (berasal dari Value).
Perhatikan file dekskriptor di atas. Jika pada ArcGIS tidak disertakan nama land use- nya,
pada Fragstats harus disertakan (misalnya: open, resident, water, forest, wetland, dan urban
pada kasus di atas). Untuk membuat file deskriptor dengan contoh raster lainnya akan
dibahas pada postingan berikutnya, masih dengan studi kasus di kota Bekas seperti biasa
(bersambung).
Diposkan pada 24 Februari 201724 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan
komentar
Buka Fragstats, buat proyek baru dengan menekan “New”. Setelah itu tambahkan file ASCII
dengan menekan “Add Layer”. Pada tutorial digunakan file TIFF yang merupakan standar
Fragstat, tetapi kita coba dengan ASCII yang bisa digunakan hampir di semua GIS tool.
Jangan lupa memasukan data-data “row coung”, “column”, dst seperti gambar di atas.
Tekan “…” untuk memasukan file yang dituju di tutorial 4 yaitu Reg78b.asc. Tekan “OK”
dan pastikan tidak ada error/pesan kesalahan (lihat Activity Log).
Pada tab “Analysis Parameters” centang “Moving Windows” beserta “class” dan “lanscape”
metrics. Pilih jendela “square” dengan panjang 500 meter (tekan […] terlebih dulu untuk
mengisi nilai square).
Berikut ini adalah langkah penting dimana kita akan menentukan kelas mana yang
dianalisa dengan moving window. Buka descriptors.fcd dengan notepad atau text editor
lainnya. Di sini kita akan sedikit mencoba berbeda dengan tutorial, yaitu kelas Urban yang
akan dianalisa. Caranya adalah mengubah seluruh kelas pada kolom Enabled dengan
“False” sementara Urban tetap dijaga “False“.Masukan file dengan menekan “Browse” di
bagian Analysis Parameters.
Setelah kelas yang akan dianalisa dipilih (Urban), berikutnya adalah memilih metrics yang
tepat. Di sini dianjutkan dengan memilih Area-Weighted Mean (AM) untuk level kelas dan
lansekap (kotak kuning dan biru di Fragstats). AM dikenal juga dengan istilah Correlation
Length.
Coba jalankan model dengan menekan tombol segitiga hijau, tunggu beberapa saat hingga
indikator process berhenti. Perhatikan di Activity Log, output berupa file ASCII dengan
nama reg78b.asc_mw1. Silahkan buka dengan GIS tool, misalnya ArcGIS. Tidak ada result
statistik ketika tombol “Results” ditekan, karena di sini kita membuat peta baru yang berisi
hanya Urban.
Sepertinya agak ribet jika menggunakan ASCII ketika ingin dibuka di ArcGIS. Lebih mudah
menggunakan TIF dan menggunakan toolbox konversi dari TIF ke RST atau sebaliknya.
Selamat mencoba.
Reference
Mcgarigal, K., Cushman, S. and Ene, E., 2015, FRAGSTATS v4: Spatial Pattern Analysis
Program for Categorical and Continuous Maps [Online]. Available at:
http://www.umass.edu/landeco/research/fragstats/fragstats.html
(http://www.umass.edu/landeco/research/fragstats/fragstats.html).
Diposkan pada 23 Februari 201723 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan PenulisanTinggalkan
komentar
1. PD merupakan ukuran umum untuk keberagaman suatu lansekap. Nilainya akan rendah
ketika komposisi yang ada terfragment atau tersebar.
2. LSI merupakan ukuran ketidakteraturan dari lansekap. Mirip dengan PD jika suatu kelas
patch mulai bergabung maka nilainya berkurang dibanding ketika masih terpisah.
3. ENN dinyatakan sebagai jarak antar satu kelas patch dengan kelas patch lainnya
berdasarkan jarak sudut dengan sudut lainnya.
Hubunga variabel di atas dengan tipe pertumbuhan urban adalah sebagai berikut. Nilai PD
dan LSI yang rendah, tetapi MPS dan ENN yang besar mengindikasikan bahwa tipe
pertumbuhannya adalah outlying. Sementara outlying terus turun karena pertumbuhan
urban yang makin kompak, infilling dan edge-expansion terus meningkat.
Data di atas diambil dari studi kasus di Guangzhou, China. Silahkan baca referensinya di
bawah ini.
Reference
Pham, H.M. and Yamaguchi, Y., 2011. International Journal of Remote Urban growth and
change analysis using remote sensing and spatial metrics from 1975 to 2003 for Hanoi ,
Vietnam. International Journal of Remote Sensing, 32(May 2015), pp.37–41.
Sun, C. et al., 2013. Quantifying different types of urban growth and the change dynamic in
Guangzhou using multi-temporal remote sensing data. International Journal of Applied Earth
Observations and Geoinformation, 21, pp.409–417. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jag.2011.12.012 (http://dx.doi.org/10.1016/j.jag.2011.12.012).
Yue, W., Liu, Y. and Fan, P., 2013. Land Use Policy Measuring urban sprawl and its drivers
in large Chinese cities : The case of Hangzhou. Land Use Policy, 31, pp.358–370. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.landusepol.2012.07.018
(http://dx.doi.org/10.1016/j.landusepol.2012.07.018).
Tutorial 1 (instalasi dan kompatibilitas dengan GIS tools) tidak terlalu rumit dan mudah
dimengerti, kecuali pengguna GIS tool non-ArcGis (Erdas, QGis, dll). File standar Fragstats
berdasarkan tutorial sepertinya GeoTIFF (ekstensi *.TIF). Sedangkan jika ingin
menggunakan file standar ArcGIS dapat menggunakan ASCII (ekstensi *.asc). Karena
standar ArcGIS untuk data raster (GRID) adalah *.rst, mau ga mau harus dikonversi terlebih
dahulu ke *.asc. Jangan lupa variable environment di control panel terlebih dahulu diset-path
ke C:\Program Files (x86)\ArcGIS\Desktop10.1\bin. Sebab jika tidak dimasukan di variable
environment akan ada pesan error ketika menambah layer grid di model yang akan dibuat.
Note: jangan lupa awali dengan semicolon (;) untuk path yang ditambahkan. Jangan pula
letakan file yang akan dikelola (termasuk tutorial) di My Document karena folder tidak
boleh ada spasi.
Ada sepuluh langkah yang penting ketika menganalisa spatial metrics menurut tutorial 2,
antara lain: 1) membuka Fragstats, 2) Membuat model baru, 3) mengimpor sebuah Grid, 4)
Memasukan sebuah tabel klasifikasi (class descriptors table), 5) Mengeset paramater
tambahan untuk analisa, 6) Memilih metrics, 7) Memasukan tabel-tabel tambahan, 8)
Menyimpan model, 9) Menjalankan model, dan 10) Melihat dan menyimpan hasil.
Kesepuluh langkah dalam tutorial bermaksud menampilkan seluruh statistik spasial dari
data raster, yang tentu saja dalam prakteknya bisa menyesuaikan (tidak harus seluruhnya).
Tabel berikut contoh statistik spasial dari sebuah jurnal internasional.
Hanya empat saja, padahal di Fragstats cukup banyak, terutama di bagian Patch metrics. Ok,
kita coba yang dari tutorial saja, setelah itu kita coba jawab empat variabel di atas (PD, LSI,
ENN, dan MPS).
Jangan lupa menekan tipe data dan mengisi parameter-parameternya sebelum tombol OK
ditekan. Angka-angka yang diisikan di atas berdasarkan panduan dari tutorial, sementara
untuk file GRID yang lain tentu saja berbeda. Satuan standar yang digunakan adalah meter.
Tabel ini berekstensi *.fcd berisi ID, name, Enabled, IsBackground. Isinya menjelaskan file
ASCII yang baru saja diimpor. Tutorial sudah menyediakan file tersebut dan tinggal
mengedit jika ingin digunakan ke file ASCII lainnya.
Enabled ternyata berfungsi untuk men-sortir mana yang akan dianalisa. Misalnya kita akan
menganalisa statistik “resident”, maka yang lain dibuat “false” (hanya “resident” yang
true). Cara memasukan tabel tersebut adalah dengan menekan tombol Browse di area tab
Input Layers lalu arahkan ke file descriptors.fcd.
Analisa pada Fragstats berupa matrik-matrik. Ada tiga level yaitu Patch, Class, dan
Landscape. Tiap level bisa dipilih apa saja yang akan dianalisa. Untuk uji coba, pilih 8 cell
neighbor rule dan no sampling strategy. Matrik-matrik Patch, Class, dan Landscape
dicentang juga.
D. Mengatur Matrik
Untuk mengeset level matriks, tekan masing-masing level (Patch, Class, dan Landscape) yang
ditunjukan dengan kotak merah, kuning dan biru. Sebagai uji coba, pilih “Select All” di
masing-masing level. Hanya perlu diperhatikan pada bagian Aggregation karena
mencentang proximity index atau similarity index maka harus mengisi radius: isi dengan
angka 500, yang berarti 500 meter. Isi radius itu untuk Patch, Class, maupun Landscape.
Khusus untuk Landscape, jika memilih “select all” maka harus mengisi Diversity tab pada
bagian “The maximum number of classes” yang maksimalnya enam.
Ada tiga file berkestensi *.fsq yang bisa dijadikan tabel tambahan. Pada Fragstats
disediakan tiga jenis yaitu: Edge depth, Edge contrast, dan Similarity. Agak sulit memahami isi
dari masing-masing tabel itu. Untungnya help pada Fragstat menyertakan penjelasan
masalah itu. Perhatikan tabel edge depth berikut.
Perhatikan matriks yang ada nol-nya. Baris menyatakan kelas yang jadi fokus perhatian,
sementara kolom menyatakan hubungannya dengan kelas lain. Nol berarti tidak memiliki
efek edge terhadap kelas lainnya. Baris keempat adalah forest, memiliki efek edge dengan
kelas lainnya yang besarnya terhadap open, resident, water, wetland dan urba berturut-turut
100, 50, 50, 50, dan 200. Sementara kelas lainnya tidak ada. (Kenapa kelas open tidak 0, 0, 0,
100, 0, 0? Mengingat ada edge efect dengan forest. Siapa tahu pembaca ada yang mengerti,
tolong masukannya di komentar).
Jalankan model dengan menekan tombol segitiga berwarna hijau (run) dan perhatikan
Activity Log. Terkadang proses berhenti karena ada kesalahan atau ada parameter-
parameter yang tidak/belum diinput. Sebenarnya langkah-langkah di atas tidak perlu
dijalankan jika ingin sekedar mengetahui proses apa yang dilakukan oleh Fragstats. Tinggal
membuka Model yang sudah disediakan tutorial dan mengarahkan layer ke file berada
(lokasi file TIFF/Ascii) lalu di-run, biasanya jalan.
Perhatikan result di atas. Landscape yang merupakan total study area menyebutkan PD dan
LSI sebesar 4.08 dan 6.5225. Mean Patch Size (MPS) dan ENN harus dicari sesuai dengan
istilah di Fragstats, banyak banget istilah-istilah statistik spasial. Begitu saja? Ya, ini kan
statistiknya. Untuk yang moving window, akan dibahas di postingan lain. Selamat
mencoba.
Untuk mempelajari satu bidang ilmu terkadang butuh beberapa bulan, bahkan tahunan.
Padahal, seorang insinyur informatika perlu secepatnya memahami ilmu yang menyertai
aplikasi vertikal untuk membantu atau bekerjasama dalam suatu tim dengan stakeholder
lain. Untungnya, kebanyakan aplikasi menyediakan dokumentasi yang disediakan dalam
konten help-nya yang sangat bermanfaat bagi pengguna yang kurang begitu memahami
domain dari aplikasi vertikal yang akan digunakan. Fasilitas inilah yang menjadi andalan
untuk mempelajari ilmu dasar aplikasi vertikal. Contoh di bawah ini adalah help pada
aplikasi vertikal tentang ecology landscape yang membantu menganalisa data spasial dari
aspek statistik yang berhubungan dengan ekologi dan lansekap.
Contoh aplikasi vertikal di atas adalah Fragstats (lihat postingan sebelumnya)
(https://rahmadya.com/2017/02/13/analisa-sprawl-dengan-fragstats/) yang bekerja dengan
mode raster (grid/image/ascii). Ketika dibuka dan membuat model analisa baru, akan
muncul pilihan patch metrics, class metrics, dan lanscape metrics. Istilah-istilah tersebut dapat
dipelajari lewat help pada gambar di atas. Aplikasi ini gratis, hanya saja untuk melihat
hasilnya butuh aplikasi lain yang belum tentu gratis, misalnya ArcGis.
Mempelajari ilmu dasar lewat help dapat mempercepat kemampuan dalam penggunaan
suatu aplikasi vertikal walaupun tentu saja, perlu juga membaca literatur-literatur tentang
ilmu yang mendukung aplikasi tersebut. Selamat mencoba aplikasi vertikal yang banyak
tersedia saat ini.
Diposkan pada 20 Februari 201720 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan Penulisan1 Komentar
Ada juga beberapa yang bagus dan menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantarnya.
Link video di bawah ini cukup baik untuk mengolah data di ArcGIS sebelum diekspor ke
Fragstats untuk dianalisa. Semoga dapat digunakan untuk menghitung Patch Density (PD),
Landscape Shape Index (LSI), Euclidean Nearest-Neighbor Distance (ENN), dan Mean
Patch Size (MPS).
FRAGSTATS - getting started prep…
Diposkan pada 14 Februari 201714 Februari 2017 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan Penulisan3 Komentar
Software ini kompatible dengan ArcGis versi 10 dengan format Grid. Selain software, vendor
juga menyediakan tutorial lengkap dengan data sample yang akan diolah. Di bawah ini
tampilan awal setelah menginstall perangkat lunak tersebut dan siap digunakan untuk
menganalisa Sprawl. Rencananya akan digunakan di Jabotabek (JMRR), khusus ke arah
barat (Bekasi kota, Bekasi kabupaten, dan Bogor utara).
Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat digunakan untuk menganalisa Sprawl suatu
wilayah. Terlebih dahulu unduh citra satelit USGS yang sudah dijelaskan pada post
sebelumnya (https://rahmadya.com/2016/09/28/download-peta-satelit-landsat/).
Selain dengan Kappa, metode lain untuk mengetahui validasi adalah dengan Relative
Operating Characteristic (ROC). Prinsipnya adalah dengan probabilitas kejadian dengan
nilai boolean yang biasanya ketika prediksi dengan MARKOV. Validasi yang menggunakan
ROC dikenal dengan istilah Area Under ROC (AUC).
Bagi yang memiliki Matlab tapi versi yang lama dan tidak memiliki fasilitas-fasilitas terbaru
dalam menangani data geospasial, beberapa institusi yang sudah mengembangkan sendiri
M-file untuk mengolah data spasial bersedia men-share. Salah satunya adalah situs M_Map:
A Mapping Package for Matlab (https://www.eoas.ubc.ca/~rich/map.html). Silahkan buka
dan pelajari, isinya adalah menampilkan figure yang berisi koordinat geospasial, dengan
tampilan proyeksi, grid dan skala yang sudah terstandar.
Bahkan bagi yang suka mengelola citra satelit, Matlab sudah mampu menampilkan citra
satelit yang memiliki format Red, Green, Blue (RGB). Silahkan pelajari link Youtube berikut
ini bagi yang tertarik dengan pengolahan citra RGB yang bisa juga diterapkan ke bidang
lain selain remote sensing.
An Interactive Tool for Using Land…
Demikian info singkat yang saya sendiri masih dalam tahap penjajagan. Selamat mencoba.
Diposkan pada 9 Desember 20169 Desember 2016 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan Penulisan1 Komentar
Salah satu masalah yang dijumpai oleh para pengguna ArcGIS adalah ketika mengekspor
driver tersebut ke IDRISI. Ketika dihubungkan dengan image lain driver tersebut tidak
sinkron. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengandalkan fungsi
PROJECT yang bertugas merubah/mengkonversi proyeksi dan juga menyamakan bidang
kerja suatu image dengan lainnya.
Pertama-tama yang wajib diketahui oleh pengguna citra satelit yang diunduh dari USGS
(lihat cara donwloadnya (https://rahmadya.com/2016/11/15/crop-citra-satelit-dengan-
idrisi/)) adalah proyeksi yang digunakan oleh citra satelit tersebut. Setelah mengimpor TIFF
menjadi RST buka PROJECT dan coba letakkan image yang diimpor tersebut, maka muncul
proyeksinya.
Perhatikan referensi citra satelit yang saya miliki ternyata LATLONG. Biasanya untuk citra
satelit, misalnya jabotabek, menggunakan UTM. Tapi ternyata untuk citra DEM dari SRTM
(lihat post sebelumnya (https://rahmadya.com/2016/11/23/mengunduh-peta-ketinggian-
gratis-dari-shuttle-radar-topography-mission-srtm/)) ternyata proyeksinya LATLONG
(saya juga kurang begitu paham dengan proyeksi ini, mungkin lintang dan bujur seperti
biasa). Di sini proyeksi tersebut akan dikonversi menjadi standar UTM 48S yang saya
gunakan. Oiya, walaupun di ArcGIS sudah diutak-atik menjadi UTM, ternyata tetap harus
diset ke defaultnya (LATLONG), entah mengapa. Jangan lupa menekan Output Reference
Information untuk menyamakan bidang kerja (dari existing file).
Jadi ciri-ciri driver yang sudah siap digunakan adalah selain bentuk visualnya yang sama
dengan ketika diolah di ArcGIS, juga sinkron dengan image lainnya. Caranya buka display
dua buah image, yaitu satu yang sudah terstandar dan satu lagi driver yang baru saja kita
impor dari ArcGIS. Jika keduanya dapat dibuka, dalam satu Composer maka dapat
dipastikan dua image itu sudah klop (lihat dengan cara men-checklist salah satu image).
Jika sudah dirasa klop, maka siap dimasukan ke dalam LCM bersama dengan driver-driver
lainnya. Contoh di atas adalah Digital Elevation Model (DEM) sebagai salah satu driver
perubahan lahan (LU).
Diposkan pada 7 Desember 20167 Desember 2016 oleh rahmadyaPosted in Asian Institute
of Technology, Geographic Information System, Riset dan Penulisan1 Komentar
Rahmadya Trias Handayanto
Tema: Colinear.