Anda di halaman 1dari 8

PENTINGNYA INOVASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

Ernawati
Email: 2010111120004@ulm.ac.id
Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin

Abstrak
Di Indonesia berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita
dalam bidang pendidikan seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaruan atau
inovasi dalam bidang pendidikan untuk itu pemerintah mengeluarkan kan kebijakan-
kebijakan dalam pendidikan. Kebijakan-kebijakan tersebut tertuang dalam undang-undang
dasar 1945 seperti program-program, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
menteri dan sebagainya lalu kebijakan tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh
pemerintah di antara kebijakan itu ada juga berkaitan dengan inovasi pendidikan.

PENDAHULUAN
Inovasi berasal dari kata latin, innovation yang berarti pembaruan dan perubahan.
Kata kerjanya inovo yang artinya memperbaharui dan mengubah. Inovasi adalah suatu
perubahan yang baru yang menuju kearah perbaikan; yang lain atau berbeda dari yang ada
sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana (tidak secara kebetulan). Kata
"innovation" (bahasa Inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan
(Hamijoyo, 1996), tetapi ada yang menjadikan kata innovation menjadi kata Indonesia
yaitu "inovasi". Inovasi kadang-kadang juga dipakai untuk menyatakan penemuan, karena
hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan juga sering digunakan untuk
menterjemahkan kata dari bahasa Inggris "discovery" dan "invention". Ada juga yang
mengaitkan antara pengertian inovasi dan modernisasi, karena keduanya membicarakan
usaha pembaharuan. Agar tidak membingungkan pembaca dan untuk memperluas wawasan
serta memperjelas pengertian inovasi pendidikan, maka perlu terlebih dahulu dibahas
tentang pengertian discovery, invention, dan innovation. Ketiga istilah tersebut dalam
bahasa Indonesia dapat diartikan "penemuan", maksudnya mengandung arti ditemukannya
sesuatu yang baru, boleh jadi sesuatu yang baru itu sudah lama ada, tetapi kemudian baru
ditemukan atau diketahui, atau boleh jadi sesuatu yang baru itu benar-benar sebelumnya

1
memang belum ada atau belum ditemukan, karena untuk tujuan tententu maka dibuatlah
sesuatu yang benar-benar baru, bahkan bisa juga dengan menggunakan discovery atau
invensi. Discovery adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang
ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Misalnya penemuan benua
Amerika. Sebenarnya benua Amerika itu sudah lama ada, tetapi baru ditemukan oleh
Columbus pada tahun 1492, maka dikatakan Columbus menemukan benua Amerika,
artinya Columbus adalah orang Eropa yang pertama menjumpai benua Amerika. (Temtrem,
2020: 67)

PERMASALAHAN PENDIDIKAN MENUNTUT INOVASI


Banyak suatu hal yang menuntut diadakannya inovasi pendidikan di Indonesia, di
antaranya adalah: Pertama, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pada saat ini,
penguasaan terhadap teknologi menjadi hal yang penting, karena dianggap sebagai
indikator kemajuan suatu negara. Negara dikatakan maju jika memiliki tingkat penguasaan
teknologi tinggi (high technology), sedangkan negara-negara yang tidak bisa beradaptasi
dengan kemajuan teknologi sering disebut sebagai negara gagal (failed country) (Ngafifi,
2014). Kedua, Pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk pada gilirannya akan
menambah jumlah rumah tangga dan dengan demikian bertambah pula kebutuhan rumah.
Sementara itu kenaikan pendapatan masyarakat ternyata berjalan lebih lambat
dibandingkan dengan perkembangan harga rumah. Dengan demikian kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan perumahannya pun juga cenderung menurun
(Darwin, 1991). Ketiga, meningkatnya animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan
yang lebih baik. (Kadi, 2017: 179)
Demikian pula, secara kronologis, seorang inovator bisa mempertimbangkan
serangkaian tahapan atau langkah-langkah sebelum sebuah inovasi diadopsi. Sa’ud
mengemukakan pendapat Miles (2011:11), tentang tahapan atau langkah-langkah strategi
inovasi pendidikan adalah: (1.) Disain-inovasi, baik merupakan hasil invensi maupun
diskoveri, penyebarannya harus berdasarkan penelitian dan pengembangan (research and
development). Karena itu, disain inovasi pendidikan yang tidak didasarkan atas hasil
research and development akan cenderung mengalami kegagalan dalam implementasi. (2.)
Kesadaran dan perhatian-sasaran inovasi, para anggota target sistem perlu memiliki
perhatian dan kesadaran akan pentingnya inovasi dan mencari berbagai informasi yang
dibutuhkan untuk itu. dalam konteks ini, para inovator atau innovator agent’s perlu
memunculkan dan membangkitakan kesadaran pada diri sasaran atau anggota target sistem
bahwa inovasi yang dirancang dan yang akan dilaksanakan sangat mereka butuhkan untuk
mengantarkan mereka pada kondisi atau keadaan yang lebih baik. (3.) Evaluasi-para
sasaran inovasi harus diberi peluang dan kesempatan yang luas untuk memberikan
penilaian tentang inovasi dan memberikan pandangannya, baik pro maupun kontra, tentang
kemampuan inovasi tersebut dalam mencapai tujuantujuan sistem, sesuai dengan kondisi,

2
upaya yang telah dilakukan, pembiayaan, dan sebagainya. (4.) Uji Coba-inovasi yang akan
dilaksanakan perlu diuji coba dalam skala kecil untuk membuktikan hasil dan berbagai
konsekuensinya. Jika hasil uji coba tersebut positif, maka inovasi dapat diadopsi lengkap
dengan berbagai strateginya dalam skala yang lebih luas sesuai dengan tujuan, objek, dan
sasaran paket inovasi tersebut (Miles: 1993, 19-20).
Pendapat lain mengemukakan ada beberapa petunjuk bagi pelopor inovasi atau
inovator dalam melaksanakan perubahan. Menurutnya ada 7 (tujuh) tahapan yang bisa
dilalui oleh para inovator untuk mengimplementasikan gagasan dan program inovasinya,
yaitu: (1.) Care-memperhatikan apa masalah yang akan diinoasi, siapa yang menetapkan
masalah tersebut, betapa banyak yang memperhatikannya, dan seberapa banyak mereka
harus memperhatikan. (2) Relate-membangun berbagai hubungan yang baik dan harmonis
dengan klien dan anggota target sistem. (3.) Examine-mendefinisikan masalah yang
dihadapi dalam tematema atau istilah-istilah yang bisa dipahami dan dipecahkan. (4.)
Acquire-meneliti dan mencari berbagai sumber yang relevan untuk menggulirkan paket
inovasi yang telah dirancang. Seorang atau sekelompok inovator harus mendapatkan
jawaban yang konkrit terhadap pertanyaan bagaimana kita mendapatkan bantuan dan dari
sumber-sumber mana saja kita akan memperoleh bantuan untuk pemecahan masalah. (5.)
Try-melakukan percobaan dalam mencari solusi masalah yang paling baik. Sejumlah
pertanyaan kunci yang harus bisa dijawab para inovator antara lain bagaimana kita
melakukan percobaan, bagaimana mengambil pemecahan yang terbaik, dan bagaimana 70
menyatukan berbagai unsure yang ada sehingga seluruhnya terintegrasi dan mendukung
paket inovasi yang akan dilaksanakan. (6.) Extend-menerjemahkan dan mengembangkan
solusi dalam bentuk tindakan dalam rangka mencari consensus dari para penerima
innovator atau objek dan sasaran inovasi. (7.) Renew-membangun kapasitas untuk terus
mengembangkan komitmen terhadap inovasi agar proses inovasi bisa diselenggarakan
secara kontinu dalam upaya mencapai tujuan. (Havelock dan Zlotolow,1995:1) Pada
akhirnya, tujuan yang akan dicapai dari suatu strategi inovasi adalah untuk meletakkan
inovasi pendidikan dalam kerangka sebuah sistem target. Perlu dicermati keberadaan sistem
persekolahan dan kedekatannya dengan lingkungan masyarakat, kampus atau universitas
dan lain-lain, sehingga pada gilirannya inovasi akan menjadi bagian dalam sebuah sistem
pendidikan. Strategi bisa dimulai dari sistem target itu sendiri atau sistem-sistem lain dalam
lingkungan sistem target, seperti Departemen Pendidikan Nasional, Sekolah/ Madrasah,
mass media, berbagai yayasan sosial dan pendidikan dan badan-badan pemerintah. Lebih
lanjut, strategi inovasi juga bisa menggunakan berbagai struktur yang telah ada atau melalui
penciptaan berbagai struktur baru yang diperhitungkan lebih efektif dan menguntungkan.
Baik struktur yang telah ada maupun struktur baru harus didefenisikan sesuai dengan
kondisi dan waktu dimana inovasi itu akan dilakukan. Pada dasarnya, keberhasilan sebuah
paket inovasi pendidikan tidak hanya terletak pada desain atau perencanaan, strategi, dan
agen/pelopor inovasi. (Damin, 2016)

3
URGENSI PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM INOVASI
PENDIDIKAN
Guru harus selalu mengadakan inovasi-inovasi dalam memberikan materi pelajaran
sosiologi, pada tahun 90-an di era teknologi sebelum berkembang dengan pesat seperti
sekarang ini guru dalam memberikan materi pembelajaran sosiologi kepada peserta didik di
jenjang SMA dengan metode yang itu-itu saja tentu saja itu dapat menimbulkan kebosanan
dan kejenuhan dalam proses pembelajaran sejarah, tanpa ada perubahan. Untungnya di
tahun 2019 ini teknologi yang semakin hari semakin pesat, peserta didik dapat
memanfaatkan pesatnya laju teknologi untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran
sosiologi, seperti menggunakan media video atau gambar yang nantinya siswa dituntut
untuk menganalisis isi video atau gambar tersebut sehingga jalannya proses pembelajaran
akan semakin hidup dan tidak terpangku kepada guru saja.

Perubahan kurikulum sudah dapat dipastikan akan berimplikasi bagi guru, karena
guru merupakan ujung tombak penerapan kurikulum. Seperti diketahui, bahwa kurikulum
memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum
sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen kurikulum berfungsi sebagai pedoman
bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut
dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam
implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh
kemampuan guru untuk mengim-plementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan
bermakna. Oleh karena itu, kesiapan guru dalam mengim-plementasikan kurikulum harus
mendapat perhatian, baik menyangkut kompetensi, komitmen dan tanggung jawabnya serta
kesejahteraannya. Kompetensi guru bukan saja menguasai apa yang harus dibelajarkan
(content) tapi bagaimana membelajarkan siswa yang menantang, menyenangkan,
memotivasi, menginspirasi dan lain-lain. Dalam konteks inilah guru dituntut untuk dapat
memanfaatkan TIK dalam proses pembelajaran.

Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa dalam struktur kurikulum 2013 TIK menjadi
alat bantu (tools) bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran pada semua mata
pelajaran. Kondisi ini menuntut kesiapan guru untuk dapat merancang dan menghasilkan
media maupun sumber belajar yang berbasiskan TIK. Pesatnya perkembangan TIK
berdampak pada pergeseran peran guru dalam pembelajaran, yaitu : (1) peran guru yang
pada awalnya hanya sebagai sumber utama informasi dan sumber jawaban, menjadi
fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2)
peranan guru dalam mengendalikan semua aspek pembelajaran sudah tidak berlaku lagi,
tetapi lebih banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada peserta didik dalam
proses pembelajaran.

4
Salah satu kemudahan dalam kurikulum 2013, guru tidak lagi disibukkan memikirkan
silabus, sehingga guru akan leluasa mengembangkan kreativitas dalam mengajar. Guru
lebih dapat menfokuskan diri dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran saintific
(rekomendasi pendekatan pembelajaran dalam Kurikulum 2013) dengan mengarahkan anak
didik untuk melakukan pengamatan (observing), menanya (questioning), menalar
(assosiating), mencoba (experimenting) dan membentuk jejaring (networking). Namun
demikian, untuk dapat mengembangkan kreativitas dan menerapkan pendekatan
pembelajaran tersebut harus dibarengi dengan kemampuan teknis guru dalam menggunakan
perangkat media pembelajaran berbasis TIK.

Agar guru dapat mengim-plementasikan kurikulum 2013 di sekolah dengan baik,


Farisi (2013) menyarankan kepada guru untuk melakukan rekonstruksi peran-peran
pedagogisnya yang dicirikan oleh kemampuan pedagogis sebagai: (1) pengambil keputusan
(decision maker), guru mampu menstimulasi siswa untuk berpikir, bersikap, dan bertindak
aktif dan reflektif dalam belajar; mendorong terjadinya dialog; dan melakukan evaluasi-diri
terhadap gagasan, nilai, sikap, dan tindakan yang diambil; (2) reformer yang reflektif
(reflective reformer), guru bersikap terbuka untuk mengeksplorasi gagasan dirinya; mampu
berpikir kritis-reflektif daripada berpikir secara kategorikal; mampu mentoleransi terjadinya
konflik gagasan dan cita-cita antara dirinya dengan siswa; mampu mengenali nilai-nilai
yang bersifat kontroversial; memiliki kesadaran bahwa pengetahuan bersifat relatif dan
probabilistik terhadap konteks; (3) partisipan kooperatif (cooperative participant), guru
selalu terbuka untuk bekerjasama dengan siswa di dalam berbagai aktivitas belajar yang
dilakukan, mendorong para siswa untuk menggunakan caracara berpikir alamiah dan
intuitifnya; (4) agen katalisator (catalytic agent) bagi hasil-hasil penemuan siswanya; (5)
peran didaktik (didactic roles), guru berperan reflektif dan afektif, yakni pengembang
konsep siswa, dan pengembang keterampilan siswa dalam mengambil keputusan-keputusan
yang tepat dalam berbagai isu, nilai, kepercayaan yang seringkali bersifat kontroversial.

Disinilah peran dan fungsi teknologi informasi untuk menghilangkan


berkembangnya sel dua, tiga dan empat berkembang di banyak institusi pendidikan yaitu
dengan cara: (1) Meminimalisir kelemahan internal dengan mengadakan perkenalan
teknologi informasi global dengan alat teknologi informasi itu sendiri (radio, televisi,
computer) . (2) Mengembangkan teknologi informasi menjangkau seluruh daerah dengan
teknologi informasi itu sendiri (Wireless Network connection, LAN ). (3) Pengembangan
warga institusi pendidikan menjadi masyarakat berbasis teknologi informasi agar dapat
terdampingan dengan teknologi informasi melalui alatalat teknologi informasi.

Peran dan fungsi teknologi informasi dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam
manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia

5
pendidikan terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003:87) menemukan beberapa
tujuan pemanfaatan TIK, yaitu : memperbaiki competitive positioning; meningkatkan brand
image; meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran; meningkatkan kepuasan siswa;
meningkatkan pendapatan; memperluas basis siswa; meningkatkan kualitas pelayanan;
mengurangi biaya operasi; dan mengembangkan produk dan layanan baru. Karenanya, tidak
mengherankan jika saat ini banyak institusi pendidikan di Indonesia yang berlomba-lomba
berinvestasi dalam bidang TIK untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat. Maka
dari itu untuk memenangkan pendidikan yang bermutu maka disolusikan untuk
memposisikan institusi pendidikan pada sel satu yaitu lingkungan peluang yang
menguntungkan dan kekuatan internal yang kuat. Lebih lanjut ia katakan, dengan
memanfaatkan Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai media pembelajaran
bukan hanya bermanfaat bagi siswa (peserta didik) saja, tetapi juga bagi guru (pendidik)
sebagai perancang, pengembang. dan pelaksana dalam pembelajaran. Oleh karena itu,
kehadiran TIK sebagai media pembelajaran banyak membantu guru (pendidik) dalam
berbagai hal, antara lain: a) Pembelajaran menjadi lebih menarik dan interaktif Penggunaan
media pembelajaran berupa foto ataupun video, dapat menarik perhatian siswa bila
dibandingkan dengan penjelasan secara diskripsi secara lesan. Guru dapat menciptakan
berbagai kegiatan yang variatif dan mengaktifkan siswa melalui foto ataupun gambar obyk
yang dibahas. b) Pembelajaran menjadi lebih kokret dan nyata. Penggunaan media
pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar, lebih-lebih dikelas rendah sangat sesuai dengan
karakteristik siawa yang masih berada dalam tarah “operasional-konkret. Dengan media ini
siswa akan lebih mudah mempelajari segala sesuatu yang secara langsung dapat mereka
lihat, dengaar, pegang dan merasakan. c) Pengelolaan pembelajaran lebih efektif dan efisien
Dengan media pembelajaran, guru dapat terbantu untuk tidak perlu banyak menulis atau
mengilustrasikan di papan tulis. Ilustrasi dan tulisan yang dibutuhkandapat dipenuhi guru
dengan waktu yang tepat dan cepat melaui fasilitas tang terdapat pada komputer. d)
Mendorong siswa belajar secara lebih mandiri. Media Pembelajaran yang sudah dirancang
khusus untuk pembelajaran tertentu dapat dipergunakan oleh siswa untuk belajar baik
secara individu maupun secara kelompok. e) Meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan
media pembelajaran proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien, serta dapat

6
meningkatkan kualitas pembelajaran secara menyeluruh. f) Proses pembelajaran dapat
dilakukan di mana dan kapan saja Program audio, video, komputer (offline dan online)
adalah media pembelajaran yang dapat digunakan di mana saja dan kapan sajasesuai
dengan kondisi dan situasi guru maupun siswa. g) Menimbulkan sikap positif siswa
terhadap proses pembelajaran. Penggunaan media yang dirancang sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa dapat menimbulkan sikap positif siswa terhadap proses belajar mengajar.
(Anshori, 2020: 7)

SIMPULAN
Di Indonesia berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-
cita dalam bidang pendidikan seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaruan atau
inovasi dalam bidang pendidikan untuk itu pemerintah mengeluarkan kan kebijakan-
kebijakan dalam pendidikan. Kebijakan-kebijakan tersebut tertuang dalam undang-undang
dasar 1945 seperti program-program, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
menteri dan sebagainya lalu kebijakan tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh
pemerintah di antara kebijakan itu ada juga berkaitan dengan inovasi pendidikan.
Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun
idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengim-
plementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna. Oleh karena itu, kesiapan
guru dalam mengim-plementasikan kurikulum harus mendapat perhatian, baik menyangkut
kompetensi, komitmen dan tanggung jawabnya serta kesejahteraannya. Kompetensi guru
bukan saja menguasai apa yang harus dibelajarkan (content) tapi bagaimana membelajarkan
siswa yang menantang, menyenangkan, memotivasi, menginspirasi dan lain-lain. Dalam
konteks inilah guru dituntut untuk dapat memanfaatkan TIK dalam proses pembelajaran.

REFERENSI

Afrina, A., Abbas, E. W., & Susanto, H. (2021). The Role of Historical Science in Social
Studies Learning Materials for Increasing Values of Student's Nationalism. The
Innovation of Social Studies Journal, 3(1), 1-8.
Anis, M. Z. A., Putro, H. P. N., Susanto, H., & Hastuti, K. P. (2020). Historical Thinking
Model in Achieving Cognitive Dimension of Indonesian History Learning. PalArch's
Journal of Archaeology of Egypt/Egyptology, 17(7), 7894-7906.

7
Anis, M. Z. A., Sriwati, S., & Mardiani, F. (2020). Sisi Abu-Abu Kausalitas Dan
Evaluasinya Dalam Pembelajaran Sejarah. Jurnal Socius, 9(2), 169-180.
Anis, M. Z. A., Susanto, H., & Fathurrahman, F. (2021). Studi Evaluatif Pembelajaran
Sejarah Daring Pada Masa Pandemi Covid-19. Fajar Historia: Jurnal Ilmu Sejarah
dan Pendidikan, 5(1), 60-69.
Efendi, I., Prawitasari, M., & Susanto, H. (2021). Implementasi Penilaian Pembelajaran
Pada Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Sejarah. Prabayaksa: Journal of History
Education, 1(1), 21-25.
Prawitasari, M. (2015). Metode Pembelajaran Hypnoteaching Melalui Mind Mapping
dalam Pembelajaran Sejarah (Studi Pada Siswa Kelas XI IPS SMA PGRI 6
Banjarmasin).
Prawitasari, M., & Susanto, H. (2021). RETROGRESI PENGGUNAAN MEDIA DARING
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MASA PANDEMI COVID-19. Jurnal
Education and Development, 9(4), 173-177.
Susanto, H. (2020). Profesi Keguruan. Banjarmasin: FKIP Universitas Lambung
Mangkurat.
Susanto, H., Irmawati, I., Akmal, H., & Abbas, E. W. (2021). Media Film Dokumenter
Masuknya Islam Ke Nusantara dan Pengaruhnya Terhadap Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 9(1).
Susanto, H., Irmawati, I., Akmal, H., & Abbas, E. W. (2021). Media Film Dokumenter
Masuknya Islam Ke Nusantara dan Pengaruhnya Terhadap Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 9(1).
Syaharuddin, S., & Susanto, H. (2019). Sejarah Pendidikan Indonesia (Era Pra
Kolonialisme Nusantara sampai Reformasi). Banjarmasin: FKIP Universitas
Lambung Mangkurat.
Wahidah, M. N., Putro, H. P., Syaharuddin, S., Prawitasari, M., Anis, M. Z. A., & Susanto,
H. (2021). Dinamika Pendidikan Dasar Islam Sabilal Muhtadin Banjarmasin (1986-
2019). PAKIS (Publikasi Berkala Pendidikan Ilmu Sosial), 1(1).
Danim, S. (2016). Inovasi pendidikan: dalam upaya peningkatan profesionalisme tenaga
kependidikan.

Anda mungkin juga menyukai